Anda di halaman 1dari 17

PERENCANAAN INDUSTRI PENGOLAHAN

IKAN TUNA DAN SWORDFISH DI JAKARTA


UTARA

Kasus Agribisnis (Processing)

Oleh :
Asyifa Anandya

15/392208/PPN/04059

MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS


UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

1. Penentuan Jenis Produk


Ikan tuna adalah salah satu primadona hasil perikanan, banyak
digemari masyarakat dunia, lezat, dan berprotein tinggi. Ikan tuna
merupakan komoditas ekspor hasil perikanan terbesar kedua di
Indonesia setelah udang. Volume ekspor ikan tuna, cakalang dan
tongkol pada tahun 2011 sebesar 141.774 ton. Volume ekspor ini
naik sebesar 15,78% bila dibandingkan dengan volume ekspor ikan
tuna, cakalang dan tongkol tahun 2010. Sedangkan nilai ekspornya
mencapai US$ 498.591.000 pada tahun 2011 atau naik sebesar
30,10% dari tahun 2010.
Posisi Indonesia yang terletak di daerah khatulistiwa sangat
menguntungkan untuk menjadi produsen tuna dunia. Pasalnya,
massa air barat dan timur yang melintas di Samudera Hindia
dengan membawa partikel dan kaya akan makanan biota laut.
Kemudian Samudera Pasifik merupakan wilayah yang kaya dengan
bahan makanan serta mempunyai suhu, salinitas dan beberapa
faktor oseanografis yang disukai oleh ikan tuna. Wilayah perairan
nusantara merupakan tempat berpijah atau kawin berbagai jenis
ikan, termasuk ikan tuna, terutama di perairan Selat Makassar dan
Laut Banda.
Produk yang dihasilkan akan berupa ikan tuna dan swordfish
yang sudah diolah ke dalam bentuk olahan beku loin.
2. Penentuan Lokasi Pabrik
Lokasi pabrik ditentukan di Kawasan Industri Pelabuhan
Perikanan Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta Utara. Lokasi ini
sangat dilengkapi dengan penyediaan bahan pembantu utama,
seperti air dan penyediaan sumber energy. Hal tersebut
dikarenakan pelabuhan ini dibangun dengan dana pinjaman hibah
luar negeri (PHLN) ODA Jepang. Untuk penyediaan bahan utama,
daerah ini bertebaran pabrik pengolah ikan serta penangkapan
ikan, dimana pabrik penangkapan ikan tersebut dijadikan supplier
bagi pabrik yang tidak melakukan penangkapan ikan sendiri. Selain
itu, lokasi ini sangat strategis karena mudah dijangkau oleh
kendaraan pengangkut bahan baku maupun untuk pemasarannya.
3. Ketersediaan Bahan Mentah

Bahan mentah yang dibutuhkan bersifat fluktuatif, dimana


bahan baku yang diterima tidak selalu sama setiap waktunya,
tergantung dari hasil penangkapan dari supplier dan permintaan
dari buyer. Hal ini akan diatasi dengan menyimpan sisa bahan baku
yang belum dipasarkan ke dalam Cold Storage atau dengan
mencari supplier lain di daerah lokasi pelabuhan.
4. Kapasitas Industri
Bahan baku utama dapat diperoleh dari supplier yang berlokasi
di Komplek Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta
dengan kontrak yang telah disetujui oleh kedua belah pihak. Kemudian
membeli bahan baku utama sebanyak 8 untuk satu kali proses
pengolahan, yang terdiri dari 5 ton ikan tuna dan 3 ton ikan pedang
atau Swordfish. Bahan baku yang dibutuhkan antara lain ikan Tuna
grade A, grade B, dan Swordfish. Bahan baku ikan tuna yang akan
diproduksi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Grade A
Penampakan kondisi ikan bagus, utuh dan masih segar
Kulit bersih dan cerah
Mata bersih, terang dan menonjol
Warna daging merah dan masih cerah
Tekstur daging kenyal dan elastis
b. Grade B
Warna daging merah, otot daging agak elastis dan jaringan
daging tidak pecah
Mata bersih, terang dan menonjol
Kulit normal tetapi ada sedikit lendir
Tidak terlalu banyak kerusakan fisik
Bahan baku pembantu yang digunakan dalam proses
pengolahan tidak boleh bersifat merubah sifat dasar produk dan
tidak boleh mencemari produk yang dapat membahayakan
keamanan dankeselamatan konsumen, sehingga berupa jenis-jenis
bahan sanitasi, antara lain chlorine cair. Selain itu bahan baku
pembantu yang berupa air juga mudah diperoleh karena lokasi
yang berada di kawasan pelabuhan.
Peralatan yang digunakan terdiri dari alat-alat untuk proses
produksi. Peralatan tersebut antara lain :

