Anda di halaman 1dari 18

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

PROSES PENYEMBUHAN LUKA DI RUANG 17 RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG


Tanggal 23 September 2016

PROGRAM PENYULUHAN RUMAH SAKIT


RSUD Dr.SAIFUL ANWAR MALANG
2016

LEMBAR PENGESAHAN SATUAN ACARA PENYULUHAN


PROSES PENYEMBUHAN LUKA
Ruang 17 RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Tanggal 23 september 2016

Oleh :

Prodi DIII Keperawatan STIKes Kendedes Malang


Prodi DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes Malang
Prodi Ners Universitas Muhammadiyah Malang

Mengetahui,
Pembimbing Institusi

(...................)

Pembimbing Lahan

(...........................)

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)


PROSES PENYEMBUHAN LUKA

A. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan pasien dan keluarga mampu
mengerti dan memahami tentang luka dan proses penyembuhannya
B. Tujuan khusus
Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit pasien dan keluarga mampu :
1. Mengetahui dan memahami pengertian luka
2. Mengetahui dan memahami jenis-jenis luka
3. Mengetahui dan memahami proses penyembuhan luka
4. Mengetahui dan memahami cara perawatan luka
C. Materi (Terlampir)

D. Sasaran
Semua pasien, keluarga dan pengunjung di ruang 17

E. Waktu dan Tempat


Adapun waktu dan tempat penyuluhan adalah sebagai berikut:
Waktu
Pukul
Tempat

: Jumat, 23 september 2016


: 09.00-09.30
: Ruang 17 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.

F. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
G. Media
1. Leaflet
2. LCD
H. Kriteria Evaluasi

1. Struktural
a. Peserta hadir di tempat penyuluhan
b. Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan di ruang 17 RSUD Dr. Saiful Anwar
Malang.
c. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan 1 hari sebelumnya
(Satuan Acara Penyuluhan)
d. Tidak ada peserta penyuluhan yang meninggalkan tempat sebelum penyuluhan
selesai
2. Proses
a. Peserta memperhatikan terhadap materi penyuluhan
b. Peserta bertanya tentang materi penyuluhan
c. Peserta antusias mengikuti rangkaian kegiatan sampai selesai
d. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar
3. Hasil
a. Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan peserta diharapkan mengerti dan
memahami tentang:
1) Pengertian luka
2) Jenis-jenis luka
3) Proses penyembuhan luka
4) Perawatan luka
b. Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan diharapkan peserta dapat mengerti
dan memahami tentang luka dan proses penyembuhannya
4. Pertanyaan secara lisan
a.

Apa pengertian luka

b.

Bagaimana jenis-jenis luka

c.

Bagaimana proses penyembuhan luka

d.

Bagaimana cara perawatan luka

Nilai :
80-100

: Peserta dapat menjawab dengan lengkap dan benar

50-70

: Peserta dapat menyebutkan tetapi tidak lengkap

20-40

: Peserta kurang memahami pertanyaan

1.10 : Peserta tidak dapat menyebutkan semua pertanyaan

I. Kegiatan Penyuluhan
No

Tahapan

Waktu

1.

Pembukaan

5 menit

Kegiatan penyuluh

Kegiatan peserta

1 Mengucapkan salam

1 Menjawab salam

2 Memperkenalkan diri

2 Mendengarkan

dan

memperhatikan
3 Menjelaskan maksud dan 3 Mendengarkan
tujuan penyuluhan

memperhatikan

4 Membuat kontrak waktu


5 Menggali

tentang

pneumonia
6 Memberikan

Pelaksanaan

10 menit

apresiasi
yang

menjawab

pertanyaan
Menjelaskan tentang:
a.

a. Penyaji

pengetahuan tentang luka


6 Mendengarkan

audiens

telah
2.

4 Meyetujui kontrak waktu

pengetahuan 5 Mengutarakan

audiens

kepada

dan

Mendengarkan
Pen

gertian luka

dan

memperhatikan penjelasan
penyuluh

b.

Jeni
s-jenis luka

c.

