Anda di halaman 1dari 27

Petunjuk Pengukuran Debit Aliran

A. Umum
Pengukuran aliran dapat dilakukan dengan beberapa cara:
1. Dengan sekat Trapesional atau dinamai sekat Cipoleti
2. Dengan sekat V-Notch atau dinamai sekat Thomson;
3. Dengan metode pembubuhan garam
4. Dengan cara sederhana
B. Cara Pengukuran
1. Sekat Cipoleti
Alat yang diperlukan :
- Sekat Trapesional yang sisi-sisi dalam sekat itu meruncing, seperti pada gambar 2, dibuat
dari pelat logam (baja, alumunium dan lain-lain) atau dari kayu lapis. Sekat ini tetap dipasang
pada lokasi pengukuran atau hanya sementara saja.
- Penggaris, tongkat ukur atau pita ukur
Cara Pengukuran:
- Tempatkan sekat pada lairan (sungai kecil, pelimpahn mata air dan sebagainya), yang akan
diukur, pada posisi yang baik sehingga sekat betul-betul mendatar atau h pada kedua
sisinya adalah sama;
- Ukur h dengan penggaris, tongkat ukur atau pita ukur.
Perhitungan Debit
- Debit dihitung dengan persamaan
Q = 0,0186 bh 3/2
Dimana:
Q dalam l/d
B dalam cm
H dalam cm
Keadaan untuk pengukuran:
- Aliran di hulu dan hilir sekat harus tenang;
- Aliran hanya melalui sekat, tidak ada kebocoran pada bagian atas atau samping sekat;
- Air harus mengalir bebas dari sekat, tidak menempel pada sekat ( lihat gambar 2).

Gambar 2 Sekat Cipoletti


- Kemiringan pintu 4:1
- (h) diukur pada titik dengan jarak minimal 4h dari ambang ke arah hulu saluran.
- Tebal ambang ukur harus antara 0,8 s/d 2 mm
- Permukaan air di bagian hilir pintu minimal 6 cm di bawah ambagn ukur bagian bawah.
- (h) Harus > 6 cm, tetapi < dari L/3
- P dihitung dari saluran sebelah hulu harus > dari 2 h max, dimana h max adalah ketinggian
air yang diharapkan.
- B diukur dari tepi saluran dan harus > 2h max.
2. Sekat Thompson (V-Notch)
Alat yang diperlukan :
- Sekat V-Notch, dibuat dari pelat logam (baja, alumunium dan lain-lain) atau dari kayu
lapis..
- Penggaris, tongkat ukur atau pita ukur
Cara Pengukuran:
- Tempatkan sekat pada aliran (sungai kecil, pelimpahan mata air dan sebagainya), yang akan
diukur, pada posisi yang baik sehingga sekat betul-betul mendatar atau h pada kedua
sisinya adalah sama;
- Ukur h dengan penggaris, tongkat ukur atau pita ukur.

Gambar 3 Kurva Ambang Ukur Thompson


Perhitungan Debit
- Debit dihitung dengan persamaan
Q = 0,135 H 3/2
Pada H = 8,5 cm; Q = 3,35 l/det
Persamaan Pintu Ukur V-Notch
Persamaan V-Notch sesuai Standar:
Persamaan V-Notch telah distandarkan oleh ISO (1980), ASTM (1993), dan USBR (1997)
semuanya memberikan hasil menggunakan rumus Kindsvater-Shen. Contoh penggunaan
persamaan tersebut adalah seperti dibawah ini.
Dimana Q dalam unit cfs dam tinggi dalam unit ft. Diberikan dibawah ini kurva untuk C dan
k vs sudut. Pada standar yang ada tidak diberikan persamaan untuk penyusunan kurva
tersebut, sehingga atu satunya jalan adalah menggunakan kurva tersebut.

Gambar 4 Kurva V-Notch

Keadaan untuk pengukuran:


- Aliran di hulu dan hilir sekat harus tenang;
- Aliran hanya melalui sekat, tidak ada kebocoran pada bagian atas atau samping sekat;
- Air harus mengalir bebas dari sekat, tidak menempel pada sekat ( lihat gambar 5).

Gambar 5 Sekat Thompson (V-Notch)


- (h) diukur pada titik dengan jarak minimal 2h dibagian hulu pintu ukur.