a. Timbangan Digital
Timbangan digital dengan yang berkapasitas 5 kg berjumlah 7
buah, kapasitas 200 kg yang berjumlah 5 buah dan kapasitas 300
kg yang berjumlah 1 buah. Timbangan digital digunakan untuk
menimbang bahan baku pada saat penerimaan dan sebelum
produk dikirim untuk diekspor.
b. Meja Kerja
Meja kerja yang digunakan ialah meja proses yang terdiri dari 14
unit. Meja proses terbuat dari bahan stainless steel dengan ukuran
210 x 133 x 90. Meja proses ini berada di ruang packing dan ruang
pemotongan.
c. Keranjang
Keranjang yang digunakan ialah keranjang packing yang dipakai
untuk menimbang dengan ukuran ( 65 x 49 x 38 ) cm 3 berjumlah
1000 buah.
d. Pan Pembeku
Long pan, berukuran (127 x 30 x 7) cm 3 yang terbuat dari bahan
stainless steel berjumlah 300 buah
Inner pan, berukuran (30 x 20 x 7) cm 3 yang terbuat dari bahan
stainless steel berjumlah 64 buah
e. Fasilitas Pembeku dan Penyimpanan Beku
Air Blast Freezer (ABF) yang berjumlah dua unit dengan
kapasitas 5 ton dan 2 ton serta dapat dioperasikan mencapai
suhu -40o C
Cold Storage yang berjumlah dua unit dengan kapasitas 100 ton
serta dapat dioperasikan mencapai suhu -20o C. Alat ini
berfungsi sebagai gudang penyimpanan beku untuk bahan baku
sebelum pengepakan. Di dalam Cold Storage terdapat rak
tempat penyimpanan pan, dan ada bagian penyimpanan bahan
baku yang telah dikemas.
Chilling Room yang berjumlah satu unit dengan kapasitas 5 ton
serta dapat dioperasikan dengan suhu -5o C 3o C
f. Kereta Dorong
Kereta dorong besi berukuran (140 x 75 x 125) cm 3 dengan
kapasitas dua kwintal yang berjumlah delapan buah, untuk
pengangkutan ikan yang sudah disusun ke tempat pembekuan,
pengangkutan ke ruang pengemasan setelah mengalami
pembekuan dan pengangkutan barang (ikan) untuk diekspor.

g. Pisau dan Pengasahnya


Pisau berjumlah 32 buah digunakan pada saat proses deheading,
trimming dan pembersihan sisa isi perut dan insang. Serta
pengasah pisau yang digunakan sewaktu-waktu bila ketajaman
pisau berkurang. Pengasah pisau yang digunakan berjumlah 2
buah.
h. Mesin Strapping band
Mesin strapping band digunakan untuk mengikat master carton
pada saat pengepakkan, berjumlah dua buah. Cara kerja mesin ini
adalah master carton diletakkan di atas mesin strapping band
kemudian diikatkan dengan talli packing yang sudah dikaitkan ke
dalam mesin. Selanjutnya secara otomatis tali packing akan
mengikat master carton.
i. Kran dan Selang Air
Kran air dan selang air digunakan untuk mengalirkan air. Air yang
digunakan berasal dari PAM. Kemudian air dialirkan dan ditampung
ke dalam bak penampungan air yang letaknya juga ada dalam
ruang pengolahan. Kran air terdapat dalam ruang pencucian dan
pemotongan. Sedangkan panjang selang yang digunakan
disesuaikan dengan kebutuhan.
j. Compressor
Kompresor yang digunakan ialah tipe GST-41 GRAM dengan
spesifikasi daya 110 kW, frekuensi 50 Hz, putaran 2950 rpm, 380
volt. Kegunaan kompresor menghasilkan uap dingin dari evaporator
sehingga tekanan dalam evaporator dapat dipertahankan tetap
rendah dan untuk memompa uap zat pendingin ke kondensor.
k. Condensor
Kondensor yang digunakan dengan spesifikasi tipe ECO-17, daya
176 watt, 220 volt, frekuensi 50 Hz. Kegunaan kondensor ialah
mendinginkan uap ammonia yang berasal dari kompresor dan
mengubahnya menjadi cairan.
l. Unit Generating Set
Alat ini digunakan sebagai sumber cadangan energi listrik, apabila
listrik dari PLN mati. Spesifikasi dari genset adalah 380 volt, 300
watt, frekuensi 50 Hz, Merek Caterpillar dan merupakan listrik tiga
fase.
m. Metal detector

