Anda di halaman 1dari 54

TUGAS MAKALAH

FARMASI INDUSTRI
KRIM TABIR SURYA

OLEH:
KELOMPOK I
KELAS B
TJANG RICKY CHANDRA

N211 11 038

IRMA DEWI S

N211 11 189

AYU ZEFANIA K.P

N211 11 195

NURHAFNI HIROSA

N211 11 200

NINI ARYANI ASFARI

N211 11 201

MUSNAENI T

N211 11 202

RIZKA ARIANI

N211 11 663

ARISAH

N211 11 667

HASMIRA HASANUDDIN

N211 11 684

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012

BAB I
PENDAHULUAN
Kosmetik berasal dari kata Yunani kosmetikos yang berarti
keterampilan menghias, mengatur. Kosmetologi adalah ilmu pengetahuan
yang mempelajari hukum-hukum kimia, fisika, biologi dan mikrobiologi
tentang pembuatan, penyimpanan dan penggunaan bahan kosmetika.
Defenisi kosmetik dalam PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA

NOMOR

1175/MENKES/PERNIII/2010

adalah bahan atau

sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh


manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar)
atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan,
mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan
atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.
Secara normal kulit memiliki perlindungan alami terhadap sengatan
sinar matahari yang merugikan dengan penebalan stratum korneum,
pengeluaran keringat, dan pigmentasi kulit. Radiasi sinar matahari dapat
menambah mitosis sel epidermis yang menyebabkan penebalan stratum
korneum. Sedangkan pigmentasi terjadi karena migrasi granul-granul
melanin dari sel basal kulit ke stratum korneum di permukaan kulit. Jika
kulit mengelupas, butir melanin akan lepas, sehingga kulit kehilangan
pelindung terhadap sinar matahari. Karena keterbatasan kulit untuk
melawan efek negatif tersebut, maka diperlukan perlindungan buatan, baik
perlindungan fisik misalnya penggunaan jaket, topi lebar atau payung,
maupun perlindungan kimia misalnya penggunaan tabir surya dalam
sediaan kosmetik.
Hadirnya penyaring sinar ultraviolet (UV) di dalam produk
perawatan kulit dan kosmetik menunjukkan keuntungan bagi konsumen
yang memakai kosmetik tersebut. Bahaya paparan sinar UV telah
diketahui. Diperkirakan bahwa tingkat kejadian terjadinya kanker kulit
nonmelanoma di USA lebih dari satu juta kasus pertahun; terdatat sekitar

80-90% laporan mengenai photoaging atau UV-induced dari penuaan kulit


yang dapat terlihat. Radiasi UV merusak kulit baik secara langsung
memeberikan efek pada DNA dan tidak langsung pada sistem imun pada
kulit.
Pada uji hewan, sunscreen mencegah pembentukan karsinoma sel
squamosa pada kulit. Pengunaan sunscreen sehari-hari menujukkan
penurunan keratosis prekanker atau aktinik. Sunscreen juga mencegah
terjadinya imunosupresi.
Formulator kosmetik harus mengembangkan jenis dari bahan aktif
sunscreen untuk dimasukan ke dalam formulasi kosmetik yang bervariasi
pemilihan diatur oleh badan pengawas dalam suatu negara di mana pada
akhirnya selanjutnya dapat dipasarkan.

BAB II
ISI
II.1 KOSMETIK DAN TABIR SURYA (ANTI-UV)
Kosmetik dalam PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA

NOMOR

1175/MENKES/PERNIII/2010

adalah bahan atau

sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh


manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar)
atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan,
mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan
atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.
Untuk

memperbaiki

dan

mempertahankan

kesehatan

kulit

diperlukan jenis kosmetik tertentu bukan hanya obat. Selama kosmetik


tersebut tidak mengandung bahan berbahaya yang secara farmakologis
aktif mempengaruhi kulit, penggunaan kosmetik jenis ini menguntungkan
dan bermanfaat untuk kulit itu sendiri.
Penggunaan tabir surya oleh masyarakat umum terus bertambah
sejak dekade terakhir oleh karena kesadaran akan bahayanya sinar
ultraviolet seperti penuaan dini dan keganasan. Lembaga-lembaga
kesehatan di seluruh dunia juga telah merekomendasi penggunaan tabir
surya sebagai suatu cara untuk menurunkan resiko timbulnya kanker kulit.
Unsur tabir surya juga secara bertahap telah ditambahkan dalam produk
kosmetik seperti pelembab dan lipstik. Tingkat terjadinya kanker kulit terus
meningkat, pada tahun 2005 terdapat sekitar 60000 kasus melanoma
yang didiagnosa di US dan terdapat 8000 kematian yang dihubungkan
dengan kanker kulit pertahun.
Sinar matahari memancarkan radiasi dengan spektrum yang luas,
namun tidak semuanya dapat mencapai permukaan bumi. Spektrum
elektromagnetik yang dapat mencapai permukaan bumi, yaitu:
1. Sinar ultraviolet (290-440 nm)
2. Sinar kasat mata atau visible (400-760 nm)
3. Sinar inframerah (760-1800 nm)

Gambar 1. Panjang gelombang sinar matahari.

Radiasi sinar ultraviolet dapat dibagi atas:


1. UVA (320-400 nm)

UVA-1 atau gelombang panjang (340-400 nm)


UVA-2 atau gelombang pendek (320-340 nm)
Sebanyak 95-98% UVA dapat mencapai permukaan bumi
Radiasi UVA penetrasinya lebih dalam dimana sebagian akan
diabsorpsi oleh epidermis dan sebanyak 20-30% akan mencapai

baian bawah dermis.


2. UVB (290-320 nm)
Radiasi UVB sebanyak 70% akan diabsorpsi oleh stratum korneum,
20% dapat mencapai epidermis dan hanya 10% dapat mencapai
bagian atas dermis
Sebanyak 2-5% UVB dapat mencapai permukaan bumi
3. UVC (200-290 nm)
UVC tidak ditemukan pada permukaan bumi oleh karena
diabsorbsi dan disaring oleh lapisan ozon

Gambar 3. Penetrasi radiasi sinar matahari pada kulit.

UVB dihalangi oleh kaca dan jumlah UVB yang mencapai


permukaan bumi bervariasi tergantung pada waktu dalam sehari, dengan
jumlah sinar maksimal yang mencapai permukaan bumi terjadi pada jam
10 pagi sampai jam 4 sore. Sebaliknya radiasi UVA dapat menembus kaca
dan kemampuannya mencapai permukaan bumi tidak bergantung pada
waktu tetapi lebih konstan.

Gambar 3. Perbandingan peningkatan


jumlah sinar UVA dan UVB yang
mencapai bumi berdasarkan waktu.

Gambar 4. Sinar matahari yang dapat


menembus kaca jendela

Secara umum dikenal dua jenis antiUV berdasarkan mekanisme


kerjanya, yaitu: secara kimia dan secara fisika.

1. Sunscreen Fisik

Sunscreen fisik bekerja dengan cara memantulkan kembali atau


menghamburkan sinar matahari, misalnya titanium dioksida, zinc oksida,
magnesium oksida, dan besi oksida. Keuntungan bahan ini adalah dapat
menghalangi sejumlah sinar radiasi, termasuk sinar UV, sinar tampak,
infrared, dan direkomendasikan pada orang yang kemunginan terpapar
sinar matahari dalam waktu yang lama.
2. Sunscreen Kimia
Sunscreen kimia bekerja dengan cara menyerap energi dari sinar
UV . Kemudian mengalami eksitasi dari ground state ke tingkat energi
yang lebih tinggi. Sewaktu molekul yang tereksitasi kembali ke kedudukan
yang lebih rendah akan melepaskan energi yang lebih rendah dari energi
semula yang diserap untuk menyebabkan eksitasi. Maka sinar UV dari
energi yang lebih tinggi setelah diserap energinya oleh bahan kimia maka
akan mempunyai energi yang lebih rendah. Sinar UV dengan energi yang
lebih rendah akan kurang atau tidak menyebabkan efek sunburn pada
kulit. Contoh senyawa yang termasuk sunscreen kimia, yaitu: penyaring
UVB

(PABA dan

turunannya,

sinamat,

salisilat,

turunan

kamfer,

octocrylene, dan asam sulfonat fenilbenzimidazol) dan penyaring UVA


(benzophenon, menthyl anthranilate, avobenzone, dan Tetraphthalydine
Dicamphor Sulfonic Acid)

II.2 CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK (CPKB)


Pedoman mengenai CPKB terdapat dalam surat keputusan kepala
Badan POM nomor: HK.00.05.4.3870. Cara Pembuatan Kosmetika yang
Baik (CPKB) merupakan salah satu faktor penting untuk dapat
menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standar mutu dan
keamanan. Mengingat pentingnya penerapan CPKB maka pemerintah
secara terus menerus memfasilitasi industri kosmetik baik skala besar
maupun kecil untuk dapat menerapkan CPKB melalui langkah-langkah
dan pentahapan yang terprogram.

Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk


menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia
internasional. Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di era
globalisasi maka penerapan CPKB merupakan nilai tambah bagi produk
kosmetik Indonesia untuk bersaing dengan produk sejenis dari negara lain
baik di pasar dalam negeri maupun internasional.
Dalam pembuatan kosmetik, pengawasan yang menyeluruh
disertai pemantauan sangat penting untuk menjamin agar konsumen
memperoleh produk yang memenuhi pesyaratan mutu yang ditetapkan.
Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan
pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani.
Hal ini berkaitan dengan seluruh aspek produksi dan pemeriksaan mutu.
II.2.1 Bangunan dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas harus dipilih pada lokasi yang sesuai,
dirancang, dibangun, dan dipelihara sesuai kaidah.
1. Upaya yang efektif harus dilakukan untuk mencegah kontaminasi dari
lingkungan sekitar dan hama.
2. Produk kosmetik dan Produk perbekalan kesehatan rumah tangga
yang mengandung bahan yang tidak berbahaya dapat menggunakan
sarana dan peralatan yang sama secara bergilir asalkan dilakukan
usaha pmbersihan dan perawatan untuk menjamin agar tidak terjadi
kontaminasi silang dan risiko campur baur.
3. Garis pembatas, tirai plastik penyekat yang fleksibel berupa tali atau
pita dapat digunakan untuk mencegah terjadinya campur baur.
4. Hendaknya disediakan ruang ganti pakaian dan fasilitasnya. Toilet
harus terpisah dari area produksi guna mencegah terjadinya
kontaminasi.
5. Apabila memungkinkan hendaklah disediakan area tertentu, antara
lain :
Penerimaan material;
Pengambilan contoh material;

Penyimpanan barang datang dan karantina;


Gudang bahan awal.
Penimbangan dan penyerahan;
Pengolahan;
Penyimpanan produk ruahan;
Pengemasan;.
Karantina sebelum produk dinyatakan lulus.
Gudang produk jadi;
Tempat bongkar muat;
Laboratorium;
Tempat pencucian peralatan.
6. Permukaan dinding dan langit-langit hendaknya halus dan rata serta
mudah dirawat dan dibersihkan. Lantai di area pengolahan harus
mempunyai permukaan yang mudah dibersihkan dan disanitasi.
7. Saluran pembuangan air (drainase) harus mempunyai ukuran
memadai dan dilengkapi dengan bak kontrol serta dapat mengalir
dengan baik. Saluran terbuka harus dihindari, tetapi apabila
diperlukan harus mudah dibersihkan dan disanitasi.
8. Lubang untuk pemasukan dan pengeluaran udara dan pipa-pipa
salurannya hendaknya dipasang sedemikian rupa sehingga dapat
mencegah timbulnya pencemaran terhadap produk.
9. Bangunan hendaknya mendapat penerangan yang efektif dan
mempunyai ventilasi yang sesuai untuk kegiatan dalam bangunan.
10. Pipa, fittting lampu, lubang ventilasi dan perlengkapan lain di area
produksi harus dipasang sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya
ceruk yang sukar dibersihkan dan sebaiknya dipasang di luar area
pengolahan.
11. Laboratorium hendaknya terpisah secara fisik dari area produksi.
12. Area gudang hendaknya mempunyai luas yang memadai dengan
penerangan yang sesuai, diatur dan diberi perlengkapan sedemikian
rupa sehingga memungkinkan penyimpanan bahan dan produk dalam
keadaan kering, bersih dan rapi.

12.1. Area gudang hendaknya harus memungkinkan pemisahan


antara kelompok material dan produk yang dikarantina. Area
khusus dan terpisah hendaklah tersedia untuk penyimpanan
bahan yang mudah terbakar dan bahan yang mudah meledak,
zat yang sangat beracun, bahan yang ditolak atau ditarik serta
produk kembalian.
12.2. Apabila diperlukan hendaknya disediakan gudang khusus
dimana suhu dan kelembabannya dapat dikendalikan serta
terjamin keamanannya.
12.3. Penyimpanan bahan pengemas / barang cetakan hendaklah
ditata sedemikian rupa sehingga masing-masing tabet yang
berbeda, demikian pula bahan cetakan lain tersimpan terpisah
untuk mencegah terjadinya campur baur
II.2.2 PERALATAN
Peralatan harus didisain dan ditempatkan sesuai dengan produk
yang dibuat.
1. Rancang Bangun
1.1. Permukain peralatan yang bersentuhan dengan bahan yang diolah
tidak boleh bereaksi atau menyerap bahan.
1.2. Peralatan tidak boleh menimbutkan akibat yang merugikan
terhadap produk misalnya melalui tetesan oli, kebocoran katub atau
melalui modifikasi atau adaptasi yang tidak salah/tidak tepat.
1.3. Peralatan harus mudah dibersihkan.
1.4. Peralatan yang digunakan untuk mengolah bahan yang mudah
terbakar harus kedap terhadap ledakan.
2. Pemasangan dan Penempatan
2.1.Peralatan/mesin harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak
menyebabkan kemacetan aliran proses produksi dan harus diberi
penandaan yang jelas untuk menjamin tidak terjadi campur baur
antar produk.
2.2.Saluran air, uap, udara bertekanan atau hampa udara, harus
dipasang sedemikian rupa sehingga mudah dicapai selama

kegiatan berlangsung. Saluran ini hendaknya diberi label atau


tanda yang jelas sehingga mudah dikenali.
2.3.Sistem-sistem penunjang seperti sistem pemanasan, ventilasi,
pengatur suhu udara, air (air minum, air murni, air suling), uap,
udara bertekanan dan gas harus berfungsi dengan baik sesuai
dengan tujuannya dan dapat diidentifikasi.
3. Pemeliharaan
3.1 Peralatan untuk menimbang mengukur, menguji dan mencatat
harus dipelihara dan dikalibrasi secara berkala. Semua catatan
pemeliharaan dan kalibrasi harus disimpan.
3.2. Petunjuk cara pembersihan peralatan hendaknya ditulis secara
rinci dan jelas diletakkan pada tempat yang mudah dilihat dengan
jelas.
II.2.3 SANITASI DAN HIGIENE
Sanitasi dan higiene hendaknya dilaksanakan untuk mencegah
terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah..Pelaksanaan sanitasi
dan hygiene hendaknya mencakup personalia, bangunan, mesin-mesin
dan peralatan serta bahan awal.
1. Personalia
1.1. Personalia harus dalam keadaan sehat untuk melaksanakan tugas
yang dibebankan kepadanya. Hendaknya dilakukan pemeriksaan
kesehatan secara teratur untuk semua personil bagian produksi
yang terkait dengan proses pembuatan.
1.2. Semua personil harus melaksanakan higiene perorangan.
1.3. Setiap personil yang pada suatu ketika mengidap penyakit atau
menderita luka terbuka atau yang dapat merugikan kualitas tidak
diperkenankan menangani bahan baku, bahan pengemas, bahan
dalam proses dan produk jadi.
1.4. Setiap personil diperintahkan untuk melaporkan setiap keadaan
(sarana, peralatan atau personil) yang menurut penilaian mereka
dapat merugikan produk, kepada penyelia.

1.5. Hindari bersentuhan langsung dengan bahan atau produk yang


diproses untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Personil harus
mengenakan pakaian kerja, tutup kepala serta menggunakan alat
pelindung sesuai dengan tugasnya.
1.6. Merokok, makan-minum, mengunyah atau menyimpan makanan,
minuman,

rokok

atau

barang

lain

yang

mungkin

dapat

mengkontaminasi, hanya boleh di daerah tertentu dan dilarang di


area produksi, laboratorium, gudang atau area lain yang mungkin
dapat merugikan mutu produk.
1.7. Semua personil yang diizinkan masuk ke area produksi harus
melaksanakan higiene perorangan termasuk mengenakan pakaian
kerja yang memadai.
2. Bangunan
2.1.Hendaklah tersedia wastafel dan toilet dengan ventilasi yang baik
yang terpisah dari area produksi.
2.2.Hendaklah tersedia locker di lokasi yang tepat untuk tempat ganti
pakaian dan menyimpan pakaian serta barang-barang lain milik
karyawan.
2.3.Sampah di ruang produksi secara teratur ditampung di tempat
sampah untuk selanjutnya dikumpulkan di tempat penampungan
sampah di luar area produlsi
2.4.Bahan sanitasi, rodentisida, insektisida dan fumigasi tidak boleh
mengkontaminasi peralatan, bahan baku / pengemas, bahan yang
masih dalam proses dan produk jadi.
3. Peralatan Dan Perlengkapan
3.1.Peralatan / perlengkapan harus dijaga dalam keadaan bersih.
3.2.Pembersihan dengan cara basah atau vakum lebih dianjurkan.
Udara bertekanan dan sikat hendaknya digunakan dengan hati-hati
dan

sedapat

mungkin

pencemaran produk.

dihindari

karena

menambah

risiko

3.3.Prosedur Tetap Pembersihan dan Sanitasi mesin-mesin hendaknya


diikuti dengan konsisten.
II.2.4 PRODUKSI
1. Bahan Awal
1.1. A i r
1.1.1. Air harus mendapat perhatian khusus karena merupakan bahan
penting. Peralatan untuk memproduksi air dan sistem pemasokannya
harus dapat memasok air yang berkualitas. Sistem pemasokan air
hendaknya disanitasi sesuai Prosedur Tetap.
1.1.2. Air yang digunakan untuk produksi sekurang-kurangnya berkualitas
air minum. Mutu air yang meliputi parameter kimiawi dan mikrobilologi
harus dipantau secara berkala, sesuai prosedur tertulis dan setiap ada
kelainan harus segera ditindak lanjuti dengan tindakan koreksi.
1.1.3. Pemilihan metoda pengolahan air seperti deionisasi, destilasi atau
filtrasi tergantung dari persyaratan produk. Sistem penyimpanan maupun
pendistribusian harus dipelihara dengan baik.
1.1.4. Perpipaan hendaklah dibangun sedemikian rupa sehingga terhindar
dari stagnasi dan resiko terjadinya pencemaran.
1.2. Verifikasi Material (Bahan)
1.2.1 Semua pasokan bahan awal (bahan baku dan bahan pengemas)
hendaklah diperiksa dan diverifikasi mengenai pemenuhannya terhadap
spesifikasi yang telah ditetapkan dan dapat ditelusuri sampai dengan
produk jadinya.
1.2.2. Contoh bahan awal hendaklah diperiksa secara fisik mengenai
pemenuhannya terhadap spesifikasi yang ditetapkan, dan harus
dinyatakan lulus sebelum digunakan.
1.2.3. Bahan awal harus diberi label yang jelas.
1.2.4. Semua bahan harus bersih dan diperiksa kemasannya terhadap
kemungkinan terjadinya kebocoran, lubang atau terpapar.
1.3. Pencatatan Bahan

1.3.1. Semua bahan hendaklah memiliki catatan yang lengkap mengenai


nama bahan yang tertera pada label dan pada bukti penerimaan, tanggal
penerimaan, nama pemasok, nomor batch dan jumlah.
1.3.2. Setiap penerimaan dan penyerahan bahan awal hendaklah dicatat
dan diperiksa secara teliti kebenaran identitasnya.
1.4. Material Ditolak (Reiect)
1.4.1. Pasokan bahan yang tidak memenuhi spesifikasi hendaknya
ditandai, dipisah dan untuk segera diproses lebih lanjut sesuai Prosedur
Tetap.
1.5. Sistem Pemberian Nomor Bets
1.5.1. Setiap produk antara, produk ruahan dan produk akhir hendaklah
diberi nomor identitas produksi (nomor bets) yang dapat memungkinkan
penelusuran kembali riwayat produk.
1.5.2. Sistem pemberian nomor bets hendaknya spesifik dan tidak
berulang untuk produk yang sama untuk menghindari kebingungan /
kekacauan.
1.5.3. Bila memungkinkan, nomor bets hendaknya dicetak pada etiket
wadah dan bungkus luar.
1.5.4. Catatan pemberian nomor bets hendaknya dipelihara.
1.6. Penimbangan dan Pengukuran
1.6.1.