- Tebal ambang ukur harus antara 0,8 s/d 2 mm


- Permukaan air di bagian hilir pintu minimal 6 cm di bawah ambang ukur bagian bawah.
- (h) Harus > 6 cm,untuk menghindari kesalahan ukur;
- Persamaan dikembangkan untuk h antara 38 cm dan h/P < 2,4
- Persamaan dikembangkan untuk V-Notch yagn sempurna, dalam arti h/B harus = 0,2
- Lebar saluran rata-rata (B) harus >91 cm.
- Bagian bawah V-Noth harus min 45 cm di atas bagian dasar saluran bagian hulu
Apabila alat ukur tidak memenuhi ketentuan di atas, maka alat ukur disebut alat ukur VNotch yang tidak sempurna. Dimana
- h/B yang dibutuhkan = 0,4
- Dasar ambang ukur bagian bawah cukup 10 cm di atas dasar saluran sebelah hulu
- Lebar saluran cukup dengan 10 cm, dan h bisa sampai 61 cm (V-Notch sempurna
mempunyai h 38 cm)
- Grafik C yang digunakan berbeda, grafik memberikan hubungan antara C sebagai fungsi
dari h/P dan P/B dan hanya berlaku untuk V-Notch dengan sudut 900
- Pada Standar USBR, 1997 dapat dilihat bahwa Nilai C bergerak dari 0,576 sd 0,6 sedangkan
pada V-Notch sempurna dengan sudut 900, nilai C adalah 0,578
3. Metode Pembubuhan Garam
Metode ini bisa dipergunakan pada dua lokasi yang berjarak 30 m dan aliran dibagian hulu
bersifat tubulen (bergejolak)
Garam yang sudah dilarutkan di dalam seember air, ditumpahkan di bagian hulu aliran
Keadaan aliran yang bergejolak dan jarak antara dua titik pengamatan di hulu dan di hilir
harus cukup menjamin terjadinya percampuran garam yang merata diseluruh penampang
aliran.
Pada bagian hilir Daya Hantar Listrik atau Electrical Conductivity (EC) diukur setiap 15
detik dan hasilnya dicatat pada Formulir S14
Ketika larutan garam seluruhnya telah melewati titik pengamatan dibagian hilir, EC akan
kembali ke keadaan normal, EC nilainya naik pada saat awal pengukuran
Setelah dikurangi oleh nilai EC dari air, maka nilai EC yang digunakan untuk menentukan
debit aliran
a. Alat dan Zat kimia yang diperlukan
- Satu ember dengan volume 10 L
- Garam meja (NaCl) yang diketahui benyaknya
b. Metode pengukuran
- Buat larutan garam dengan melarutkan sejumlah garam (misalnya 1 kg) ke dalam seember
air
- Tumpahkan ke dalam aliran di bagian hilir
- Catat hasil ukur EC dibagian hilir pada selang waktu 15 detik dari saat ditumpahkan pada
kolom-kolom Formulir S14 (lihat lampiran A)
- hentikan pengukuran EC, ketika nilai EC kembali ke nilai normal
c. Perhitungan Debit
- Masukkan nilai EC yang benar pada kolom 3 Formulir S14 (lihat lampiran A) yaitu nilai
pada kolom-kolom 2 dikurangi EC asli dari air
- Jumlah nilai EC pada kolom 3;
- Hitung debit dari aliran ini dengan persamaan
Q = 2.1 x s / E x t
Dimana: Q = debit (l/det)

S = berat kering NaCl (mg)


E = jumlah E pada kolom 3 formulir S 14 (uS/cm)
T = selang waktu antara dua pengukuran yang berturutan
4. Cara Sederhana
4.1 Metode Ember
Peralatan yang dibutuhkan:
- Ember atau wadah lainnya yang volumenya diketahui
- Pengukur waktu (Stop watch)
Cara pengukuran
- Gunakan metode ini bila seluruh aliran bisa ditampung dalam wadah atau ember itu,
misalnya air yang keluar dari mata air melalui sebuah pipa
- Hhidupkan stop watch tepat pada saat ember atau wadah disimpan untuk menampung aliran
- Matikan Stop watch tepat pada saat ember pada satu wadah penuh
Perhitungan Debit
Q = V/T
Dimana: Q dalam l/dtk
T = waktu saat stop watch dihidupkan dan dimatikan, dalam detik
V = volume ember atau wadah
Contoh: ember dengan isi 40 l, dalam waktu 8 detik
Q = 40/8 = 5 l/dtk
4.2 Metode Benda Apung
Peralatan yang dibutuhkan
- pita ukur
- stop watch
- daun atau benda apung lainnya
Cara pengukuran
- Pilih lokasi yang baik pada beban air dengan lebar, kedalaman, kemiringan dan
kecepatannya yang dianggap tetap, sepanjang 2 meter;
- Perhatikan agar tidak ada rintangan, halangan atau gangguan lainnya sampai tempat
pengamatan di hilir
- Jatuhkan daun ditengah sungai, pada bagian hulu bersamaan dengan itu di hidupkan stop
watch
- Hentikan stop watch manakala daun melewati titik pengamatan di hilir, jarak antara bagian
hulu dan bagian hilir juga harus diukur (katakan Lm)
- Ukur kedalaman air pada beberapa titik penampang aliran, juga lebar penampang itu