Alat ini digunakan untuk mendeteksi kandungan logam atau benda


asing pada produk akhir. Mesin ini memiliki spesifikasi 200 W, 220
V, 50 Hz yang berjumlah satu unit.
n. Mesin Vacuum
Alat ini digunakan untuk merapatkan kemasan polyethylene saat
pengemasan produk, berjumlah satu buah. Cara kerjanya yaitu
kemasan dijepit dengan sealler panas sehingga bagian dari sisi
kemasan yang terbuka akan merekat satu sama lain.
5. Kapasitas Alat
Setiap peralatan yang digunakan memiliki umur teknis masingmasing. Berikut ini adalah peralatan-peralatan yang digunakan
dalam proses produksi beserta dengan umur teknisnya :
-

Peralatan Produksi
Cold Storage
ABF
Mesin Strapping band
Metal detector
Kereta Dorong
Timbangan Digital 5 kg
Timbangan Digital 200 kg
Timbangan Digital 300 kg
Pisau
Keranjang packing
Meja proses
Long pan
Inner pan
Pengasah Pisau
Batang tajam
Talenan
Mesin vacuum
Instalasi listrik
Instalasi air

Umur Teknis (Tahun)


10
10
5
10
10
5
5
5
5
5
10
10
10
5
5
1
5
10
10

6. Penentuan Lay out Pabrik


Luas areal yang digunakan kurang lebih 2.400 m 2 dengan luas
bangunan keseluruhan kurang lebih 1.000 m 2. Bangunan utama
terdiri atas: kantor di lantai 2, ruang penerimaan ikan, ruang
pengolahan, gudang beku (Cold Storage), ruang pembekuan
(freezing room), antee room, ruang mekanik, Chilling Room, dan
ruang packing. Adapun bangunan penunjang lainnya meliputi: pos
keamanan, kamar ganti untuk pekerja, mushola, ruang peralatan
dan parkir. Lay out bangunan ditata sedemikan rupa agar sesuai

dengan urutan proses mulai dari bahan baku datang sampai selesai
diproses. Lay out dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Denah Gedung Lantai 1

E
A

F
U

V
I

C
Q

C
R
T

Denah Gedung Lantai 2


W
S

U
u

A. Air
Blast
Freezer
B. Chilling Room
C. Cold Storage
D. Anteeroom
E. Ruang Vacuum
F. Ruang Packing
G. Ruang
Cuci
Tangan
dan
Kaki
H. Ruang
Trimming
I. Ruang Potong
J. Bak
Penampungan
Ikan
K. Tempat
Cuci
Ikan
L. Tempat
Ikan
Masuk
M. Ruang
Cuci
Peralatan
N. Ruang Potong
Frozen
O. Ruang CO Loin
P. Ruang
Peralatan
Q. Ruang
Tampungan Air
PAM
R. Ruang Gudang
Box 2
S. Laundry
T. Ruang Meeting
U. Office
V. Ruang Gudang
Box 1
W. Ruang Gudang
Plastik
X. Ruang Gedung
Kimia
Y. Toilet
Z. Ruang Mekanik

7. Desain Proses
Proses produksi yang dilakukan merupakan proses pengolahan
produk beku ikan, yaitu ikan tuna dan swordfish. Setiap bahan baku
yang telah sampai dan dilakukan proses pemeriksaan dan proses
penimbangan kemudian langsung dilakukan proses pemotongan
hingga pengemasan dan penyimpanan pada cold storage, sehingga
proses produksi dilakukan secara langsung ketika datangnya bahan
baku ikan. Proses produksi dijalankan sebanyak 3 kali selama satu
minggu dengan 12 bulan dalam 1 tahun, maka dalam setahun
perusahaan ini dapat menjalankan produksinya sebanyak 144 kali
proses. Perencanaan pengendalian persediaan bahan baku
bertujuan untuk menghindari adanya under stock atau over stock.
Berikut ini tahapan proses produksi yang akan dilakukan :
a. Penerimaan bahan baku
Penerimaan bahan baku merupakan alur awal proses produksi.
Bahan baku diterima dalam kondisi bagus, bebas dari kontaminasi
kimia, benda asing dan kerusakan. Bahan baku yang diterima
sudah melalui proses sorting pada saat di tempat transit, dan yang
diterima merupakan ikan dengan grade A dan B. Pengangkutannya
dilakukan dengan menggunakan truk berpendingin sehingga ketika
sampai pabrik pengolahan, ikan masih dalam keadaan segar.
Pengecekkan kembali dilakukan melalui pemeriksaan mikrobiologi

b.