Penimbangan

hendaknya

dilakukan

di

tempat

tertentu

menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi.


1.6.2. Semua pelaksanaan penimbangan dan pengukuran harus dicatat
dan dilakukan pemeriksaan ulang oleh petugas yang berbeda.
1.7. Prosedur dan Pengolahan
1.7.1. Semua bahan awal harus lulus uji sesuai spesifikasi yang
ditetapkan.
1.7.2. Semua prosedur pembuatan harus dilaksanakan sesuai prosedur
tetap tertulis.
1.7.3. Semua pengawasan selama proses yang diwajibkan harus
dilaksanakan dan dicatat.

1.7.4. Produk ruahan harus diberi penandaan sampai dinyatakan lulus


oleh Bagian Pengawasan Mutu.
1.7.5. Perhatian khusus hendaknya diberikan kepada kemungkinan
terjadinya kontaminasi silang pada semua tahap proses produksi.
1.7.6. Hendaknya dilakukan pengawasan yang seksama terhadap
kegiatan pengolahan yang memerlukan kondisi tertentu, misalnya
pengaturan suhu, tekanan, waktu dan kelembaban.
1.7.7. Hasil akhir proses produksi harus dicatat.
1.8. Produk Basah
1.8.1. Cairan, krim, dan lotion harus diproduksi sedemikian rupa untuk
mencegah dari kontaminasi mikroba dan kontaminasi lainnya.
1.8.2. Penggunaan sistem produksi dan transfer secara tertutup sangat
dianjurkan.
1.8.3. Bila digunakan sistem perpipaan untuk transfer bahan dan produk
ruahan harus dapat dijamin bahwa sistem yang digunakan mudah di
bersihkan.
1.9. Pelabelan dan Pengemasan
1.9.1. Lini pengemasan hendaklah diperiksa sebelum dioperasikan.
Peralatan harus bersih dan berfungsi baik. Semua bahan dan produk jadi
dari kegiatan pengemasan sebelumnya harus dipindahkan.
1.9.2. Selama proses pelabelan dan pengemasan berlangsung, harus
diambil contoh secara acak dan diperiksa.
1.9.3. Setiap lini pelabelan dan pengemasan harus ditandai secara jelas
untuk mencegah campur baur.
1.9.4. Sisa label dan bahan pengemas harus dikembalikan ke gudang dan
dicatat. Bahan pengemas yang ditolak harus dicatat dan diproses lebih
lanjut sesuai dengan Prosedur Tetap.
1.10. Produk Jadi, Karantina dan Pengiriman ke Gudang Produk Jadi
1.10.1. Semua produk jadi harus dikarantina terlebih dahulu. Setelah
dinyatakan lulus uji oleh bagian Pengawasan Mutu dimasukkan ke gudang
produk jadi. Selanjutnya produk dapat didistribusikan.

II.2.5 PENGAWASAN MUTU


1. Pendahuluan
Pengawasan mutu merupakan bagian penting dari CPKB, karena
memberi jaminan konsistensi mutu produk kosmetik yang dihasilkan.
1.1. Hendaknya diciptakan Sistem Pengawasan Mutu untuk menjamin
bahwa produk dibuat dari bahan yang benar, mutu dan jumlah yang
sesuai, serta kondisi pembuatan yang tepat sesuai Prosedur Tetap.
1.2. Pengawasan mutu meliputi:
1.2.1. Pengambilan contoh (sampling), pemeriksaan dan pengujian
terhadap bahan awal produk dalam proses, produk antara, produk
ruahan dan produk jadi sesuai spesifikasi yang ditetapkan.
1.2.2. Program pemantauan lingkungan, tinjauan terhadap dokumentasi
bets, program pemantauan contoh pertinggal, pemantauan mutu
produk

di

peredaran,

penelitian

stabilitas

dan

menetapkan

spesifikasi bahan awal dan produk jadi agar senantiasa memenuhi


1.3.

standar yang ditetapkan.


Pengambilan contoh hendaklah dilakukan oleh tenaga yang terlatih
dan diberi kewenangan untuk tugas tersebut, guna menjamin
contoh yang diambil senantiasa sesuai dengan indentitas dan
kualitas bets yang diterima

2. Pengolahan Ulang
2.1 Metoda pengolahan ulang hendaklah senantiasa dievaluasi untuk
menjamin agar pengolahan ulang tidak mempengaruhi mutu produk.
2.2 Pengujian tambahan hendaklah dilakukan terhadap produk jadi hasil
pengolahan ulang.
3. Produk Kembalian
3.1 Produk kembalian hendaklah diidentifikasi dan disimpan terpisah di
tempat yang dialokasikan untuk itu atau diberi pembatas yang dapat
dipindah-pindah misalnya pembatas dari bahan pita, rantai atau tali.

3.2 Semua produk kembalian hendaklah diuji kembali apabila perlu,


disamping evaluasi fisik sebelum diluluskan untuk diedarkan kembali
3.3 Produk kembalian yang tidak memenuhi syarat spesifikasi hendaklah
ditolak.
3.4 Produk yang ditolak hendaklah dimusnahkan sesuai Prosedur Tetap.
3.5. Catatan produk kembalian hendaklah dipelihara.
II.2.6 PENYIMPANAN
1. Area Penyimpanan
1.1. Area penyimpanan hendaknya cukup luas untuk memungkinkan
penyimpanan yang memadai dari berbagai kategori baik bahan
maupun produk, seperti bahan awal, produk antara, ruahan dan
produk jadi, produk yang dikarantina, dan produk yang lulus uji,
ditolak, dikembalikan atau ditarik dari peredaran.
1.2. Area penyimpanan hendaknya dirancang atau disesuaikan untuk
menjamin kondisi penyimpanan yang baik. Harus bersih, kering dan
dirawat dengan baik. Bila diperlukan area dengan kondisi khusus
(suhu dan kelembaban) hendaknya disediakan, diperiksa dan
dipantau fungsinya.
1.3. Tempat penerimaan dan pengiriman barang hendaknya dapat
melindungi material dan produk dari pengaruh cuaca. Area
penerimaan hendaknya dirancang dan diberi peralatan untuk
memungkinkan barang yang datang dapat dibersihkan apabila
diperlukan sebelum disimpan.
1.4. Area penyimpanan untuk produk karantina hendaknya diberi batas
secara jelas.
1.5. Bahan berbahaya hendaknya disimpan secara aman.
2. Penanganan dan Pengawasan Persediaan
2.1. Penerimaan Produk
2.1.1. Pada saat penerimaan, barang dokumen hendaknya diperiksa dan
dilakukan verifikasi fisik dengan bantuan keterangan pada label yang
meliputi tipe barang dan jumlahnya.

2.1.2. Barang kiriman harus diperiksa dengan teliti terhadap kemungkinan


terjadinya kerusakan dan atau cacat. Hendaknya ada Catatan Pertinggal
untuk setiap penerimaan barang.
2.2. Pengawasan
2.2.1.

Catatan-catatan

harus

dipelihara

meliputi

semua

catatan

penerimaan dan
catatan pengeluaran produk.
2.2.2. Pengawasan hendaknya meliputi pengamatan prinsip rotasi barang
(FlFO).
2.2.3. Semua label dan wadah produk tidak boleh diubah, dirusak atau
diganti.
II.2.7 Produksi Krim Tabir Surya
A. Master Formula:
Nama produk
Jumlah produk
Tanggal formula
Tanggal produksi
No. Registrasi
No. Batch

PT
Cosmetindo
Farma
No.

Kode Bahan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

TD 01
MS 02
BP 03
PP-04
CA-05
AS-06
TEA-07
LA-08
IPM-09
DT-10
MP 11

:
:
:
:
:
:

Fourfusid Krim
5000g ( 1000tube) @ 5 gram/tube
17 September 2011
24 September 2011
POM CD 1101210355 A1
B031202

Dibuat oleh : Yulfiana lita risandi (Dept. R&D)


Disetujui oleh : Arni Fitriyanti(QA)

No. Reg : CD 1101201154 A1


No. Batch : T011202

Tifarin Sunblock cream


Nama Bahan
Fungsi Bahan
Titanium dioksida
Metoksisinamat
Benzophenone-3
Propilen glikol
Cetyl Alkohol
Asam Stearat
Trietanolamin
Lanolin
Isopropil Miristat
Dimethicone
Metilparaben

Zat aktif
Zat aktif
Zat aktif
Humektan
Emolien
Emulgator
Emulgator
Pengental
Penetrasi
Emolien & Film Forming

Pengawet

PerBatch
1250 g
300 g
375 g
750 g
100 g
250 g
100 g
50 g
100 g
50 g
1g

12
13
14

PP 12
AT 13
DW 14

Propilparaben
-tokoferol
Demineralisata water

Pengawet
Antioksidan

Tiap 20 g krim mengandung:


Titanium dioksida
25%
Benzophenon-3
6%
Metoksisinamat
7,5%
Propilen glikol
15%
Cetyl alkohol
2%
Asam stearat
5%
Triethanolamin
2%
Lanolin
1%
Isopropil miristat
2%
Dimethicone
1%
Metil paraben
0,2%
Propil paraben
0,02%
-tokoferol
0,05%
Aqua demineralisata
B. Alasan Formulasi
1. Alasan dibuat krim
Krim menunjukkan sifat aliran pseudoplastis. Ketika dioleskan, nilai
yieldnya sangat kecil tetapi tidak akan mengalir oleh pengaruh gravitasi.
Dengan penambahan sedikit tekanan akan lebih cepat atau mudah
mengalir. (Dispensing of Medication : 822)
2.

Alasan dibuat krim tipe minyak dalam air


Krim minyak dalam air memungkinkan untuk mencampurkan minyak
hanya dalam jumlah sedikit untuk mencapai penyebaran krim yang
mudah dan efektif dalam bentuk lapisan yang seragam. (The
Formulation of Cosmetics and Cosmetic Specialties : 60)
Krim minyak dalam air mempunyai keuntungan yaitu dapat cepat
dioleskan di atas kulit, tidak meninggalkan rasa berminyak, tidak
terasa kaku sehingga tidak menyebabkan rasa berat di kulit.