Pros
es penyembuhan luka

d.
b. Diskusi

5 menit

Cara

perawatan luka
a. Memberikan
kesempatan
untuk
tentang
penyuluhan

1.Menanyakan materi yang

audiens
bertanya

2. Mendengrkan

materi

3.Mendengarkan

yang

belum di mengerti
b. Memberi

apresiasi

kepada audiens yang


bertanya

belum di mengerti

memperhatikan

dan

c. Menjawab pertanyaan
yang diajukan oleh
c. Kesimpulan

audiens
Memberikan kesempatan

5 menit

Ka.ruangan

17

pembimbing
untuk

Mendengarkan

dan

institusi
memberikan

masukan

tentang

penyuluhan
d. evaluasi

5 menit

1.

Memberika
n pertanyaan kepada
audiens

tentang

1. Menjawab

pertanyaan

yang diberikan penyuluh

apa

yang sudah dijelaskan


2.

Memberika
n

apresiasi

audiens

3.

Penutup

kepada

yang

mampu

telah

mejawab

pertanyaan
5 1. Menyimpulkan materi
penyuluhan
audiens

kepada

tentang

apa

yang sudah dijelaskan


2. Menutup

2. Mendengarkan

penyuluhan

dengan mengucapkan
terima kasih dan salam
3. Memberikan

absen

peserta
4. Membagikan leaflet

1. Mendengarkan
2. Menjawab salam

LAMPIRAN MATERI
LUKA
A. Pengertian
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis kulit normal akibat proses
patalogis yang berasal dari internal dan eksternal dan mengenai organ tertentu (Lazarus,et
al., 1994 dalam Potter & Perry, 2006).
B. Jenis Luka
Berdasarkan lama waktu penyembuhannya, luka dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Luka Akut
Luka akut adalah luka trauma yang biasanya segera mendapat penanganan dan biasanya
dapat sembuh dengan baik bila tidak terjadi komplikasi. Kriteria luka akut adalah luka baru,
mendadak dan penyembuhannya sesuai dengan waktu yang diperkirakan. Contohnya adalah
luka sayat, luka bakar, luka tusuk.
2. Luka Kronis
Luka kronis adalah luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali (rekuren)
atau terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya disebabkan oleh masalah
multi faktor dari penderita. Pada luka kronik luka gagal sembuh pada waktu yang
diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi untuk timbul kembali.
Contohnya adalah ulkus tungkai, ulkus vena, ulkus arteri (iskemi), penyakit vaskular perifer
ulkus dekubitus, neuropati perifer ulkus dekubitus (Briant, 2007).
C. Proses Fisiologis Penyembuhan Luka
Proses fisiologis Penyembuhan Luka dapat dibagi ke dalam 4 fase utama, yaitu:
1.) Hemostasis
Pada fase ini terjadi peningkatan perlekatan platelet. Platelet akan bekerja untuk menutup
kerusakan pembuluh darah. Jaringan yang rusak akan merangsang adenosin diphosphat
(ADP) membentuk platelet. Platelet yang dibentuk berfungsi untuk merekatkan kolagen dan
mensekresi faktor yang merangsang pembekuan darah. Pembekuan darah diawali dengan
produksi trombin yang akan membentuk fibrin dari fibrinogen. Hubungan fibrin diperkuat
oleh agregasi platelet menjadi hemostatik yang stabil. Platelet juga mensekresi platelet yang

terkait dengan faktor pertumbuhan jaringan (platelet-associated growth factor). Hemostatis


terjadi dalam waktu beberapa menit setelah injuri kecuali ada gangguan faktor pembekuan.
2.) Inflamasi
Pada proses penyembuhan ini biasanya terjadi proses pembersihan debris. Respon
jaringan yang rusak : jaringan yang rusak dan sel mast melepaskan plasma dan
polimorfonuklear ke sekitar jaringan. Neutropil memfagositosis mikroorganisme dan
berperan sebagai pertahanan awal terhadap infeksi. Jaringan yang rusak juga akan
menyebabkan vasodilatasi dari pembuluh darah sekeliling yang masih utuh serta
meningkatkan penyediaan darah ke daerah tersebut, sehingga menjadi merah dan hangat.
Permeabilitas kapiler-kapiler darah meningkat dan cairan yang kaya akan protein mengalir
kedalam spasium intertisial, menyebabkan edema lokal dan mungkin hilangnya fungsi di atas
sendi tersebut. Makrofag mengadakan migrasi ke luar dari kapiler dan masuk ke dalam darah
yang rusak sebagai reaksi terhadap agens kemotaktik yang dipacu oleh adanya cedera.
Makrofag mampu memfagosit bakteri. Makrofag juga mensekresi faktor pertumbuhan seperti
faktor pertumbuhan fibrobalas (FGF), faktor pertumbuhan epidermal (EGF), faktor
pertumbuhan beta trasformasi (tgf) dan interleukin-1 (IL-1).
3.) Fase Proliferasi
Fibroblas meletakkan subtansi dasar dan serabut-serabut kolagen serta pembuluh darah
baru mulai menginfiltrasi luka. Begitu kolagen diletakkan, maka terjadi peningkatan yang
cepat pada kekuatan regangan luka. Kapiler-kapiler dibentuk oleh tunas endothelial, suatu
proses yang disebut angiogenesis. Bekuan fibrin yang dihasilkan pada fase I dikeluarkan
begitu kapiler baru menyediakan enzim yang diperlukan. Tanda-tanda inflamasi mulai
berkurang. Jaringan yang dibentuk dari gelung kapiler baru, yang menopang kolagen dan
subtansi dasar, disebut jaringan granulasi karena penampakannya yang granuler dan
warnanya merah terang. Fase ini berlangsung selama 3-24 hari.