c.

d.

e.

f.

g.

h.

i.

dan uji organoleptik untuk mengetahui kualitas ikan dan presentase


kesegaran bahan baku. Ikan yang sudah dibongkar dari truk,
kemudian dimasukkan ke ruang penerimaan ikan. Selanjutnya
dilakukan sizing sesuai dengan jenis dan ukuran ikan yang ada
dalam data incoming.
Pencucian I
Pencucian I bertujuan untuk membersihkan ikan tuna dari sisa
kotoran akibat ditimbun dengan es curah saat dalam truk.
Pencucian menggunakan air dingin dan dilakukan dengan cara
penyemprotan.
Penyimpanan Sementara
Penyimpanan sementara bertujuan untuk menjaga dan
menyimpan bahan baku sebelum diolah. Dalam penyimpanan
sementara ini terdapat bahaya yang dapat terjadi apabila ada
kenaikan suhu, yaitu adanya histamin.
Deheading (Pembuangan Kepala)
Dalam proses ini, ikan yang akan diolah dibuang kepalanya
terlebih dahulu dilakukan secara manual dengan menggunakan
pisau. Kepala ikan segera dipindahkan secepat mungkin.
Pencucian II
Pencucian II dilakukan dengan pencelupan dalam air dingin yang
bersih (menggunakan Chlorin 200 ppm).
Loining (Pembelahan)
Pembelahan (loining) dilakukan secara manual juga dengan
menggunakan pisau. Ikan dibelah menjadi empat bagian pada sisi
panjang dan pembelahan dilakukan secepat mungkin.
Skinning (Pembuangan Kulit)
Pembuangan kulit dilakukan secara normal menggunakan pisau
untuk membuang semua kulit. Kulit segera dipindahkan secepat
mungkin dari meja dan dibuang sesegara mungkin dengan cepat.
Trimming I
Perapihan I dilakukan secara manual menggunakan pisau untuk
memotong tulang, daging hitam, daging perut dan semua kulit.
Tulang, daging hitam, daging perut dan kulit segera dipindahkan
secepat mungkin dan proses ini harus dilakukan secepat mungkin.
CO Treatment
Setelah produk dirapikan, segera diberi perlakuan secara
manual dengan cara diinjek dengan kemurnian CO 99,9%. Gas CO
diberikan dengan tujuan untuk memberikan warna merah segar

atau warna alami pada bagian dalam ikan. Proses pemberian gas
CO dilakukan dengan cara menyuntikkan injector CO yang terlebih
dahulu dicuci menggunakan air dingin yang mengandung Chlorin
50 ppm untuk mencegah kontaminasi. Setelah proses penyuntikan,
daging ikan dimasukkan ke dalam kemasan plastik yang telah diberi
busa untuk menyerap darah yang masih keluar dari daging.
Selanjutnya dilakukan proses ulang dengan cara mengalirkan gas
CO melalui selang ke dalam plastik agar warna merah daging yang
dihasilkan lebih maksimal, lalu plastik tersebut diikat kuat dan
disusun di rak yang telah disediakan.
j. Penyimpanan di Chilling Room
Ikan yang telah diberi gas CO disimpan di Chilling Room bersuhu
o
-5 C sampai dengan -3o C selama 48 jam. Proses penyimpanan
bertujuan agar gas CO bereaksi terhadap loin tuna. Pendinginan
selama 2 hari dengan suhu rendah bertujuan untuk mencegah
terjadinya peningkatan suhu loin yang dapat mengakibatkan
pertumbuhan mikroba dalam loin tuna.
k. Pembuangan CO
Pembuangan CO ini bertujuan untuk menghilangkan gas CO di
dalam plastik. Proses ini dilakukan secara manual dengan cara
memasukkan selang vakum ke dalam plastik.
l. Trimming II
Perapihan II hampir sama dengan perapihan I, yaitu bertujuan
untuk merapihkan permukaan loin yang tidak rata dan membuang
daging gelap. Pembuangan daging hitam bertujuan untuk
menurunkan kadar histamin. Perapihan dilakukan secara manual
dengan menggunakan pisau tajam yang telah dicuci menggunakan
air dingin yang mengandung Chlorin 50 ppm.
m. Vacuum Packaging
Selanjutnya loin tuna dikemas dengan kemasan menggunakan
plastik yang telah diberi label. Tahap ini dilakukan sesegera
mungkin untuk mencegah peningkatan suhu dan kontaminasi
bakteri. Pembungkusan dilakukan secepat mungkin. Seluruh
permukaan produk harus dibungkus dengan kantong plastik
(polyethylene) untuk melindungi produk dari kontaminasi. Pada
label kemasan terdapat nama produk, nama perusahaan, Negara
asal, grade, berat bersih, kode produksi dan nilai gizi.
Pengemasan tuna loin menggunakan alat vacuum machine
berukuran besar. Alat ini bertujuan untuk membuang udara yang