(Encyclopedia of Pharmaceutical Technology : 138)


3.
Alasan Penggunaan Zat Aktif
Titanium dioksida

0,1 g
2,5 g
ad 5000 g

Titanium dioksida dapat memantulkan sinar UV dan digunakan dalam


formula tabir surya. Titanium dioksida merupakan bahan dari
beberapa kosmetik. (MD edisi 36 : 1618)
Penggunaan tabir surya untuk memblok sinar UVA dan UVB
merupakan salah satu tindakan yang dilakukan untuk mencegah
penuaan dini akibat paparan sinar UV. Salah satu bahan yang
berspektrum luas terhadap UVA dan UVB yang biasa digunakan yaitu
Titanium dioksida atau Seng oksida. (Cosmetic Dermatology : 54)
Burges MC, 2005. Springer, newyork.
Titanium oksida banyak digunakan karena spektrumnya yang luas
dalam mem blok sinar UVA dan UVB serta toksisitasnya yang
rendah. Formulasi tabir surya menggunakan serbuk titanium dioksida
yang berukuran tidak lebih dari 200 nm untuk meningkatkan
efektivitasnya sebagai tabir surya. Titanium dioksida dengan ukuran
partikel kecil mampu memantulkan dan membaurkan sinar UV.
(Handbook of Cosmetic Science and Technology 2nd edition : 459)
Bahan pem blok UVA dan UVB saat ini tersedia pada banyak produk.
Dengan penambahan seng oksida atau titanium dioksida, hamper
semua sinar UV yang merusak dapat dihindarkan. (Handbook of
Cosmetic Science and Technology 2nd edition : 545)
Titanium dioksida lebih melindungi terhadap paparan sinar UVB
dibandingkan dengan seng oksida. (Handbook of Cosmetic Science
and Technology 2nd edition : 459) Paye M, Barel AO, Maibach HI,
2001, Marcel Dekker, Inc, USA
Tabir surya fisik adalah partikel yang tersebar dan memantulkan
kembali energi UV ke lingkungan. Dalam jumlah yang cukup, mampu
menghalangi paparan sinar UV. Tabir surya fisik ini umum digunakan
karena profil toksisitasnya yang rendah serta efektif terhadap UVA
dan UVB. Tabir surya fisik yang umum digunakan yaitu titanium
dioksida

dan

seng

oksida.

Formulasi

tabir

surya

dengan

menggunakan titanium dioksida menggunakan serbuk termikronisasi


untuk meningkatkan efektivitasnya sebagai tabir surya. (Cosmetis

Formulation of Skin Care Products : 159) Draelos ZD, Thaman LA,


2006, Taylor and Francis Group, New York.
Titanium dioksida merupakan bubuk yang memiliki daya pantul yang
sangat tinggi terhadap panjang gelombang visible dan UV dan oleh
karena itu Titanium dioksida bertindak sebagai pigmen putih yang
tepat. Ia memantulkan sinar matahari dalam jumlah yang sangat
tinggi, oleh karena itu melindungi kulit dari terbakar matahari
(sunburn) dan bertindak sebagai sunblock. (RPS 18 th : 772)
Titanium dioksida telah dipertimbangkan penggunaannnya dalam
kosmetik, menggantikan ZnO dan Timbal Carbonat. Pemeriannya
putih, memiliki kekuatan menutupi (menyalut) yang sangat baik dan
praktis inert dalam reaksi terepeutik, tidak mudah dipengaruhi oleh
asam. (Scovilles : 467)
Dosis

Digunakan pada konsentrasi 25% (Cosmetis Formulation of Skin


Care Products : 137)
Digunakan sebagai tabir surya fisik pada konsentrasi 2-25%
(Handbook of Cosmetic Science and Technology 2nd edition : 453)
Topikal 2-25 % dalam krim, lotion atau salep (RPS 18 th : 772)

Metoksisinamat
Digunakan sebagai anti UVB dengan absorpsi maksimum 310 nm,
dantidak mudah hilang bila dibilas. (Cosmetics Dermatology
Principles and Practices : 250)
Metoksisinamat merupakan anti UVB yang paling banyak digunakan
dan dapat mengabsorpsi dengan baik UVB. Seringkali dikombinasi
dengan anti UVA untu memperluas spektrum. (Handbook of
Cosmetic Science and Technology 3rd edition : 455)
Benzophenon-3
Digunakan sebagai penyerap UVA , tetapi peningkatan nilai SPF
dapat dilakukan dengan mengkombinasinya dengan penyerap UVB.
(Handbook of Cosmetic Science and Technology 3rd edition : 457)

Benzophenon-3 merupakan anti UVA yang paling banyak digunakan,


bahkan salah satu UVA bloker terbaik yang tersedia di Amerika.
(Cosmetics Dermatology Principles and Practices : 250)
SPF (Sun Protecting Factor)
SPF adalah perbandingan antara dosis minimal yang diperlukan
untuk menimbulkan eritema pada kulit yang diolesi tabir surya
4.

dengan yang tidak.


Alasan Penggunaan Zat Tambahan
1) Propilen glikol
Dalam krim, perbedaan antara

ketiga

humektan

kurang

disebutkan. Semuanya hamper sama efektif dalam menghambat


hilangnya kelembaban maupun pada kelembaban relatif antara
30% dan pada 2,5,10 dan 20%.

Propilen glikol lebih efektif

dibandingkan yang lainnya (sorbitol atau gliserol). (Balsam : 198)


Konsistensi krim tipe minyak dalam air berhubungan dengan
poliol yang digunakan dalam perlakuan berikut : (Balsam : 198)
Gliserol menghasilkan krim yang sangat keras konsistensinya.
Sorbitol menghasilkan krim dengan kekerasan sedang.
Propilen glikol menghasilkan krim yang paling lembut
Digunakan sebagai humektan pada konsentrasi di atas 15%
(Handbook of Pharmaceutical Excipient 6th edition : 592)
2) Cetyl alkohol
Serupa dengan stearyl alkohol, juga memberikan tekstur lembut
pada kulit dan banyak digunakan dalam krim kosmetik dan lotion
(RPS 18th :1312)
Cetyl alkohol banyak digunakan pada sediaan kosmetik, salah
satunya krim. Pada emulsi minyak dalam air, cetyl alkohol
dilaporkan dapat meningkatkan stabilitas apabila dikombinasi
dengan pengemulsi larut air. (Handbook of Pharmaceutical
Excipient 6th edition : 155)
Cetyl alkohol juga menambah rasa lembut pada lapisan (film)
yang diberikan krim. (Keithler : 60-61)
Konsentrasi sebagai emolient 2-5% (Handbook of Pharmaceutical
Excipient 6th edition : 155)
3) Kombinasi Asam stearat dan Triethanolamin

Dalam formulasi topikal asam stearat digunakan sebagai bahan


pengemulsi dan bahan pelarut. Ketika dinetralisasi dengan alkali
atau TEA, asam stearat digunakan dalam sediaan krim.
(Handbook of Pharmaceutical Excipient 6th edition : 697)
TEA merupakan basis organik ion lemah. Merupakan emulsi
minyak dalam yang sangat stabil secara dermatologi untuk
penggunaan luar. (Scovilles : 322)
Biasanya 2-4% TEA dan 5-15% asam stearat dibutuhkan,
tergantung pada berat minyak yang teremulsi. (Scoviles : 322)
Asam stearat utamanya cocok untuk krim sehari-hari, basis bedak
dan lain-lain. Krim tipe ini (tipe stearat cream), juga digunakan
untuk tujuan lain, ketika diinginkan basis yang tidak berminyak;
krim pelindung, krim anti matahari, krim pencukur tanpa busa,
bahkan nourhising cream. Keuntungan stearat cream antara lain:
(Jellineck : 155)
a. Mudah dibuat dan harganya rendah atau murah
b. Stabil pada range pH yang luas
c. Fase minyaknya tidak mudah tengik
d. Sistem pengemulsinya kuat
e. Krim ini sangat menarik
TEA menghasilkan krim yang sangat lembut atau halus. (Keithler :
60)
Konsentrasi yang digunakan pada salep dan krim yaitu 1-20%.
(Handbook of Pharmaceutical Excipient 6th edition : 697)
4) Lanolin
Biasanya lanolin digunakan dalam vanishing cream, jumlahnya
yang sangat kecil memberikan rasa lembut seperti satin pada
bagian yang dioleskan yang merupakan sifat yang sangat
diinginkan. (Keithler : 60)
Salah satu fungsi wax seperti lanolin dalam sediaan yaitu sebagai
pengental fase minyak yang menghasilkan emulsi yang stabil.
Hanya lanolin dan derivatnya yang memainkan bagian yang besar
sebagai bahan pelembut kulit. (Jellineck : 141)

5) Kombinasi Metil dan Propil paraben


Karena mikroorganisme dapat tinggal di dalam air atau fase
minyak atau keduanya maka pengawet bagaimanapun koefisien
partisi minyak airnya, harus berada pada level yang efektif dalam
kedua fase, hampir tidak dapat dibayangkan bahwa suatu
pengawet tunggal mendistribusikan diri pada konsentrasi yang
efektif antara fase-fase tanpa memperhatikan komposisinya.
Oleh karena itu, biasanya dimasukkan pengawet yang larut dalam
fase air dan terutama larut dalam fase minyak. Ester asam phidroksibenzoat merupakan contoh yang baik sekali karena metil
esternya larut dalam air, sedangkan propil esternya yang lebih
tinggi memperlihatkan sifat yang hampir-hampir tidak larut dalam
air. (Lachman : 520)
Metil paraben digunakan

secara

luas

sebagai

pengawet

antimikroba dalam makanan, kosmetik, dan sediaan farmasetik.


