SKRIPSI
OLEH :
ILLIYUN KURNIAH
NIM :105101003235
PEMINATAN GIZI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
DAFTAR ISI
1
Halaman
ABSTRAK ....................................................................................................................
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Halaman
5.11 Distribusi Daya Terima Makan Siang Berdasarkan Jenis Pekerjaan Pada
Karyawan RS. Brawijaya Women And Children Kebayoran Baru Jakarta
Selatan Tahun 2009 ............................................................................................ 59
5.12 Distribusi Daya Terima Makan Siang Berdasarkan Pendidikan Pada Karyawan
RS. Brawijaya Women And Children Kebayoran Baru Jakarta Selatan Tahun
2009 .................................................................................................................... 60
5.13 Distribusi Daya Terima Makan Siang Berdasarkan Pengetahuan Gizi Pada
Karyawan RS. Brawijaya Women And Children Kebayoran Baru Jakarta
Selatan Tahun 2009 ............................................................................................ 60
5.14 Distribusi Daya Terima Makan Siang Berdasarkan Penampilan Makanan Pada
Karyawan RS. Brawijaya Women And Children Kebayoran Baru Jakarta
Selatan Tahun 2009 ............................................................................................ 61
5.15 Distribusi Daya Terima Makan Siang Berdasarkan Penilaian Rasa Makanan
Pada Karyawan RS. Brawijaya Women And Children Kebayoran Baru
Jakarta Selatan Tahun 2009 ............................................................................... 62
5.16 Distribusi Daya Terima Makan Siang Berdasarkan Penilaian Variasi Menu Pada
Karyawan RS. Brawijaya Women And Children Kebayoran Baru Jakarta
Selatan Tahun 2009 ............................................................................................ 63
5.17 Distribusi Daya Terima Makan Siang Berdasarkan Penilaian Penyajian Makanan
Pada Karyawan RS. Brawijaya Women And Children Kebayoran Baru
Jakarta Selatan Tahun 2009 ............................................................................... 63
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran
Lampiran 1 Hasil Analisis Univariat
Lampiran 2 Hasil Analisis Bivariat
Lampiran 3 Kuesioner
10
ABSTRACT
Received power is someones ability to eat the food served to spend
according to his needs. To maintain health and to perform its function properly, the
human body requires nutrients, including energy needs received from food. In an
effort to increase labor productivity, attention to improving food and nutrition
services by the company or institution for labor is a matter that needs attention. Foods
that have good nutritional value is useful to improve productivity and labor
efficiency.
Brawijaya Hospital is one of the hospitals to organize lunch for 241 workers.
Based on preliminary studies there were employees who complained to the lunch
condition were presented. Complaints include the portion of the food served to
employees in comparable between men and women, received food employee has
been in a state of cold, and taste less fit, so they did not finish the portion of his lunch.
Therefore, this research is conducted to determine the factors associated with
employee received power lunch in Brawijaya Women's Hospital and Children
Kebayoran Baru South Jakarta in 2009. This research is a quantitative research using
cross sectional study design.
Based on the results, eat good results received power of 60.9%. There are
77.2% women. 44.6% had a type of light work, 93.5% had a good education, 55.4%
had good nutritional knowledge, 52.2% had good food assessment, 52.2% had an
assessment of the food taste bad, 65.2% had an assessment presenting a good way.
Results of bivariate analysis showed that factors related to the acceptance of eating
11
that is education with p value = 0.032; assessment of food appearance with p value =
0.024; assessment of taste of food with p value= 0.044 and assessment of menu
variation with p value = 0.024.
From the research results are expected for the catering management to
distinguish the portion of rice for both men and women and to improve the taste of
food served, so as to increase the acceptance of meals to employees. For the Hospital
is expected to provide food warmers to keep warm food temperature before the food
is distributed to employees and conduct an evaluation of the received power to
determine the employee dining menu that employees liked or disliked, as well as
following up employee complaints about the food served.
12
ABSTRAK
Daya terima makan adalah kesanggupan seseorang untuk menghabiskan
makanan yang disajikan sesuai dengan kebutuhannya. Untuk mempertahankan
kesehatan dan untuk menjalankan fungsinya dengan baik, tubuh manusia memerlukan
gizi termasuk kebutuhan energi yang didapat dari makanan. Dalam upaya
peningkatan produktifitas kerja, perhatian terhadap peningkatan pelayanan makanan
dan gizi oleh perusahaan atau institusi terhadap tenaga kerja merupakan suatu hal
yang perlu diperhatikan. Makanan yang mempunyai nilai gizi yang baik berguna
untuk meningkatkan produktifitas dan efisiensi tenaga kerja.
Rumah Sakit Brawijaya merupakan salah satu Rumah Sakit yang
menyelenggarakan makan siang bagi tenaga kerjanya yang berjumlah 241 orang.
Berdasarkan studi pendahuluan terdapat karyawan yang mengeluh dengan kondisi
makan siang yang disajikan. Keluhan tersebut antara lain porsi makanan yang
disajikan untuk karyawan disamakan antara pria dan wanita, makanan diterima
karyawan sudah dalam keadaan dingin, serta rasa yang kurang sesuai, sehingga tidak
menghabiskan porsi makan siangnya. Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan daya terima makan siang
karyawan di Rumah Sakit Brawijaya Women and Children Kebayoran Baru Jakarta
Selatan Tahun 2009. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
menggunakan desain study cross sectional.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil daya terima makan baik sebesar
60,9%. Terdapat 77,2% perempuan. 44,6% memiliki jenis pekerjaan ringan, 93,5%
memiliki pendidikan tinggi, 55,4% memiliki pengetahuan gizi baik, 52,2% memiliki
penilaian makanan baik, 52,2% memiliki penilaian rasa makanan buruk, 65,2%
13
memiliki penilaian cara penyajian baik. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa
faktor yang memiliki hubungan dengan daya terima makan yaitu pendidikan dengan
nilai p = 0,032; penilaian penampilan makanan dengan nilai p = 0,024; penilaian rasa
makanan dengan nilai p = 0,044 dan penilaian variasi menu dengan nilai p = 0,024.
Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan bagi pihak jasa boga
membedakan porsi nasi untuk laki-laki dan perempuan serta meningkatkan cita rasa
makanan yang disajikan, sehingga mampu meningkatkan daya terima makan pada
karyawan. Bagi pihak Rumah Sakit diharapkan menyediakan tempat penghangat
makanan agar suhu makanan tetap hangat sebelum makanan didistribusikan pada
karyawan dan melakukan evaluasi mengenai daya terima makan karyawan untuk
mengetahui menu yang disukai atau tidak disukai karyawan, serta menindaklanjuti
keluhan-keluhan karyawan mengenai makanan yang disajikan.
14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Makanan merupakan salah satu kebutuhan utama manusia. Oleh karena itu,
15
konsumen (internal) dan faktor yang berasal dari luar (eksternal) yaitu makanan yang
disajikan (Suhardjo, 1989).
Untuk mempertahankan kesehatan dan untuk menjalankan fungsinya dengan
baik, tubuh manusia memerlukan gizi termasuk kebutuhan energi yang didapat dari
makanan. Kecukupan makanan dan gizi merupakan salah satu faktor terpenting
dalam mengembangkan kualitas sumber daya manusia, yang mana merupakan faktor
kunci dalam keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Agar manusia dapat
melakukan pekerjaan/kegiatan selama hidupnya, dibutuhkan berbagai jenis makanan
yang mengandung zat gizi yang cukup sebagai sumber tenaga, zat pembangun, dan
zat pengatur (Maemunah, 2002).
Untuk menanggulangi masalah gizi pada tenaga kerja perlu dilakukan
perbaikan gizi, yaitu dengan memberikan makanan dalam kuantitas dan kualitas yang
memenuhi kecukupan gizi yang dianjurkan. Hal ini disebabkan karena kualitas gizi
dalam makanan akan secara langsung mempengaruhi status gizi. Status gizi yang
memadai merupakan suatu keharusan dengan harapan akan menghasilkan tenaga
kerja yang produktif (Pusdiklat RI, 1995 dalam Sucanti 2000).
Sehubungan dengan upaya peningkatan produktifitas kerja, perhatian terhadap
peningkatan pelayanan makanan dan gizi oleh perusahaan atau institusi terhadap
tenaga kerja merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan. Makanan yang
mempunyai nilai gizi yang baik berguna untuk meningkatkan produktifitas dan
efisiensi tenaga kerja. Walaupun gizi bukan satu-satunya faktor yang menentukan
16
tingkat produktifitas kerja, namun perbaikan gizi bagi tenaga kerja wajib
dilaksanakan (Bedong, 1996).
Gizi memiliki peran yang amat penting ditempat kerja, asupan gizi yang
adekuat dapat meningkatkan level produktivitas nasional sebesar 20% (WHO, 2003
dalam Februanti). Menurut Galenson & Pyatt (1964) dalam Februanti (2008) bahwa
tiap 1% kilokalori dari makanan dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja
secara umum sebanyak 2.27%.
Salah satu faktor yang turut menentukan kualitas sumber daya manusia adalah
kekuatan pangan dan asupan gizi. Semakin seimbang kandungan gizi dari makanan
akan semakin cepat pencapaian tingkat optimal kualitas fisik, mental dan intelektual
masyarakat sebagai faktor yang sangat berpengaruh terhadap produktifitas kerja
(Hadju, et al 1998).