4.) Maturasi (Remodelling)


Pada tahap maturasi terjadi proses epitelisasi, kontraksi dan reorganisasi jaringan ikat.
Setiap cedera yang mengakibatkan hilangnya kulit, sel epitel pada pinggir luka dan sisa-sisa

folikel rambut, serta glandula sebasea dan glandula sudorivera membelah dan mulai
bermigrasi diatas jaringan glandula baru. Karena jaringan tersebut hanya dapat bergerak
diatas jaringan yang hidup, maka mereka hidup dibawah eskar atau dermis yang mengering.
Apabila jaringan tersebut bertemu dengan sel-sel epitel lain, yang juga mengalami migrasi,
maka mitosis berhenti, akibat inhibisi kontak. Kontraksi luka disebabkan karena miofibroblas
kontraktil membantu menyatukan tepi-tepi luka. Terdapat suatu penurunan progresif alam
vaskularitas jaringan parut, yang berubah dalam penampilannya dari merah kehitaman
menjadi putih. Serabut- serabut kolagen mengadakan reorganisasi dan kekuatan regangan
meningkat (OLeary, 2007).

D. Faktor Yang Menghambat Proses Penyembuhan Luka


Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, ada banyak faktor
yang mempengaruhi proses penyembuhan luka, yaitu (Morrison, 2004):
1. Faktor intrinsik
Faktor intrinstik meliputi faktor- faktor patofisiologi umum (misalnya, gangguan
kardiovaskuler, malnutrisi, gangguan metabolik dan endokrin, penurunan daya tahan terhadap
infeksi) dan faktor fisiologi normal yang berkaitan dengan usia dan kondisi lokal yang
merugikan pada tempat luka (misalnya, eksudat yang berlebihan, dehidrasi, infeksi luka,
trauma kambuhan, penurunan suhu luka, pasokan darah yang buruk, edema, hipoksia lokal,
jaringan nekrotik, pengelupasan jaringan yang luas, produk metabolik yang berlebihan, dan
benda asing).
2. Faktor ekstrinsik
Faktor ekstrinsik meliputi penatalaksanaan luka yang tidak tepat (misalnya,
pengkajian luka yang tidak tepat, penggunaan bahan perawatan luka primer yang tidak sesuai,
dan teknik penggantian balutan yang ceroboh).

E. Komplikasi Penyembuhan Luka

Menurut Potter & Perry (2006) komplikasi penyembuhan luka meliputi :


1. Infeksi

Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau
setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2-7 hari setelah
pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulen, peningkatan
drainase, nyeri, kemerahan, bengkak disekeliling luka, peningkatan suhu, dan
peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Dehisen
Dehisen adalah terpisahnya lapisan luka secara parsial atau total. Dehisen sering terjadi
pada luka pembedahan abdomen dan terjadi setelah regangan mendadak, misalnya batuk,
muntah atau duduk tegak di tempat tidur.
3. Eviserasi
Terpisahnya lapisan luka secara total dapat menimbulkan eviserasi (keluarnya organ
viseral melalui luka yang terbuka). Bila terjadi evisersasi, perawat meletakkan handuk steril
yang dibasahi dengan salin normal steril di atas jaringan yang keluar untuk mencegah
masuknya bakteri dan kekeringan pada jaringan tersebut.
4. Fistul
Fistul adalah saluran abnormal yang berada diantara dua buah organ atau diantara organ dan
bagian luar tubuh.