Dapat digunakan sendiri atau kombinasi dengan paraben lainnya.
Dalam kosmetik, metal paraben paling sering digunakan untuk
pengawet antimikroba. Paraben-paraben efektif untuk pengawet
antimikroba pada range pH yang paling luas dan spectrum yang
luas. Konsentrasi metal paraben (0,18%) dan propil paraben
(0,02%) digunakan dalam sediaan farmasetik. (Handbook of
Pharmaceutical Excipient 6th edition : 442)
6) -tokoferol
Banyak senyawa organic mudah mengalami oksidasi

bila

dipaparkan ke udara dan lemak yang teremulsi terutama peka


terhadap proses oksidasi. Polimer autooksidasi, minyak mineral,
dan hidrokarbon jenuh mudah mengalami degradasi oksidatif pada
kondisi ini. (RPS 18th : 1318)
-tokoferol merupakan bentuk yang paling penting karena
merupakan 90% dari tokoferol yang berasal dari hewan dengan
aktifitas biologi. (FT : 730)

Konsentrasi sebagai anti oksidan 0,001-0,05%. (Handbook of


Pharmaceutical Excipient 6th edition : 31)
7) Dimethicone
Digunakan sebagai pembentuk lapisan tipis pada kulit untuk
menolak air. (Handbook of Pharmaceutical Excipient 6 th edition :
233)
Digunakan untuk mencegah reaksi photoreactivity dari titanium
dioksida. (Cosmetic Dermatology Principles and Practice: 249)
Penggunaan emolien silikon dapat mengurangi rasa kulit kering
dari penggunaan titanium dioksida sebagai bahan aktif. (Cosmetic
Formulation of Skin Care Product : 143).
8) Isopropil miristat
Digunakan sebagai emolien dalam krim dan untuk meningkatkan
penetrasi pada sediaan topikal. (Handbook of Pharmaceutical
Excipient 6th edition : 348)
C. PRODUKSI
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk pembuatan suatu sediaan
krim :
1.

Status ruangan (room status) dan status peralatan


(equipment status) yang akan digunakan dalam keadaan bersih

2.

dipasang label room status yang bertuliskan CLEANED.


Alat-alat dalam keadaan bersih dan siap untuk digunakan

3.

(status terkualifikasi dan terkalibrasi)


Setiap ruangan memiliki dokumen Prosedur Tetap

4.

(Protap) pembersihan.
Bahan-bahan pembersih yang digunakan antara lain :
larutan Risapol, Na2CO3 1% (Somat), alkohol 70%, sedangkan larutan
disinfektan antara lain : larutan Benzalkonium klorida 0,4% atau Tego51,1% yang pemakaiannya diganti tiap 6 bulan sekali untuk

5.

mencegah resistensi bakteri terhadap desinfektan.


Ruangan sudah bebas mikroorganisme

dengan

melakukan sterilisasi ruangan menggunakan cawan berisi medium

pertumbuhan mikroorganisme. Sterilisasi ruangan juga menggunakan


larutan desinfektan untuk mendesinfeksi rungan produksi
Ruang Produksi
Untuk pembuatan krim antiUV dilakukan dalam ruang kelas A
berlatar belakang B. Karena ruangan ini merupakan ruangan untuk
produksi sediaan non steril termasuk krim antiUV. Tekanan udara di dalam
ruang pengolahan produk harus lebih positif dibanding dengan ruang
koridor yang dibuktikan dengan perbedaan tekanan yang ditunjukkan oleh
alat magnehelic. Jadi, persyaratan ruangan yang dibutuhkan pada
produksi krim :
Lantainya terbuat dari epoksi atau poliuretan
Dinding terbuat dari bata atau blok beton yang dilapisi dengan epoksi
Langit-langit terbuat dari beton yg dilapisi epoksi
ntuk produksi krim AntiUV diperlukan sistem AHU dengan
persyaratan:

Pertukaran udara 5-20 kali kali/jam


Suhu ruangan 20-28OC
Efisiensi saringan udara 90-95%
Kelembaban nisbi 45-55%
Partikel yang berukuran lebih 0,5 mikron < 100.000 CF
Syarat mikroba < 500 per m3
Efisiensi filter udara 95% (medium filter)
Air yang digunakan untuk produksi sediaan krim adalah jenis air

aqua demineralisata (DMW). Demineralized water (DMW), merupakan


chlorinated water yang telah mengalami proses penghilangan mineral dan
digunakan untuk proses produksi, pembilasan akhir pada pencucian alatalat produksi dan lain-lain.

Raw Water

Penyinaran
dengan sinar UV
(254 nm)

Chlorinated
water
(Klorinasi
dengan NaOCl
Disaring
dengan
filter 5

Deklorinasi
dengan
karbon aktif

Resin mix
bed

Ion Exchange

Penyinaran
dengan sinar UV
(254 nm)

Karbon Filter

Disaring
dengan
filter 5

Distribusi

Alur Proses Pengolahan Air Demineralisata (DMW)


Bahan Baku (Bahan Awal)
Semua bahan yang

berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang

berubah maupun tidak berubah yang digunakan dalam pengelolaan obat.


Bahan (zat) tambahan adalah bahan baku zat aktif yang berfungsi :

Membantu proses pembuatan obat


Melindungi, meningkatkan stabilitas obat berbagai penyakit
Membantu identifikasi produk
Meningkatkan keamanan dan efektivitas obat atau penyimpanan akan
penggunaan
Pemeriksaan Bahan Baku meliputi :

Pemeriksaan surat jalan PO/PR


Label, nama bahan, nomor batch/lot
Nama pabrik produk
Nomor wadah
Kadaluarsa
Kondisi wadah (tutup, segel)
Pemeriksaan laboratorium
Analisis (identifikasi, kadar)

Bahan Pengemas
Semua bahan yang digunakan dalam proses pengemasan obat.
Bertujuan untuk :

Memudahkan penggunaan
Distribusi
Melindungi produk dari pengaruh lingkungan luas sepeti suhu,

kelembapan dan sebagainya.


Bahan penegemas untuk produksi krim antiuv ini menggunakan tube
plastik

Langkah-langkah proses produksi :

Proses dibuat penanggung jawab produksi dan QC


Proses harus mengikuti prosedur
Bahan awal : dicatat dalam warna berlainan
Merah
: Bahan baku obat
Putih
: Bahan pengemas
Kuning : Produk ruahan
Label karantina : petugas gudang QC atau yang lain
Label passed : harus oleh petugas QC
Petugas QC ---- ambil sampel untuk dilakukan pemeriksaan
Sesuai ---- label passed
Tidak sesuai ---- label rejected
Prosedur ditetapkan berdasarkan validasi
Validasi ulang dilakukan bila ada perubahan
Proses
Alat : perubahan kecepatan --- ganti alat
Spesifikasi bahan
Suhu sterilisasi
Secara berkala data produksi dievaluasi untuk menentukan perlu /

tidak diulang (biasanya 2 tahun)


Ruang Produksi
Ruang timbang :Exhanter/LAF
Alat timbang / takar : dikalibrasi pada waktu tertentu, jenis timbangan

harus sesuai dengan berat yang ditimbang.


Ruang timbang ---- ruang kritikal, terjadinya kontaminasi
Grey area
Barang dibuka --- ditimbang --- banyak debu masuk sehingga harus
ada LAF dalam ruangan yang ditimbang

Disedot keluar
Tempat
udara

LAF

Label merah : ditolak


Label kuning : status menunggu siapapun yang menerima
Suhu ruangan

mengalir

Suhu kamar
: 15 - 30C
Sejuk
: 0 - 15C
Dingin
: 0 - 5C
Kalibrasi merupakan bagian dari validasi sehingga adanya kalibrasi
timbangan tersebut menunjukka berat sesungguhnya dari bahan yang
ditimbang.
Di industri, timbangan bisa dikalibrasi sendiri menggunakan anak
timbangan yang sudah dikalibrasi Neraca analitik mg juga jarang terdapat
di ruang produksi. Timbang 10 g seksama. 10 g : 10.000 mg (miniml
mempunyai kepekaan 10 mg). Seksama : kesalahannya 0,1% = 1/1000.
Jadi, untuk menimbang 10 g seksama digunakan neraca analitik kepekn
0,1 mg.
Manufakturing Sediaan Semi Padat
Bentuk semi padat adalah formulasi yang kompleks, terdiri dari 2
fase atau 3 fase. Sifat fisika sediaan ini tergantung pada berbagai faktor,
antara lain ukuran partikel terdispersi, tegangan antar fase, reologi produk
dan viskositas.
Keseragaman potensi

Kelarutan bahan aktif dan ukuran partikel menjamin keseragaman

potensi dalam sediaan topical


Bahan obat yang sangat mudah larut lebih tidak bermasalah

dibandinkan bahan obat yang harus disuspensikan


Jika bahan aktif tidak larut dalam pembawa, kesergaman potensi
dipengaruhi oleh hokum prtikel dan proses pencampuran.
Kontrol proses dan peralatan
Ketidakhomogenan produk terjadi jika :

Bahan menempel pada dindin mixer


Penggunaan spatula (manual) untuk membersihkan dinding mixer
Dead spot, daerah yang tidak terjangkau pisau mixer
Produk suspensi harus tetap homogeny selama pengisian ke dalm
wadah

Jika serbuk suspense berada di dasar tanki, pencampuran sempurna


mungkin tidak tercapai.
Kontrol suhu

Diperlukan panas untuk mempermudah proses pencampuran dan

pengisian
Perlu dikontrol karena panas berlebih dapat menyebabkan :
a. Degradasi fisika dan kimia dari produk obat, bahan obat dan bahan
tambahan
b. Bahan pegendeap atau terlarut kembali, pengubahan ukuran
partikel, pembentukan Kristal
c. Inkubasi mikroba

Metode Pembuatan Krim


1. Metode Pelelehan (fusion)
Zat khasiat maupun pembawa dilelehkan bersama-sama, setelah
meleleh diaduk sampai dingin. Yang harus diperhatikan adalah kestabilan
zat khasiat.
2. Metode Triturasi
Zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis, sisa basis
ditambahkan terakhir. Dapat juga digunakan bantuan zat organik untuk
melarutkan zat aktifnya. Pada skala industri dibuat dalam skala batch
yang cukup besar dan keberhasilan produksi sangat tergantung dari
tahap-tahap pembuatan dan proses pemindahan dari satu tahap
pembuatan ke tahap yang lain. Untuk menjaga stabilitas zat berkhasiat
pada penyimpanan perlu diperhatikan, antara lain :
- Kondisi temperatur/suhu
- Kontaminasi dengan kotoran
- Kemungkinan hilangnya komponen yang mudah menguap.
Dasar-dasar proses pembuatan sediaan semi solid (termasuk krim)
dapat dibagi :
1. Reduksi ukuran partikel, skrining partikel dan penyaringan
Bahan padat dalam suatu sediaan diusahakan mempunyai ukuran
yang homogen. Skrining partikel dimaksudkan untuk menghilangkan
partikel asing yang dapat terjadi akibat adanya partikel yang terflokulasi
dan aglomerisasi selama proses.
2. Pemanasan dan pendinginan