Peningkatan produktifitas kerja hendaknya diimbangi dengan peningkatan
asupan gizi yang baik terhadap pekerja. Masalah perbaikan gizi dan peningkatan gizi
mempunyai makna yang sangat penting dalam usaha menyehatkan, mencerdaskan
serta meningkatkan produktifitas kerja. Gizi kerja merupakan salah satu syarat untuk
mencapai derajat kesehatan yang optimal (Darwin karyadi dan Muhilal, 1993).
Gizi tenaga kerja mempunyai makna yang sangat penting dalam usaha
menyehatkan dan mencerdaskan manusia dalam rangka pengembangan sumber daya
manusia. Pentingnya gizi dalam produktivitas kerja memerlukan usaha untuk
mengatasi masalah gizi, seperti kekurangan gizi, anemia gizi besi, dan masalah
17
lainnya yang ada pada tenaga kerja yaitu perbaikan gizi langsung dengan
memberikan makanan yang seimbang di tempat kerja dan juga makanan dalam
kuantitas dan kualitas yang memenuhi kecukupan gizi yang dianjurkan (Sudin, 2002).
Gizi kerja sebagai salah satu aspek dari kesehatan kerja mempunyai peran
penting, baik bagi kesejahteraan maupun dalam rangka meningkatkan disiplin dan
produktivitas. Hal ini dikarenakan tenaga kerja menghabiskan waktunya lebih dari
35% setiap hari di tempat kerja. Oleh karena itu mereka perlu mendapatkan asupan
gizi yang cukup dan sesuai dengan jenis/beban pekerjaan yang dilakukannya.
Kekurangan nilai gizi pada makanan yang dikonsumsi tenaga kerja sehari-hari akan
membawa akibat buruk terhadap tubuh, seperti pertahanan tubuh terhadap penyakit
menurun, kemampuan fisik kurang, berat badan menurun, badan menjadi kurus,
muka pucat kurang bersemangat, kurang motivasi, bereaksi lamban dan apatis dan
lain sebagainya. Dalam keadaan yang demikian itu tidak bisa diharapkan tercapainya
efisiensi dan produktivitas kerja yang optimal.
Kekurangan pada pekerja menyebabkan seseorang lebih sering terserang
penyakit, kurang motivasi/bersemangat, bereaksi lamban dan apatis sehingga prestasi
menurun dan produktivitas kerja berkurang. Gizi berperan dalam perkembangan
bobot fisik, perkembangan mental dan intelektual/kecerdasan serta produktivitas. Gizi
adekuat selama waktu kerja, kondisi tempat kerja, seperti lingkungan, bebas udara
panas, keserasian hubungan kerja dan kondisi kesehatan. Perlu disadari sepenuhnya
bahwa msyarakat pekerja yang sehat, akan bekerja giat, produktif dan teliti, sehingga
18
dapat mencegah kecelakaan yang mungkin terjadi selama bekerja. Salah satu untuk
mewujudkan hal tersebut adalah melalui perbaikan gizi bagi masyarakat pekerja yaitu
melalui
penyediaan
makanan
bergizi
selama
waktu
kerja
untuk
upaya
19
kekurangan gizi dan 50,9% anemia gizi (Februanti, 2008). Pada penelitian (Husaini
dkk) juga melaporkan bahwa dikalangan tenaga kerja wanita 30-40% menderita
anemia, dan hasil studi di Tangerang tahun 1999 menunjukan prevalensi anemia pada
pekerja wanita 69%. Pekerja yang menderita anemia dari hasil penelitian
produktivitasnya 20% lebih rendah dari pada pekerja yang sehat (Depkes, 2000).
Keberhasilan suatu penyelenggaraan makanan di institusi ditentukan oleh
makanan yang disajikan dan penerimaan terhadap makanan tersebut. Pada penelitian
Refnita (2001) menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara kebiasaan
makan, penampilan makanan dan suhu makanan dengan daya terima makan siang
pekerja. Hal ini sejalan dengan penelitian Iskandar (2003) yang menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna antara frekuensi makan, penampilan makanan, dan flavour
(cita rasa) makanan dengan daya terima makan siang pekerja.
Berdasarkan penelitian Februanti (2008), daya terima makan siang pada
karyawan di PT. Isuzu Astra Motor Indonesia dinilai masih kurang baik yaitu sebesar
51,5%. Berdasarkan penelitian tersebut banyak karyawan yang tidak dapat
menghabiskan makanan yang disajikan oleh perusahaan. Angka tersebut sangatlah
tinggi mengingat bahwa konsumsi makanan yang memenuhi kebutuhan gizi pada
karyawan sangatlah penting agar dapat meningkatkan produktifitas.
Rumah Sakit Brawijaya merupakan salah satu Rumah Sakit yang
menyelenggarakan makan siang bagi tenaga kerjanya yang berjumlah 241 orang. Dari
studi pendahuluan yang dilakukan dengan wawancara ternyata terdapat karyawan
20
yang mengeluh dengan kondisi makan siang yang disajikan, porsi makanan yang
disajikan untuk karyawan disamakan antara pria dan wanita sehingga tidak sesuai
dengan kebutuhan, makanan diterima karyawan sudah dalam keadaan dingin, serta
rasa yang kurang sesuai, sehingga tidak menghabiskan porsi makan siangnya,
sedangkan biaya yang disediakan untuk setiap karyawan adalah Rp. 13.000,00. Untuk
itu peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan daya terima
makan siang karyawan.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan studi pendahuluan yang diperoleh peneliti sebelumnya
ditemukan terdapat karyawan yang mengeluh dengan makan siang yang disajikan,
antara lain makanan sudah dalam keadaan dingin sehingga nasi menjadi keras,
makanan yang disajikan untuk karyawan disamakan antara pria dan wanita sehingga
tidak sesuai dengan kebutuhan, serta rasa yang kurang sesuai, sehingga tidak
menghabiskan porsi makan siangnya. Oleh karena itu, maka dipandang perlu untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan daya terima makan siang karyawan
dilihat dari karakteristik karyawan dan makanan itu sendiri mulai dari penampilan
makanan, rasa makanan, variasi menu, dan cara penyajian. Daya terima makan yang
kurang pada karyawan akan berpengaruh pada kecukupan asupan zat gizi yang
dibutuhkan untuk makan siang dan dapat berdampak pada penurunan produktivitas
kerja. Untuk itu peneliti ingin mengetahui faktor yang berhubungan dengan daya
21
terima makan siang karyawan. Penelitian ini dilakukan di RS. Brawijaya Women and
Children Kebayoran baru karena penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya.
1.3
Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran mengenai daya terima makan siang karyawan di RS.
Brawijaya Women and Children Kebayoran baru tahun 2009?
2. Bagaimana gambaran karakteristik karyawan (jenis kelamin, jenis
pekerjaan, dan pendidikan), pengetahuan gizi, penilaian penampilan
makanan, penilaian rasa makanan, penilaian variasi menu dan penilaian
cara penyajian makanan di RS. Brawijaya Women and Children
Kebayoran baru tahun 2009?
3. Apakah ada hubungan karakteristik karyawan (jenis kelamin, jenis
pekerjaan, pendidikan) dengan daya terima makan siang karyawan di RS.
Brawijaya Women and Children Kebayoran Baru tahun 2009?
4. Apakah ada hubungan pengetahuan gizi dengan daya terima makan siang
karyawan di RS. Brawijaya Women and Children Kebayoran Baru tahun
2009?
5. Apakah ada hubungan penilaian penampilan makanan dengan daya terima
makan siang karyawan di RS. Brawijaya Women and Children Kebayoran
Baru tahun 2009?
22
6. Apakah ada hubungan penilaian rasa makanan dengan daya terima makan
siang karyawan di RS. Brawijaya Women and Children Kebayoran Baru
tahun 2009?
7. Apakah ada hubungan penilaian variasi menu makanan dengan daya
terima makan siang karyawan di RS. Brawijaya Women and Children
Kebayoran Baru tahun 2009?
8. Apakah ada hubungan penilaian cara penyajian makanan dengan daya
terima makan siang karyawan di RS. Brawijaya Women and Children
Kebayoran Baru tahun 2009?
1.4
Tujuan Penelitian
1.4.1
Tujuan Umum
Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan daya terima
Tujuan Khusus
2.
23
4.
5.
6.
7.
8.
24
1.5
Manfaat Penelitian
1.5.1
Bagi Institusi
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rekomendasi bagi
perusahaan agar dapat penyediaan makanan yang baik dan bergizi
guna meningkatkan produktivitas para karyawan dan menciptakan
masyarakat pekerja yang sehat, akan bekerja giat, produktif dan teliti,
sehingga dapat mencegah kecelakan yang mungkin terjadi selama
bekerja.
1.5.2
Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengalaman serta
pengetahuan baru. Dan dengan dilaksanakannya penelitian ini peneliti
dapat mengaplikasikan ilmu yang telah di dapat semasa kuliah.
1.6
Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan daya terima makan siang karyawan di RS. Brawijaya Women and Children
Kebayoran Baru tahun 2009, yang dilakukan oleh mahasiswa Kesehatan Masyarakat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilakukan dari bulan September 2009
sampai Februari tahun 2010. Sampel dalam penelitian ini adalah karyawan di RS.