F. Perawatan Luka
Perawatan luka adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk merawat luka agar
dapat mencegah terjadinya trauma (injuri) pada kulit membran mukosa atau jaringan lain,
fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit. Serangkaian kegiatan itu
meliputi pembersihan luka, memasang balutan, mengganti balutan, pengisian (packing)
luka, memfiksasi balutan, tindakan pemberian rasa nyaman yang meliputi membersihkan
kulit dan daerah drainase, irigasi, pembuangan drainase, pemasangan perban (Briant,
2007).

G. Bahan-bahan pada Perawatan Luka


Perawatan luka menggunakan berbagai bahan perawatan antara lain balutan, larutan
pembersih, larutan antiseptik, balutan sekunder dan semprotan perekat. Pembalut luka

Pembalutan luka bertujuan untuk mengabsorsi eksudat dan melindungi luka dari
kontaminasi eksogen. Penggunaan balutan juga harus disesuaikan dengan karakteristik
luka. Jenis-jenis balutan antara lain :
1. Balutan kering
Luka-luka dengan kulit yang masih utuh atau tepi kulit yang dipertautkan mempunyai
permukaan yang kering sehingga balutan tidak akan melekat, maka pada keadaan seperti ini
paling sering digunakan kasa dengan jala-jala yang lebar, kasa ini akan melindungi luka dan
memungkinkan sirkulasi udara yang baik melalui balutan. Dengan demikian uap lembab dari
kulit dapat menguap dan balutan tetap kering (Schrock, 1995).
2. Balutan basah kering
Balutan kasa terbuat dari tenunan dan serat non tenunan, rayon, poliester, atau kombinasi
dari serat lainnya. Kasa dari kapas digunakan sebagai pembalut pertama dan kedua, kasa
tersedia sebagai pembalut luka, spons, pembalut melingkar dan kaus kaki. Berbagai produk
tenunan ada yang kasar dan berlubang, tergantung pada benangnya. Kasa berlubang yang
baik sering digunakan untuk membungkus, seperti balutan basah lembab normal salin. Kasa
katun kasar, seperti balutan basah lembab normal salin, digunakan untuk debridemen non
selektif (mengangkat debris atau jaringan yang mati).
3. Balutan modern
Kemajuan ilmu pengetahuan dalam perawatan luka telah mengalami perkembangan yang
sangat pesat. Hal ini tidak terlepas dari dukungan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Perkembangan ilmu tersebut dapat dilihat dari banyaknya inovasi terbaru dalam
perkembangan produk bahan pembalut luka modern. Bahan pembalut luka modern adalah
produk pembalut hasil teknologi tinggi yang mampu mengontrol kelembapan disekitar luka.
Bahan balutan luka modern ini di disesuaikan dengan jenis luka dan eksudat yang
menyertainya. Jenis-jenis balutan luka yang mampu mempertahankan kelembaban antara lain
(Briant, 2007) :

a) Alginat
Alginat banyak terkandung dalam rumput laut cokelat dan kualitasnya
bervariasi. Polisakarida ini digunakan untuk bahan regenerasi pembuluh darah,
kulit, tulang rawan, ikatan sendi dan sebagainya. Apabila pembalut luka dari