Gambar 6 Sketsa Penampang Melintang Aliran


Perhitungan Debit
Jika daun menempuh jarak L dalam waktu t detik, kecepatan muka air adalah:
V=L/t
Kecepatan aliran rata-rata diseluruh penampang adalah 2/3 dari harga ini, jadi:
V = L/t
Tentukan kedalaman air rata-rata h = (a+b+c)/ 3 (m)
Luas penampang A = d x h (m2)
Debit (Q) = V x A (m3/dtk)
Atau = 1000 x V x A (l/dtk)
5. Pengukuran dengan Current Meter
Alat ukur harus digunakan untuk mengukur aliran pada kecepatan air rendah tidak pada saat
banjir. Ada beberapa jenis alat ukur kecepatan arus, pemeliharan jenis peralatan disesuaikan
dengan kecepatan aliran air dan kedalaman air yang akan diukur
Pengukuran kecepatan air ada beberapa cara, cara satu titik, cara dua titik dan cara tiga titik
tergantung dari kedalaman air yang akan diukur. Kecepatan aliran air dihitung dengan
penambilan harga rata-rata. Untuk mengukur kecepatan aliran disamping memakai alat
current meter dapat pula diukur memakai pelampung.
Untuk menghitung debit sungai diperlukan luas penampang melintang sungai. Besarnya debit
adalah hasil kali kecepatan harus dipasang melintang sungai.
Untuk mengukur penampang melintang sungai harus dipasang titik tetapi lakukan survei
lokasi pengukuran penampang melintang sungai sebelum diadakan pengukuran.
Berikut ini disajikan interval pengukuran dalamnya air:
Tebel 6 Interval Pengukuran Dalamna Air
Lebar Sungai (m) 100 100-200 Diatas 200
Interval (m) Diatas tanah Kurang dari 5 Kurang dari 10 Kurang dari 20
Dalamnya air Kurang dari 5 Kurang dari 10 Kurang dari 20
Contoh menghitung kecepatan air dengan current meter:
1. Kecepatan aliran cara mengukur satu titik dilakukan sebagai berikut:
a. Ukur kecepatan aliran pada kedalaman 0,6 D, D adalah kedalaman total air di sungai
b. Kecepatan rata-rata adalah sama dengan kecepatan pengukuran pada a)
2. Kecepatan aliran dengan cara dua titik dilakukan sebagai berikut:
a. Ukur kecepatan aliran kedalaman 0,2 D, 0,6 D dan 0,8 D. Kecepatan rata-rata adalah sama
dengan pengukuran:
((V 0,2D) + (2V 0,6D) + (V 0,8 D))/4
V 0,2 adalah kecepatan air pada kedalaman 0,2 D
Makin rapat interval garis pengukuran kecepatan, mekin baik hasilnya
Tabel 7 Interval Pengukuran Kecepatan Air

Lebar sungai (m) Kurang dari 50 50-100 100-200 200-400 400-800 Lebih dari 800
Jumlah penampang 3 4 5 6 7 8
Sedangkan tabel dibawah ini menunjukkan standar interval pengukuran dalamnya air dan
interval pengukuran kecepatan air menggunakan alat ukur arus
Tabel 8 Interval Pengukuran Kedalaman Air dan Kecepatan Aliran
Lebar Permukaan Air B (m) Interval Garis Pengukuran Dalamnya Air (m) Interval Garis
Kecepatan Aliran (m)
Kurang dari 10 0,1 B 0,15 B
10 20 1 2
20 40 2 4
40 60 3 6
60 80 4 8
80 100 5 10
100 150 6 12
150 200 10 12
Lebih dari 20 15 30
Banyaknya garis pengukuran dalmnya air adalah 2 kali banyaknya garis kecepatan
mengukur debit air
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Salah satu fungsi dari daerah aliran sungai adalah sebagai pemasok air
dengan kuantitas dan kualitas yang baik terutama bagi orang di daerah hilir. Dan
untuk menjaga agar air yang keluar dari daerah aliran sungai tidak melebihi dari
kapasitas penerimaan dihilir, perlu dilakukan perhitungan debit air. Perhitungan
debit air ini penting untuk menentukan agar fungsi dari daerah aaliran sungai
sendiri dapat berjalan dengan baik dan menguntungkan bagi manusia dan
ekosistem. Pada perhitungan debit air, kita harus menganalisa bahan apa yang
digunakan untuk membuat saluran tersebut sehingga kita tahu nilai S
(kemiringan) dan nilai n (kekasaran) yang terjadi pada saluran tersebut.
1.2.Tujuan
Mahasiswa dapat menentukan geometrik saluran dan hitung debit aliran
dalam saluran drainase atau saluran irigasi
1.3.

Ruang Lingkup

1. Mengukur dimensi penampang saluran (kedalaman air, lebar saluran, ambang


bebas, dan kekasaran dinding saluran.
2. Mengukur panjang saluran (dengan bantuan speedometer)
3. Mengukur beda tinggi muka tanah (dengan bantuan goggle earth)
4. Menghitung kemiringan dasar saluran ( asumsi dari kemiringan muka
tanah).
5. Menghitung kemiringan muka air
6. Mengitung luas penampang, keliling basah, jari2 hidrolis
7. Menghitug debit aliran

BAB II
STUDI LITERATUR DAN METODOLOGI

2.1. STUDI LITERATUR


Debit aliran adalah jumlah air yang mengalir dalam satuan volume per
waktu. Debit adalah satuan besaran air yang keluar dari Daerah Aliran Sungai
(DAS). Satuan debit yang digunakan adalah meter kubir per detik (m3/s). Debit
aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu
penampang melintang sungai per satuan waktu (Asdak,2002).
Dalam praktek, sering variasi kecepatan pada tampang lintang diabaikan,
dan kecepatan aliran dianggap seragam di setiap titik pada tampang lintang
yang besarnya sama dengan kecepatan rerataV, sehingga debit aliran adalah:
Dengan :
Q =Debit Aliran (m3/s)
A = Luas Penampang (m2)
V = Kecepatan Aliran (m/s)