Brawijaya Women and Children Kebayoran Baru tahun 2009. Adapun desain studi
yang digunakan adalah cross sectional dengan menggunakan data primer dan
25
sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner yang diisi oleh responden dan data
sekunder diperoleh dari data perusahaan. Penelitian ini dilakukan mengingat masih
ada karyawan yang mengeluh tentang makan siang yang disajikan di perusahaan.
26
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Gizi Kerja
Peningkatan kesehatan disusun dan dilaksanakan sepenuhnya dalam kerangka
27
28
2.2
29
2.2.1
Faktor Internal
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi asupan makanan adalah
karakteristik individu, yaitu umur, jenis pekerjaan, dan pendidikan (Elizabeth dan
Sanjur 1981 dalam Suhardjo 1989).
30
31
yang dimakan berlebih dibandingkan tenaga yang dikeluarkan maka tubuh akan
menjadi gemuk, sebaliknya jika makanan yang dimakan kurang maka tubuh akan
menjadi kurus. Kedua masalah ini akan mempengaruhi derajat seseorang dan
akhirnya akan berpengaruh pada efisien dan produktivitas kerja. Oleh karena itu
sedapat mungkin diusahakan agar jumlah makanan yang dikonsumsi baik dalam nilai
gizi, kualitas maupun kuantitas sesuai dengan kebutuhan khususnya terhadap tenaga
yang dikeluarkan (Tarwaka et al, 2004).
WHO/FAO/UNU dalam Arisman (2004) mengklasifikasikan aktifitas fisik
berdasarkan perbandingannya dengan Basal Metabolisme Rate (BMR), sehingga
aktifitas fisik dibagi menjasi 4 tingkat, yaitu :
a. Aktivitas ringan
: 20% BMR
b. Aktivitas sedang
: 30% BMR
c. Aktivitas berat
: 40% BMR
32
Jenis Kelamin
Kelompok Pekerja
2.2.1.4 Pendidikan
Daya terima makan juga berkaitan erat dengan tingkat pendidikan. Banyak
pekerja yang menderita kekurangan gizi karena mereka tidak mengetahui manfaat
makanan yang bervariasi dan mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh.
Pada umumnya
pekerja lebih
memilih
makanan
yang terasa
enak dan
33
penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan ini merupakan stimulus yang sifatnya masih
terselubung dan pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya perilaku seseorang. Pengetahuan gizi bertujuan untuk merubah perilaku
masyarakat kearah konsumsi pangan yang sehat dan bergizi. Jika pengetahuan gizi
tinggi, maka ada kecenderungan untuk memillih makanan yang lebih murah dengan
nilai gizi yang lebih tinggi (Husain 1983 dalam Ulfa L, 1998). Menurut Suhardjo
(1989), penyebab penting ganguan gizi adalah kurangnya pengetahuan gizi atau
kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Khomsan (2000), bahwa pengetahuan gizi diukur dengan pertanyaan yang
berkaitan gizi dan kesehatan.
Daya terima juga berkaitan dengan pengetahuan gizi tenaga kerja, banyak
pekerja yang menderita kekurangan gizi karena tidak mengetahui manfaat makanan
yang bervariasi dan mengandung zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, pada
umumnya tenaga kerja lebih memilih makanan yang terasa enak dan mengenyangkan
tetapi rendah kandungan gizinya serta tidak mengerti akan pentingnya makanan untuk
kesehatan (Simanjuntak dkk, dalam Refnita, 2001).
34
2.2.2
Faktor Eksternal
Menurut Moehyi (1992), faktor eksternal yang mempengaruhi daya terima
makanan adalah cita rasa makanan. Cita rasa mencakup penampilan makanan
sewaktu dihidangkan, rasa makanan waktu dimakan, variasi menu, dan cara
penyajian makanan.
Cita rasa makanan ditimbulkan oleh terjadinya rangsangan terhadap berbagai
indera dalam tubuh manusia, terutama indera penglihatan, indera penciuman dan
indera pengecap. Makanan yang memiliki cita rasa yang tinggi adalah makanan yang
disajikan dengan menarik, menyebarkan bau yang sedap, dan rasa yang lezat
(Winarno, 1992).
2.2.2.1 Penampilan
Komponen-komponen yang berperan dalam penentuan penampilan makanan
antara lain, yaitu :
2.2.2.1.1 Warna
Warna makanan adalah warna hidangan yang disajikan. Warna makanan akan
memberikan penampilan yang kebih menarik terhadap makanan yang disajikan.
Kombinasi warna merupakan faktor penting yang mempengaruhi indera penglihatan,
karena itu tenaga penyaji makanan harus benar-benar mengerti perbedaan warna
makanan sebelum dan sesudah diproses. Kombinasi warna menjadi sangat penting
35
dalam membuat makanan menjadi menarik. Oleh karena itu dalam suatu menu yang
baik haruslah terdapat kombinasi warna lebih dari dua macam (West & wood, 1988).
Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan.
Warna yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa. Oleh sebab
itu dalam penyelenggaraan makanan harus mengetahui prinsip-prinsip dasar untuk
mempertahankan warna makanan yang alami, baik dalam bentuk teknik memasak
maupun dalam penanganan makanan yang dapat mempengaruhi warna makanan
(Arifiati, 2000).
Warna penting bagi banyak makanan, baik bagi makanan yang tidak diproses
maupun bagi yang dimanufaktur. Bersama-sama dengan baurasa dan tekstur, warna
memegang peran penting dalam keterterimaan makanan. Warna merupakan nama
umum untuk semua pengindraan yang berasal dari aktivitas retina mata (Deman,
1997). Warna makanan bahkan baik digunakan untuk menyajikan makanan itu harus
dipilih sedemikian rupa sehingga menimbulkan kesan menarik dan rasa senang
(Moehyi, 1997).
36
b. Bentuk yang menyerupai bentuk asli, tetapi bukan merupakan bahan makanan
yang utuh.
c. Bentuk yang diperoleh dengan cara memotong bahan makanan dengan teknik
tertentu atau mengiris bahan makanan dengan cara tertentu.
d. Bentuk sajian khusus seperti bentuk nasi tumpeng atau bentuk khas lainnya.
2.2.2.1.3 Konsistensi
Konsistensi adalah keadaan yang berkaitan dengan tingkat kepadatan dan
kekentalan suatu hidangan. Istilah yang menggambarkan konsistensi adalah cair,
kental, dan padat. Susunan hidangan yang baik adalah memiliki kombinasi
konsistensi. (West & wood, 1988)
Konsistensi makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita
rasa makanan karena sensitivitas indera cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi
makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan memberikan
rangsangan yang lebih lambat terhadap indera kita. (Moehyi, 1992)
Konsistensi makanan juga mempengaruhi penampilan makanan yang
dihidangkan. Cara memasak dan lama waktu memasak makanan akan menentukan
pula konsistensi makanan. (Moehyi, 1992)
Tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang
ditimbulkan oleh bahan tersebut. Dari penelitian-penelitian yang dilakukan diperoleh
bahwa perubahan tekstur atau viskositas bahan dapat mengubah rasa dan bau yang
37
2.2.2.2 Rasa
Komponen-komponen yang berperan dalam penentuan rasa makanan antara
lain, yaitu :
38
2.2.2.2.1 Aroma
Aroma atau bau makanan dapat merangsang keluarnya getah lambung dan
banyak menentukan kelezatan dari makanan tersebut. Aroma lebih terpaut pada
indera penciuman. (Arifiati, 2000)
Aroma yang disebarkan oleh makanan adalah daya tarik yang sangat kuat dan
mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera. Timbulnya
aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya suatu senyawa yang menguap.
Terbentuknya senyawa yang mudah menguap sebagai reaksi karena pekerjaan enzim,
tetapi dapat juga terbentuk tanpa terjadi reaksi enzim. Aroma yang dikeluarkan oleh
setiap makanan berbeda-beda (Moehyi, 1992).
39
Masakan yang mempunyai variabel keempat macam rasa tersebut lebih disukai dari
pada hanya merupakan satu macam rasa yang dominan (Winarno, 1986).
Rasa makanan sangat ditentukan oleh penggunaan bumbu. Bumbu adalah
bahan yang ditambahkan pada makanan dengan maksud untuk mendapatkan rasa
makanan yang enak dan sama setiap kali pemasakan (Sutiyono, 1996).
2.2.2.2.3 Kematangan/Keempukan
Tingkat kematangan mempengaruhi cita rasa makanan. Tingkat kematangan
makanan dalam masakan di Indonesia umumnya dimasak sampai matang benar.
Makanan yang masuk kedalam mulut dan setelah dikunyah akan menyebabkan air
liur keluar yang kemudian menimbulkan rangsangan pada syaraf pengecap yang ada
di lidah. Makanan yang empuk dapat dikunyah dengan sempurna dan akan
menghasilkan senyawa yang lebih banyak yang berarti intensitas rangsangan menjadi
lebih tinggi. Kematangan makanan selain ditentukan oleh mutu bahan makanan juga
ditentukan oleh cara memasak (Moehyi, 1992).