Proses pemanasan diperlukan pada saat melarutkan bahan


berkhasiat, pencampuran bahan-bahan semisolid pada proses pembuatan
emulsi. Pembuatan sediaan semi solid dibutuhkan pemanasan, sehingga
pada proses homogenisasi bahan-bahan yang digunakan tidak
membutuhkan penanganan yang sulit, kecuali apabila di dalam sediaan
tersebut ada bahan-bahan yang termolabil.
3. Pencampuran
Pencampuran terdiri tiga macam :
a. Pencampuran bahan padat
Pada prinsipnya pencampuran bahan padat adalah menghancurkan
aglomerat yang terjadi menjadi partikel dengan ukuran yang serba
sama.
a. Pencampuran untuk larutan
Tujuan pencampuran larutan didasarkan pada dua tujuan yaitu:
adanya transfer panas dan homogenitas komponen sediaan.
b. Pencampuran semi solida
Untuk pencampuran sediaan semi solid dapat digunakan alat
pencampuran dengan bentuk mixer planetary dan bentuk sigma blade.
Alat dengan sigma blade dapat membersihkan salep/krim yang
menempel pada dinding wadah dan menjamin homogenitas produk
serta proses transfer panas lebih baik.
4. Penghalusan dan Homogenisasi Proses terakhir dari seluruh rangkaian
pembuatan adalah penghalusan homogenisasi, pemvakuman produk
semi solid yang telah tercampur dengan baik.
Ruang Penimbangan
Pada ruangan ini dilengkapi dengan beberapa alat timbangan
digital (elektrik), lemari asam, dust collector, Air Handling Unit (AHU).
Bahan-bahan yang telah ditimbang akan ditempatkan pada staging area
untuk kemudian diambil oleh petugas produksi lain untuk dilakukan proses
produksi selanjutnya. Ruang penimbangan ini dipakai untuk menimbang
bahan sediaan krim, tablet dan kapsul. Pengecekan IPC meliputi
ketepatan penimbangan bahan dan ketepatan kadar zat aktif.

Gambar Tata Letak Ruang Penimbangan


Ruang Stagging
Ruang antara yang digunakan sebagai tempat sementara
penyimpanan bahan-bahan hasil penimbangan sebelum dibawa ke ruang
pencampuran. Di dalam ruangan ini, dilakukan penandaan bahan-bahan
yang telah ditimbang. Pengecekan oleh IPC meliputi kesesuaian
label/penanda dengan bahan yang sudah ditimbang.
Peralatan
1. Peralatan produksi harus dirancang, ditempatkan dan dipelihara sesuai
dengan tujuan penggunaannya
2. Peralatan terbuat dari bahan inert, baja tahan karat AISI 304, baja
tahan karat AISI 306L, dapat dibersihkan dengan mudah.
3. Operasi perbaikan dan pemeliharaan tidak boleh membahayakan
kualitas produk
4. Perlatan produksi harus dirancang sehingga mudah dibersihkan
secara keseluruhan. Perlatan tersebut harus dibersihkan menurut
standar operasional.
5. Motor listrik kedap ledakan.

Ruang Pencampuran
Pada ruangan ini dilengkapi dengan alat double jacket tank untuk
memanaskan air, ultraturrax untuk mencampur bahan aktif dengan bahan
dasar krim, mixer untuk pengadukan sehingga diperoleh produk ruahan.
Alat-alat tersebut dibersihkan setiap pagi hari sebelum digunakan dan
sore hari sesudah selesai digunakan. Bila tidak ada kegiatan produksi
maka pembersihan dilakukan seminggu sekali.
Pada ruangan ini dilakukan pengelompokan bahan-bahan yang
termasuk fase minyak, fase air dan zat aktif. Krim dibuat pada alat
vacuum homogenizer cream mixer (VHCM) dengan mencampurkan fase
minyak yang telah dipanaskan dengan steam dalam melting vessel pada
suhu 70OC dengan fase air (air demineralisata dengan pH antara 5,0-7,0)
yang telah dipanaskan di VHCM yang dilengkapi dengan steam (double
jacket) pada suhu 70OC. Kedua fase dicampur dengan mixer dan system
homogenizer yang mengalirkan krim dari bawah ke atas, kemudian
dilakukan penambahan zat aktif ke dalam dasar krim. Setelah krim jadi,
krim didorong keluar dengan bantuan compressed air yang disaring
dengan filter 0,2 untuk dipindahkan ke vessel. Krim didinginkan hingga
25C selama beberapa jam dan mencapai konsistensi yang sesuai.
Sediaan setengah padat lain seperti salep dan gel dibuat dengan mesin
shang yuh. IPC yang dilakukan antara lain uji organoleptik, homogenitas,
kadar zat aktif, pH, BJ, viskositas, spreadibility dengan alat spreadibility
test dan uji stabilitas melalui accelerated testing.

Gambar 5. Titanium dioxide micronizer

Gambar 6. vacuum homogenizer cream mixer

Alur Produksi Tabir Surya

Uji yang dilakukan untuk sediaan krim (sistem emulsi) meliputi :


1.

Elevated temperature (sebagai indikator kestabilan)


Uji penyimpanan pada suhu 45 o C atau kelembaban kamar selama

3 hari, 1-4 minggu, atau 2-3 bulan (FDA Guideline). Ekstrapolasi pada
keadaan normal. Penyimpanan pada suhu 37 o-45oC selama 3 bulan tanpa
ada tanda ketidakstabilan menunjukkan bahwa produk stabil pada suhu
kamar (25o-30oC) selama lebih kurang setahun, dengan menganggap
bahwa reaksi yang terjadi pada suhu yang dinaikkan sama dengan reaksi
yang terjadi pada suhu kamar.
2.
3.

Elevated humidities (untuk menguji kemasan produk)


Cycling test, termasuk freeze-thaw test/stress condition
(untuk menguji terbentuknya kristal)
Siklus antara suhu kamar dan suhu 45oC masing-masing selama 24

jam sebanyak 6 siklus. Freeze-Thaw antara 4o dan 40o atau 45o. FreezeThaw dapat juga dilakukan antara -30 o dan suhu kamar selama 24 jam
sebanyak minimum 6 siklus untuk semua larutan, emulsi, krim, cairan dan
semisolid lain.
4.

Pemaparan terhadap cahaya (untuk menguji keadaan di


pasar)
Dipaparkan pada cahaya siang hari bukan pada matahari langsung

selama 1 tahun. Pemaparan terus-menerus selama 1-2 minggu dalam


lemari uji cahaya yang berisi batere tabung fluorescens dimana sampel
ditempatkan sejauh 1 kaki dari sumber cahaya. Sumber cahaya biasanya
tipe Polarite-daylight 40 W (Thorn-EMI) dengan panjang tabung 132 cm.
Batere dengan 12 tabung cukup untuk mendapatkan pencahayaan seperti
cahaya siang hari.
Dengan lampu Xenon 1-2 minggu. Dengan sinar UV 1-2 minggu.
5.

Shaking test dan Centrifugal test (untuk menguji


pecahnya emulsi)
Hukum Stokes menunjukkan bahwa pembentukan krim merupakan

suatu

fungsi

gravitasi,

dan

karenanya

kenaikan

dalam

gravitasi

mempercepat pemisahan. Becher mengatakan bahwa sentrifugasi pada


3750 rpm dalam suatu radius sentrifugasi 10 cm untuk waktu 5 jam setara
dengan eek gravitasi untuk kira-kira satu tahun. Pembentukan suatu
lapisan minyak jernih secara cepat merupakan tanda pertama untuk
fenomena keabnormalan yang berlangsung selama sentrifugasi.
Ruang Pengisian
Wadah untuk sediaan krim terdiri atas :
a. Gelas opal berwarna kuning sawo (amber), atau hijau. Tersedia dalam
beberapa ukuran. Kerugiannya yaitu saat pengisian, kemungkinan
adanya kontaminasi kantong udara dapat terjadi. Pengerjaan setelah
filling yaitu pemerataan permukaan krim pada wadah gelas dapat
mempersulit.
b. Tube tin : Efektif dan efisien dalam penggunaan serta pengerjaan
(filling) yang mudah. Digunakan zat pengkhelat untuk mencegah
terjadinya interaksi antara zat aktif dengan tin.
Ruang untuk melakukan pengisian sediaan krim ada 3 yaitu :
1. Ruang Pengisian I
Dilengkapi dengan mesin pengisian krim Elemech dengan
kapasitas 2400 tube/jam dan neraca analitik.
2. Ruang Pengisian II
Dilengkapi dengan mesin pengisi Pharmech dengan kapasitas
900-2000 tube/jam dan neraca analitik.
3. Ruang Pengisian III
Dilengkapi dengan mesin pengisi krim Pharmech dengan
kapasitas 1600 tube/jam dan neraca analitik.
Sebelum pengisian krim, tube kosong yang telah dibersihkan di
bagian pengemasan dimasukkan ke pass box, dibawa oleh petugas
produksi ke ruang pengisian dan disusun ke mesin pengisian yang telah
dimasukkan massa krim kemudian dilakukan pengisian. Setiap 15 menit
dilakukan pemeriksaan bobot oleh operator dan pada awal serta akhir
pengisian dilakukan pemeriksaan oleh bagian pengawasan mutu (IPC).

Ruang Karantina atau Ruang Produk Ruahan


Pada ruang ini disimpan produk ruahan untuk menunggu
pemeriksaan laboratorium. Produk ruahan yang telah selesai diperiksa
oleh bagian pengemasan melalui pass box untuk dilakukan pengemasan
sekunder.
Ruang Sealing & Coding
Tube-tube yang sudah berisi krim dibawa ke ruang sealing & coding
untuk disegel dan diberi kode nomor batch pada segel tube. Penyegelan
tube ini sudah termasuk dalam proses pengemasan primer. Pengemas
primer lain seperti : tube salep, tube untuk efferfescent, alumunium foil
dan rotoplast tidak dicuci lagi tetapi langsung digunakan karena dibuat
oleh supplier di ruang khusus/semi steril. Dilakukan vendor audit ke
supplier-supplier tersebut. Pengecekan oleh IPC adalah ketepatan
penyegelan tube, pemeriksaan nomor batch dan melakukan uji
kebocoran tube.
Ruang Pengemasan Sekunder
Proses pengemasan ada 2, yaitu :
-

Pengemasan primer yaitu bahan pengemas kontak langsung dengan

produk, meliputi stripping, blistering, filling ke tube atau botol.


