Anda di halaman 1dari 7

Apakah sebenarnya isu kebudayaan?

Definisi kebudayaan sangat luas dan beragam, namun unsur-unsurnya tetap dan bersifat
universal.
Unsur-unsur kebudayaan:
1. Sistem religi dan upacara keagamaan
2. Sistem dan organisasi kemasyarakatan
3. Sistem pengetahuan
4. Bahasa
5. Kesenian
6. Sistem mata pencaharian hidup
7. Sistem teknologi dan peralatan
Ketujuh unsur tersebut diurutkan dari yang paling suka berubah ke yang paling mudah
berubah. Unsur religi sukar sekali berubah karena fundamental, sementara teknologi
senantiasa berubah mengikuti zaman. Setiap unsur tersebut selalu ada dalam kebudayaan oleh
sebab itu, dibentuklah direktorat-direktorat yang ada di Indonesia yang mengacu pada unsur
tersebut. Hanya saja yang sangat disayangkan, direktorat kebudayaan di Indonesia hanya
mencakup kesenian saja, padahal bisa lebih luas lagi.
Bagaimanakah kebudayaan itu berwujud?
Kebudayaan terbagi menjadi 3 wujud:
1. Ide-ide dan gagasan. Hal ini merupakan wujud ideal dari kebudayaan yang bisa
disebut juga dengan adat tata kelakuan atau yang lebih dikenal dengan adat-istiadat.
Wujud ini berfungsi untuk mengatur, mengendalikan, dan memberi arah kepada
kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat.
2. Wujud aktivitas atau yang disebut juga dengan sistem sosial. Wujud ini terdiri dari
aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, bergaul, dan aktivitas lain
yang membentuk pola-pola tertentu.
3. Wujud benda-benda/artefak yang disebut dengan kebudayaan fisik. Bentuk jelas, bisa
dilihat dan dipegang. Contohnya candi, komputer, kain batik, dll.
Apakah beda antara adat, kebudayaan, dan peradaban?
Kebudayaan berasal dari bahasa sanksekerta: Buddhayah, buddhi, budi atau akal.
Maka kebudayaan adalah hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akan. Culture
berasal dari bahasa latin Colere yang artinya mengolah, mengerjakan, dari hasil
tanah/bertani. Maka culture diartikan sebagai daya usaha manusia untuk merubah
alam. (ada banyak definisi kebudayaan).
Peradaban merupakan istilah untuk bagian unsur-unsur kebudayaan yang halus dan
indah, seperti kesenian, ilmu pengetahuan, sopan santun, dan pergaulan dalam sistem
masyarakat dengan struktur kompleks.
Adat adalah wujud ideal dari kebudayaan (gagasan) yang mengatur tata kelakuan.
Adat memiliki 4 tingkatan: (i) nilai budaya, bersifat abstrak dan cakupan luas, contoh
nilai gotong-royong yang didasari rasa solidaritas dan kerja sama, serta nilai
individualisme yang dijunjung di kebudayaan Barat yakni konsepsi mengenai
manusia yang bisa berhasil sama sekali atas usahanya sendiri. (ii) sistem norma, yakni
nilai-nilai budaya yang sudah dikaitkan dengn peranan-peranan tertentu sehingga
berfungsi sebagai pedoman dalam bertingkah laku. Contoh peran seorang guru harus
mengikuti norma-norma tertentu seperti harus mengikuti norma kesopanan dengan
berpakaian rapih agar perannya sebagai guru sesuai. (iii) sistem hukumhukum adat
dan tulismeliputi aspek kehidupan yang sudah jelas batas ruang lingkupnya dan
bentuk serta diatur oleh undang-undang. (iv) aturan-aturan khusus, yang mengatur