alginat kontak dengan luka, maka akan terjadi infeksi dengan eksudat,
menghasilkan suatu jel natrium alginat. Jel ini bersifat hidrofilik, dapat ditembus
oleh oksigen tapi tidak oleh bakteri dan dapat mempercepat pertumbuhan jaringan
baru. Selain itu bahan yang berasal dari alginat memiliki daya absorpsi tinggi,
dapat menutup luka, menjaga keseimbangan lembab disekitar luka, mudah
digunakan, bersifat elastis. antibakteri, dan nontoksik.
Alginat adalah balutan primer dan membutuhkan balutan sekunder seperti film
semi-permiabel, foam sebagai penutup. Hal ini disebabkan karena balutan ini
menyerap eksudat, memberi kelembaban, dan melindungi kulit di sekitarnya agar
tidak mudah rusak. Untuk memperoleh hasil yang optimal balutan ini harus
diganti sekali sehari. Balutan ini dindikasi untuk luka superfisial dengan eksudat
sedang sampai banyak dan untuk luka dalam dengan eksudat sedang sampai
banyak sedangkan kontraindikasinya adalah tidak dinjurkan untuk membalut luka
pada luka bakar derajat III.
b) Hidrogel
Hidrogel tersedia dalam bentuk lembaran (seperti serat kasa, atau jel) yang
tidak berperekat yang mengandung polimer hidrofil berikatan silang yang dapat
menyerap air dalam volume yang cukup besar tanpa merusak kekompakkan atau
struktur bahan. Jel akan memberi rasa sejuk dan dingin pada luka, yang akan
meningkatkan rasa nyaman pasien. Jel diletakkan langsung diatas permukaan
luka, dan biasanya dibalut dengan balutan sekunder (foam atau kasa) untuk
mempertahankan kelembaban sesuai level yang dibutuhkan untuk mendukung
penyembuhan luka. Indikasi balutan ini adalah digunakan pada jenis luka dengan
cairan yang sedikit sedangkan kontraindikasinya adalah luka yang banyak
mengeluarkan cairan
c) Foam Silikon Lunak
Balutan jenis ini menggunakan bahan silikon yang direkatkan, pada
permukaan yang kontak dengan luka. Silikon membantu mencegah balutan foam
melekat pada permukaan luka atau sekitar kulit pada pinggir luka. Hasilnya
menghindarkan luka dari trauma akibat balutan saat mengganti balutan, dan
membantu proses penyembuhan. Balutan luka silikon lunak ini dirancang untuk
luka dengan drainase dan luas.
d) Hidrokoloid
Balutan hidrokoloid bersifat water-loving dirancang elastis dan merekat
yang mengandung jell seperti pektin atau gelatin dan bahan-bahan absorben atau
penyerap lainnya. Balutan hidrokoloid bersifat semipermiabel, semipoliuretan

padat mengandung partikel hidroaktif yang akan mengembang atau membentuk


jel karena menyerap cairan luka. Bila dikenakan pada luka, drainase dari luka
berinteraksi dengan komponen-komponen dari balutan untuk membentuk seperti
jel yang menciptakan lingkungan yang lembab yang dapat merangsang
pertumbuhan jaringan sel untuk penyembuhan luka. Balutan hidrokoloid ada
dalam bermacam bentuk, ukuran, dan ketebalan. Balutan hidrokoloid digunakan
pada luka dengan jumlah drainase sedikit atau sedang. Balutan jenis ini biasanya
diganti satu kali selama 5-7 hari, tergantung pada metode aplikasinya, lokasi luka,
derajat paparan kerutan-kerutan dan potongan-potongan, dan inkontinensia.
Balutan ini diindikasi kan pada luka pada kaki, luka bernanah, sedangkan
kontraindikasi balutan ini adalah tidak digunakan pada luka yang terinfeksi.
e) Hidrofiber
Hidrofiber merupakan balutan yang sangat lunak dan bukan tenunan atau
balutan pita yang terbuat dari serat sodium carboxymethylcellusole, beberapa
bahan penyerap sama dengan yang digunakan pada balutan hidrokoloid.
Komponen-komponen balutan akan berinteraksi dengan drainase dari luka untuk
membentuk jel yang lunak yang sangat mudah dieliminasi dari permukaan luka.
Hidrofiber digunakan pada luka dengan drainase yang sedang atau banyak, dan
luka yang dalam dan membutuhkan balutan sekunder. Hidrofiber dapat juga
digunakan pada luka yang kering sepanjang kelembaban balutan tetap
dipertahankan (dengan menambahkan larutan normal salin). Balutan hidrofiber
dapat dipakai selama 7 hari, tergantung pada jumlah drainase pada luka (Briant,
2007).
H. Perawatan luka yang memiliki jaringan nekrotik

