IL 2203
Kurva Tumbuh dan Pengukuran Pertumbuhan Mikroorganisme
1. Menghitung Jumlah Sel Ragi dalam Counting Chamber
2. Metode Pengenceran dalam Standard Plate Count
3. Kurva Tumbuh Bakteri
Nama/NIM
Kelompok
Tanggal Praktikum
12 Oktober 2015
PJ Modul
Fitrianawati
Asisten
Ahmad Mulyasir
Fitrianawati
Siti Nuranisah R
Laurentia Mutiara Sani W
Analisis
Didit Trihartomo
Dedi
Teknisi
Oleh
I.
TUJUAN
1.
Mengetahui morfologi dari jamur yang diamati dengan menggunakan
mikroskop.
II.
PRINSIP KERJA
Pada percobaan kali ini, akan diamati morfologi jamur yang memiliki filamen
dan menyerupai benang halus yang disebut hifa. Inokulasi jamur diatas kaca preparat
kemudian amati menggunakan mikroskop. Bandingkan hasil yang dilihat pada
mikroskop dengan literatur serta tentukan jenisnya.
III.
TEORI DASAR
Jamur adalah organisme yang sel-selnya berinti sejati atau eukariotik,
berbentuk benang, bercabang-cabang, tidak berklorofil, dinding selnya mengandung
kitin atau selulosa atau keduanya, heterotrof, absortif dan sebagian besar tubuhnya
terdiri dari bagian vegetatif berupa hifa dan generatif yaitu spora. Jamur merupakan
kelompok organisme eukariotik yang membentuk dunia jamur atau regnum fungi.
Jamur pada umumnya multiseluler (bersel banyak). Ciri-ciri jamur berbeda dengan
organisme lainnya dalam hal cara makan, struktur tubuh, pertumbuhan, dan
reproduksinya. Tubuh jamur tersusun dari komponen dasar yang disebut hifa. Hifa
membentuk jaringan yang disebut miselium. Miselium menyusun jalinan- jalinan
semu menjadi tubuh buah. Hifa adalah struktur menyerupai benang yang tersusun
dari dinding berbentuk pipa (Pelczar and Reid, 1958). Dinding ini menyelubungi
membran plasma dan sitoplasma hifa. Sitoplasmanya mengandung organel eukariotik.
Kebanyakan hifa dibatasi oleh dinding melintang atau septa. Septa mempunyai pori
besar yang cukup untuk dilewati ribosom, mitokondria, dan kadangkala inti sel yang
mengalir dari sel ke sel. Akan tetapi, adapula hifa yang tidak bersepta atau
hifasenositik.Struktur hifa senositik dihasilkan oleh pembelahan inti sel berkali-kali
yang tidak diikuti dengan pembelahan sitoplasma. Hifa pada jamur yang bersifat
parasit biasanya mengalami modifikasi menjadi haustoria yang merupakan organ
penyerap makanan dari substrat; haustoria dapat menembus jaringan substrat. Semua
jenis jamur bersifat heterotrof. Namun, berbeda dengan organisme lainnya, jamur
tidak memangsa dan mencernakan makanan. untuk memperoleh makanan, jamur
menyerap zat organik dari lingkungan melalui hifa dan miseliumnya, kemudian
menyimpannya dalam bentuk glikogen. Oleh karena jamur merupakan konsumen
maka jamur bergantung pada substrat yang menyediakan karbohidrat, protein,
vitamin, dan senyawa kimia lainnya. Semua zat itu diperoleh dari ingkungannya.
Sebagai makhluk heterotrof, jamur dapat bersifat parasit obligat, parasit fakultatif,
atau saprofit.
Parasit obligat merupakan sifat jamur yang hanya dapat hidup pada inangnya,
sedangkan di luar inangnya tidak dapat hidup. Parasit fakultatif adalah jamur yang
bersifat parasit jika mendapatkan inang yang sesuai, tetapi bersifat saprofit jika tidak
mendapatkan inang yang cocok. Saprofit merupakan jamur pelapuk dan pengubah
susunan zat organik yang mati. Jamur saprofit menyerap makanannya dari organisme
yang telah mati seperti kayu tumbang dan buah jatuh. Sebagian besar jamur saprofit
mengeluar-kan enzim hidrolase pada substrat makanan untuk mendekomposisi
molekul kompleks menjadi molekul sederhana sehingga mudah diserap oleh hifa.