Metode penelitian meliputi pengukuran langsung di lapangan. Pengukuran


langsung di lapangan meliputi pengukuran lebar, tinggi air, tinggi saluran
drainase, sisi miring, dan diameter pada masing-masing saluran drainase dari
yang berbentuk trapesium, persegi, dan lingkaran. Variabel yang diamati adalah
debit air pada masing-masing saluran drainase.
Debit air sungai merupakan tinggi permukaan air sungai yang terukur
oleh alat ukur permukaan air sungai ( Mulyana, 2007).
Debit adalah suatu koefesien yang menyatakan banyaknya air yang
mengalir dari suatu sumber persatuan waktu, biasanya diukur dalam satuan liter
per/detik, untuk memenuhi keutuhan air pengairan, debit air harus lebih cukup
untuk disalurkan ke saluran yang telah disiapkan

(Dumiary, 1992). Pada

dasarnya debit air yang dihasilkan oleh suatu sumber air ditentukan oleh
beberapa faktor - faktor yaitu :
1.Intensitas hujan
2.Penggundulan hutan
3.Pengalihan hutan
Pengukruan

debit

dapat

dilakukan

dengan

berbagai

macam

cara

yaitu

(Arsyad,1989):
a.
b.

Pengukuran volume air sungai


Pengukuran debit dengan cara mengukur kecepatan aliran dan menentukan
luas
penampang melintang sungai
c. Pengukuran dengan menggunakan bahan kimia yang dialirkan dalam sungai
d. Pengukuran debit dengan membuat bangunan pengukur debit.
Hidrograf aliran merupakan perubahan karakterisitik yang berlangsung
dalam suatu DAS oleh adanya

kegiatan

pengelolaan DAS dan adanya

perubahan iklim lokal ( Asdak, 1995). Aliran sungai berasal dari hujan yang
masuk kedalam alur sungai berupa aliran permukaan dan aliran air dibawah
permukaan,debit aliran sungai akan naik setelah terjadi hujan yang cukup ,
kemudian yang

turun kembali setelah hujan selesai. Grafik yang menunjukan

naik turunnya debit sungai menurut waktu disebut hidrograf, bentuk hidrograf
sungai tergantung dari sifat hujan dan sifat daerah aliran sungai ( Arsyad,2006).
Terdapat tiga kemungkinan perubahan debit sungai yaitu laju pertambahan air
bawah tanah lebih kecil dari penurunan aliran air bawah tanah normal, laju
pertambahan air bawah tanah sama dengan laju penurunannya, sehingga debit

aliran menjadi konstan untuk sementara, dan laju pertambahan air bawah tanah
melebihi laju penurunan normal, sehingga terjadi kenaikan permukaan air tanah
dan debit sungai (Arsyad, 2006).
Perlu diingat bahwa distribusi kecepatan aliran di dalam aluran tidak sama
arah horizontal maupun arah vertikal. Dengan kata lain kecepatan aliran pada
tepi alur tidak sama dengan tengah alur, dan kecepatan aliran dekat permukaan
air tidak sama dengan kecepatan pada dasar alur.
Distribusi Kecepatan Aliran:
A : teoritis
B : dasar saluran kasar dan banyak tumbuhan
C : gangguan permukaan (sampah)
D : aliran cepat, aliran turbulen pada dasar
E : aliran lambat, dasar saluran halus
F : dasar saluran kasar/berbatu

2.1. METODOLOGI
1.

Waktu dan Lokasi


Kegiatan pengukuran

saluran

drainase

dilakukan

pada

tanggal

29

September 2011 pada pukul 11.30-12.00. Lokasi kegiatan dilakukan di sungai


depan jurusan Teknik Elektro dan sekitar Teknik Material dan Metalurgi.
Jenis Penelitian
Metode penelitian meliputi pengukuran langsung di lapangan. Pengukuran

2.

langsung di lapangan meliputi pengukuran lebar, tinggi air, tinggi saluran


drainase, sisi miring, dan diameter pada masing-masing saluran drainase yang
berbentuk persegi. Variabel yang diamati adalah debit air pada masing-masing
3.
a.
b.
c.
d.
e.

saluran drainase.
Alat dan Bahan
Rafia
Meteran
Kamera
Spidometer sepeda Motor
Stopwatch

BAB III
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
3.1.

HASIL PENGAMATAN
No
1.

Perlakuan

Keterangan

Mengukur dimensi penampang


saluran( kedalaman air, lebar

-kedalaman air = 31 cm
-lebar saluran = 962 cm

saluran, dan ambang bebas).


2.

3.

4.

5.

6.

Mengukur panjang saluran

-saluran yang diamati kira-kira

dengan bantuan spedometer.

panjangnya 1 km.

Mengukur beda tinggi muka

-dari pengamatan melalui google earth

tanah (dengan bantuan google

didapatkan tinggi muka tanah yaitu 3

earth)

feet

Menghitung kemiringan dasar

-kemiringan dasar saluran yaitu 0,015

saluran.

m.

Menghitung kemiringan muka

-kemiringan muka air sungai yaitu 0,15

air.

Menghitung debit aliran.

-dihitung di penghitungan.

PERHITUNGAN

53 cm
H= 31 cm

B = 962 cm

Hasil Pengamatan:

Tinggi Saluran

: 53 cm = 0,53 m

Lebar Saluran

: 962 cm = 9,62 m

Tinggi Air

: 31 cm = 0,31 m

Kecepatan aliran

: m/s

Kemiringan ( S )

: 0,015

Kekasaran ( n ) : 0, 013 det/m3


a.