Jaringan nekrotik sering dijumpai pada luka kronis seperti ulkus iskemi, ulkus
neuropatik, ulkus vena, dan ulkus dekubitus. Debridemen adalah pengangkatan jaringan
yang sudah mengalami nekrosis yang bertujuan untuk menyokong pemulihan luka.
Indikasi debridemen adalah luka akut atau kronik dengan jaringan nekrosis, luka
terinfeksi dengan jaringan nekrotik. Pemilihan metode debridemen harus berdasarkan
karakteristik jaringan nekrotik yang ada pada luka klien. Menurut Suriadi (2004) ada
beberapa cara debridemen diantaranya :
1. Debridemen mekanik, yaitu dengan kompres basah kering (wet to dry), hidroterapi,

dan irigasi luka. Metode debridemen mekanik ini diindikasikan untuk luka dengan

jumlah jaringan nekrotik yang banyak dan luka infeksi. Dengan demikian
pemantauaan untuk daerah yang terkena mudah untuk dilakukan.
2. Debridemen pembedahan (surgical), yaitu dengan bedah insisi. Metode ini merupakan

cara yang paling cepat untuk membuang jaringan nekrotik dalam jumlah banyak.
Dampak negatif dari debridemen ini adalah peningkatan resiko pasien terhadap
perdarahan, anestesi, dan sepsis. Fakta yang sering terjadi adalah banyak infeksi yang
terjadi setelah operasi terutama pada orang-orang yang memiliki status kesehatan
yang tidak optimal.
3. Debridemen autolisis, yaitu lisisnya jaringan nekrotik dengan sendirinya oleh enzim

badan sel darah putih, yang memasuki daerah luka selama proses inflamasi.
Debridemen autolisis hanya digunakan pada klien yang tidak terinfeksi dengan jumlah
jaringan nekrotik yang terbatas. Debridemen autolisis ini dapat dilakukan dengan
menggunakan balutan yang dapat mempertahankan kelembaban seperti hidrokoloid,
hidrogel, alginat.
I. Penatalaksanaan luka yang terinfeksi

Kebanyakan luka kronis dikontaminasi oleh mikroorganisme yang sangat banyak


yang tampaknya tidak memperlambat proses penyembuhan.Pada luka infeksi yang
menghasilkan bau dapat menggunakan balutan arang aktif (Activated charcoal dressing)
sebagai penghilang rasa bau (deodoriser) yang efektif. Jika terdapat eksudat dalam
jumlah yang tidak terlalu banyak, maka balutan busa yang menyerap dan dilapisi arang
(Morrison, 2004).
J. Penatalaksanaan luka dengan banyak eksudat

Sekalipun jaringan nekrotik dan jaringan tampak jelas terinfeksi telah diangkat dari
bidang luka, luka dapat terus menghasilkan eksudat dalam jumlah banyak yang dapat
menembus balutan non-oklusif dan meningkatkan risiko infeksi luka. Eksudat dapat juga
mengikis tepi luka jika jaringan sekitarnya menjadi terendam air. Volume eksudat
berkurang pada waktunya, tetapi sampai stadium tersebut diperlukan balutan yang bisa
menyerap dan tidak melekat. (Morrison, 2004). Luka-luka yang bereksudat dibagi ke
dalam tiga kategori, tergantung kedalaman dan tingkat eksudat yang dihasilkan
(Morrison, 2004), antara lain :

1. Untuk luka-luka superfisial dengan eksudat sedikit sampai sedang, pemilihan balutan

meliputi: Lembaran hidrokoloid. Lembar balutan ini tidak memerlukan balutan


sekunder dan cukup mudah untuk melihat kapan balutan tersebut perlu diganti.
2. Untuk luka superfisial dengan eksudat sedang sampai banyak, pilihan balutan seperti

balutan alginat.
3. Untuk luka dalam dengan eksudat sedang sampai banyak, pilihan balutan meliputi:

granula atau pasta hidrokoloid, hidrogel yang bergranulasi balutan alginat, balutan
alginat dalam bentuk pita atau tali sangat berguna untuk membungkus luka yang
sempit, balutan busa.
K. Perawatan luka dalam yang bersih dengan sedikit eksudat

Bila jumlah eksudat sudah berkurang, maka silastic foam merupakan suatu cara
pembalutan yang sangat bermanfaat khususnya pada luka dalam yang bersih berbentuk
cawan, seperti sinus pilonidal yang sudah dieksisi, atau dekubitus luas didaerah sakrum.
Untuk luka yang lebih kecil, pasien atau yang memberi perawatan, dapat melakukan
desinfeksi dua kali sehari dengan foam stent atau menutup luka tersebut.
L. Perawatan luka berdasarkan etiologinya (Suriadi, 2004)
1. Luka insisi bedah