Selain itu, hifa dapat juga langsung menyerap bahan bahan organik dalam bentuk
sederhana yang dikeluarkan oleh inangnya. Jamur benang yang berukuran kecil dan
biasanya bersifat uniseluler dapat diamati dengan mikroskop.
konidium ini berwarna (hitam, coklat, kuning tua, hijau) yang memberi warna tertentu
pada jamur.
IV.
Bahan :
Mikroskop
Kaca objek
Aquades
Cover glass
Minyak imersi
Pembakar bunsen
Media agar
Jarum inokulasi
Pematik
Kertas isap
V.
HASIL PENGAMATAN
No Hasil Pengamatan
Keterangan
1.
Perbesaran : 100x
Pengamatan :
Terdapat
mikroorganisme
tampak seperti benang berwarna
coklat dan dibagian ujungnya
Gb. Hasil pengamatan jamur secara
mikroskopik
(Sumber : foto kelompok 3)
terdapat
noda
berwarna hitam.
seperti
tinta
2.
Media : PDA
Pengamatan :
Terlihat koloni jamur berwarna
hitam dan bulat. Disamping
bulatannya
terdapat
rambut-
ANALISIS
Pada percobaan yang dilakukan mengenai pengamatan jamur, diperoleh hasil
bahwa pada saat jamur dalam keadaan makroskopik maupun mikroskopik terlihat
bahwa sampel jamur tersebut merupakan jamur Aspergillus.
Pada media PDA, sampel jamur secara makroskopis tampak terlihat koloni
jamur berwarna hitam dan bulat. Disamping bulatannya terdapat rambut-rambut tipis
berwarna kuning kecoklatan. Berdasarkan hasil pengamatan secara makroskopis
Aspergillus menampakkan koloni kompak berwarna putih, yang akan berubah
menjadi coklat gelap sampai hitam setelah terbentuk konidiospora.
tampak terlihat
mikroorganisme seperti benang berwarna coklat dan dibagian ujungnya terdapat noda
seperti tinta berwarna hitam. Benang coklat tersebut sebenarnya merupakan hifa dan
pada bagian ujung yang seperti noda adalah vesikel yang dikelilingi oleh
conidiogeneus cell dan conidial chain. Aspergillus mempunyai ciri hifa berseptat
yaitu mempunyai sekat yang membagi hifa menjadi ruang-ruang atau sel-sel berisi
nukleus tunggal. Hifa ini berwarna agak gelap pada bagian tepinya, hal ini disebabkan
oleh adanya dinding penyekat (septa) . Pada setiap septa terdapat pori ditengah-tengah
yang memungkinkan perpindahan nukleus dan sitoplasma dari satu ruang ke ruang
yang lain. Hifa yang muncul diatas permukaan merupakan hifa fertil. Aspergillus juga
memiliki dinding sel yang kemudian akan membentuk askus spora. Adanya benang
yang merupakan hifa ini membuktikan bahwa Aspergillus merupakan mikroorganisme
jenis jamur. Jamur memiliki hifa berbentuk benang panjang berfungsi untuk menyerap
nutrisi dari lingkungannya, karena jamur merupakan mikroorganisme heterotrof yang
tidak dapat membuat makanannya sendiri. Aspergillus termasuk kedalam kelas
Ascomycetes. Habitatnya hidup sebagai saprolia pada bermacam-macam bahan
organik.
Pada gambar mikroskopis juga terlihat adanya miselium. Miselium pada
Aspergilus ini bentuknya bercabang. Aspergillus berkembang biak dengan
pembentukan hifa atau tunas dan menghasilkan konidiofora pembentuk spora. Jadi
spora pada Aspergillus adalah konidio.
mengambil
sampel
jamur
pada
permukaan
media
PDA sehingga
KESIMPULAN
Jamur yang teliti adalah jamur Aspergillus yang memiliki ciri morfologi yang
dilengkapi dengan hifa yang bersepta (memiliki sekat) dan membentuk misellium
serta memiliki spora konidium. Aspergillus berasal dari kelas Ascomycetes.