Keliling Basah (P)


P = B + 2h
= 9.62 m + 2 (0.31 m)
= 9.62 + 0.62
= 10.24 m

b.

Luas Penampang Basah (A)


A=

Bxh

= 9.62 m x 0.31 m
= 2.9822 m2

c.

Jari-Jari Hidrolis (R)


R=
=
= 0.29 m

d.

Debit Air (Q)


Berdasarkan penghitungan rumus :
Q=

Axv

=Ax x x
= 2.9822 x x x

= 2.9822 x x 0.438126 x 0.122474


= 12.30942 m3/s

Berdasarkan penghitungan kecepatan aliran air :


Q=

Axv

= 2.9822 m2 x m/s
= 0.0216101 m3/s

3.2.

PEMBAHASAN
Praktikum kedua hidrolika dilaksanakan pada hari senin tanggal 26
September 2011 yaitu berjudul Geometrik Saluran dan Prediksi Debit. Dalam
percobaan ini, kita mengukur kedalaman sungai, lebar sungai, menghitung
panjang saluran sungai, menghitung kemiringan muka air dan debit aliran.
Langkah awal yang kelompok kami lakukan yaitu menentukan sungai yang
akan dijadikan objek penelitian. Kelompok kami meneliti sungai di wilayah ITS
yaitu tepatnya sungai yang berada di depan Teknik Elektro-FTI. Keadaan
sungainya tidak mengalir dan sangat kotor. Setelah menentukan sungai yang
akan dijadikan objek penelitian, kita melakukan langkah selanjutnya yaitu
mengukur dimensi penampang saluran. Kedalaman air di sungai tersebut yaitu
31cm, lebar saluran sungai yaitu 962 cm. Selanjutnya mengukur panjang saluran
dengan speedometer sepeda motor, dan didapatkan hasil bahwa panjang sungai
yang kita amati tersebut sekitar 1 km. Kemudian mengukur tinggi muka air
tanah. Pengukuran ini menggunakan google earth. Awalnya kita mencari dulu
daerah sungai yang kita amati melalui google earth, setelah sudah ketemu kita
bisa melihat dibagian bawah gambar pada sungai itu terdapat keterangan bahwa
elevasi dari sungai itu adalah 3 feet. Dan elevasi sama dengan beda tinggi muka
tanah, jadi dapat diketahui bahwa beda tinggi muka tanah tersebut adalah 3
feet.

Setelah itu menghitung kemiringan dasar saluran. Kemiringan dasar

salurannya yaitu 0,015 m. Dan karena kekasaran sungai tersebut terbuat dari
beton, maka dapat diketahui bahwa nilai kekasarannya yaitu 0,013detik/ m 3.

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, dapat dihitung debit air


yang mengalir pada sungai tersebut. Menurut hasil perhitungan yang tertera di
atas, debit air berdasarkan penghitungan menggunakan rumus adalah 12.30942
m3/s. Akan tetapi, pada saat pengukuran di lapangan, kami menggunakan papan
triplek untuk mengetahui kecepatan aliran air, dan diketahui jarak 1 m ditempuh
selama 2 menit 18 detik atau sama dengan 138 detik. Dengan begitu, dapat
disimpulkan bahwa kecepatan aliran airnya

m/s. Berdasarkan penghitungan

kecepatan aliran air, debit airnya adalah 0.0216101 m 3/s. Perbedaan besar debit
air yang terjadi sangat besar sekali ini, kemungkinan terjadi karena pengamatan
dan pengukuran dilakukan pada musim kemarau, dimana air yang mengalir
sangat sedikit, dan cenderung tidak mengalir (menggenang). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa debit air berdasarkan penghitungan rumus adalah debit air
ketika musim hujan, dimana air yang mengalir lebih banyak daripada ketika
musim kemarau.

BAB IV
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Dari data di atas dapat disimpulkan :
1.

Debit air pada masing-masing saluran berbeda-beda tergantung pada bentuk

2.

saluran, bahan yang digunakan, dan ukuran salurannya.


Debit air pada masing-masing saluran tergantung pada musim, terutama pada
saluran drainase, karena saluran drainase digunakan untuk mengalirkan air

3.

hujan.
Debit air yang diperoleh berdasarkan rumus yaitu 12.30942 m 3/s, dan debit air
yang diperoleh berdasarkan perhitungan kecepatan aliran yaitu 0.0216101 m 3/s.

BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press : Bogor
Arsyad. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press : Bogor
Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daera Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press : Yogyakarta
Giancoli, Douglas C. 2001. Fisika Jilid I (terjemahan). Jakarta : Erlangga Giancoli,
Douglas C. 2010. Fisika Jilid V (terjemahan). Jakarta : Erlangga
Halliday dan Resnick. 1991. Fisika Jilid I (terjemahan). Jakarta : Erlangga Streeter
L, Victor. 1985. Mekanika Fluida. Erlangga: Jakarta.

KEPUSTAKAAN
3.1 Rumus Dasar Aliran pada Saluran Terbuka
3.1.1 Formula Chezy Untuk Aliran Pada Saluran Terbuka
Jumlah tahanan gesek untuk yang di salurkan adalah :
tahanan gesekan

= f x luas basah x vn
= f x Pl x vn

Nilai n dari hasil percobaan adalah 2.