Pengemasan sekunder yaitu bahan pengemas tidak kontak langsung
dengan produk, meliputi pillow pack, pemberian leaflet, pengemasan
ke dalam individual carton dan master box.
Pemindahan bahan pengemas ke dalam ruang produksi melewati

conveyor dan material lock room. Pada kemasan sekunder (individual


carton dan master box) terlebih dahulu diberi no. batch dan expired date
serta diperiksa kebenarannya oleh minimal 2 orang yaitu supervisor
bagian pengemasan dan seorang forewoman. Proses pengemasan
sekunder dilakukan berdasarkan packaging display. Packaging display
yang dibuat oleh bagian pengemasan digantung di line pengemasan pada
saat pengemasan berlangsung dan akan dilampirkan pada batch record.

Terdapat beberapa hal yang harus diperiksa sebelum memulai


pengemasan, yaitu :
a. Pemeriksaan kebersihan jalur pengemasan dan sekitarnya, dimana
tidak ada sisa-sisa produk, dokumen dan bahan pengemas produk
sebelumnya.
b. Pemeriksaan kebersihan, kelengkapan dan kesiapan peralatan yang
akan digunakan.
c. Pemeriksaan kelengkapan dan kebenaran bahan pengemas yang
dipakai serta wadah yang digunakan dengan cara :
1. Membandingkan nomor edisi yang dicetak dengan packaging
display.
2. Memeriksa label Approved serta QA lot number untuk setiap
pengemas.
3. Mengecek kebenaran no. batch, expired date serta manufacturing
date.
4. Pemeriksaan identitas produk ruahan yang akan dikemas apakah
telah sesuai dengan packaging order.
Pada awal pengemasan, dilakukan packaging start control untuk
memastikan kebenaran jumlah yang dikemas, meliputi penimbangan
individual carton, leaflet, pillow pack, berat master box dan berat pack
product. Berdasarkan hasil perhitungan didapat hasil berat minimum dan
berat maksimum 1 kemasan obat, sehingga dengan dilakukannya
penimbangan satu persatu kemasan obat dapat dipastikan isi kemasan
tepat, tidak ada kesalahan jumlah tube atau kesalahan lain.
Pada akhir pengemasan, dilakukan penimbangan masing masing
master box dan dicatat jumlah produk yang dihasilkan. Master box yang
selesai dikemas diberi label yang berisikan nama produk, no. batch,
expired date, dan jumlah individual carton. Pada setiap master box juga
dicantumkan:
a) Storage condition, misalnya tidak boleh lebih dari 30C, < 25C atau 28C

b) Pada setiap master box harus ditempelkan stiker/individual carton


produk sebagai identitas. Produk dengan individual carton terlalu
besar cukup diberi keterangan no. batch, expired date, berat dan isi.
c) Pada produk ekspor, label yang ditempel disesuaikan dengan
permintaan
dan peraturan dari negara tujuan.
Setelah proses pengemasan selesai, produk jadi (master box)
tersebut kemudian disimpan di ruang karantina sambil menunggu
keputusan status produk jadi dari QA Department. Batch record akan
diperiksa oleh QC lalu dikirim ke QA Department. Jika keputusan
Approved,

maka

ditempelkan

label

Approved

dan

dilakukan

penimbangan pada masing-masing master box dan dicatat pada weighing


record. Penimbangan master box ini dilakukan oleh bagian pengemasan
sebelum barang dikirim ke gudang.
Karantina Obat Jadi dan Penyerahan ke Gudang Obat Jadi
Semua finished product disimpan didalam gudang karantina untuk
menunggu keputusan Approved dari QA. Tidak boleh ada obat yang
diambil dari suatu bets selama obat jadi itu masih berada di daerah
karantina, kecuali sebagai contoh untuk QA. Semua data dan berkas pada
batch record termasuk pack record disatukan dan diserahkan kepada
manajer produksi. Batch record kemudian diserahkan kepada QA untuk
dianalisa dalam pengambilan keputusan approved/rejected.
Jika diputuskan Approved, maka QA sampler akan menempel label
Approved pada pojok kanan master box, hanya satu untuk setiap palet.
Setelah diputuskan approved, maka batch record kemudian dikembalikan
kepada bagian produksi (manajer produksi) untuk disimpan. Produk yang
sudah approved dikirim ke warehouse dengan sebelumnya ditimbang
terlebih dahulu dan dicatat pada weighing record. Setelah selesai maka
data dimasukkan ke dalam BPCS.

D. Evaluasi Krim Tabir Surya

1. Evaluasi Fisik
Homogenitas dan konsistensi, mudah dikeluarkan dari tube dan
mudah

dioleskan.

Pengukuran

konsistensi

dengan

pnetrometer.

Konsistensi / rheologi dipengaruhi suhu; sedian non newton dipengaruhi


oleh waktu istirahat oleh karena itu harus dilakukan pada keadaan yang
identik. Bau dan warna untuk melihat terjadinya perubahan fasa. pH
berhubungan dengan stabilitas zat aktif, efektifitas pengawet, keadaan
kulit.
2. Evaluasi Kimia
Kadar dan stabilitas zat aktif dan lain-lain.
3. Evaluasi kontaminasi mikroba
Berdasarkan SK Dirjen POM nomor HK.00.06.4.02894, persyaratan
maksimum angka lempeng total sediaan tabir surya adalah 10 5 serta tidak
boleh

terdapat

kontaminasi

mikroba

Staphylococcus

aureus,

Pseudomonas aeruginosa, dan Candida albicans.


Keseragaman potensi

Kelarutan bahan aktif dan ukuran partikel menjamin keseragaman

potensi dalam sediaan topical


Bahan obat yang sangat mudah larut lebih tidak bermasalah

dibandinkan bahan obat yang harus disuspensikan


Jika bahan aktif tidak larut dalam pembawa, kesergaman potensi

dipengaruhi oleh hokum prtikel dan proses pencampuran.


Kontrol proses dan peralatan
Ketidakhomogenan produk terjadi jika :

Bahan menempel pada dinding mixer


Penggunaan spatula (manual) untuk membersihkan dinding mixer
Dead spot, daerah yang tidak terjangkau pisau mixer
Produk suspensi harus tetap homogeny selama pengisian ke dalm

wadah
Jika serbuk suspense berada di dasar tanki, pencampuran sempurna

mungkin tidak tercapai.


Kontrol suhu

Diperlukan panas untuk mempermudah proses pencampuran dan


pengisian

Perlu dikontrol karena panas berlebih dapat menyebabkan :


1. Degradasi fisika dan kimia dari produk obat, bahan obat dan bahan
tambahan
2. Bahan pegendap atau terlarut kembali, pengubahan ukuran partikel,

pembentukan Kristal
3. Inkubasi mikroba
Uji Iritasi dan sensitivitas kulit pada sediaan topikal
1. Uji iritasi
1. Subjek 30 orang, bebas dari penyakit kulit
2. Penelitian dilakukan selama 22 hari
3. Patch test dilakukan secara acak, terkntrol, terulang dan
dibandingkan dengan innovator patch
4. Dapat juga digunakan placebo patches
5. Patch diaplikasikan selama 23 jam (1 hari) selama 21 hari
pada lokasi yang sama
2. Uji Sensitivitas
1. Subjek 200 orang
2. Bebas dari penyakit kulit, tidak menjalani terapi kortikosteroid,
analgesik, antihistamin
3. Waktu uji 6 minggu
4. Patch test dibandingkan dengan innovator patch. Dapat

digunakan placebo patches.


Tahapan Uji
1. Fase induksi
Uji dilakukan pada lokasi kulit yang sama 3 kali seminggu

selama 3 minggu (9 kali)


Patch diaplikasikan selama 48 jam pada hari kerja dan 72 jam

pada akhir minggu


2. Fase istirahat
2 minggu setelah fase induksi
3. Challenge phase
Patch diaplikasikan di kulit selama 48 jam. Evaluasi reaksi kulit
dilakukan pada 30 menit, 24, 28 dan 72 jam setelah patch dilepas.
4. Scoring system
Reaksi dermal diberi nilai sebagai berikut :
0 = tidak ada iritasi
1 = eritema minimal, hampir tidak Nampak
2 = eritema, terlihat jelas

3 = eritema dan papula


4 = edema
5 = eritema, edema, papula
6 = erupsi vasikula
7 = reaksi di luar lokasi uji
5. Menguji efek samping obat dengan keberasaan cahaya
a. Photoiritation
Respon kulit yang diinduksi oleh cahaya (non-imunolois)
terhadap bahan kimia fotorektif.
b. Photoallergy
Reaksi imunologis terhadap bahan kimia, deaktivasi oleh
cahaya photoiritation dan photoallergy tejadi ketika bahan
photoactive masuk ke kulit melalui rute dermal atau sirkulasi
sistemik dan tereksitasi oleh sinar tampak atau UV
6. Uji fotoiritasi
Diberlakukan pada :
Senyawa obat atau eksipien yang mengabsorpsi radiasi sinar

tampak, UVA, UVB


Produk obat yang diaplikasikan pada kulitatau mata atau

mengubah kondisi kulit atau mata


Produk obat diaplikasikan pada kuli yang terpapar sinar

matahari
Produk photoirritant harus menyertakan peringatan hindari

sinar matahari lagsung


7. UV-associated skin carcinogenesis enhancement testing
Senyawa oba yang diidentifikasi sebagai photoirritant,
berpotensi meningkatkan resiko kanke kulit oleh pemaparan

sinar uv
Photoirritant umumnya menyebabkan erythema (sunburn) pada

kulit terpapar sinar matahari


Penggunaan jangka lama kerusakan DNA
Pengujian jangka pendek untuk mengukur photoreactivity
(missal

photogenotoxicity)

dilakukan

untuk

memperoleh

informasi potensi penguatan kanker kulit yang diinduksi sinar uv.


Menggunakan model mencit albino dengan simuas sinar
matahari.