VIII.
DAFTAR PUSTAKA
Amirah, Rihlah.2015.Laporan Pengamatan Jamur.
http://www.academia.edu/9214613/laporan_pengamatan_jamur
(diakses
TUJUAN
1. Untuk menentukan dinamika pertumbuhan dan pengukuran populasi kultur
mikroorganisme.
2. Untuk menentukan jumlah ragi dalam media dengan perhitungan langsung.
II.
PRINSIP PERCOBAAN
Mengitung jumlah ragi yaitu dengan cara perhitungan langsung (direct count)
untuk jumlah sel atau biomassa mikroorganisme dan sel dihitung langsung di bawah
mikroskop atau dengan perhitungan menggunakan alat bilik hitung (Counting
chamber).
III.
TEORI DASAR
Menurut Gunawan, hemasitometer adalah suatu ruang kaca dengan sisi yang
menjulang dan kaca penutup yang akan menahan cairan tepat 0.1 mm dari atas lantai
ruang kaca. Ruang hitung memiliki total luas permukaan 9 mm 2. (Gunawan, 2009)
Hemasitometer adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk melakukan perhitungan
sel secara cepat dan dapat digunakan untuk konsentrasi sel yang rendah.
Hemasitometer pada mulanya diperuntukkan untuk menghitung sel darah, yang
V.
Bahan :
Kultur biakan
DATA PENGAMATAN
No
Hasil Pengamatan
Keterangan
VI.
ANALISIS
Penghitungan konsentrasi sel pada heamacytometer ini bergantung pada
volume dibawah coverslip. Pada chamber terdapat 9 kotak besar berukuran 1 mm2
dan kotak-kotak kecil, di mana satu kotak besar sama dengan 25 kotak kecil sehingga
satu kotak besar tersebut memiliki volume sebesar 0.0001 ml. Adapun kotak yang
paling kecil berfungsi untuk mempermudah perhitungan sel. Kelebihan perhitungan
sel dengan menggunakan haemacytometer adalah dapat menghitung jumlah sel yang
hidup maupun yang mati, tergantung dari pewarna yang digunakan. Misalnya, bila
pewarna trypan blue dicampukan ke dalam larutan sel maka sel yang hidup tidak akan
berwarna dan sel yang mati akan berwarna biru. Kelebihan lainnya adalah morfologi
sel dapat diamati, dapat mengevaluasi homogenitas dan data mendeteksi kontaminasi.
Pada praktikum, sebelum mikroorganisme diperiksa perlu diencerkan, jika
kepadatan tinggi sel akan membuat kesulitan untuk dihitung jumlah sel. Kebutuhan
untuk pengenceran adalah kerugian, karena setiap pengenceran menambahkan
ketidakakuratan untuk pengukuran. Keuntungan metode ini adalah menjadi murah dan
cepat, membuat metode perhitungan ini yang lebih disukai dalam percobaan biologis
cepat dalam yang perlu hanya ditentukan apakah kultur sel telah tumbuh seperti yang
diharapkan, setelah melakukan pengenceran maka teteskan larutan spora cendawan
pada slide glass yang berada pada haemachytometer setelah itu lakukan pengamatan
dengan menngunakan mikroskop dan kemudian lakukan perhitungan spora cendawan.
