LB Equity Planning
LB Equity Planning
Kemunculan model teori equity planning digagas oleh Norman Krumholz dan
Pierre Clevel. Keduanya setuju akan model perencanaan advokasi yang muncul
1960, namun keduanya memiliki keinginan yang sama untuk memperbaiki model
perencanaan tersebut. (Schonwandt, 2008, p. 9) Masalah utama model advokasi
adalah konsep perencanaan advokasi tidak menyediakan mekanisme konkrit untuk
membubarkan sengketa aktual atau perdebatan yang timbul antara kelompok
kepentingan yang berbeda. Model advokasi berpusat pada keputusan yang
seutuhnya diambil dan dijalankan oleh dewan atau pemerintah kota. Model
advokasi tidak mampu mengubah kekuatan struktur yang berkuasa, meskipun
ruang lingkup peran perencana semakin luas. Untuk alasan tersebut, banyak orang
berusaha mengejar kesempatan untuk menjadi bagian dari administrasi
pemerintahan. Mereka berpandangan bahwa menjadi politisi adalah cara paling
progresif untuk menghasilkan keadilan yang lebih besar bagi masyarakat kurang
beruntung, dimana pemerintah kota adalah arena bagi perdebatan agenda politik.
Dalam masalah ini, diidentifikasikan bahwa seharusnya perencanaan advokasi
dapat lebih jauh untuk memperbaiki distribusi kekuasaan dan sumber daya.
(Schonwandt, 2008, p. 9) Jika berdasarkan perencanaan advokasi, peran perencana
dalam pembangunan hanya sebagai pemberi suara tanpa hak memutuskan (voice
for the voiceless) atau hanya memiliki kemampuan kecil bahkan tidak sama sekali
untuk membela masyarakat kurang beruntung.
Pada akhir tahun 1960-an dan awal 1970-an, model perencanaan Neo Marxism
muncul sebagai reaksi terhadap hubungan antara perencanaan dan masyarakat
kapitalis. Berbeda dengan Neo Marxism, Krumholz dan Clevel meyakini potensi dari
model advokasi dan berusaha memperbaikinya. Krumholz dan Clevel mengusulkan
agar perencana bersekutu dengan politisi dalam perencanaan termasuk dalam
pengambilan keputusan. Menurut hasil wawancara Krumholz dan Clevel, dalam
model perencanaan ekuitas, perencana bekerja sebagai penasihat untuk walikota
dan politisi kunci lainnya untuk mengembangkan alternatif perencanaan
pembangunan ekonomi lokal. Format baru ini menekankan inklusi dan redistribusi
kekuasaan dan sumber daya. Di bawah Mayor Harold Washington, Rencana
Pembangunan Ekonomi Chicago 1984 diarahkan pada tujuan keadilan redistributif.
Hal ini juga terjadi di Boston, Jersey City, 1980 dan kota-kota lainnya. Di kota-kota
tersebut, para perencana tampaknya telah menerima pandangan Davidoff bahwa
perencanaan pluralistik harus terlibat sendiri secara menyeluruh dan terbuka
dalam perdebatan politik. (Krumholz, 2007) Akhirnya pada tiga puluh tahun
berikutnya atau tahun 1990, muncul model perencanaan ekuitas. Model ini secara
sadar mencoba mendistribusikan kekuasaan, sumber daya, dan kemungkinan
partisipasi lebih lanjut dari golongan yang kurang beruntung dan kurang terwakili.
(Schonwandt, 2008, p. 11) Hal tersebut sekaligus menjawab kelemahan atau
permasalahan terkait distribusi kekuasaan dan sumber daya yang ditemukan pada
model perencanaan advokasi.
Perencanaan Ekuitas menyatakan bahwa masyarakat lebih dapat dilayani
melalui koridor kekuasaan dibanding melalui masyarakat sendiri. Perencana Ekuitas