aktivitas-aktivitas dengan sangat jelas. Contohnya peraturan lalu lintas yang secara
spesifik mengatur permasalahan lalu lintas.
Apakah pranata kebudayaan?
Pranata atau institution merupakan suatu sistem aktivitas khas dari kelakuan berpola
berserta komponen-komponennya (norma dan tata kelakuan), dan peralatannya (wujud ketiga
kebudayaan), serta manusia itu sendiri yang melakukan kelakuan berpola.
Jenis-jenis pranata:
1. Pranata kekerabatan (kinship / domestic institution) cth: penglamaran, perkawinan,
poligami, pengasuhan anak.
2. Pranata ekonomi (economic institution): pertanian, peternakan, koperasi.
3. Pranata pendidikan (educational institution): SD, SMP, SMA.
4. Pranata ilmiah (scientific institution): penelitian, metode ilmiah, pendidikan ilmiah.
5. Pranata estetika dan rekreasi (aesthetic and recreation institution): seni rupa, seni
suara, seni drama, olahraga.
6. Pranata agama (religious institution): gereja, masjid.
7. Pranata politik (political institution): pemerintahan, demokrasi, kepartaian, kepolisian.
8. Pranata kebutuhan jasmaniah (somatic institution): pemeliharaan kecantikan,
kedokteran.
Apakah beda antara adat dan hukum adat?
Sifat-sifat dasar dari hukum adat terdiri dar 2 golongan:
Dalam masyarakat terbelakang tidak ada aktivitas hukum. Hal yang dimaksud berupa
suatu sistem penjagaan tata tertib yang bersifat memaksa dan didukung oleh alat-alat
kekuasaan yang dikelola oleh suatu negara. Redcliffe-Brown percaya bahwa dalam
masyarakat tersebut tidak ada hukum, namun terdapat adat yang bersifat mantap,
continu, dan mempunyai sifat memaksa. Tata tertib tetap terjaga karena memiliki
ketaatan yang seolah-olah otomatis terhadap adat, dan ketika ada pelanggaran juga
seolah-olah otomatis ada hukuman atas pelanggaran tersebut.
Ada suatu dasar universal yang sama antara hukum dalam masyarakat bernegara dan
masyarakat terbelakang. Malinowski berasumsi bahwa semua aktivitas kebudayaan
berfungsi dalam memenuhi hasrat manusia, salah satunya seperti hasrat untuk saling
memberi secara timbal balik (the principle of reciprocity), salah satu contohnya yakni
mengenai hukum.
Ter Haar berusaha membedakan antara adat dengan sistem hukum. Menurut dia, suatu
kasus dikatakan kasus hukum tergantung dari keputusan para pejabat pemegang
kekuasaan dalam masyarakat.
L. Pospisil melakukan penelitian ke orang Kapauku. Dia mencatat 121 aturan adat dan
mencocokannya ke 176 kasus konflik yang ada di masyarakat. Ternyata hanya 87 kasus
yang diputuskan menurut 121 aturan adat tersebut, sisanya diputuskan melalui para
pemegang otoritas di masyarakat. Hal ini memberikan pemikiran abstrak bahwa
meskipun adat ada dan diketahui, rupanya tidak selalu melakukan pengawasan terhadap
masyarakat. Sebaliknya, keputusan dari tokoh berperan sangat penting.
Batas antara hukum adat dengan adat dalam Human Relations Area Files:
1. Hukum merupakan aktivitas pengawasan dengan 4 ciri hukum, attributes of law.
2. Attribute of authority yakni keputusan melalui mekanisme yang diberi otoritas dan
kuasa yang berpengaruh dalam masyarakat.
3. Attribue of intention of universal application, yang menentukan bahwa keputusan
di pihak yang berkuasa harus memiliki jangka waktu yang panjang dan dianggap
berlaku terhadap peristiwa serupa di masa mendatang.