terdapat didalam kemasan. Pembuangan udara bertujuan untuk


mengurangi pertumbuhan mikroba patogen. Produk tuna loin yang
telah
divakum
selanjutnya
dilakukan
pengecekan
untuk
memastikan tidak terdapat kerusakan dalam plastik yang
menyebabkan kontaminasi langsung dari lingkungan.
n. Freezing (Pembekuan)
Pembekuan bertujuan untuk membekukan produk hingga
mencapai suhu beku secara cepat dan tidak mengakibatkan
pengeringan terhadap produk tuna loin. Produk tuna loin yang telah
dikemas vakum kemudian diletakkan di dalam wadah long pan dan
dipisahkan berdasarkan grade. Proses ini bertujuan untuk
memudahkan saat proses pengepakan. Setelah itu long pan
diletakkan di dalam rak-rak yang tersedia di dalam ruangan ABF
yang suhu antara -35o C hingga -40o C. Proses pembekuan
berlangsung antara 8 12 jam.
Air Blast Freezer bekerja dengan cara meniupkan udara dingin
secara terus menerus ke arah produk tuna loin. Tuna yang telah
menjadi beku kemudian dikeluarkan dari ABF, untuk selanjutknya
dilakukan proses pemeriksaan yang dilakukan di ruang antee room.
Proses ini harus dilakukan secara cepat untuk mencegah proses
pelelehan pada produk karena perubahan suhu secara mendadak
antara suhu di ABF dengan suhu di antee room. Suhu ABF selalu
diperiksa dan dicatat setiap dua jam.
o. Weighing (Penimbangan)
Penimbangan bertujuan untuk melihat bobot tuna loin yang
telah dikemas dengan kemasan. Proses ini dilakukan oleh checker
dengan cara menaruh kumpulan tuna di atas timbangan. Jenis
timbangan yang digunakan adalah timbangan digital agar diperoleh
nilai bobot secara cepat dan akurat. Kemudian bobot disesuaikan
dengan ukutan carton.
p. Metal Detection
Metal detecting merupakan salah satu proses yang bertujuan
untuk mendeteksi adanya logam ataupun benda asing yang
terdapat pada produk tuna loin. Proses ini menggunakan alat yang
bernama metal detector, cara penggunaannya adalah dengan
melewatkan tuna loin pada lubang deteksi melalui conveyor, jika
pada produk terdapat logam, maka secara otomatis conveyor akan
berhenti ditandai dengan bunyi alarm. Metal detector dikalibrasi
secara berkala dengan rentang waktu satu jam. Proses