2.2.2.2.4 Temperatur/Suhu
Temperatur makanan waktu disajikan memegang peranan penting dalam
penentuan cita rasa makanan (Moehyi, 1992). Suhu adalah tingkat panas dari
hidangan yang disajikan. Bila makanan yang disajkan tidak sesuai dengan suhu
penyajian yang tepat maka akan menyebabkan makanan tidak enak. Sehingga suhu
40
makanan waktu disajikan merupakan penentu cita rasa makanan. Suhu makanan yang
terlalu panas atau terlalu dingin akan mengurangi sensitifitas syaraf terhadap rasa
makanan. (Moehyi, 1992)
Sensitivitas terhadap rasa berkurang bila suhu tubuh di bawah 200C atau di
atas 300C. Makanan yang panas akan membakar lidah dan merusak kepekaan kuncup
cecapan. Sedangkan makanan yang dingin dapat membius kuncup cecapan sehingga
tidak peka lagi (Winarno, 1992).
41
b. Hidangan lauk pauk, yaitu masakan yang terbuat dari bahan makanan hewani atau
nabati atau gabungan keduanya. Bahan makanan hewani yang digunakan dapat
berupa daging sapi, ayam, ikan atau berbagai jenis hasil laut lainnya. Lauk pauk
biasanya berupa lauk pauk yang berasal dari kacang-kacangan atau hasil
olahannya seperti tempe dan tahu. Bahan-bahan makanan itu dimasak dengan
cara, seperti masakan berkuah, masakan tanpa kuah, dibakar, dipanggang,
digoreng atau jenis makanan lainnya.
c. Hidangan berupa sayur-mayur. Biasanya hidangan ini berupa masakan yang
berkuah karena berfungsi sebagai pembasah nasi agar mudah ditelan. Hidangan
sayur-mayur dapat lebih dari satu macam masakan yang biasanya terdiri dari
gabungan masakan berkuah dan tidak berkuah.
d. Hidangan yang terdiri dari buah-buahan, baik dalam bentuk buah-buahan segar
atau buah-buahan yang diolah seperti setup atau sari buah.
42
merangsang indera terutama indera penglihatan yang bertalian dengan cita rasa
makanan (Moehyi, 1992).
Ada tiga hal pokok yang perlu diperhatikan dalam penyajian makanan, yaitu
sebagai berikut:
a.
b.
Cara menyusun makanan dalam tempat penyajian makanan. Hal ini harus
dilakukan dengan cermat sehingga memberikan kesan menarik. Makanan juga
harus disajikan sedemikian rupa sehingga masih terlihat berbagai kombinasi
warna dari makanan tersebut.
c.
43
a.
b.
c.
44
2.3
Kerangka Teoritik
Berdasarkan teori dan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada
tinjauan pustaka, maka kerangka teori dalam penelitian ini disusun sebagai
berikut :
45
Faktor eksternal
1. Penampilan (warna, konsistensi/tekstur,
bentuk bahan makanan, besar porsi,
penyajian)
2. Rasa (aroma/bau, bumbu, tingkat
kematangan, suhu)
3. Variasi menu
4. Penyajian makanan
Produktivitas kerja
Status gizi
46
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1
Kerangka Konsep
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan variabel dependen yaitu daya terima
Variabel Dependen
Faktor internal
1. Karakteristik responden
a. Jenis kelamin
b. Jenis pekerjaan
c. Pendidikan
2. Pengetahuan gizi
Daya terima makan
siang
Faktor eksternal
1. Penampilan makanan (warna,
bentuk, konsistensi, porsi)
2. Rasa (aroma, rasa,
kematangan, suhu)
3. Variasi menu
4. Penyajian makanan
47
Definisi operasional
Cara ukur
Penerimaan responden terhadap Observasi
makan siang yang disajikan,
berdasarkan
total
nilai
kemampuan responden untuk
menghabiskan makanan yang
disajikan
Alat ukur
Kuesioner
Hasil ukur
Skala
0. Kurang Baik, (untuk laki-laki, jika Ordinal
tidak menghabiskan semua; untuk
perempuan jika tidak menghabiskan
tiga perempat dari makanan yang
disajikan)
1. Baik,
(untuk
laki-laki,
jika
menghabiskan
semua;
untuk
perempuan jika menghabiskan
minimal tiga perempat dari
makanan yang disajikan)
(Refnita, 2001)
2.
Jenis kelamin
Wawancara
Kuesioner
0. Laki-laki
1. Perempuan
Nominal
3.
Jenis pekerjaan
Wawancara
Kuesioner
Ordinal
4.
Pendidikan
Wawancara
Kuesioner
0. Staf
1. Ringan
2. Sedang
3. Berat (Widyakarya Nasional, 1988)
0. Rendah (Tidak sekolah, Tamat SD,
SMP)
1. Tinggi (Tamat SLTA, Akademi,
perguruan Tinggi)
(Iskandar, 2004)
Ordinal
48
No
Variabel
5. Pengetahuan
gizi
Definisi operasional
Cara ukur
Pengetahuan responden
Wawancara
mengenai makanan yang bergizi
dan kegunaannya bagi tubuh.
Alat ukur
Kuesioner
Hasil ukur
0. Kurang baik, (Jika total skor < 18)
1. Baik, (Jika total skor 18)
Skala
Ordinal
6.
Wawancara
Kuesioner
Ordinal
a. Warna
Kuesioner
Ordinal
b. Bentuk
Wawancara
Kuesioner
Ordinal
c. Konsistensi
Wawancara
Kuesioner
Ordinal
Wawancara
Kuesioner
Ordinal
Penampilan
makanan
d. Porsi
49
No
Variabel
7. Rasa
8.
Definisi operasional
Gabungan penilaian responden
terhadap penampilan makanan
dengan kriteria aroma, rasa,
kematangan, dan suhu.
Cara ukur
Wawancara
Alat ukur
Kuesioner
Hasil ukur
0. Kurang baik, (Jika total skor <
27,23)
1. Baik, (Jika total skor 27,23)
Skala
Ordinal
a. Aroma
Wawancara
Kuesioner
Ordinal
b. Rasa
Wawancara
Kuesioner
Ordinal
c. Kematangan
Wawancara
Kuesioner
Ordinal
d. Suhu
Wawancara
Kuesioner
Ordinal
Variasi menu
Wawancara
Kuesioner
Ordinal
50
No
Variabel
9. Penyajian
makanan
Definisi operasional
Penilaian responden mengenai
cara yang digunakan dalam
menata makanan.
Cara ukur
Wawancara
Alat ukur
Kuesioner
Hasil ukur
0. Kurang baik, (Jika total skor < 7)
1. Baik, (Jika total skor 7)
Skala
Ordinal
51
3.3
Hipotesis
1. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan daya terima makan siang
karyawan.
2. Ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan daya terima makan siang
karyawan.
3. Ada hubungan antara pendidikan dengan daya terima makan siang
karyawan.
4. Ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan daya terima makan siang
karyawan.
5. Ada hubungan antara penilaian penampilan makanan dengan daya terima
makan siang karyawan.
6. Ada hubungan antara penilaian rasa makanan dengan daya terima makan
siang karyawan.
7. Ada hubungan antara penilaian variasi menu dengan daya terima makan
siang karyawan.
8. Ada hubungan antara penilaian cara penyajian dengan daya terima makan
siang karyawan.
52
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan rancangan
penelitian cross sectional karena pengambilan data variabel independen dan variabel
dependen dilakukan dalam waktu bersamaan. Penelitian ini bersifat analitik yang
bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan daya terima
makan siang karyawan di RS. Brawijaya Women and Children Kebayoran Baru
Jakarta Selatan tahun 2009.
4.2
Jakarta Selatan. Adapun penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2009
sampai Februari 2010.
4.3
4.3.1
Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh karyawan yang berada di RS.
Brawijaya Women and Children Kebayoran Baru Jakarta Selatan dan tercatat sebagai
karyawan di RS. Brawijaya Women and Children Kebayoran Baru Jakarta Selatan.
53
4.3.2
Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah karyawan RS. Brawijaya Women and
Children Kebayoran Baru Jakarta Selatan, mendapat makan siang, mampu mengisi
kuesioner dengan baik, tidak memiliki gangguan penyakit metabolisme dan bersedia
menjadi responden.
a. Jumlah Sampel
Sampel penelitian ini dipilih dengan metode simple random sampling dan
perhitungan besar sampel dengan menggunakan rumus uji hipotesis dua
proporsi. Peneliti mengambil proporsi dari penelitian terdahulu yang
dilakukan Februanti (2008), maka sampel dihitung sebagai berikut :
[(
))
( (
(
))]
)
)
))
)))
(0,60 0,25)2
(
= (1,3702 + 0,8869)2
0,1225
= 41,5 = 42 orang
54
Keterangan:
Z1-/2 = Derajat kepercayaan = 95 % = 1,96
Z1-
P1
= Proporsi orang yang memiliki daya terima kurang dan rasa buruk
= 60,9% = 0,60 (Februanti, 2008)
P2
= Proporsi orang yang memiliki daya terima kurang dan rasa baik =
25,5% = 0,25 (Februanti, 2008)
= 0,425
2
Dari perhitungan di atas maka diperleh jumlah sampel minimal
yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 42 x 2 = 84 karyawan. Untuk
menghindari karyawan yang drop out dalam penelitian ini maka ditambah
10% dari jumlah sampel minimal. Maka jumlah sampel yang dibutuhkan
sebanyak 92 karyawan.
b. Metode pengambilan sampel
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Simple Random Sampling dengan membagi sampel menjadi 9
kelompok yaitu Anciliary, Fisik, Marketing/Public Relation, Farmasi, SS,
HRD, Manajemen, Medik, dan Marching. Adapun perhitungan proporsi
perbagian sebagai berikut:
Jumlah Sampel Perbagian = Jumlah Populasi Departemen x Jumlah Sampel
Jumlah Populasi
55
Jumlah Sampel
Ancilliary
29
11
Fisik
11
Marketing/PR
32
12
Farmasi
21
19
HRD
Manajemen
Medik
13
Marching
104
40
241
92
Departemen
Total
Keterangan :
(*) : Jumlah populasi dari Profil Rumah Sakit Brawijaya Women And Children
Jakarta
(**) : Pelayanan Gizi berada dalam Departemen Support Service.
