Oleh :
SUMAYATI HANDAYANI
NIM: 010109a123
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dilihat dari sifatnya remaja merupakan SDM ( sumber daya manusia)
yang akan berperan pada pertekembangan bangsa yang sangat penting peranan
dalam setiap bidang di Negara ini termasuk dalam dunia kesehatan.
Sedangkan jika dilihat pada proses tumbuh kembang remaja merupakan
masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang terdiri dari
beberapa tahap yaitu tahapan remaja awal, remaja pertengahan dan remaja
akhir. Periode remaja awal terdiri dari anak usia 11 sampai 15 tahun. Periode
remaja pertengahan terdiri atas usia 15 sampai usia 18 tahun. Periode remaja
akhir terdiri dari usia 18 sampai 21 tahun dimana masa ini mengandung
banyak perubahan alamiah baik secara langsung maupun tidak langsung yang
berdampak pada berbagai permasalahan remaja (Monks, 2010).
WHO (2011) mendefinisikan remaja yaitu berdasar pada tiga kriteria:
biologis,
psikologis,
dan
sosial-ekonomi
sehingga
secara
lengkap
didefinisikan sebagai berikut, remaja adalah suatu masa dimana: (1) individu
berkembang dari saat pertama kalinya menunjukan tanda tanda seksual
sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. (2) individu
mengalami perkembangan psikologis dan pola idenfikasi dari kanak kanak
menjadi dewasa. (3) terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi
yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.
Berbicara masalah remaja tidak akan terlepas dari kehidupan sehariharinya yang dipengaruhi oleh teman sebaya. Teman sebaya (peer group) ialah
individu yang memiliki tingkat usia atau kelas yang sama dengan remaja.
Pengaruh teman sebaya ini sangat berarti bagi remaja, misalnya berkaitan
dengan hal-hal sosial dan jelas hal itu mengarah pada konformitas remaja
terhadap teman sebayanya.( (Myers, 2005).
Kekerasan oleh remaja tidak hanya dilakukan di lingkungan luar saja
namun sudah mulai masuk kelingkungan sekolah salah satunya adalah kasus
bullying. Bullying adalah perilaku mnyimpang yang cenderung agresif yang
dapat membahayakan orang lain ( wiyani, 2012) Kekerasan yang pada orang
yang lebih rendah tidak hanya secara fisik namun juga secara psikologis yang
dilakukan oleh pihak yang merasa dirinya lebih disebut dengan bullying
(Ulfah, 2010).
Bullying dikategorikan sebagai perilaku antisosial atau misconduct
behaviour, dengan menyalahgunakan kekuatannya kepada korban yang lemah,
secara individu ataupun kelompok, dan biasanya terjadi berulang kali.
Bullying dapat dilakukan secara verbal, psikologis dan fisik. Bentuk perilaku
tersebut dikatakan sebagai salah satu bentuk delinkuensi (kenakalan anak),
karena perilaku tersebut melanggar norma masyarakat, dan dapat dikenai
hukuman oleh lembaga hukum (Nissa, 2009).
Tidak hanya di Indonesia, penelitian juga pernah dilakukan di berbagai
negara terhadap siswa berusia 8-16 tahun menunjukkan bahwa 8 hingga 38
persen siswa adalah korban bully (McEachern et all.2005). Sementara itu,
Swearer dan Doll (2001) mengungkapkan angka kejadian dunia untuk
bullying pada remaja di sekolah adalah sekitar 10 persen siswa SMP hingga 27
persen siswa SMA tercatat sering mengalami bully. Penelitian terhadap anak
usia 11 hingga 16 tahun di Spanyol, terdapat 25 persen anak mengakui
melakukan bully pada teman-teman mereka, disampaikan juga bahwa laki-laki
lebih agresif dan lebih banyak terlibat dalam perilaku bullying daripada
perempuan (McEachern et all.2005). Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil
penelitian LSM Sejiwa terhadap lebih dari 1.300 orang pelajar dan guru di
Yogyakarta, Surabaya dan Jakarta, menunjukkan bahwa di setiap sekolah pasti
ada kasus bullying mulai dari yang ringan hingga berat (Sejiwa, 2010).