pengkalibrasian bertujuan untuk mengecek sensitifitas metal


detector.
q. Packing and Labelling
Produk yang telah melalui alur proses hingga pengecekan
kemudian dilakukan pengemasan dan pelabelan. Tahap ini
bertujuan untuk melindungi tuna loin dari kontaminasi mikroba dan
kerusakan selama penyimpanan saat transportasi. Produk tuna loin
yang telah melewati metal detector kemudian disusun
menggunakan alas plastik polyethylene dan pada kemasan yang
berupa master carton. Produk yang telah dikemas berdasarkan
mutu
kemudian
diberi
label
berisi
keterangan
nama
perusahaan/nama perusahaan pembeli, spesifikasi produk, Negara
asal, nomor approval, ukuran berat dan tanggal produksi. Bagian
luar dari master carton diikat menggunakan strapping band.
Pengemasan dilakukan secepat mungkin untuk mencegah produk
dari kontaminasi dan bahaya fisik.
r. Frozen Storage
Produk yang sudah dikemas harus disimpan pada ruang beku
dan disusun dengan baik agar sirkulasi udara dingin secara merata
dengan suhu antara -18o C hingga -20o C. Suhu Cold Storage selalu
diperiksa dan dicatat setiap dua jam.
s. Ekspor
Ekspor dilakukan sesegera mungkin untuk
mencegah
peningkatan suhu. Pada saat proses pengiriman, cahaya matahari
langsung ke produk harus dihindari.
8. Sanitasi Industri
Bahan baku ikan sebelum diproses terlebih dahulu dilakukan
pengecekkan secara organoleptik (memeriksa penampakan kulit,
mata, dan tekstur). Bahan sanitasi yang digunakan berupa chlorin
cair. Chlorin digunakan sebagai obat pembasmi mikroorganisme di
dalam pengadaan air agar menjamin air selalu sehat untuk
digunakan dalam pengolahan, mengurangi bahaya kebusukan,
mencegah terbentuknya lendir dan bau, membuat proses
pembersihan lebih mudah dan khususnya memperbaiki mutu
bahan. Kadar chlorin yang digunakan 5-10 ppm, kecuali untuk
pencucian sepatu dan keranjang ikan menggunakan kadar chlorin
sebesar 100-200 ppm sedangkan pencucian peralatan 50-100 ppm.

Ada beberapa perlakuan khusus di tiap tahapan proses produksi


untuk kepentingan sanitasi, antara lain :
a. Penerimaan bahan baku
Beberapa bahaya yang terjadi di proses penerimaan yang
disebabkan kenaikan suhu, yaitu bahaya potensial pertumbuhan
bakteri pathogenic, histamin dan adanya logam berat.
Kemungkinan histamin terjadi karena peningkatan suhu atau terjadi
sebelum penerimaan, logam berat ada secara alami karena
kontaminasi dari pencemaran tempat penangkapan ikan. Upaya
pencegahannya antara lain, pengecekan histamin dan menolak
histamin ikan yang mengandung >50 ppm dengan periksa suhu
dan kesegaran ikan serta menjaga suhu rendah ikan (4,4 o C).
Kemudian pengujian logam berat setiap tiga bulan dan diuji merkuri
setiap bulan.
b. Pencucian I
Bahaya yang dapat terjadi saat proses pencucian yaitu karena
kenaikan suhu dan kontaminasi dari pekerja dan peralatan.
Sehingga dapat menimbulkan bakteri
pathogenic seperti
Salmonella dan E. coli. Bahaya tersebut dapat dicegah dengan
selalu mengontrol dan mempertahankan suhu rendah dan selalu
menggunakan peralatan yang bersih.
c. Penyimpanan Sementara
Dalam penyimpanan sementara ini terdapat bahaya yang dapat
terjadi apabila ada kenaikan suhu, yaitu adanya histamin. Jika tidak
dikontrol, kemungkinan bahaya akan terjadi. Upaya untuk
mencegah terjadinya bahaya tersebut ialah ikan disimpan dengan
es di tempat penyimpanan dan dimonitor setiap jam.
d. Deheading, Loining, Skinning dan Trimming
Bahaya yang mungkin terjadi dalam proses ini apabila ada
kenaikan suhu dan kontaminasi dari pekerja dan peralatan, yaitu
adanya pertumbuhan bakteri pathogenic seperti Salmonella, E. coli,
dll. Upaya untuk mencegah terjadinya bahaya tersebut ialah ikan
disimpan dengan suhu rendah dan selalu menggunakan peralatan
yang bersih.
e. CO Treatment
Bahaya yang mungkin terjadi dalam proses ini apabila ada
kenaikan suhu dan kontaminasi dari pekerja dan peralatan, yaitu
adanya pertumbuhan bakteri pathogenic seperti Salmonella, E. coli,