4.4
1. Data primer
a. Data mengenai daya terima makan siang karyawan.
56
4.5
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
4.6
Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder, data dikumpulkan
oleh peneliti dengan memberikan kuesioner kepada karyawan yang mendapat makan
siang.
1. Data Primer
Data primer dikumpulkan dengan mengisi kuesioner kepada karyawan
yang meliputi data karakteristik karyawan (jenis kelamin, jenis pekerjaan, dan
pendidikan), pengetahuan gizi terdiri dari 20 pertanyaan, penilaian terhadap
57
4.7
Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan sistem komputerisasi melalui beberapa
58
Baik
c. Penampilan makanan
Untuk variabel penampilan penilaian terdiri dari pertanyaan warna,
bentuk, konsistensi, dan porsi. Skoring yang diberikan pada setiap pertanyaan
adalah 1 3. Standar skor yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan
nilai median (karena tidak berdistribusi normal).
59
Kurang baik
Baik
d. Rasa makanan
Untuk variabel rasa penilaian terdiri dari pertanyaan aroma, rasa
bumbu, kematangan, dan suhu makanan. Skoring yang diberikan pada setiap
pertanyaan adalah 1 3. Standar skor yang digunakan pada penelitian ini
adalah dengan nilai mean (karena berdistribusi normal).
Kurang baik
Baik
e. Variasi menu
Untuk variabel variasi menu penilaian terdiri dari pertanyaan variasi
jenis bahan makanan dan variasi pengolahan. Skoring yang diberikan pada
setiap pertanyaan adalah 1 3. Standar skor yang digunakan pada penelitian
ini adalah dengan nilai median (karena tidak berdistribusi normal).
Kurang baik
Baik
f. Cara penyajian
Untuk variabel penyajian makanan terdiri dari pertanyaan cara menyusun
makanan, kebersihan wadah makanan dan kelengkapan alat makan. Skoring
yang diberikan pada setiap pertanyaan adalah 1 3. Standar skor yang
60
digunakan pada penelitian ini adalah dengan nilai median (karena tidak
berdistribusi normal).
Kurang baik
Baik
4.8
Analisis Data
4.8.1
Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk menyajikan dan mendiskripsikan
karakteristik data setiap variabel yang diteliti penyajian data univariat berupa
distribusi variabel tersebut yang disajikan dalam bentuk tabel. Analisis univariat
untuk mengetahui gambaran daya terima makan siang responden, karakteristik
responden, penilaian penampilan makanan, penilaian rasa makanan, penilaian variasi
menu, dan penilaian cara penyajian makanan.
4.8.2
Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menguji dan menjelaskan hubungan antara
61
X2
Keterangan :
X2 = Chi Square
O = Nilai observasi
E = Nilai eskpektasi
Melalui uji statistik diperoleh nilai P, dimana dalam penelitian ini digunakan
tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Hubungan kemaknaan antara variabel independen
dan dan variabel dependen adalah :
a. Hubungan bermakna atau secara statistik terdapat hubungan yang signifikan,
apabila nilai P <
b. Hubungan tidak bermakna atau secara statistik tidak dapat hubungan yang
signifikan, apabila P .
62
BAB V
HASIL
5.1
Gambaran Umum
5.1.1
Sejarah
Rumah Sakit Brawijaya Women and Children didirikan pada akhir tahun
2003. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit internasional spesialis wanita dan anak
yang diresmikan pada hari minggu 17 Desember 2006. Rumah Sakit Brawijaya
Women and Children telah diresmikan oleh menteri kesehatan. Rumah sakit yang
diwakili oleh Ibu Ratna Rosita selaku direktur Rumah Sakit Spesialistik Ditjen Bina
Pelayanan Medik. Rumah sakit ini berdiri atas dukungan kelompok dokter kandungan
dan dokter anak yang dipimpin oleh dr. Nuhroho Kampono, SpOG(k) dan Prof. Dr.
dr. M. Farid Aziz SpOG, FICS.
Lokasi Rumah Sakit Brawijaya Women and Children sangat strategis berada
di Jakarta Selatan disudut Jl. Taman Brawijaya dan Pangeran Antasari di tengah
kawasan pemukiman elit Brawijaya dan Darmawangsa. Gedung Rumah Sakit
Brawijaya Women and Children terdiri dari 4 lantai pelayanan basement dan 1 lantai
office. Unit rawat inap terdiri dari 100 beds dalam 40 room.
5.1.2
63
Jakarta Selatan dan sekitarnya. Rumah Sakit Brawijaya Women and Children telah
menempatkan dirinya dengan menyediakan pelayanan jasa premium yang berfokus
pada perawatan kebidanan dan penyakit kewanitaan serta perawatan khusus lainnya
yang berhubungan dengan wanita. Pesaing Rumah Sakit Brawijaya Women and
Children merupakan rumah sakit ternama dan rumah sakit khusus di daerah sekitar
seperti Rumah Sakit MMC, Rumah Sakit Medistra, Rumah Sakit Pondok Indah, dan
Rumah Sakit Asih.
5.1.3
5.1.3.1 Visi
Menjadi institusi pelayanan kesehatan spesialis terkemuka untuk wanita dan
anak yang memberikan pelayanan prima dengan suasana keramah-tamahan dan rasa
kasih sayang.
5.1.3.2 Misi
Memberikan pelayanan kesehatan paripurna di bidang obsetri dan ginekologi,
perempuan dan pediatrik yang bermutu tinggi dan menjamin kepuasan pelanggan
melalui manajemen yang mandiri dan modern.
5.1.4
64
Fasilitas
Demi mewujudkan layanan kesehatan yang professional dan bermutu, Rumah
65
NICU
5.2
Analisis Univariat
5.2.1
makanan yang disajikan. Dalam penelitian ini, distribusi daya terima makan dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu baik dan buruk. Untuk kategori baik jika menghabiskan
seluruh makanan yang disajikan untuk laki-laki dan menghabiskan tigaperempat
bagian dari makanan yang disajikan untuk perempuan. Sedangkan untuk kategori
buruk jika tidak menghabiskan makanan yang disajikan secara keseluruhan untuk
laki-laki dan tidak menghabiskan makanan tigaperempat makanan yang disajikan
66
untuk perempuan. Berdasarkan hasil penelitian di peroleh data bahwa responden yang
memiliki daya terima makan baik sebanyak 56 (60,9%), sedangkan untuk responden
yang memiliki daya terima makan buruk sebanyak 36 (39,1%) responden. Seperti
terdapat pada tabel 5.1 di bawah ini:
Tabel 5.1
Gambaran Distribusi Daya Terima Makan Siang Pada Karyawan RS.
Brawijaya Women and Children Jakarta Selatan Tahun 2009
5.2.2
Jumlah
Persentase (%)
Buruk
36
39,1
Baik
56
60,9
kelamin perempuan lebih banyak yaitu 71 (77,2%) daripada responden dengan jenis
kelamin laki-laki yaitu 21 (22,8%), seperti yang terdapat pada tabel 5.2 dibawah ini:
Tabel 5.2
Gambaran Distribusi Jenis Kelamin Pada Karyawan RS. Brawijaya Women and
Children Kebayoran Baru Jakarta Selatan Tahun 2009
5.2.3
Jenis Kelamin
Jumlah
Persentase (%)
Laki-laki
21
22,8
Perempuan
71
77,2
(empat), yaitu staf, ringan, sedang, dan berat. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
67
data bahwa responden dengan jenis pekerjaan ringan lebih banyak yaitu 41 (44,6%)
daripada responden dengan jenis pekerjaan staff yaitu berat 5 (5,4%). Seperti yang
terdapat pada tabel 5.3 dibawah ini.
Tabel 5.3
Gambaran Distribusi Jenis Pekerjaan Pada Karyawan RS. Brawijaya Women
and Children Kebayoran Baru Jakarta Selatan Tahun 2009
5.2.4
Jenis Pekerjaan
Jumlah
Persentase (%)
Staff
36
39,1
Ringan
41
44,6
Sedang
10
10,9
Berat
5,4
Gambaran Pendidikan
Dalam penelitian ini, distribusi untuk pendidikan dibagi menjadi 2 (dua), yaitu
tinggi dan rendah. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa responden
dengan pendidikan tinggi lebih banyak yaitu 86 (93,5%) daripada responden dengan
pendidikan rendah yaitu 6 (6,5%), seperti yang terdapat pada tabel 5.4 dibawah ini.