Melakukan perhitungan spora cendawan dengan pertolongan kotak-kotak
skala, di mana dalam setiap ukuran skala seluas 1 mm 2 terdapat 25 buah kotak besar
dengan luas 0,04 mm2, dan setiap kotak besar terdiri dari 16 kotak kecil. alat
haemacytometer digunakan di bawah mikroskop. Sisinya mempunyai ukuran 0,05
mm. sedangkan satu kotak sedang berukuran nilai 0,2 mm. dan tebalnya adalah 0,1
mm. Jumlah sel per mL dapat di hitung sebagai berikut :
Jumlah sel dalam 25 kotak besar (a) = jumlah sel per kotak x 25 kotak
Jumlah sel per mm3 sampel (b) = a x (1/0,02)
Jumlah sel per ml sampel = b x 103
= a x (1/0,02) x 103
Jumlah sel per mL sampel = jumlah sel per kotak besar x 1,25 x 106
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan didapat bahwa jumlah sel per kotak besar
adalah adalah 10 sel, yang diamati pada mikroskop, jadi perhitungannya adalah :
Jumlah sel per mL sampel = 10 x 1,25 x 106
= 12,5 x 106
= 1,25 x 107
= 12.500.000
Perhitungan pun juga berdasarkan bentuk X pada kamar atau diagonal kanan dan
diagonal kiri. Perhitungan hanya dilakukan pada diagonal tersebut saja.
Perhitungan mendapatkan hasil diagonal kanan dari atas ke bawah berturut-turut
terdapat khamir sebanyak 18, 25, 30, 22 dan 55, sedangkan untuk diagonal kiri dari
atas ke bawah berturut-turut terdapat khamir sebanyak 30, 31, 30, 35 dan 27.
Perhitungan dilakukan dengan rumus seperti perhitungan pada data dan hasil
pengamatan, yaitu
Jumlah sel/ml = jumlah sel x 25 x 1 x 103
n
0,1
Jumlah sel yang telah dihitung dalam percobaan ialah 309 sel. Sedangkan n adalah
banyaknya sel yaitu 10. 25 yaitu jumlah kotak besar yang ada di kamar
Haemocytometer Neubour. 103 ialah konversi dari 1 liter menjadi 1000 ml atau 103
mililiter. Setelah melakukan perhitungan, terdapat 7,725 x 106 sel/ml sel khamir pada
kamar bagian atas Haemocytometer Neubour secara diagonal kanan dan diagonal kiri.
Jumlah tersebut menunjukkan terdapat tujuh juta lebih khamir yang terdapat dalam
kamar Haemocytometer Neubour yang sangat kecil tersebut.
Haemocytometer Neubour memiliki kelemahan dan kelebihan dalam
penggunaannya dalam proses perhitungan bakteri secara langsug. Kelebihannnya
antara lain ialah cepat dalam menghasilkan data dan tak perlu menunggu lama, serta
datanya atau jumlah selnya langsung didapat pada saat itu juga setelah menghitung
menggunakan rumusnya dan menghemat biaya. Sedangkan kelemahannya ialah tidak
dapat membedakan antara sel yang mati dengan yang hidup karena perhitungannya
secara keseluruhan dan data yang dihasilkan tidak akurat karena setiap pengamat
memiliki mata yang berbeda-beda dan terdapat keterbatasan dalam melihat serta
menghitung sel yang ada dalam kamar Haemocytometer Neubour. Sebaiknya
menggunakan alat yang lebih canggih lagi dalam perhitungan jumlah sel karena setiap
peralatan elektronik memilki kesensitifan yang tinggi dibandingkan dengan mata
VII.
haemacytometer
ini
bergantung
pada volume di bawah coverslip. Pada chamber terdapat 9 kotak besar berukuran 1
mm2 dan kotak-kotak kecil, di mana satu kotak besar sama dengan 25 kotak kecil
sehingga satu kotak besar tersebut memiliki volume sebesar 0.0001 ml. Kelebihan
perhitungan sel dengan menggunakan haemacytometer adalah dapat menghitung
jumlah sel yang hidup maupun yang mati, tergantung dari pewarna yang digunakan.