dll. Upaya untuk mencegah terjadinya bahaya tersebut ialah ikan


disimpan dengan suhu rendah dan selalu menggunakan peralatan
yang bersih. Kemudian evaluasi waktu dan temperature ruang
pendingin.
f. Penyimpanan di Chilling Room
Selama proses pendinginan suhu dalam ruang pendingin
dipantau setiap satu jam sekali untuk menghindari peningkatan
suhu ruang pendingin. Suhu dicatat oleh staf mekanik dan Quality
Control. Bahaya yang mungkin terjadi pada proses ini dikarenakan
peningkatan suhu ialah adanya Histamin dan Clostridium
botulinum. Jika tidak dikontrol, kemungkinan bahaya akan terjadi.
Untuk mencegah terjadinya bahaya tersebut ialah dengan evaluasi
waktu dan temperature ruang pendingin.
g. Vacuum Packaging, Weighing
Bahaya yang mungkin terjadi dalam proses ini apabila ada
kenaikan suhu dan kontaminasi dari pekerja dan peralatan, yaitu
adanya pertumbuhan bakteri pathogenic seperti Salmonella, E. coli,
dll. Upaya untuk mencegah terjadinya bahaya tersebut ialah ikan
disimpan dengan suhu rendah dan selalu menggunakan peralatan
yang bersih.
h. Metal Detection
Kemungkinan bahaya yang terdapat di tahap ini ialah adanya
logam. Jika tidak dikontrol, bahaya tersebut akan terjadi. Upaya
yang dapat dicegah ialah mengecek kepekaan mesin pendeteksi
logam dengan FE, Non FE dan SUS. Jika logam dapat dilihat dengan
mata, maka produk dapat diproses ulang dengan cara membuang
logam. Namun jika logam tidak dapat dilihat dengan mata, maka
produk tidak lolos uji dan kemudian ditolak.
i. Packing and Labelling
Bahaya yang dapat terjadi pada tahap ini ialah disebabkan dari
kesalahan label yang berakibat label tidak sesuai dengan produk.
Jika tidak dikontrol, maka kemungkinan bahaya akan terjadi. Upaya
untuk mencegahnya yaitu pengecekkan secara acak label setiap
diterima dan di produk akhir.
j. Frozen Storage
Bahaya yang dapat terjadi pada tahap ini karena perubahan
suhu pembekuan ialah kerusakan fisik dan dehidrasi. Upaya untuk
mencegahnya ialah dengan cara pengecekan suhu secara teratur.

9. Pemasaran
Pasar yang ditentukan ialah pasar global, dimana industry ini
mengekspor ikan tuna dan swordfish yang sudah diolah menjadi
loin. Berikut ini beberapa aspek pemasaran untuk perencanaan
industry yang dipertimbangkan :
a. Daerah Pemasaran
Negara pengimpor yang dituju sebagai daerah pemasaran, yaitu
Jepang, Amerika Serikat dan Rusia. Dimana ketiga Negara tersebut
merupakan tujuan utama ekspor produk perikanan Indonesia.
Jumlah permintaan produk ikan tuna di Jepang, Amerika Serikat dan
Rusia cukup tinggi sehingga saat ini peluang pasar di ketiga Negara
tersebut dinilai masih potensial. Perusahaan dan konsumen tidak
bertemu secara langsung, hanya akan berinteraksi melalui telepon,
komputer dan surat. Sehingga jarak yang jauh antara perusahaan
dengan daerah pemasaran tidak menjadi masalah.
b. Saluran Pemasaran
Saluran pemasaran yang akan digunakan yaitu melalui
perusahaan industri atau perusahaan lain yang mempergunakan
produk tersebut untuk diolah lagi kemudian dijual lagi kepada
konsumen akhir.
Produsen
(PT. Tuna Permata
Rezeki)

Industri
Pengolahan

Konsumen

c. Margin Pemasaran
Margin pemasaran dapat diketahui dengan cara menghitung
selisih dari harga yang ditetapkan produsen pada produk yang
dihasilkan dengan harga di tingkat konsumen akhir. Untuk Ikan Tuna
Grade A, perusahaan menetapkan harga tuna grade A sebesar Rp
95.000,-/kg dengan harga di tingkat konsumen akhir sebesar 40
USD/kg (Rp 505.662,-/kg), maka margin pemasaran untuk tuna
grade A sebesar Rp 410.662,-. Harga yang ditetapkan perusahaan
untuk tuna grade B sebesar Rp 78.000,-/kg dengan harga di tingkat
konsumen akhir sebesar 32 USD/kg (Rp 404.529,-/kg), maka margin
pemasaran untuk Tuna Grade B sebesar Rp 326.529,-. Harga yang
ditetapkan perusahaan untuk Swordfish sebesar Rp 85.000,-/kg
dengan harga di tingkat konsumen akhir sebesar 35 USD/kg (Rp
442.454,-/kg), maka margin pemasaran untuk Swordfish sebesar Rp
357.454,-.