Tabel 5.4
Gambaran Distribusi Pendidikan Pada Karyawan RS. Brawijaya Women and
Children Jakarta Selatan Tahun 2009
Pendidikan
Jumlah
Persentase (%)
Rendah
6,5
Tinggi
86
93,5
68
5.2.5
(dua), yaitu baik dan buruk. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa
responden dengan pengetahuan gizi baik lebih banyak yaitu 51 (55,4%) daripada
responden dengan pengetahuan gizi buruk yaitu 41 (44,6%), seperti yang terdapat
pada tabel 5.5 dibawah ini:
Tabel 5.5
Gambaran Distribusi Pengetahuan Gizi Pada Karyawan RS. Brawijaya Women
and Children Jakarta Selatan Tahun 2009
5.2.6
Pengetahuan Gizi
Jumlah
Persentase (%)
Buruk
41
44,6
Baik
51
55,4
menjadi 2 (dua), yaitu baik dan buruk. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data
bahwa responden dengan penilaian penampilan makanan baik lebih banyak yaitu 48
(52,2%) daripada responden dengan penampilan makanan buruk sebanyak 44
(47,8%), seperti yang terdapat pada tabel 5.6 dibawah ini.
69
Tabel 5.6
Gambaran Distribusi Penilaian Penampilan Makanan Pada Karyawan RS.
Brawijaya Women and Children Jakarta Selatan Tahun 2009
5.2.7
Penampilan Makanan
Jumlah
Persentase (%)
Buruk
44
47,8
Baik
48
52,2
2 (dua), yaitu baik dan buruk. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa
responden dengan penilaian rasa makanan buruk lebih banyak yaitu 44 (47,8%)
daripada responden dengan rasa makanan baik sebanyak 48 (52,2%), seperti yang
terdapat pada tabel 5.7 dibawah ini:
Tabel 5.7
Gambaran Distribusi Penilaian Rasa Makanan Pada Karyawan RS. Brawijaya
Women and Children Jakarta Selatan Tahun 2009
5.2.8
Rasa Makanan
Jumlah
Persentase (%)
Buruk
48
52,2
Baik
44
47,8
menjadi 2 (dua), yaitu baik dan buruk. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data
bahwa responden dengan penilaian variasi menu makanan baik lebih banyak yaitu 48
70
(52,2%) daripada responden dengan penilaian variasi menu buruk 44 (47,8%), seperti
yang terdapat pada tabel 5.8 dibawah ini.
Tabel 5.8
Gambaran Distribusi Penilaian Variasi Menu Makanan Pada Karyawan RS.
Brawijaya Women and Children Jakarta Selatan Tahun 2009
5.2.9
Jumlah
Persentase (%)
Buruk
44
47,8
Baik
48
52,2
dibagi menjadi 2 (dua), yaitu baik dan buruk. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
data bahwa responden dengan penilaian cara penyajian makanan baik lebih banyak
yaitu 60 (65,2%) daripada responden dengan penilaian cara penyajian makanan buruk
32 (34,8%), seperti yang terdapat pada tabel 5.9 dibawah ini.
Tabel 5.9
Gambaran Distribusi Penilaian Cara Penyajian Makanan Pada Karyawan RS.
Brawijaya Women and Children Jakarta Selatan Tahun 2009
Cara Penyajian
Jumlah
Persentase (%)
Buruk
32
34,8
Baik
60
65,2
71
5.3
Analisis Bivariat
5.3.1
ternyata banyak terjadi pada responden dengan jenis kelamin laki-laki (66,7%)
daripada responden dengan jenis kelamin perempuan (59,2%). Berdasarkan hasil uji
Chi Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara daya
terima makan dengan jenis kelamin dengan nilai p = 0,715. Hasil tersebut dapat
dilihat pada tabel 5.10 berikut ini:
Tabel 5.10
Distribusi Daya Terima Makan Siang Berdasarkan Jenis kelamin Pada
Karyawan di RS. Brawijaya Women and Children Kebayoran Baru
Jakarta Selatan Tahun 2009
Daya Terima Makan
Jenis
Kelamin
Buruk
Baik
Total
Laki-laki
33,3
14
66,7
21
100
Perempuan
29
40,8
42
59,2
71
100
P value
0,715
72
dengan jenis pekerjaan dengan nilai p = 0,362. Hasil tersebut bisa dilihat pada tabel
5.11 berikut ini.
Tabel 5.11
Distribusi Daya Terima Makan Siang Berdasarkan Jenis Pekerjaan Pada
Karyawan RS. Brawijaya Women and Children Kebayoran Baru
Jakarta Selatan Tahun 2009
Daya Terima Makan
Jenis Pekerjaan
5.3.1
Buruk
Total
Baik
P value
Staff
12
33,3
24
66,7
36
100
Ringan
17
41,5
24
58,5
41
100
Sedang
60,0
40,0
10
100
Berat
20,0
80,0
100
0,362
ternyata banyak terjadi pada responden dengan pendidikan tinggi (64,0%) daripada
responden dengan pendidikan buruk (16,7%). Berdasarkan hasil uji Chi Square
menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara daya terima makan dengan
pendidikan dengan nilai p = 0,032. Dan didapatkan OR = 8,871 (95% CI : 0,991
79,398) artinya responden yang memiliki pendidikan tinggi mempunyai peluang
8,871 kali untuk memiliki daya terima makan baik. Hasil tersebut dapat dilihat pada
tabel 5.12 berikut ini:
73
Tabel 5.12
Distribusi Daya Terima Makan Siang Berdasarkan Pendidikan Pada Karyawan
Di RS. Brawijaya Women and Children Kebayoran Baru Jakarta Selatan
Tahun 2009
Rendah
N
6
%
100
Tinggi
31
86
100
Pendidikan
36,0
55
64,0
Total
P value
0,032
N
41
%
100
19
51
100
37,3
32
62,7
Total
P value
0,844
74
Tabel 5.14
Distribusi Daya Terima Makan Siang Berdasarkan Penampilan Makanan Pada
Karyawan Di RS. Brawijaya Women and Children Kebayoran Baru
Jakarta Selatan Tahun 2009
Penampilan
Makanan
Buruk
Baik
N
44
%
100
13
48
100
27,1
35
72,9
Total
P value
0,024
75
dengan rasa makanan dengan nilai p = 0,044. Dan didapatkan OR = 2,667 (95% CI :
1,115 6,377) artinya responden yang memiliki penilaian rasa makanan baik
mempunyai peluang 2,667 kali untuk memiliki daya terima makan baik. Hasil
tersebut dapat dilihat pada tabel 5.15 berikut ini:
Tabel 5.15
Distribusi Daya Terima Makan Siang Berdasarkan Penilaian Rasa Makanan
Pada Karyawan Di RS. Brawijaya Women and Children Kebayoran Baru
Jakarta Selatan Tahun 2009
Rasa
Makanan
Buruk
Baik
N
48
%
100
12
44
100
27,3
32
72,7
Total
P value
0,044
5.3.5 Hubungan Penilaian Variasi Menu Makanan dengan Daya Terima Makan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa daya terima makan baik ternyata
banyak terjadi pada responden dengan penilaian variasi menu baik (72,9%) daripada
responden dengan penilaian variasi menu baik (47,7%). Berdasarkan hasil uji Chi
Square menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara daya terima makan
dengan variasi menu dengan nilai p = 0,024. Dan didapatkan OR = 2,949 (95% CI :
1,237 7,031) artinya responden yang memiliki penilaian variasi menu makanan baik
mempunyai peluang 2,949 kali untuk memiliki daya terima makan baik. Hasil
tersebut dapat dilihat pada tabel 5.16 berikut ini:
76
Tabel 5.16
Distribusi Daya Terima Makan Siang Berdasarkan Penilaian Variasi Menu
Pada Karyawan Di RS. Brawijaya Women and Children Kebayoran Baru
Jakarta Selatan Tahun 2009
Variasi
Menu
Buruk
Baik
N
44
%
100
13
48
100
27,1
35
72,9
Total
P value
0,024
N
32
%
100
24
60
100
40,0
36
60,0
Total
P value
0,992
77
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1
Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini tidak terlepas dari beberapa keterbatasan, baik dari segi
rancangan penelitian, teknik pengambilan data dan teknik pengolahan data. Banyak
faktor yang dapat mempengaruhi daya terima makan, tetapi dalam penelitian ini
hanya meneliti beberapa variabel saja seperti yang tercantum dalam kerangka konsep
penelitian. Dalam pengambilan data sekunder terdapat beberapa data yang tidak
didapatkan karena menjaga kerahasiaan antara lain siklus menu, standar porsi dan
standar resep.
Data yang diambil merupakan data primer dengan menggunakan kuesioner
yang diisi langsung oleh responden. Adapun kelemahan dalam pengambilan data
antara lain kualitas data tergantung dari motivasi responden untuk menjawab
pertanyaan, terbatasnya waktu penelitian karena kesibukan responden yang padat,
kemungkinan terjadinya bias dalam jawaban yang diberikan karena kurangnya
pemahaman responden terhadap isi kuesioner.