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan didapat bahwa jumlah sel per kotak besar
adalah adalah 10 sel, yang diamati pada mikroskop, jadi total perhitungannya adalah
1,25 x 107 atau 12.500.000.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Afriyanto Eddy. 2005. Pakan Ikan dan Perkembangannya. Jakarta : Penerbit Kanisius
(halaman : 140)
Harmita. 2006. Buku Ajar Analisis Hayati Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC (halaman : 125)
Kurniawan Sodikin . 2010, Haemocytometer. [terhubung berkala].
http://www.sodiycxacun.web.id/2010/08/haemocytometer.html#axzz1ZS1O7adR. [29
September 2011 : 16 :50]
Lay B. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Retno Anisa. 2009. Identifikasi Khamir. [terhubung berkala]. www.lontar.ui.ac.id/file?
file=digital/...003...Identifikasi%20khamir.pdf [29 September 2011, 17 : 29]
TUJUAN
Mengetahui pertumbuhan bakteri dan memplotnya dalam sebuah kurva yang disebut
kurva tumbuh.
Mengetahui dan menentukan waktu generasi kultur bakteri.
II.
PRINSIP PERCOBAAN
Dinamika pertumbuhan mikroba dapat digambarkan dalam grafik kurva pertumbuhan
yang dibuat dengan memplot penambahan jumlah sel versus waktu inkubasi. Kurva ini
juga dapat memfasilitasi perhitungan jumlah sel dan laju pertumbuhan di bawah kondisi
standard yang dinyatakan sebagai waktu generasi yaitu waktu yang dibutuhkan mikroba
untuk memperbanya jumlahnya dua kali lipat dari jumlah semula. Waktu generasi dapat
dirumuskan sebagai :
b : merupakan jumlah sel bakteri pada titik kedua selama fase log
III.
TEORI DASAR
Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan kuantitas seluler dan struktur
menambahkan
bahan
anti
gumpalan
seperti
dinatrium
dan
praktis,
yaitu
pengukuran
kekeruhan
biakan
dengan
http://classes.midlandstech.edu/carterp/courses/bio225/chap06/Microbial
%20Growth%20ss4.htm
FASE LAG. Setelah inokulasi, terjadi peningkatan ukuran sel, mulai pada
waktu sel tidak atau sedikit mengalami pembelahan. Fase ini, ditandai dengan
peningkatan komponen makromolekul, aktivitas metabolik, dan kerentanan terhadap
zat kimia dan faktor fisik. Fase lag merupakan suatu periode penyesuaian yang sangat
penting untuk penambahan metabolit pada kelompok sel, menuju tingkat yang setaraf
dengan sintesis sel maksimum.
FASE LOG/PERTUMBUHAN EKSPONENSIAL. Pada fase eksponensial
atau logaritmik, sel berada dalam keadaan pertumbuhan yang seimbang. Selama fase
ini, masa dan volume sel meningkat oleh faktor yang sama dalam arti rata-rata
komposisi sel dan konsentrasi relatif metabolit tetap konstan. Selama periode ini
pertumbuhan seimbang, kecepatan peningkatan dapat diekspresikan dengan fungsi
eksponensial alami. Sel membelah dengan kecepatan konstan yang ditentukan oleh
sifat intrinsik bakteri dan kondisi lingkungan. Dalam hal ini terdapat keragaman
kecepatan pertumban berbagai mikroorganisme. Waktu lipat dua untuk E. coli dalam
kultur kaldu pada suhu 37oC, sekitar 20 menit, sedangkan waktu lipat dua minimal sel
mamalia sekitar 10 jam pada temperatur yang sama.
FASE STASIONER. Pada saat digunakan kondisi biakan rutin, akumulasi
produk limbah, kekurangan nutrien, perubahan pH, dan faktor lain yang tidak
diketahui akan mendesak dan mengganggu biakan, mengakibatkan penurunan
kecepatan pertumbuhan. Selama fase ini, jumlah sel yang hidup tetap konstan untuk
periode yang berbeda, bergantung pada bakteri, tetapi akhirnya menuju periode
penurunan populasi. Dalam beberapa kasus, sel yang terdapat dalam suatu biakan
yang populasi selnya tidak tumbuh dapat memanjang, membengkak secara abnormal,
atau mengalami penyimpangan, suatu manifestasi pertumbuhan yang tidak seimbang.
FASE PENURUNAN POPULASI ATAU FASE KEMATIAN. Pada saat
medium kehabisan nutrien maka populasi bakteri akan menurun jumlahnya, Pada saat
ini jumlah sel yang mati lebih banyak daripada sel yang hidup.
Waktu generasi adalah waktu yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk
meningkatkan jumlah sel menjadi dua kali lipat jumlah semula. Kurva pertumbuhan
mikroorganisme terdiri atas empat fase yaitu fase penyesuaian (lag phase), fase
eksponensial atau fase logaritmik, fase stasioner dan fase kematian. Pada fase
eksponensial terjadi peningkatan jumlah sel dan digunakan untuk menentukan waktu
generasi (Yudhabuntara, 2003) Selang waktu yang dibutuhkan bagi sel untuk
membelah diri menjadi dua kali lipat disebut sebagai waktu generasi. Waktu generasi
pada setiap bakteri tidak sama, ada yang hanya memerlukan 20 menit bahkan ada
yang memerlukan sampai berjam-jam atau berharihari (Sumarsih,2003). Bila bakteri
diinokulasikan ke dalam medium baru, pembiakan tidak segera terjadi tetapi ada
periode penyesuaian pada lingkungan yang dikenal dengan pertumbuhan. Kemudian
akan memperbanyak diri (replikasi) dengan laju yang konstan, sehingga akan
diperoleh kurva pertumbuhan. Pada kurva pertumbuhan dikenal beberapa fase
pertumbuhan, yaitu (Admin, 2008): Pertumbuhan dapat diamati dari meningkatnya
jumlah sel atau massa sel (berat kering sel). Pada umumnya bakteri dapat
memperbanyak diri dengan pembelahan biner,yaitu dari satu sel membelah menjadi 2
sel baru, maka pertumbuhan dapat diukur dari bertambahnya jumlah sel. Waktu yang
diperlukan oleh sejumlah sel atau massa sel menjadi dua kali jumlah/massa sel semula
disebut doubling time atau waktu penggandaan. Waktu penggandaan tidak sama
antara berbagai mikrobia, dari beberapa menit, beberapa jam sampai beberapa hari
tergantung
kecepatan
pertumbuhannya.
Kecepatan
pertumbuhan
merupakan
perubahan jumlah atau massa sel per unit waktu (Sumarsih, 2003)
IV.
Alat :
Bahan :
Inkubator
Spektrofotometer
Colony counter
99 ml akuades steril
V.
DATA PENGAMATAN
Pada percobaan ini digunakan dua kultur yang berbeda dengan selang waktu
CFU
RATA2
CFU
0
0
54000000
370000000 54000000
1050000
790000000
0
50000000
0 50000000
LOG C
%T
OD
7,73239
4
86
0,06550
2
7,69897
81
0,09151
5
60 10^-4
10^-5
10^-6
10^-7
80 10^-4
10^-5
10^-6
10^-7
100 10^-4
10^-5
10^-6
10^-7
120 10^-4
10^-5
10^-6
10^-7
150
2280000
4000000
0
0 4000000
0
0
64000000
0 64000000
0
13000000
0
0 13000000
0
17700000
208000000 20800000
0
0
6,60206
7,80618
7,11394
3
8,31806
3
55
0,25963
7
47
0,32790
2
45
0,34678
7
37
0,43179
8
0,95860
7
180
210
240
270
300
Tabel 1. Data Hasil Percobaan Kultur 1
b. Kultur 2
Waktu
0
50
90
120
Pengenceran
10^-4
10^-5
10^-6
10^-7
10^-4
10^-5
10^-6
10^-7
10^-4
10^-5
10^-6
10^-7
10^-4
TPC
1640000
10400000
56000000
10000000
1380000
12800000
8000000
10000000
2290000
8800000
53000000
260000000
2870000
Rata-rata
CFU
10400000
Log C
7,017033
%T
85
OD
0,07
12800000
7,10721
74
0,13
53000000
7,724276
52
0,284
21700000
7,33646
34,5
0,462
10^-5
10^-6
10^-7
21700000
99000000
140000000
150
200
250
300
22,5
20
14
12
0,647
0,699
0,854
o,92
, maka dari
grafik di atas dapat dicari nilai waktu generasi dengan t = t2-t1 dimana t1=80 menit dan
t2 = 60 menit, karena pada menit ke 60 menuju 80 terjadi kenaikan nilai log, sehingga
diperoleh t = 20 menit.
grafik diperoleh t1 = 60 menit dan t2 = 120 menit, sehingga didapat waktu generasi adalah
60 menit.
b. Kultur 2
, maka dari
grafik di atas dapat dicari nilai waktu generasi dengan t = t2-t1 dimana t1=50 menit dan
t2 = 90 menit, sehingga diperoleh t = 40 menit.