10.
Analisis Ekonomi
a. Biaya Total
Untuk menghasilkan biaya suatu produk diperlukan sejumlah
input yang dipakai untuk menghasilkan suatu produk. Total biaya
atau total cost pada usaha yang ini diperkirakan sebesar Rp
30.583.108.490,- yang terdiri dari biaya tetap sebesar Rp
1.515.438.490,- dan biaya variabel sebesar Rp 29.067.670.000,-.
Berikut ini adalah rincian biaya tetap dan biaya variabel :
Biaya Tetap
No.
1.
2.
3.
4.

No.
1.

2.

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Jenis Biaya
Biaya penyusutan
Pajak Bumi dan Bangunan
Gaji tenaga kerja tetap
Sewa Tanah
Jumlah

Total Biaya (Rp)


408.438.490
15.000.000
1.020.000.000
72.000.000
1.515.438.490

Biaya Variabel
Jenis Biaya

Bahan Baku :
- Tuna Grade A
- Tuna Grade B
- Swordfish
Peralatan Pekerja :
- Baju lab
- Sepatu boat
- Celemek
- Penutup kepala
- Masker
Pembelian Bahan Tambahan
Listrik
Plastik
Lakban
Karton
Tally Packing
Telepon
Jumlah

Jumlah
(Unit)

Harga
(Rp/Unit)

Total Biaya
(Rp)

2.350
3.020
2.560

28.000
26.000
22.000

9.475.200.000
11.306.880.000
8.110.080.000

70
70
70
70
100

30.000
25.000
20.000
7.000
1.000
300.000
4.100.000
2.625.000
32.500
3.100.000
680.000
3.850.000

2.100.000
1.750.000
1.400.000
490.000
1.000.000
3.600.000
49.200.000
31.500.000
390.000
37.200.000
680.000
46.200.000
29.067.670.000

b. Penerimaan
Total penerimaan yang diperkirakan diperoleh tiap tahunnya
sebesar Rp 63.492.000.000,- dengan jumlah produk sebesar
1.098.720 kg. Penerimaan tersebut terdiri dari tiga jenis produk,

yaitu Tuna Loin Grade A sebesar Rp 29.685.600.000,- dengan


jumlah produknya sebanyak 312.480 kg. Kemudian produk Tuna
Loin Grade B sebesar Rp 33.696.000.000,- dengan jumlah
produknya sebanyak 432.000 kg. Dan Swordfish sebesar Rp
30.110.400.000,- dengan jumlah produknya sebanyak 354.240 kg.
Penerimaan tersebut diperoleh dari proses produksi sebanyak 144
kali proses tiap tahunnya, dimana dalam 1 tahun ada 12 bulan
produksi dan tiap minggu terdapat 3 kali proses.
c. Revenue Cost Ratio
Nilai R/C dapat dihitung dengan cara total penerimaan dibagi
dengan total biaya. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai
R/C mencapai 2,07. Dengan demikian nilai rasio lebih besar
daripada satu, sehingga usaha yang akan dilakukan akan mencapai
keuntungan. Usaha ini mendapat keuntungan 2,07 kali dari total
biaya. Usaha ini dapat dikatakan layak untuk dilaksanakan namun
nilai keuntungan yang diperoleh tergolong kecil. Untuk
meningkatkan R/C maka perusahaan perlu memperbesar jumlah
penerimaan dan memperkecil biaya produksi. Meningkatkan
penerimaan dapat dilakukan dengan cara peningkatan harga jual
produk, sedangkan penurunan biaya produksi dapat dilakukan
dengan menghemat pemakaian biaya variable.
d. Keuntungan
Keuntungan yang akan diperoleh dari hasil usaha ini adalah
sebesar Rp 32.908.891.510,-. Nilai diperoleh dari hasil selisih atas
penerimaan sebesar Rp 63.492.000.000,- dikurangi biaya total
produksi sebesar Rp 30.583.108.490,-. Biaya total produksi
merupakan gabungan dari biaya tetap sebesar Rp 1.515.438.490,dan biaya tidak tetap sebesar Rp 29.067.670.000,-.
e. Break Even Point

Anda mungkin juga menyukai