4. Attribute of obligation, menentukan bahwa keputusan harus mengandung


perumusan kewajiban dari pihak satu ke pihak kedua, tetapi juga hak pihak kedua
harus dipenuhi oleh pihak satu. Keduanya mengandung asas reciprocity, kalau
salah satunya tidak ada, maka tidak bisa dikatakan sebagai hukum. Contoh hukum
nenek moyang dianggap sebagai kewajiban keagamaan bkn sebagai hukum.
5. Attribute of sanction, keputusan harus didukung dengan adanya sanksi.
Apakah sistem nilai budaya?
Perbedaan antara nilai budaya, sikap mental, mentalitas.
Nilai budaya banyak digunakan dalam ilmu sosial yang fokus terhadap kebudayaan
dan masyarakat lalu ke individunya.
Konsep sikap mental/attitude dipakai dalam ilmu psikologi yang fokus kepada
individu lalu ke kebudayaan dan masyarakatnya. Walau berada dalam diri individu, sikap
mental terkadang suka dipengaruhi oleh nilai-budaya.
Mentalitas adalah keseluruhan dari isi serta kemampuan alam pikiran dan alam jiwa
manusia dalam hal menanggapi lingkungannya.
Contoh: dalam suatu masyarakat terdapat nilai-budaya segan terhadap pekerjaan
yang bersifat memberi pelayanan pada orang lain akibatnya mempengaruhi sikap mental
individu dengan terbentuknya sikap mental congkak seperti bersikap arogan pada
pramubakti, pembantu, dll.
Kluckhohn membuat suatu kerangka sistem nilai budaya yang ada diseluruh dunia.
Adapun masalahnya terbagi menjadi:
1. Masalah mengenai hakikat hidup manusia (MH)
2. Masalah mengenai hakikat dari karya manusia (MK)
3. Masalah mengenai hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu (MW)
4. Masalah mengenai hakikat dari kedudukan manusia terhadap alam (MA)
5. Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan sesama (MM)
Masalah dasar dalam
Orientasi nilai-budaya
hidup
Hakekat hidup (MH)
Hidup itu buruk
Hidup itu baik
Hidup itu buruk,
tetapi manusia wajib
berikhtiar supaya
hidup menjadi baik
Hakekat karya (MK)
Karya itu untuk
Karya itu untuk
Karya itu untuk
nafkah hidup
kedudukan,
menambah karya
kehormatan
Persepsi manusia
Orientasi ke masa
Orientasi ke masa
Orientasi ke masa
tentang waktu (MW)
kini
lalu
depan
Pandangan manusia
Manusia tunduk
Manusia berusaha
Manusia berhasrat
terhadap alam (MA)
kepada alam
menjaga keselarasan
menguasai alam
dengan alam
Hakekat hubungan
Orientasi kolateral
Orientasi vertikal,
Individualisme
antara manusia
(horizontal), rasa
rasa ketergantungan
menilai tinggi usaha
dengan sesamanya
ketergantungan
kepada tokoh-tokoh atas kekuatan sendiri.
kepada sesamanya
atasan dan
(berjiwa gotong
berpangkat
royong)

Apakah mentalitas pembangunan?


Masyarakat Indonesia harus memiliki nilai budaya yang berorientasi ke masa depan.
Nilai ini dapat mendorong manusia untuk lebih merencanakan masa depannya.
Contohnya sikap berhemat.
Nilai budaya yang berhasrat untuk mengeksplorasi lingkungan alam dan kekuatan
alam. Nilai ini akan menambah inovasi terlebih dalam pembangunan teknologi. Usaha
mengadaptasi teknologi memerlukan mentalitas yang menilai tinggi hasrat
bereksplorasi.
Mentalitas yang menilai tinggi hasil karya manusia. Hal ini akan mendorong sikap
yang menilai tinggi mutu dan ketelitian, serta membentuk pola pikir achievement
orientation.
Nilai-budaya yang menilai tinggi usaha orang yang dapat mencapai hasil atas usaha
sendiri. Hal ini kalau ekstrim berbahaya yakni bisa menimbulkan individualisme dan
isolisme, namun megingat bahwa nilai budaya masyarakat yang sekarang sudah
terlanjur vertikal, yakni hormat kepada senior, jabatan, dll. Maka sudah sebaiknya
nilai budaya ini juga ditanamkan dalam batasan yang wajar karena nilai budaya yang
vertikal bisa mematikan jiwa berdiri sendiri dan berusaha sendiri. Dengan nilai
menghargai usaha sendiri ini akan muncul sikap disiplin, percaya diri, dan
bertanggung jawab.
Apakah kelemahan mentalitas kita untuk pembangunan?
Mentalitas masyarakat indonesia secara umum terbagi menjadi 2 golongan. Orang desa yang
diasosiasikan dengan mentalitas petani dan orang kota yang diasosiasikan dengan mentalitas
pegawai. Kedua mentalitas tersebut akan mengacu kepada tabel kluckhohn untuk
menganalisis kelemahan mentalitasnya dalam pembangunan.
Nilai budaya mengenai Hakikat hidup dan Karya manusia
Mentalitas petani tidak terbiasa memikirkan hal terkait hakikat mereka hidup dan
karya yang dihasilkan manusia. Jika ditanya, jawaban mereka logis, bekerja keras
agar bisa makan. Adapun mentalitas priyayi Jawa menghubungkan hal ini dengan
konsep amal, yakni dibayang-bayangi dengan hakikat hidup dan hasil karya yang
dapat mewujudkan kebahagiaan dalam kehidupan. Hanya saja dalam menjalaninya,
mentalitas tersebut hanya sebatas beramal saja, tidak achievement oriented. Ibarat
bersekolah tidak mengejar keterampilan tapi hanya ijazah saja.
Nilai budaya mengenai persepsi manusia akan waktu
Mentalitas petani memiliki persepsi waktu yang terbatas. Segala tahap-tahap aktivitas
ditentukan dengan cara dan perhitungan adat. Adapun keputusan yang diambil
biasanya berorientasi pada masa kini. Sebaliknya mentalitas priyayi jawa berorientasi
ke masa lampau. Masih percaya benda-benda pusaka, nenek moyang.
Masalah hakikat hubungan manusia dengan alam
Petani indonesia tidak tunduk kepada alam dan tidak menguasai alam, namun harus
hidup selaras dengan alam. Sementara itu bagi priyayi konsepsi mengenai alam ini
lebih ditekankan pada konsep nasib. Mereka sering berkhayal yang merupakan cara
untuk melarikan diri dari kenyataan yang sebenarnya. Sikap berkhayal dan
menggantungkan diri pada nasib ini dapat menghambat pembangunan.
Nilai budaya mengenai hubungan manusia dengan sesamanya
Mentalitas petani di indonesia sangat menjunjung tinggi konsep sama rasa sama rata.
Oleh sebab itu mereka selalu berusaha untuk memelihara hubungan dan munculah
konsep gotong royong. Sisi negatifnya, gotong royong ini mewajibkan sikap