VI.
ANALISIS
Pada praktikum ini digunakan 2 kultur bakteri Escheria Coli dengan waktu
sampling masing-masing setiap 30 menit dan 50 menit. Dipilih bakteri Escheria Coli
dikerenakan waktu pembelahan Escheria Coli lebih cepat dibandingkan dengan bakteri
lain yaitu 12,5 menit dalam kondisi optimum. Dengan menggunakan tabung erlenmeyer,
kedua kultur bakteri tersebut diletakkan dalam shaker dengan tujuan agar kultur bakteri
dapat saling tercampur dan homogen. Sesuai waktu sampling, kultur bakteri kemudian
dikeluarkan dari shaker untuk pengambilan sampling. Sample biakan diambil
menggunakan pipet ukur sebanyak 1 ml kemudian pindahkan ke dalam kuvet untuk
diamati
persen
transmitan
yang
muncul.
Sebelum
kuvet
dimasukkan
dalam
spektrofotometer, badan kuvet dibersihkan terlebih dulu menggunakan tisu dengan tujuan
agar tidak menghalangi cahaya yang masuk. Ambil lagi kultur biakan dari erlenmeyer
sebanyak 1 ml untuk diencerkan dan diinokulasikan pada cawan petri. Setelah
pengenceran dan inokulasi, inkubasi cawan petri dalam keadaan terbalik selama 48 jam.
Seusai inkubasi akan tumbuh koloni bakteri yang dapat dihitung untuk mengetahui
jumlah koloni bakteri yang tumbuh saat waktu sampling. Dengan data yang telah
diperoleh dan diolah, dapat diplotkan kurva tumbuh bakteri dengan sumbu x adalah
waktu dan sumbu y adalah log CFU sebagai berikut :
terlalu panas dapat menyebabkan matinya bakteri saat pengambilan sample yang
berasal dari tabung erlenmeyer. Selain itu, metode turbidimetri dan Total Plate Count
ini memiliki kelemahan yakni tidak hanya sel hidup yang dihitung melainkan sel mati
juga ikut terhitung. Hal itu juga dapat menyebabkan perbedaan waktu generasi antara
hasil percobaan dengan literatur.
VII.
KESIMPULAN
Dimana fase adaptasi lebih panjang sedangkan fase stationer sangat kecil
bahkan hampir tidak terlihat.
2. Selain kurva tumbuh, dapat juga dihitung waktu generasi menggunakan datadata hasil percobaan dan diperoleh waktu generasi sebesar 19,51 menit. Hasil
ini mendekati dengan waktu generasi Escheria Coli pada literatur yang
menyebutkan waktu generasi sebesar 15-20 menit.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Barti, Setiani dan Mayrina Firdayati. 2013.Penuntun Praktikum Mikrobiologi
Lingkungan. Bandung: ITB (Halaman: 59-62)
Kusnadi, dkk. ______. Bab 4 Pertumbuhan dan Kontrol Bakteri. Bandung
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/196805091994031-
KUSNADI/BUKU_COMMON_TEXT_MIKROBIOLOGI,_Kusnadi,dkk/BAB_IV_PER
TUMB.BAKTERI.pdf diakses tanggal 24 Oktober 2015 pukul 19.28
http://elearning.upnjatim.ac.id/courses/MIKROBIOLOGI/document/Pertumbuhan diakses
tanggal 24 Oktober 2015 pukul 20.19
Yuliana, Neti. 2008. Kinetika Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat Isolat T5 Yang Berasal
DariTempoyak.Lampung
http://download.portalgaruda.org/article.php?