Hingga :
= f x Pl x v2

tahan gesekan

Untuk gerakan air sejarak V adalah


= tanahan gesek x jarak
= f x Pl x v2 x v
= f x Pl x v3
Keterangan :

= panjang saluran

= luas penampang aliran

= kecepatan aliran air

= keliling basah

= tahanan gesekan

= rata-rata kemiringan dasar saluran

Berat air sepanjang l meter dalam saluran adalah :


= w x Ax 1
Dimana

= berat jenis air

Kehilangan energi potensial pada jumlah v x I/det


= w . A . l . v. I
w . A. l

= berat air

v.I

= tinggi air

dari ketentuan ketentuan di atas diperoleh persamaan.


f x Pl x V3 = w. A . l x v
V2

=xI
=C

C
Debit aliran

=
Q

R=

=Ax v
= AC

3.1.2 Formula Bazin


Setelah percobaan yang dilakukan oleh Chezy, dengan menetapkan konstanta
selanjutnya Bazin membangun pik sumber :
C

Dalam hal ini K adalah konstanta yang ditetapkan oleh Bazin berdasarkan kekasaran
dasar saluran, tertera dalam tabel berikut.
No

Type Permukaan Saluran

Nilai K

Pelesteran halus, kayu berketam

0,11

Kayu gergajian, bata, ubin, batu alam

0,21

Tembok pecahan batu alam

0,83

Saluran tanah beraturan sangat baik

1,54

Saluran tanah tidak beraturan

2,35

Saluran tanah yang sangat kasar

3,17

3.1.3 Formula Manning


Berdasarkan konstanta C yang dijawab oleh Chezy, maka Manning melanjutkan
persamaan :
C

= x R1/6

N adalah konstanta yang didapat oleh Kutter hingga persamaan menjadi :


V

= C = x R1/6

= x R1/6 x R1/2 x I1/2


= x R2/3 x I1/2 = M x R2/3 x I

Dimana

M = adalah konstanta Manning. Hingga diperoleh :


Q

= luas x kecepatan
= A x x R2/3 x I
= A x M x R2/3 x I

= A x M x R2/3 x I

3.2 Kebutuhan Air untuk Irigasi


Perhitungan kebutuhan air irigasi bagi tanaman, biasanya d dasarkan pada 3 jenis
tanaman yaitu , padi, palawija dan tebu.
3.2.1 Padi
Air irigasi yang diberikan pada tanaman padi sawah untuk memenuhi kebutuhan air
bagi pengolahan tanah , persemaian dan pertumbuhan tanaman.
3.2.2 Pengolahan tanah dan persemaian

Selama masa pengolahan tanah,air irigasi banyak di perlukan air terutama untuk
penjenuhan/pelumpuran tanah, pengenangan dan untuk menganti kehilangan air melalui
evaporasi, perembesan dan perkolasi.
Berdasarkan peningalan arsip zaman kolonia ,di dapat kan bahwa angka kebutuhan air
untuk pengolahan tanah di daerah pemali comal adalah 1,20 1/dt/ha untuk selama 45 han atau
467 mm , (4.665.600 liter).
Konsultan nedeco merayakan angka 200 mm/ha bagi untuk pengolahan tanah.
Kemudian prosida sub proyek pemali comal mengadakan kebutuhan air pengolahan tanah
dan d dapat kan angka 1.12 /dt/ha selama 26 hari, (2.515.968 liter).
Modul proyek tata guna air meyarankan mengunakan angka kebutuhan air untuk
kebutuhan pengolahan tanah sebesar 1.50 I/dt/ha slama 35 han (4.536.00 liter).
Untuk persemaian , mengingat bahwa areal nya relatif kecil (3% - 5% dari areal tanam),
dan di tamukan jenis padi ungul di mana umur bibit nya kurang dari satu bulan. Dan umum
nya tiga minggu, maka pemberian airnya dapat di cakup oleh jumlah air untuk pengolahan
tanah.
3.3 Perhitungan Penampang Melintang
Menurut Chow (1989), hantaran suatu penampang saluran akan meningkat sesuai
dengan peningkatan jari-jari hidrolis atau berkurangnya keliling basah dan bentuk tampang
saluran akan mempengaruhi kecepatan aliran yang melaluinya.
Dalam hal ini dimensi saluran dihitung dengan menggunakan persamaan Stricler
sebagai mana yang tersebut di bawah ini :
Q

=Ax V

= K x R x I0,5

= A/V

Dimana :

= (b + m.h) h

= b + 2h )

= debit rencana saluran (m3/dt)

= luas penampang basah hidrolis (m2)

= kecepatan aliran (m/dt)

= koefisien kekasaran

= jari-jari hidrolis

= kemiringan saluran (m)

= keliling basah (m)

= lebar dasar saluran (m)

= kemiringan dinding saluran (m)

= kedalaman air (m)

3.4 Perhitungan Penampang Memanjang


Menurut Chow (1989), kemiringan memanjang dasar saluran biasanya diatur oleh
keadaan topografi dan tinggi energi yang diperlukan untuk mengalirkan air pada saluran.
Perhitungan aliran kritis meliputi penentuan kedalaman kritis dan kecepatan kritis, bila tertib
dan tampang saluran diketahui.
Menurut Chow (1989), untuk menghitung kecepatan kritis dapat digunakan persamaan
Manning, yaitu :
Vc

= (g . D)

Vc

= kecepatan disaluran (m/dt)