Lakukan pengkajian kondisi area operasi yang meliputi kondisi balutan,


adanya perdarahan, drain, insisi atau jahitan. Lakukan pembersihan luka dimulai pada
pusat luka ke arah keluar dan secara perlahan-lahan karena luka setelah operasi
terdapat sedikit edema. Gunakan normal salin untuk membersihkan luka. Hindari
penggunaan larutan yang bersifat sitotoksik seperti hydrogen perokside dan povidone
iodine karena dapat merusak jaringan dan memperlambat penyembuhan luka.
Pertahankan kondisi luka tetap bersih dan termasuk lingkungan tempat tidur pasien.
Penggantian balutan tergantung pada kondisi balutan bersih atau kotor. Bila kondisi
balutan kering dan bersih balutan diganti 2 atau 3 hari sekali setelah operasi dan juga
tergantung jenis balutan yang digunakan. Jenis balutan yang disarankan adalah
balutan yang dapat mempertahankan kelembaban. Penggunaan kasa dan salin normal,
saat penggantian balutan kering akan menekan permukaan yang mengakibatkan
pertumbuhan jaringan sehat yang terganggu dan menimbulkan rasa nyeri.
2. Ulkus Arteri

Lakukan pengkajian tanda-tanda infeksi, bila keadaan luka kering dan eskar
keras, jangan lakukan debridemen. Hindari terapi (kompresi) karena dapat
menghambat aliran darah. Lakukan balutan dengan teknik steril dan pertahankan
lingkungan dalam keadaan lembab. Gunakan balutan hidrokoloid jika ada untuk
menjaga kelembaban lingkungan luka. Pada saat berbaring posisi kepala ditinggikan 5
sampai 7 derajat yang bertujuan untuk menyokong sirkulasi daerah kulit dan ke
bagian ekstremitas.
3. Ulkus Vena

Lakukan pengkajian kondisi area luka. Ganti balutan dengan teknik steril.
Bersihkan luka dengan salin normal. Bila terdapat jaringan nekrotik lakukan
debridemen. Lakukan terapi kompresi, yang bertujuan untuk memperlancar aliran
limfatik, reduksi tekanan vena superfisial dan mengurangi aliran balik ke pembuluh
vena yang dalam. Pemberian obat topikal tergantung jumlah eksudat dan ukuran luka,
ada tidaknya infeksi dan karakteristik sekeliling luka. Apabila menggunakan balutan
untuk kelembaban lingkungan dapat menggunakan hidrokoloid, transparan film, dan
foam. Lakukan peninggian posisi pada daerah kaki, hal yang dapat meningkatkan
sensitivitas pada sekeliling luka.; hindari larutan atimikrobial, hindari bahan yang
sifatnya lengket. Prinsip perawatan luka pada ulkus vena adalah meningkatkan
pengisian kembali ke vena, yang akan menyebabkan statis vena menurun.
4. Neuropati perifer ulkus diabetik

Penggunaan balutan pada neoropatik perifer ulkus diabetik dapat disesuaikan


dengan jumlah eksudat yang dihasilkan oleh luka. Balutan yang sering digunakan
adalah hidrogel. Balutan ini digunakan ketika luka sedang kering dengan tujuan
menghasilkan sedikit cairan untuk melembabkan permukaan luka. Balutan foam
digunakan ketika luka menghasilkan cairan eksudat yang banyak sampai sedang dan
balutan alginat digunakan ketika luka menghasilkan banyak cairan eksudat.
5. Ulkus Dekubitus

Perawatan luka dekubitus mencakup 3 prinsip : debridemen, pembersihan dan


dressing. Debridemen dilakukan untuk mencegah infeksi yang lebih luas. Debridemen
bertujuan untuk mengangkat jaringan yang sudah mengalami nekrosis. Pada setiap
luka yang akan diganti selalu dibersihkan. Bahan-bahan yang perlu dihindari untuk
membersihkan luka seperti povidone iodine, larutan sodium hypoclorite. Gunakan
normal salin sebagai larutan pembersih luka. Gunakan balutan hidrokoloid, tetapi jika

luka menghasilkan banyak cairan eksudat (lebih dari 50% balutan primer dalam
rentang waktu kurang dari 24 jam dan balutan sekunder telah basah) gunakan alginat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Judith M.Wilkinson & Nancy R.Ahern.2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi
9.EGC : Jakarta
2. Szabo Z,et al. eds : Surgical Technology International III. Universal Medical Press Inc.
3. Perry and Potter. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai