Oleh :
Mengetahui,
Pembimbing Institusi
(...................)
Pembimbing Lahan
(...........................)
A. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan pasien dan keluarga mampu
mengerti dan memahami tentang luka dan proses penyembuhannya
B. Tujuan khusus
Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit pasien dan keluarga mampu :
1. Mengetahui dan memahami pengertian luka
2. Mengetahui dan memahami jenis-jenis luka
3. Mengetahui dan memahami proses penyembuhan luka
4. Mengetahui dan memahami cara perawatan luka
C. Materi (Terlampir)
D. Sasaran
Semua pasien, keluarga dan pengunjung di ruang 17
F. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
G. Media
1. Leaflet
2. LCD
H. Kriteria Evaluasi
1. Struktural
a. Peserta hadir di tempat penyuluhan
b. Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan di ruang 17 RSUD Dr. Saiful Anwar
Malang.
c. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan 1 hari sebelumnya
(Satuan Acara Penyuluhan)
d. Tidak ada peserta penyuluhan yang meninggalkan tempat sebelum penyuluhan
selesai
2. Proses
a. Peserta memperhatikan terhadap materi penyuluhan
b. Peserta bertanya tentang materi penyuluhan
c. Peserta antusias mengikuti rangkaian kegiatan sampai selesai
d. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar
3. Hasil
a. Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan peserta diharapkan mengerti dan
memahami tentang:
1) Pengertian luka
2) Jenis-jenis luka
3) Proses penyembuhan luka
4) Perawatan luka
b. Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan diharapkan peserta dapat mengerti
dan memahami tentang luka dan proses penyembuhannya
4. Pertanyaan secara lisan
a.
b.
c.
d.
Nilai :
80-100
50-70
20-40
I. Kegiatan Penyuluhan
No
Tahapan
Waktu
1.
Pembukaan
5 menit
Kegiatan penyuluh
Kegiatan peserta
1 Mengucapkan salam
1 Menjawab salam
2 Memperkenalkan diri
2 Mendengarkan
dan
memperhatikan
3 Menjelaskan maksud dan 3 Mendengarkan
tujuan penyuluhan
memperhatikan
tentang
pneumonia
6 Memberikan
Pelaksanaan
10 menit
apresiasi
yang
menjawab
pertanyaan
Menjelaskan tentang:
a.
a. Penyaji
audiens
telah
2.
pengetahuan 5 Mengutarakan
audiens
kepada
dan
Mendengarkan
Pen
gertian luka
dan
memperhatikan penjelasan
penyuluh
b.
Jeni
s-jenis luka
c.
Pros
es penyembuhan luka
d.
b. Diskusi
5 menit
Cara
perawatan luka
a. Memberikan
kesempatan
untuk
tentang
penyuluhan
audiens
bertanya
2. Mendengrkan
materi
3.Mendengarkan
yang
belum di mengerti
b. Memberi
apresiasi
belum di mengerti
memperhatikan
dan
c. Menjawab pertanyaan
yang diajukan oleh
c. Kesimpulan
audiens
Memberikan kesempatan
5 menit
Ka.ruangan
17
pembimbing
untuk
Mendengarkan
dan
institusi
memberikan
masukan
tentang
penyuluhan
d. evaluasi
5 menit
1.
Memberika
n pertanyaan kepada
audiens
tentang
1. Menjawab
pertanyaan
apa
Memberika
n
apresiasi
audiens
3.
Penutup
kepada
yang
mampu
telah
mejawab
pertanyaan
5 1. Menyimpulkan materi
penyuluhan
audiens
kepada
tentang
apa
2. Mendengarkan
penyuluhan
dengan mengucapkan
terima kasih dan salam
3. Memberikan
absen
peserta
4. Membagikan leaflet
1. Mendengarkan
2. Menjawab salam
LAMPIRAN MATERI
LUKA
A. Pengertian
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis kulit normal akibat proses
patalogis yang berasal dari internal dan eksternal dan mengenai organ tertentu (Lazarus,et
al., 1994 dalam Potter & Perry, 2006).
B. Jenis Luka
Berdasarkan lama waktu penyembuhannya, luka dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Luka Akut
Luka akut adalah luka trauma yang biasanya segera mendapat penanganan dan biasanya
dapat sembuh dengan baik bila tidak terjadi komplikasi. Kriteria luka akut adalah luka baru,
mendadak dan penyembuhannya sesuai dengan waktu yang diperkirakan. Contohnya adalah
luka sayat, luka bakar, luka tusuk.
2. Luka Kronis
Luka kronis adalah luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali (rekuren)
atau terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya disebabkan oleh masalah
multi faktor dari penderita. Pada luka kronik luka gagal sembuh pada waktu yang
diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi untuk timbul kembali.
Contohnya adalah ulkus tungkai, ulkus vena, ulkus arteri (iskemi), penyakit vaskular perifer
ulkus dekubitus, neuropati perifer ulkus dekubitus (Briant, 2007).
C. Proses Fisiologis Penyembuhan Luka
Proses fisiologis Penyembuhan Luka dapat dibagi ke dalam 4 fase utama, yaitu:
1.) Hemostasis
Pada fase ini terjadi peningkatan perlekatan platelet. Platelet akan bekerja untuk menutup
kerusakan pembuluh darah. Jaringan yang rusak akan merangsang adenosin diphosphat
(ADP) membentuk platelet. Platelet yang dibentuk berfungsi untuk merekatkan kolagen dan
mensekresi faktor yang merangsang pembekuan darah. Pembekuan darah diawali dengan
produksi trombin yang akan membentuk fibrin dari fibrinogen. Hubungan fibrin diperkuat
oleh agregasi platelet menjadi hemostatik yang stabil. Platelet juga mensekresi platelet yang
folikel rambut, serta glandula sebasea dan glandula sudorivera membelah dan mulai
bermigrasi diatas jaringan glandula baru. Karena jaringan tersebut hanya dapat bergerak
diatas jaringan yang hidup, maka mereka hidup dibawah eskar atau dermis yang mengering.
Apabila jaringan tersebut bertemu dengan sel-sel epitel lain, yang juga mengalami migrasi,
maka mitosis berhenti, akibat inhibisi kontak. Kontraksi luka disebabkan karena miofibroblas
kontraktil membantu menyatukan tepi-tepi luka. Terdapat suatu penurunan progresif alam
vaskularitas jaringan parut, yang berubah dalam penampilannya dari merah kehitaman
menjadi putih. Serabut- serabut kolagen mengadakan reorganisasi dan kekuatan regangan
meningkat (OLeary, 2007).
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau
setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2-7 hari setelah
pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulen, peningkatan
drainase, nyeri, kemerahan, bengkak disekeliling luka, peningkatan suhu, dan
peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Dehisen
Dehisen adalah terpisahnya lapisan luka secara parsial atau total. Dehisen sering terjadi
pada luka pembedahan abdomen dan terjadi setelah regangan mendadak, misalnya batuk,
muntah atau duduk tegak di tempat tidur.
3. Eviserasi
Terpisahnya lapisan luka secara total dapat menimbulkan eviserasi (keluarnya organ
viseral melalui luka yang terbuka). Bila terjadi evisersasi, perawat meletakkan handuk steril
yang dibasahi dengan salin normal steril di atas jaringan yang keluar untuk mencegah
masuknya bakteri dan kekeringan pada jaringan tersebut.
4. Fistul
Fistul adalah saluran abnormal yang berada diantara dua buah organ atau diantara organ dan
bagian luar tubuh.
F. Perawatan Luka
Perawatan luka adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk merawat luka agar
dapat mencegah terjadinya trauma (injuri) pada kulit membran mukosa atau jaringan lain,
fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit. Serangkaian kegiatan itu
meliputi pembersihan luka, memasang balutan, mengganti balutan, pengisian (packing)
luka, memfiksasi balutan, tindakan pemberian rasa nyaman yang meliputi membersihkan
kulit dan daerah drainase, irigasi, pembuangan drainase, pemasangan perban (Briant,
2007).
Pembalutan luka bertujuan untuk mengabsorsi eksudat dan melindungi luka dari
kontaminasi eksogen. Penggunaan balutan juga harus disesuaikan dengan karakteristik
luka. Jenis-jenis balutan antara lain :
1. Balutan kering
Luka-luka dengan kulit yang masih utuh atau tepi kulit yang dipertautkan mempunyai
permukaan yang kering sehingga balutan tidak akan melekat, maka pada keadaan seperti ini
paling sering digunakan kasa dengan jala-jala yang lebar, kasa ini akan melindungi luka dan
memungkinkan sirkulasi udara yang baik melalui balutan. Dengan demikian uap lembab dari
kulit dapat menguap dan balutan tetap kering (Schrock, 1995).
2. Balutan basah kering
Balutan kasa terbuat dari tenunan dan serat non tenunan, rayon, poliester, atau kombinasi
dari serat lainnya. Kasa dari kapas digunakan sebagai pembalut pertama dan kedua, kasa
tersedia sebagai pembalut luka, spons, pembalut melingkar dan kaus kaki. Berbagai produk
tenunan ada yang kasar dan berlubang, tergantung pada benangnya. Kasa berlubang yang
baik sering digunakan untuk membungkus, seperti balutan basah lembab normal salin. Kasa
katun kasar, seperti balutan basah lembab normal salin, digunakan untuk debridemen non
selektif (mengangkat debris atau jaringan yang mati).
3. Balutan modern
Kemajuan ilmu pengetahuan dalam perawatan luka telah mengalami perkembangan yang
sangat pesat. Hal ini tidak terlepas dari dukungan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Perkembangan ilmu tersebut dapat dilihat dari banyaknya inovasi terbaru dalam
perkembangan produk bahan pembalut luka modern. Bahan pembalut luka modern adalah
produk pembalut hasil teknologi tinggi yang mampu mengontrol kelembapan disekitar luka.
Bahan balutan luka modern ini di disesuaikan dengan jenis luka dan eksudat yang
menyertainya. Jenis-jenis balutan luka yang mampu mempertahankan kelembaban antara lain
(Briant, 2007) :
a) Alginat
Alginat banyak terkandung dalam rumput laut cokelat dan kualitasnya
bervariasi. Polisakarida ini digunakan untuk bahan regenerasi pembuluh darah,
kulit, tulang rawan, ikatan sendi dan sebagainya. Apabila pembalut luka dari
alginat kontak dengan luka, maka akan terjadi infeksi dengan eksudat,
menghasilkan suatu jel natrium alginat. Jel ini bersifat hidrofilik, dapat ditembus
oleh oksigen tapi tidak oleh bakteri dan dapat mempercepat pertumbuhan jaringan
baru. Selain itu bahan yang berasal dari alginat memiliki daya absorpsi tinggi,
dapat menutup luka, menjaga keseimbangan lembab disekitar luka, mudah
digunakan, bersifat elastis. antibakteri, dan nontoksik.
Alginat adalah balutan primer dan membutuhkan balutan sekunder seperti film
semi-permiabel, foam sebagai penutup. Hal ini disebabkan karena balutan ini
menyerap eksudat, memberi kelembaban, dan melindungi kulit di sekitarnya agar
tidak mudah rusak. Untuk memperoleh hasil yang optimal balutan ini harus
diganti sekali sehari. Balutan ini dindikasi untuk luka superfisial dengan eksudat
sedang sampai banyak dan untuk luka dalam dengan eksudat sedang sampai
banyak sedangkan kontraindikasinya adalah tidak dinjurkan untuk membalut luka
pada luka bakar derajat III.
b) Hidrogel
Hidrogel tersedia dalam bentuk lembaran (seperti serat kasa, atau jel) yang
tidak berperekat yang mengandung polimer hidrofil berikatan silang yang dapat
menyerap air dalam volume yang cukup besar tanpa merusak kekompakkan atau
struktur bahan. Jel akan memberi rasa sejuk dan dingin pada luka, yang akan
meningkatkan rasa nyaman pasien. Jel diletakkan langsung diatas permukaan
luka, dan biasanya dibalut dengan balutan sekunder (foam atau kasa) untuk
mempertahankan kelembaban sesuai level yang dibutuhkan untuk mendukung
penyembuhan luka. Indikasi balutan ini adalah digunakan pada jenis luka dengan
cairan yang sedikit sedangkan kontraindikasinya adalah luka yang banyak
mengeluarkan cairan
c) Foam Silikon Lunak
Balutan jenis ini menggunakan bahan silikon yang direkatkan, pada
permukaan yang kontak dengan luka. Silikon membantu mencegah balutan foam
melekat pada permukaan luka atau sekitar kulit pada pinggir luka. Hasilnya
menghindarkan luka dari trauma akibat balutan saat mengganti balutan, dan
membantu proses penyembuhan. Balutan luka silikon lunak ini dirancang untuk
luka dengan drainase dan luas.
d) Hidrokoloid
Balutan hidrokoloid bersifat water-loving dirancang elastis dan merekat
yang mengandung jell seperti pektin atau gelatin dan bahan-bahan absorben atau
penyerap lainnya. Balutan hidrokoloid bersifat semipermiabel, semipoliuretan
Jaringan nekrotik sering dijumpai pada luka kronis seperti ulkus iskemi, ulkus
neuropatik, ulkus vena, dan ulkus dekubitus. Debridemen adalah pengangkatan jaringan
yang sudah mengalami nekrosis yang bertujuan untuk menyokong pemulihan luka.
Indikasi debridemen adalah luka akut atau kronik dengan jaringan nekrosis, luka
terinfeksi dengan jaringan nekrotik. Pemilihan metode debridemen harus berdasarkan
karakteristik jaringan nekrotik yang ada pada luka klien. Menurut Suriadi (2004) ada
beberapa cara debridemen diantaranya :
1. Debridemen mekanik, yaitu dengan kompres basah kering (wet to dry), hidroterapi,
dan irigasi luka. Metode debridemen mekanik ini diindikasikan untuk luka dengan
jumlah jaringan nekrotik yang banyak dan luka infeksi. Dengan demikian
pemantauaan untuk daerah yang terkena mudah untuk dilakukan.
2. Debridemen pembedahan (surgical), yaitu dengan bedah insisi. Metode ini merupakan
cara yang paling cepat untuk membuang jaringan nekrotik dalam jumlah banyak.
Dampak negatif dari debridemen ini adalah peningkatan resiko pasien terhadap
perdarahan, anestesi, dan sepsis. Fakta yang sering terjadi adalah banyak infeksi yang
terjadi setelah operasi terutama pada orang-orang yang memiliki status kesehatan
yang tidak optimal.
3. Debridemen autolisis, yaitu lisisnya jaringan nekrotik dengan sendirinya oleh enzim
badan sel darah putih, yang memasuki daerah luka selama proses inflamasi.
Debridemen autolisis hanya digunakan pada klien yang tidak terinfeksi dengan jumlah
jaringan nekrotik yang terbatas. Debridemen autolisis ini dapat dilakukan dengan
menggunakan balutan yang dapat mempertahankan kelembaban seperti hidrokoloid,
hidrogel, alginat.
I. Penatalaksanaan luka yang terinfeksi
Sekalipun jaringan nekrotik dan jaringan tampak jelas terinfeksi telah diangkat dari
bidang luka, luka dapat terus menghasilkan eksudat dalam jumlah banyak yang dapat
menembus balutan non-oklusif dan meningkatkan risiko infeksi luka. Eksudat dapat juga
mengikis tepi luka jika jaringan sekitarnya menjadi terendam air. Volume eksudat
berkurang pada waktunya, tetapi sampai stadium tersebut diperlukan balutan yang bisa
menyerap dan tidak melekat. (Morrison, 2004). Luka-luka yang bereksudat dibagi ke
dalam tiga kategori, tergantung kedalaman dan tingkat eksudat yang dihasilkan
(Morrison, 2004), antara lain :
1. Untuk luka-luka superfisial dengan eksudat sedikit sampai sedang, pemilihan balutan
balutan alginat.
3. Untuk luka dalam dengan eksudat sedang sampai banyak, pilihan balutan meliputi:
granula atau pasta hidrokoloid, hidrogel yang bergranulasi balutan alginat, balutan
alginat dalam bentuk pita atau tali sangat berguna untuk membungkus luka yang
sempit, balutan busa.
K. Perawatan luka dalam yang bersih dengan sedikit eksudat
Bila jumlah eksudat sudah berkurang, maka silastic foam merupakan suatu cara
pembalutan yang sangat bermanfaat khususnya pada luka dalam yang bersih berbentuk
cawan, seperti sinus pilonidal yang sudah dieksisi, atau dekubitus luas didaerah sakrum.
Untuk luka yang lebih kecil, pasien atau yang memberi perawatan, dapat melakukan
desinfeksi dua kali sehari dengan foam stent atau menutup luka tersebut.
L. Perawatan luka berdasarkan etiologinya (Suriadi, 2004)
1. Luka insisi bedah
Lakukan pengkajian tanda-tanda infeksi, bila keadaan luka kering dan eskar
keras, jangan lakukan debridemen. Hindari terapi (kompresi) karena dapat
menghambat aliran darah. Lakukan balutan dengan teknik steril dan pertahankan
lingkungan dalam keadaan lembab. Gunakan balutan hidrokoloid jika ada untuk
menjaga kelembaban lingkungan luka. Pada saat berbaring posisi kepala ditinggikan 5
sampai 7 derajat yang bertujuan untuk menyokong sirkulasi daerah kulit dan ke
bagian ekstremitas.
3. Ulkus Vena
Lakukan pengkajian kondisi area luka. Ganti balutan dengan teknik steril.
Bersihkan luka dengan salin normal. Bila terdapat jaringan nekrotik lakukan
debridemen. Lakukan terapi kompresi, yang bertujuan untuk memperlancar aliran
limfatik, reduksi tekanan vena superfisial dan mengurangi aliran balik ke pembuluh
vena yang dalam. Pemberian obat topikal tergantung jumlah eksudat dan ukuran luka,
ada tidaknya infeksi dan karakteristik sekeliling luka. Apabila menggunakan balutan
untuk kelembaban lingkungan dapat menggunakan hidrokoloid, transparan film, dan
foam. Lakukan peninggian posisi pada daerah kaki, hal yang dapat meningkatkan
sensitivitas pada sekeliling luka.; hindari larutan atimikrobial, hindari bahan yang
sifatnya lengket. Prinsip perawatan luka pada ulkus vena adalah meningkatkan
pengisian kembali ke vena, yang akan menyebabkan statis vena menurun.
4. Neuropati perifer ulkus diabetik
luka menghasilkan banyak cairan eksudat (lebih dari 50% balutan primer dalam
rentang waktu kurang dari 24 jam dan balutan sekunder telah basah) gunakan alginat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Judith M.Wilkinson & Nancy R.Ahern.2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi
9.EGC : Jakarta
2. Szabo Z,et al. eds : Surgical Technology International III. Universal Medical Press Inc.
3. Perry and Potter. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta :EGC