konformisme yakni jangan ada yang menonjol di atas yang lain (semuanya sama dan
rata) hal ini menghambat pembangunan karena akan menghilangkan kreatifitas, kerja
keras sendiri, dan menghilangkan keinginan untuk maju. Sementara itu mentalitas
priyayi pegawai sudah terlanjur vertikal seperti ke atasan, senior, pejabat. Hal ini akan
mematikan disiplin, tanggung jawab, dan rasa taat karena mereka akan terbiasa untuk
bekerja jika diawasi oleh atasan saja. ketika atasan tidak ada mereka kacau.
Apakah kelemahan mentalitas kita yang timbul sesudah revolusi?
Revolusi mengakibatkan banyak kerusakan dan perubahan di Indonesia. Post-revolusi
dirasakan dengan timbulnya pola kehidupan baru yang masih belum matang sehingga
membuat keraguan. Serta konsekuensi lainnya yakni terabaikannya prasarana-prasarana
ekonomi dan keberantakannya kehidupan ekonomi. Dalam masa post-revolusi dikenal adanya
proses dekolonisasi yakni norma-norma serta peraturan lama yang dianggap feodal dijebol
dengan maksud untuk diganti ulang dengan norma dan peraturan yang baru. Masalah postrevolusi dan dekolonisasi di Indonesia yakni sudah berlangsung terlampau lama, telah
mengakibatkan usaha rehabilitasi prasanaran yang telah rusak, menjadi semakin rusak, dan
bertambah lagi keberantakan ekonomi. Hal ini tentu mendorong terbentuknya beberapa
mentalitas negatif masyarakat akibat revolusi.
Mentalitas yang meremehkan mutu
Kualitas hasil karya dan kepekaan terhadap mutu sudah hampir hilang. Ini merupakan
dampak otomatis dari kemiskinan. Semuanya hanya terfokus pada menghasilkan
barang sebanyaknya dan mengonsumsi barang tanpa memperhatikan kualitas atau
mutu barang yang diproduksi dan yang dikonsumsi. Hal ini juga didukung dengan
tidak adanya persaing sehingga tidak mendorong keinginan untuk meningkatkan
kualitas. Memang kebanyakan suku bangsa di Indonesia tidak memiliki jiwa bersaing.
Yang ada hanyalah monopoli oleh orang yang berkuasa dan tenaga ahli.
Mentalitas yang suka menerabas
Mentalitas yang suka menerabas yakni mentalitas yang bernafsu untuk mencapai
tujuannya secepat-cepatnya tanpa banyak kerelaan berusaha dari permulaan secara
langkah demi selangkah. Mentalitas ini akibat dari mentalitas meremehkan mutu.
Mentalitas ini menginginkan cara yang instan, ingin cepat kaya tanpa mau berusaha
keras, akhirnya berkorupsi.
Apakah orientasi vertikal itu cocok dengan pembangunan?
BAB 16
Apakah sebenarnya tujuan pembangunan kita?
Tentu sebagai individu yang menjadi anggota suatu golongan dalam masyarakat
sesuai dengan latar belakang kebudayaan yang khas, kita pasti memiliki bayangan dan citacita sendiri mengenai soal apa dan bagaimana masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Namun belajar dari kesalahan bangsa-bangsa lain, sepertinya kita belum memiliki konsepsi
nasional yang jelas mengenai seperti apa yang ingin kita tuju dengan usaha pembangunan
kita. Hal yang dapat dilakukan agar pembangunan dapat tetap berjalan dengan baik adalah
dengan mencegah beberapa hal ini terjadi, antara lain keretakan prinsip ikatan kekeluargaan,
hilangnya nilai-nilai hidup rohaniah, kemakmuran yang berlebihan, serta polusi ataupun
pencemaran lingkungan hidup.
BAB 17
Apakah kita bisa menitu pola pembangunan Jepang?