6.2
Analisis Univariat
6.2.1
porsi makan siang yang telah disediakan. Asupan makanan yang cukup sangat
78
79
6.2.2
Karakteristik Responden
Dalam penelitian ini karakteristik responden yang dilihat adalah jenis
6.2.3
perilaku seseorang dalam bertindak atau melakukan suatu hal. Pengetahuan adalah
hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek
80
6.2.4
81
Kombinasi warna menjadi sangat penting dalam membuat makanan menjadi menarik
dan membangkitkan selera makan seseorang (Moehyi, 1992).
Warna yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa. Oleh
sebab itu dalam penyelenggaraan makanan harus mengetahui prinsip-prinsip dasar
untuk mempertahankan warna makanan yang alami, baik dalam bentuk teknik
memasak maupun dalam penanganan makanan yang dapat mempengaruhi warna
makanan. (Arifiati, 2000).
Penampilan makanan yang menarik dan disajikan dengan baik, menyebarkan
bau yang sedap, sehingga akan mempengaruhi tingkat konsumsi makanan seseorang.
Usaha untuk mendapatkan citarasa makanan yang baik dimulai sejak memilih bahan
makanan, pengolahan bahan makanan sampai pada proses terakhir yaitu penyajian
makanan. Ini harus diperhatikan untuk menghasilkan makanan yang memuaskan.
Untuk menghasilkan warna menarik dalam penyelenggaraan makanan
biasanya membuat siklus menu untuk menghasilkan warna yang beraneka-ragam.
Dengan adanya siklus menu dapat dikombinasikan warna-warna yang menarik yang
dapat meningkatkan selera yang melihat makanan tersebut.
Dalam membuat makanan lebih menarik biasanya dibuat bentuk-bentuk
tertentu. Bentuk makanan waktu disajikan dapat dibedakan menjadi beberapa macam
yaitu bentuk yang sesuai dengan bentuk asli bahan makanan, bentuk yang diperoleh
dengan cara memotong.
82
83
6.2.5
rasa makanan. Penilaian rasa makanan meliputi aroma, bumbu, kematangan, dan suhu
makanan. Rasa merupakan salah satu komponen flavour yang terpenting, karena
mempunyai pengaruh yang dominan pada cita rasa. Rasa lebih banyak melibatkan
indera kecapan (lidah). Penginderaan kecapan dapat dibagi menjadi empat macam
rasa utama yaitu : asin, manis, pahit, dan asam. Masakan yang mempunyai variabel
keempat macam rasa tersebut lebih disukai dari pada hanya merupakan satu macam
rasa yang dominan (Winarno, 1986).
Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar responden menilai rasa makanan
di Rumah Sakit Brawijaya adalah buruk (52,5%). Sistem penyelenggaraan makan
karyawan di RS. Brawijaya menggunakan sistem out sourcing. Sistem out-sourcing
yaitu penyelenggaraan makanan dengan memanfaatkan perusahaan jasaboga atau
84
yang
ditambahkan
pada
makanan
dengan
maksud
untuk
mendapatkan rasa makanan yang enak dan khas dalam setiap masakan. Bumbubumbu yang dicampurkan dalam bahan makanan akan menghasilkan cita rasa yang
bermacam-macam sehingga menimbulkan keanekaragaman rasa yang berbeda setiap
kali pemasakan. Kesesuaian bumbu dalam makanan juga harus diperhatikan,
banyaknya porsi makanan yang disajikan mengakibatkan ketepatan bumbu hanya
85
6.2.6
makanan, dan variasi makanan dalam suatu hidangan. Variasi menu akan merangsang
selera makan, makanan bervariasi makin menambah gairah untuk makan, akibatnya
makanan yang disajikan akan dapat dihabiskan. Satu jenis makanan yang
dihidangkan berkali-kali dalam waktu yang singkat akan membosankan konsumen
(Moehyi, 1989).
Menu makan siang karyawan di Rumah Sakit Brawijaya terdiri dari nasi, lauk
hewani, lauk tambahan/nabati, sayur, buah dan krupuk. Pada penelitian ini variasi
menu makanan meliputi penilaian variasi bahan makanan, dan variasi pengolahan
86
6.2.7
87
makanan sesuai dengan volume makanan yang disajikan, cara menyusun makanan
dalam tempat penyajian makanan sesuai sehingga memberikan kesan menarik
responden.
6.3
Analisis Bivariat
6.3.1
kecil, umumnya memerlukan energi yang lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki
(Muhilal, 1998 dalam Yuliana Iskandar). Selain itu dalam Suharjo (1989)
menyatakan bahwa sebagian besar wanita memiliki pantangan terhadap makananmakanan tertentu. Akan tetapi pada penelitian ini, berdasarkan hasil uji bivariat
dengan menggunakan uji Chi Square menunjukkan tidak adanya hubungan yang
bermakna antara jenis kelamin dengan daya terima makan responden dengan nilai p =
0,715. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Yuliana Iskandar (2003) di PT. Aventis Pharma juga menyatakan tidak adanya
hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan daya terima makan.
Tubuh yang besar memerlukan energi yang lebih banyak dibandingkan tubuh
yang kecil (Sohardjo, 1989). Laki-laki dan perempuan mempunyai keinginan bentuk
tubuh
tubuhnya daripada laki-laki sehingga perempuan lebih menjaga pola makannya dan
berusaha mengurangi asupan makanannya. Ini terlihat dari perbedaan daya terima
88
6.3.2
yang diperlukan tubuh mengandung unsur utama seperti karbohidrat, protein, lemak,
vitamin dan mineral (Tarwaka et al, 2004).
Berdasarkan hasil uji bivariat dengan menggunakan uji Chi Square
menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara jenis pekerjaan dengan
daya terima makan responden dengan nilai p= 0,362. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Februanti (2008) yang juga menyatakan tidak ada hubungan yang
bermakna antara jenis pekerjaan dengan daya terima makan responden dengan nilai
p= 0,317.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa responden dengan jenis aktivitas berat
memiliki daya terima makan lebih baik (80%). Hal ini terkait dengan aktivitas kerja
karyawan yang berat sehingga membutuhkan energi yang lebih besar. Semakin berat
aktivitas yang dilakukan, kebutuhan zat gizi semakin besar, sehingga membutuhkan
asupan makanan yang besar. Fungsi dari zat-zat gizi tersebut adalah sebagai sumber
tenaga atau kalori (karbohidtar, lemak dan protein), membangun dan memelihara
jaringan tubuh (protein, air dan mineral), serta mengatur proses tubuh (vitamin dan
mineral) Tarwaka et al (2004). Makin aktif kegiatan fisik seseorang makin banyak
89
energi yang diperlukan (Sohardjo, 1989). Bila banyaknya makanan yang dikonsumsi
setiap hari tidak seimbang dengan tenaga yang dikeluarkan maka tubuh akan
mengalami gangguan kesehatan. Masalah yang timbul akibat ketidakseimbangan
antara makanan yang dikonsumsi dengan tenaga yang dikeluarkan sangat beragam.
Jika makanan yang dimakan kurang maka tubuh akan menjadi kurus dan akhirnya
akan berpengaruh pada efisien dan produktivitas kerja. Oleh karena itu sedapat
mungkin diusahakan agar jumlah makanan yang dikonsumsi baik dalam kualitas
maupun kuantitas sesuai dengan kebutuhan khususnya terhadap tenaga yang
dikeluarkan (Tarwaka et al, 2004).
6.3.3
sebagian besar responden memiliki pendidikan sampai dengan tingkat akademi atau
universitas. Berdasarkan hasil uji bivariat dengan menggunakan uji Chi Square
menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan daya
terima makan responden dengan nilai p = 0,032. Ini terlihat perbedaan pada
responden yang memiliki pendidikan tinggi memiliki daya terima lebih baik (64,0%).
Hal ini sesuai dalam Simanjuntak dalam Refnita (2001), yang menyatakan
bahwa daya terima makan juga berkaitan dengan latar belakang pendidikan
seseorang. Seseorang yang mempunyai pendidikan dan pengetahuan yang cukup
tentang gizi maka pertimbangan kebutuhan fisiologik akan lebih penting dari pada
90
kepuasan psikis (Prajitna, 1994). Seseorang yang memiliki pendidikan tinggi, lebih
mementingkan kebutuhan asupan makanan yang cukup untuk melakukan aktivitas
sehari-hari. Dengan kata lain seseorang yang telah mengetahui sesuatu hal akan
mempengaruhi perilakunya untuk melakukan hal menurut pendidikan dan
pengetahuan yang dimiliki.
6.3.4
menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi dengan
daya terima makan responden dengan nilai p = 0,844 Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Refnita (2001) yang juga menyatakan tidak ada hubungan yang
bermakna antara pengetahuan gizi dengan daya terima makan responden dengan nilai
p = 0,100.
Berdasarkan hasil analisa statistik tidak terdapat hubungan bermakna antara
pengetahuan gizi dengan daya terima makan. Akan tetapi terlihat kecenderungan
pada responden yang memiliki pengetahuan gizi baik memiliki daya terima lebih baik
(60,8%). Adapun pengetahuan gizi dengan daya terima makan tidak berhubungan
cenderung karena kebiasaan makan responden Suhardjo (1989), serta menu yang
disajikan sesuai dengan kebiasaan makan responden sehari-hari.
Tidak adanya hubungan antara pengetahuan gizi dengan daya terima makan
seseorang kemungkinan disebabkan karyawan tidak dapat memilih menu makan yang
91
diinginkan sesuai dengan pengetahuan gizi mereka yang baik, karena makanan telah
disediakan dari pihak rumah sakit.
6.3.5
92
6.3.6
yang disajikan. Menurut Moehyi, aroma yang disebarkan makanan merupakan daya
tarik yang sangat kuat dan mampu membangkitkan indera penciuman selera sehingga
membangkitkan selera makan.
Menurut Moehyi (1992), berbagai macam bumbu yang digunakan dapat
membangkitkan selera makan. Rasa makanan dapat diperkaya dengan penggunaan
bumbu yang bervariasi sehingga mampu menimbulkan rasa yang khas.
Kematangan makanan juga merupakan komponen yang menentukan cita rasa
makanan. Makanan yang matang dapat dikunyah dengan sempurna akan mudah
dicerna. Kematangan makanan selain ditentukan oleh bahan makanan juga ditentukan
dengan cara pengolahan yang sesuai.
Suhu makanan juga memiliki peranan penting dalam menentukan cita rasa
makanan. Suhu akan mempengaruhi syaraf pengecapan untuk menangkap
rangsangan, makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin akan sangat mengurangi
sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa makanan (Moehyi, 1992).
Berdasarkan hasil uji bivariat dengan menggunakan uji Chi Square
menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara rasa makanan dengan daya
terima makan responden dengan nilai p = 0,044. Terdapat kecenderungan bahwa
penilaian rasa makanan baik (72,7%) memberikan daya terima makan yang lebih
baik.
93
6.3.7
makan responden. Berbagai macam bahan makanan dan cara pengolahan yang
bervariasi akan dapat menghilangkan rasa bosan pada responden.
Berdasarkan hasil uji bivariat dengan menggunakan uji Chi Square
menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara variasi menu dengan daya
terima makan responden dengan nilai p = 0,024. Hasil penelitian ini sejalan dengan
Februanti (2008) di PT. Isuzu Astra Motor Indonesia yang menyatakan bahwa adanya
hubungan bermakna antara variasi menu dengan daya terima makan karyawan. Dari
hasil uji statistik juga terdapat kecenderungan bahwa variasi menu baik (72,9%)
memberikan daya terima makan yang baik. Adanya hubungan yang bermakna antara
variasi menu makanan dengan daya terima makan kemungkinan karena makanan
yang disajikan bervariasi. Penggunaan bahan makanan yang bermacam-macam dan
cara pengolahan yang beraneka ragam seperti menggoreng, merebus, dan menumis
menghasilkan variasi menu yang dapat menghilangkan rasa bosan pada responden.
94
6.3.8
95
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan data yang diperoleh di
Rumah Sakit Brawijaya Kebayoran Baru Jakarta Selatan Tahun 2009 dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
A. Dengan menggunakan uji univariat diketahui bahwa:
1. Responden yang memiliki daya terima makan baik sebanyak 56 orang
(60,9%), sedangkan untuk responden yang memiliki daya terima makan buruk
sebanyak 36 orang (39,1%) responden.
2.
96
2.
3.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi daya terima makan adalah faktor eksternal yang
meliputi fisik makanan yang disajikan.
7.2
Saran
1. Bagi pihak jasa boga dianjurkan untuk membedakan porsi nasi bagi laki-laki
dan perempuan karena memiliki kebutuhan yang berbeda. Bila banyaknya
makanan yang dikonsumsi setiap hari tidak mencukupi dengan tenaga yang
dikeluarkan maka tubuh akan mengalami gangguan kesehatan.
2. Bagi pihak jasa boga diharapkan meningkatkan cita rasa makanan yang
disajikan, sehingga mampu meningkatkan daya terima makan pada karyawan.
Dengan daya terima makan yang baik pada karyawan berguna untuk
97
keluhan-keluhan karyawan
mengenai
makanan
yang
98
DAFTAR PUSTAKA
Arifiati, Nurce, 2000, Tinjauan Cita Rasa Makanan Pasien Di Rumah Sakit Islam
Sukapura Jakarta Utara. Skripsi UI Depok.
Arisman, Dr. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Bedong, M, 1996. Gizi Kerja. Masalah tenaga kerja.
Costunguay, TW. 1987. Pengetahuan gizi mutakhir energy dan zat-zat gizi.
Gramedia. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1991. Buku Pedoman Manajemen Pelayanan Gizi
Makanan Kelompok. Jakarta: SPAG DEPKES RI.
Departemen Kesehatan RI. 1991. Menyusun Menu Makanan Karyawan. Jakarta:
DEPKES RI.
Departemen Kesehatan RI. 1991. Pedoman Pengelolaan Makanan Bagi Pekerja.
Jakarta: DEPKES RI.
Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta:
DEPKES RI.
Demand, John M. 1997. Kimia Makanan edisi kedua. ITB Bandung.
Februanti, 2008. Faktor Internal Dan Eksternal Yang Berhubungan Dengan Daya
Terima Makan Siang Pada Karyawan PT. Isuzu Astra Motor Indonesia. Skripsi
FKM UI Depok.
Gusti I Ayu Ari Agung, Pengaruh perbaikan gizi kesehatan terhadap produktivitas
kerja. Fakultas MIPA Universitas Hindu Indonesia.
Hadju, et al. 1998. Pangan Potensial Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Fisik, Daya
fikir dan Produktifitas serta Mencegah Penyakit degenerative. Dalam
Widyakarya Pangan dan Gizi VI, LIPI, Jakarta.
99
Hartatik, Tatik, 2004. Gambaran Daya Terima Makan Terhadap Cita Rasa Makanan
pada Pasien Rawat Inap Dewasa di Perawatan Kelas II RS. Haji Jakarta,
Skripsi UI Depok.
Husaini, M.A. 1997. Gizi Perkembangan Intelektual dan Produktivitas Kerja.
Bappenas. Jakarta.
Husaini, M,A. 1989. Study Nutritional Anamiea an Assessment of Information
Compilation for Supporting and Formulating National Policy and Programme.
Depkes RI Jakarta.
Iskandar, Y, 2003. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Daya Terima Makan
Siang Tenaga Kerja PT. Aventis Pharma Jakarta Timur. Skripsi FKM UI
Depok
Khomsan, Ali. 2000. Teknik Pengukuran. Diklat Jurusan Gizi Masyarakat dan
Sumber Daya Keluarga. IPB. Bogor
Maemunah, Siti. 2002. Hubungan Status Gizi dengan Karakteristik Siswa Konsumsi
Makanan dan Pengetahuan Gizi Siswi SMU 3 Jakarta. Skripsi FKM UI. Depok
Machdar. 2003. Faktor yang berhubungan dengan daya terima makanan non diet
pada pasien rawat inap dewasa di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta. Skripsi UI
Depok
Madjid A J, 1998. Hubungan asupan energi dan protein dengan status gizi pasien
kanker Nasofharing rawat inap di RS Kanker Dharmais Jakarta, Akademi Gizi
Bandung.
Mahaffey, Mary J, 1981. Food service manual for health care institution, Chicago :
American Hospital Association.
Mary E. Beck, 2000. Ilmu Gizi & Diet Hubungannya dengan penyakit-penyakit untuk
perawat dan dokter, Yayasan Essentia Medica. Yogyakarta.
Moehyi Sjahmien. 1992. Penyelenggaraan makanan institusi dan Jasaboga. Jakarta:
Bharata.
Moehyi Sjahmien. 1997. Pengaturan makanan dan diit yntuk penyembuhan penyakit.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
100
Muhilal et al, 1998. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan, dalam Widyakarya
Pangan dan Gizi. Jakarta: LIPI
Prajitna, 1994. Daya Terima Makan Mahasiswa Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam
Negeri Jatinangor Yang Disajikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya.
Skripsi FKM UI Depok.
Refnita, 2001. Faktor-faktor yang berhubungan dengan daya terima makan siang
tenaga kerja wanita di PT. Adis Dimention Footwear Serang. Skripsi: FKM UI
Depok.
Sediaoetama Djaeni, Achmad. Prof. Dr. 1989. Ilmu Gizi. Jilid II. Jakarta: Dian
Rakyat.
Sri Handajani. 1996. Pangan, Gizi dan Masyarakat. Sebelas Maret University Press.
Solo
Sucanti, Endah Triasih. 2000. Gambaran Penyelenggaraan Makanan dan Daya
Terima Makan Siang Karyawan di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Jakarta. Skripsi FKM. UI Depok
Sudin Kesmas. 2002. Usaha penyelenggaraan Makanan di Tempat Kerja.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Suhardjo, 1989. Sosio Budaya Gizi. IPB. Bogor
Tanaka, Meis Larissa. 1998. Faktor eksternal yang berhubungan dengan daya terima
makan pasien rawat inap dewasa di Rumah Sakit Umum Tangerang. Tesis
FKM UI, Depok.
Tarwaka, et al. 2004. Ergonomi Untuk Kesehatan, Keselamatan Kerja dan
Produktivitas. UNIBRA Press. Surakarta
Tarwotjo, C, Soejoeti. 1998. Dasar-dasar kuliner. Grasindo.
West. B dkk. 1988. Food Service In Institution New York : Publishing Company.
Winarno. F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
101