Belakangan ini juga terdapat berita bahwa diketahui pelajar yang bunuh diri
dan terlibat dalam aksi penembakan ialah korban bullying (Nissa, 2009).
Fenomena kekerasan di sekolah yang dilakukan oleh teman sebayanya
di Indonesia semakin lama semakin bermunculan. Tentunya masih jelas dalam
ingatan, peristiwa penganiayaan yang terjadi berulang kali di IPDN (Institut
Pemerintahan Dalam Negri) dengan klimaks meninggalnya seorang siswa
akibat dianiaya oleh seniornya dilingkungan kampus, penganiayaan pada salah
satu sekolah pelayaran di Jakarta, atau bahkan aksi genk nero yang terekspos
media dari Pati yang terdiri dari kumpulan anak-anak perempuan yang
melakukan kekerasan terhadap adik kelas atau siapa saja yang berani
mengusik geng mereka. Kemudian kasus seorang siswi SLTP di Bekasi yang
gantung diri karena tidak kuat menerima ejekan dari teman-temannya sebagai
anak tukang bubur (Suseno, 2009).
Bentuk bullying yang terjadi didominasi oleh bullying secara fisik.
Penelitian yang dilakukan dalam bulan Mei-Oktober 2008 pada dua SMA
negeri dan swasta mengalami bullying fisik seperti ditendang dan didorong
sebesar 75,22%. Selain itu siswa juga mengalami bentuk lain dari bullying
seperti dihukum push up atau berlari 71,68%, dipukul 46,02%, dijegal atau
diinjak kaki 34,51%, dijambak atau ditampar 23,9%, dilempari dengan barang
23,01%, diludahi 22,12%, ditolak 15,93%, dipalak atau dikompas 30,97%.
Bullying secara psikologis juga dialami oleh siswa seperti difitnah atau
digosipkan 92,99%, dipermalukan di depan umum 79,65%, dihina atau dicaci
44,25%, dituduh 38,05%, disoraki 38,05% bahkan diancam 33,62% (Ulfah,
2010).
Hal-hal diatas ada kaitannya dengan konformitas teman sebayanya
mengingat bahwa, masa remaja merupakan masa transisi dari kanak-kanak
menjadi orang dewasa. Pada masa ini, remaja mengalami proses pencarian jati
diri dimana mereka harus belajar untuk tidak lagi bergantung sepenuhnya
kepada orang tua. Oleh karena itu, mereka lebih banyak menghabiskan
waktunya bersama dengan teman-teman sebaya mereka daripada bersama
keluarga. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan yang kuat dari remaja untuk
disukai dan diterima teman sebaya atau kelompok. Dalam hubungan
pertemanan, remaja akan merasa senang apabila diterima dan sebaliknya akan
merasa sangat tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh
teman-temannya. Hal ini yang membuat kebanyakan remaja akan melakukan
apa saja agar bisa diterima oleh teman-temannya, karena bagi remaja
pandangan teman terhadap dirinya merupakan hal yang paling penting
(Santrock, 2007).
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan anatara konformitas teman sebaya (peer group)
terhadap perilaku bullying pada remaja SMPN 3 Ungaran
2. Tujuan khusus
a) Mengetahui gambaran konformitas teman sebaya pada remaja SMPN
3 Ungaran
b) Mengetahui gambaran perilaku bullying pada remaja SMPN 3
Ungaran.
c) Menganalisis hubungan antara konformitas teman sebaya (peer group)
terhadap perilaku bullying pada remaja SMP 3 Ungaran.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Orang Tua
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada orang tua
tentang seberapa besar peranan teman sebaya pada kasus bullying
sehingga orang tua bisa mengawasi pegaulan anak-anaknya.
2. Bagi Sekolah
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi yang akurat pada
sekolah sehingga sekolah bisa mencegah kasus bullying sehingga tidak
ada kasus serupa di lain waktu.
3. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan peneliti tentang hubungan antara konformitas
teman sebaya (peer group) dengan perilaku bullying remaja. Dan sebagai
pengalaman terhadap penelitian selanjutnya.
4. Bagi Perawat
Penelitian
ini
juga
diharapkan
dapat
menyumbangkan
ilmu