Dimana :

= percepatan gravitasi = 9,8 (m/dt)

= kedalaman hidrolis (m)

Untuk penentuan kedalaman air kritis (h), menurut Ranger raju K.G (1986), suatu aliran
dikatakan kritis jika bilangan froude adalah satu. Pernyataan tersebut dapat di nyatakan
dengan persamaan sebagai berikut :
F'

Dimana:
F'

= bilanangan froude

= debit rencanan saluran (m/dt)

= lebar puncak air rencana (m)

= percepatan gravitasi (m/dt)

= luas penampang basah hidrolis (m)

Untuk mengetahui kedalaman air kritis (h) digunakan persamaan sebagai berikut :
hc

= 1/3

Hc

= kedalaman air kritis (m)

= debit rencana saluran (m/dt)

= lebar dasar saluran (m)

= kemiringan dinding saluran (m)

= kedalaman air (m/dt)

= percepatan gravitasi( m/dt)

Dimana:

Untuk mencari tinggi muka air yang di perlukan (p) dihitung dengan rumus standar
perencanaan irigasi (1986) yaitu :
P

= a+ 0.7 + (L.I)

= Tinggi muka air pada permukaan(m)

= elerasi tertinggi dari permukaan sawah (m)

= panjang saluran (m)

= kemiringan saluran (m)

Dimana :

3.5 Koefisien Kekasaran Dasar Saluran


Berdasar kan anonymous (1986) standar perencanaan irigasi, besarnya koefisien
kekerasan stricler tergantung pada faktor faktor sebagai berikut :
- kekasaran permukaan saluran
- ketidak teraturan permukaan saluran
- trase
- vegetasi (tetumbuhan)
- sedimen
Pengaruh faktor faktor di atas terdapat koefisien kekasaran saluran akan bervariasi
menurut ukuran saluran. Koefisien kekasaran Manning (n) mempunyai
harga bilangan 1 dibagi dengan K.

Koefisien koefisien kekasaran Strickler untuk saluran tanah dapat di lihat pada tabel
di bawah ini :

Debit Rencana
Koefisien
(m/dtk)
Q>1

45

5 <>

-42,5

1 <>

40

Q <>

35

Sedangkan saluran yang mengunakan pelindung (lining) besarnya kekasaran Strickler


adalah sebangai berikut :
Jenis Pasangan

Koefisien

Pasangan Bata

60

Pasangan Beton

70

Tanah
Besi

35 45
85

3.6 Kecepatan Aliran yang Diizinkan


Batas kecepatan maksimum yang di izinkan di tentukan oleh sifat sifat bahan
pembentukan saluran yang dingunkan. Pada pengurusan yang terjadi pada dasar saluran
terutama disebabkan oleh kecepatan yang melebilihi kecepaan yang diinginkan. Besar nilai
kecepatan sangat variasi tergantung pada jenis material yang dingunakan, juga dapat di
tentukan berdasarkan pengamatan dan percobaan. Dalam merencanakan kecepatan aliran
sebaiknya sedikit lebih baik dari pada kecepatanaliran yang diizinkan. Hal ini bertujuan untuk
mencengah pengendapamn dari sedimen yang melayang.
Menurut chow (1959) kecepatan maksimum yang diizinkan adalah kecepatan rata-rata
terbesar yang tidak akan menimbulkan erosi pada tubuh saluran. Menurut Anonymous (1986)
standar perencanaan irigasi, kecepatan maksimum untuk arah subkritis yang dianjurkan
adalah sebangai perlihatan pada tabel di bawah ini :

(m/dtk)

V(m/dtk)

0 -1,5

0,4 s/d 0,45

1,5 3,5

2,5

0,50

3,5 4,5

3,0

0,55

4,5 6,0

3,5

0,60

6,0 7,5

4,0

0,65

7,5 9,0

4,5

0,70

9,0 - 11

5,0

0,70 s/d 0,75

3.7 Kemiringan Talud Saluran


Untuk menekan biaya pembbebasan tanah dan pengalian, talut saluran di rencanakan
securam mungkin yang tentunya berdasarkan peraturan Direktorat Jenderal Pengairan. Untuk
saluran pasangan, kemiringan talut dapat dibuat lebih curam dari pada saluran tanah. Untuk
salauran yang lebih kecil (h <>
Jenis tanah

H <>

0,75m <>

Lempung Pasiran

Tanah pasiran kohesip

Tanah pasiran lepas

1,25

Geluh pasiran, lempung berpori

1,5

1,25

1,5

Tanah gambul lunak


3.8 Tinggi Jagaan

Tinggi jagaan adalah tinggi vertikal yang direncanakan dan elevasi permukaan air
rencana hinga puncak tanggul. Hal ini dimaksud untuk mencengah melimpahnya air yang
dapat mengancam kestabilan tanggul.