Banyak orang mengira bahwa cara-cara yang digunakan orang Jepang untuk
membangun ekonominya dapat kita tiru. Dalam kenyataannya ternyata tidak semudah itu.
Hal itu karena Jepang mulai membangun ekonominya sejak 100 tahun yang lalu dimana
kesempatan dan ruang gereak permbangunan masih sangat terbuka. Disamping faktor
kesempatan, kebudayaan Jepang mempunya beberapa sifat yang tidak ada dalam kebudayaan
Indonesia antara lain:
1. Keseragaman budaya Jepang
Berbeda dengan Indonesia yang terdiri suku-suku bangsa yang amat beragam, Jepang
memiliki kebudayaan, agama, dan bahasa yang seragam. Walaupun kita sering merasa
bangga dengan sifat keanekaragaman budaya bangsa kita, namun kita dapat
membayangkan bahwa sifat keseragaman kebudayaan tentu akan memudahkan
komunikasi, sehingga suatu tujuan nasional dapat dengan mudah diseragamkan dan lebih
mudah dikembangkan identitasnya. Namun, bukan berarti hal tersebut menjadi pendorong
psikologis untuk membangun seperti orang Jepang
2. Kesiap-siagaan bangsa Jepang dalam membangun
Menurut Okhawa dan Rosovsky dalam bukunya Japanese Economic Growth:Trend
Acceleration in Twentieth Century, sejak para pemimpin Meiji memulai pembangunan
mereka dalam tahun 1968, mental rakyat Jepang sudah jauh lebih siap untuk membangun.
Selain itu, dengan menggunakan adat lama dan agama Shinto serta kepercayaan terhadap
tokoh Kaisar-Keturunan-Dewa, hal tersebut menjadi alat untuk mepertebal motivasi untuk
berbakti, loyalitas terhadap negara, serta disiplin terhadap pimpinan. Selain itu bangsa
Jepang pun merupakan suatu bangsa yang sudah biasa untuk hidup sederhana dan hemat.
3. Sifat Hemat Orang Jepang
4. Sifat hukum adat waris tanah dalam kebudayaan Jepang
BAB 18
Mengapa orang Jepang menganggap moral kita lemah?
Jepang yang mempunyai pengetahuan yang cukup luas tentang Indonesia mengatakan
bahwa banyak orang Indonesia lemah dalam hal moral. Menurut orang Jepang, moral dalam
hal ini, mengandung unsur tanggung jawab sampai sejauh-jauhnya sampai mengorbankan diri
sendiri, terhadap suatu tugas yang telah disanggupi, dan loyalitas mutlak terhadap kesatuan
sosial yang telah dipilih. Orang Jepang sangat menilai dengan tinggi kedua sifat
kemanusaiaan tadi, oleh karena itu mereka hanya mau menganggap orang-orang yang
mempunyai kedua sifat tersebut sebagai partner dalam usaha dan sebagai bangsa yang
sederajat dengan mereka. (Sehingga bangsa Indonesia bisa dikatakan belum cocok untuk
mereka ajak sebagai partner). Dalam hal ini Koentjaraningrat memberikan himbauan agar
bangsa Indonesia lebih memperhatikan pendirian bangsa lain atas bangsa kita.
BAB 19
Apakah benar bahwa orang Jepang besifat hemat ?
Pada dasarnya Orang Jepang memang harus bersifat hemat; kalau tidak demikian
mungkin mereka tidak dapat membangun ekonomi mereka seabad yang lalu dengan kekuatan
sendiri dan dengan bantuan modal asing kala itu secara minimal sekali. Melalui sistem
pembayaran gaji yang dilakukan oleh Jepang, secara tidak langsung membiasakan orangorang Jepang untuk hidup sederhana dan hemat semasa hidupnya.
BAB 20
Apakah kebudayaan nasional Indonesia ?

Anda mungkin juga menyukai