Menurut Chow (1975) untuk perhitungan tinggi jagaan ini belum ada suatu metode
khusus untuk masing-masing saluran, karena kenaikan gelombang atau kenaikan muka air di
saluran sering di timbulkan oleh beberapa vaktor lain yang tidak dapat diduga. Besarnya
tinggi jagaan yang sering di pakai dalam perencanaan, berkisar antara 5% - 30% dari
kedalaman air rencan.
Harga-harga tinggi jagaan tersebut dapat diambil dari United State Bureau of
reclamation (USBR). Besarnya tingginya jagaan untuk saluran tanah dan saluran pasangan
dapat di lihat tabel di bawah ini :
Debit Rencana

Tinggi Jagaan

(m/dtk)

(m)
Saluran Tanah

Saluran Pasangan

Tanggul

<>

0,40

0,20

0,40

0,5 1,5

0,50

0,20

0,50

1,5 5,0

0,60

0,25

0,60

5,0 10,0

0,75

0,30

0,75

10,0 15,0

1,00

0,50

1,00

3.9 Bangunan Ukur


Bangunan ukur debit yang di maksudkan pada tulisan ini adalah suatu bangunan air
yang di bangun melintang pada saluran irigasi atau sungai yang sengaja di buat untuk
meninggikan muka air, sehingga air saluran irigasi atau sungai dapat di sadap dan di alirkan
secara gravitasi ke tempat tertentu yang membutuhkan atau untuk mendapatkan tinggi terjun
yang cukup untuk keperluan tertentu. Di tinjau dari pandangan hidrologis, bangunan ukur
debit tersebut dapat di anggap sebagai penampang kendali buatan, yaitu suatu penampang
melintang buatan yang berfungsi sebagai pengendali aliran. Berdasarkan fungsinya maka
penampang kendalibuatan tersebut dapat di bedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Penampang kendali buatan yang hanya menentukan tinggi muka air, misalnya dapat
berupa ambang lebar, ambang tajam, mercu tetap dan alat ukur parshal.

2. Penampang kendali buatan yang dapat mengatur tinggi muka air, misalnya dapat
berupa balok sekat, pintu sorong, dan pintu radial, alat ukur Romijn.
a. Ambang Tajam
Suatu ambang di sebut dengan ambang tajam (sharpcrested weir) apabila aliran
yang terjadi tidak menempel pada ambang, dan merupakan bangunan aliran atas.
Ketelitian debit yang terukur tergantung dari kondisi aliran di bagian hulu dan hilir
ambang serta kondisi bangunannya sendiri. Di pasang sedemikian rupa agar alirannya
tidak tenggelam. Di pasang pada penampang saluran irigasi atau sungai kecil yang
bentuknya uniform, bagian alur yang lurus paling sedikit 5 kali lebar ambang, dasar
alur mendekati horizontal agar kecepatan datang kecil. Ketinggian muka air yang di
ukur paling sedikit pada jarak 4 sampai 5 kali tinggi muka air maksimum dari sebelah
hulu ambang. Bangunan di pasang secara simetris dan harus mampu berdiri untuk
mengalirkan debit maksimum tanpa mengalami kerusakan. Pengendapan material di
bagian hulu ambang yang terjadi secara kontinu dan kerusakan mercu ambang yang di
sebabkan oleh abrasi material yang hanyut akan mempengaruhi ketelitian debit yang
terukur.
Kondisi yang perlu di perhatikan untuk ambang tajam antara lain :
hi/L > 15
L <>
Batas modulen (H2/H1) berada kurang dari 0,1.
Ambang tajam yang di lengkapi dengan bagian pengendali berbentuk segi tiga,
kesamaan debitnya adalah :
Q

= 8/15 (2g) Cd tan /2 hi5/2

Dimana :

= sudut diantara 2 sisi mercu

Ambang tajam yang dilengkapi dengan bagian pengendali berbentuk segi empat,
persamaan debitnya adalah :
Q
Disarankan :

= 2/3 Cd (2g) b hi3/2

Ca

= 0,6035 + 0,0813 hi/p

Ambang tajam yang di lengkapi dengan bagian pengendali berbentuk trapesium,


persamaan debitnya adalah :
Q
= 2/3 Cd Cv (2g)1/2 b hi3/2
Untuk menentukan harga koefisien Cd dan Cv diperlukan kalibrasi dilapangan,
antara lain dengan pengukuran debit menggunakan alat ukur arus.
b. Ambang pendek
Suatu ambang di sebut dengan ambang pendek (shortcreated weir) apabila aliran
yang terjadi menempel pada ambang, tidak membentuk garis aliran lurus (tidak terdapat
distribusi tekanan hidrostatik), merupakan aliran atas.
Untuk mercu bulat, debitnya dapat di hitung dengan rumus sebagai berikut :
Q

= 2/3 Cd (2/3g)1/2 b hi1,5

Q
Cd
g
b
hi

= debit (m3/detik)
= koefisien debit (= 1,48)
= percepatan gravitasi (9,8 m/detik2)
= lebar mercu (m)
= tinggi air di atas mercu (m)

Dimana :

3.10 Perhitungan Pintu-pintu Pembagi


Perencanaan boks bagi harus memenuhi persyaratan berikut guna membatasi
pembagian air di petak tersier :
a. Pembagian air terus menerus
b. Pemberian air secara rotasi
c. Debit moduler
d. Fleksibilitas
Untuk pemberian air secara terus menerus, pembagian air yang proporsional dapat
dicapai membuat lebar bukaan proporsional dengan luas daerah yang akan diberi air oleh
saluran bagian hilir. Tinggi ambang harus sama untuk semua bukaan dalam boks.
Untuk pemberian air secara rotasi, boks diberi pintu yang dapat menutup seluruh atau
sebagian bukaan secara bergantian.

Anda mungkin juga menyukai