Produk obat yang perlu diuji (1:193)

Ditujukan untuk penggunaan berulang atau terus menerus


Diaplikasikan pada kulit yang terpapar sinar matahari
Obat-obat yang mempengaruhi lapisan pelindung epidermis atau
mengubah sifat optik kulit.
Uji Prosedur (5:281-284)
Parameter yang harus diperhatikan dalam melakukan tes kulit

meliputi (a) tempat ujian, (b) ukuran lapangan TGE, (c) metode yang
digunakan untuk mengisolasi lokasi penelitian, (d) pretest pengobatan, (e)
normalisasi respon, (f) metode penerapan persiapan ujian, (g) jadwal
eksposur digunakan, dan (h) evaluasi hasil.
a. Tempat tes. Luas bagian belakang atau perut lebih disukai karena, itu
diklaim daerah ini memiliki sensitivitas yang lebih besar dan respon
yang seragam untuk semua panjang gelombang ultraviolet. Perawatan
harus dilakukan untuk memastikan bahwa statusnya bebas dari
penyakit kulit dan tidak pernah terkena sinar matahari baru-baru ini.
Permukaan kulit anterior lengan, di bawah siku, juga digunakan untuk
uji laboratorium sebagai tempat nyaman yang jarang terkena sinar
matahari dan yang memerlukan fasilitas minimal khusus untuk
pengujian.
b. Ukuran bidang uji. Bidang tes biasanya tetap kecil untuk menghindari
daerah yang luas yang mungkin menjadi sakit jika terpapar / terbakar.
Bagian yang biasanya terisolasi sehingga daerah kulit contoguous
tidak terkena radiasi. Sharp, bidang geometris yang tepat membantu
dalam menekankan efek dan membuat sifat dari respon kulit lebih
mudah untuk dievaluasi. Daerah uji melingkar, dari diameter atau
3/8, atau persegi panjang, sering 1 - x - sesuai ukurannya. Sebuah
uji pengukuran sering digunakan untuk menerapkan jumlah yang tepat
meteran dari persiapan tes untuk daerah kulit yang diketahui.

c. Metode mengisolasi lapangan. Pita perekat umumnya digunakan untuk


menggambarkan daerah uji dan untuk menutupi daerah yang
berbatasan dengan yang tidak terkena cahaya. Wilson, Quero, dan
Guru menggunakan lembaran kertas logam masuk ke lubang.
Lembar ini dimasukkan ke belakang setelah persiapan tes telah
dilkukan pada kulit. Peralatan yang lebih rumit digunakan oleh Blum
dan Terus, terdiri template Bakelite tepatnya mesin dengan 3/8 inci.
Lubang templae ditekan pada kulit sesuai ukuran uji. Masing-masing
dari sembilan lubang yang telah disediakan dengan rana slidding.
Sisa dari kulit, bukan bagian dari pengujian terisolasi, harus
dilindungi terhadap paparan. Kedua kain buram dan lotion pelindung
mpnyerap telah memuaskan untuk tujuan ini.
d. Pretest pengobatan. Wilson dan rekan kerjanya menempatkan orangorang mereka dalam lemari uap untuk menginduksi keringat yang
berlebihan untuk mengevaluasi ketahanan berbagai persiapan untuk
berkeringat. Klarmann mengklaim bahwa pemanasan awal kulit
dengan

lampu

inframerah

untuk

menginduksi

hiperemia

akan

menyebabkan kenaikan 33% pada kepekaannya terhadap radiasi


ultraviolet. Sebaliknya, Blum dan Terus mengatakan

tidak ada

pengaruh signifikan secara statistik berkeringat pada MED. Demikian


pula, MED diamati oleh Freemen, Owens, Knox dan Hudson tidak
signifikan berubah ketika energi inframerah diaplikasikan baik segera
sebelum atau setelah terpapar ultraviolet. Pretreatment kulit hidup
dengan agen kliring seperti gliserol juga tidak memiliki efek yang
terlihat pada dosis ambang erythemal.
e. Normalisasi respon. Manfaat yang disarankan oleh Blum dan Terus
untuk mengevaluasi perlindungan yang diberikan oleh berbagai
persiapan harus dinormalisasi untuk memperhitungkan sensitivitas
masing-masing individu itu dengan mengekspos kulit yang tidak
dilindungi untuk menentukan MED ambang batas. Kebanyakan
individu berkulit putih akan menunjukkan MPE di bawah matahari

setelah diisolasi sekitar 20 menit. Berdasarkan sumber-sumber buatan,


jarak

antara

sumber

dan

permukaan

kulit

disesuaikan

untuk

menghasilkan MPE dalam 1 sampai 3 menit. Beberapa daerah kulit


yang tidak dilindungi yang terpapar beberapa waktu dan daerah ini
diperiksa 24 jam kemudian untuk menentukan paparan yang
menghasilkan MPE.
f. Metode pemakaian sediaan. Ketebalan dari lapisan tabir surya pada
kulit secara langsung mempengaruhi redaman, insiden radiasi, namun
banyak peneliti tidak melaporkan perawatannya, jika ada, diambil
untuk memastikan bahwa daerah uji kulit dilakukan dengan lapisan ke
dimensi yang diketahui. Mereka yang memiliki laporan data muncul
untuk melaksanakan tes dengan deposito lebih berat daripada yang
digunakan oleh konsumen.
g. Jadwal eksposur. Peningkatan atau penurunan paparan dilakukan
dengan menutup wilayah tes progresif sebagai paparan berlangsung.
Jadwal paling sederhana adalah suatu barisan aritmetika, namun
beberapa pekerja menggunakan progresi geometris karena presisi
tawaran yang sama dalam menentukan baik MPEs pendek dan
panjang. Untuk lampu yang menghasilkan 1-menit MPE untuk
terlindungi paparan 12 menit, kulit akan setara dengan terpapar
matahari selama 4 jam.
h. Evaluasi hasil. Eirmann mengevaluasi hasil tes-nya untuk eritema 24
jam setelah terpapar, dan untuk penyamakan setelah tujuh hari.
Penilaian eritema secara visual sebagai berikut:
1. Eritema sedikit jelas

2. Eritema jelas
3. Eritema jelas, tidak menyakitkan
4. Vivid eritema, menyakitkan
5. Eritema dengan terik
Uji Transmisi Eritema
Nilai serapan (A) yang diperoleh dari 3 replikasi dihitung nilai transmisinya
(T), nilai transmisi eritema (Te) di hitung dengan cara mengalikan nilai

transmisi

(T) dengan faktor efektifitas eritema (Fe) pada panjang

gelombang 292,5-372,5, selanjutnya dihitung berdasarkan rumus % Te.


A
= - log T
T
= Inv log A
Te = T x Fe
% Te =
Ket : A = absorban
T = Transmitan
Te = Transmisi eritema
Fe = Faktor efektifitas eritema
Persentase Transmisi Pigmentasi
Nilai serapan (A) yang diperoleh dari 3 replikasi dihitung nilai transmisinya
(T), nilai transmisi pigmentasi (Tp) di hitung dengan cara mengalikan nilai
transmisi

(T) dengan faktor efektifitas pigmentasi (Fp) pada panjang

gelombang 322,5-372,5, selanjutnya dihitung berdasarkan rumus % Tp.


A
= - log T
T
= Inv log A
Tp = T x Fp
% Tp =
Ket : A = absorban
T = Transmitan
Te = Transmisi eritema
Fp = Faktor efektifitas pigmentasi
Perhitungan Nilai SPF
Ditentukan nilai SPF dengan menghitung luas AUC dari nilai serapan pada
290-400 nm dengan interval 2 nm Nilai AUC
[AUC] =
x (dpa-b)
Aa
= Absorbansi pada a nm
Ab
= Absorbansi pada b nm
Dpa-b = Selisih a dan b
Nilai total AUC dihitung dengan menjumlahkan semua nilai AUC pada tiap
. Nilai SPF masing-masing konsentrasi ditentukan menggunakan rumus
Log SPF =

x Fp

Keterangan :
n = terbesar (dengan A 0,05 untuk ekstrak dan A 0,01
untuk sediaan
1 = terkecil 290 nm
n-1 = interval aktivitas eritemogenik
Fp = Faktor pengenceran (Fp = 1 untuk ekstrak, Fp = 5 untuk
sediaan)

Parameter : SPF ( Sun Protection Factor )


1. Ditentukan MED, eritema minimum setelah pemaparan sinar UV
2. Ditentukan MED, eritema minimum setelah pemaparan sinar UV
dengan sampel sediaan yang dinilai

E. QUALITY CONTROL (QC)


Untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan, maka dilakukan
pengawasan terhadap mutu produk. Pengawasan yang dilakukan tersebut
dilakukan meliputi bahan baku, bahan kemas, proses produksi, produk antara,
produk ruahan, produk jadi, produk kembalian dan sampel berkala. Semua
pengawasan tersebut dilakukan oleh Departemen Quality Control. Untuk
melaksanakan tugasnya departemen Quality Control dibagi atas bagian analisa
dan IPC (in process control), yang memiliki fasilitas berupa laboratorium untuk
pemeriksaan kimia, dan ruang instrument yang terpisah satu sama lain.
Bagian/Departemen

Pengawasan

Mutu

(QC)

di

industri

farmasi

bertanggung jawab untuk memastikan , bahwa :


1. Bahan awal untuk produksi obat memenuhi spesifikasi mengenai identitas,
kekuatan, kemurnian, kualitas dan keamanan yang telah ditetapkan.
2. Tahapan produksi obat telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan dan telah divalidasi sebelumnya, antara lain melalui evaluasi
dokumentasi produksi terdahulu.
3. Semua pengawasan selama proses dan pemeriksan laboratorium terhadap
suatu bets obat telah dilaksanakan dan bets tersebut memenuhi spesifikasi
yang telah ditetapkan sebelum didistribusikan.
4. Suatu bets obat memenuhi persyaratan mutunya selama waktu peredaran
yang telah ditetapkan.

Bagian-bagian dari QC :
1. Bagian Analisa
Tugas dan tanggung jawab bagian analisa antara lain : pemeriksaan mutu
bahan baku, pemeriksaan mutu bahan kemas dan pemeriksaan produk/obat jadi.
a. Pemeriksaan mutu bahan baku
Pemeriksaan mutu bahan baku dilakukan untuk menjamin agar bahan

baku yang digunakan sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan. Bahan


baku yang baru dikirim oleh supplier segera dilakukan pemeriksaan untuk
mengetahui apakah bahan baku tersebut memenuhi spesifikasi yang telah
dipersyaratkan. Supplier harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.

Bahan baku harus memiliki COA (Certificate of Analysis)


Berkesinambungan
Mempunyai MSDS (Material Safety Data Sheet )
Harga murah
Pengujian ini mencakup identifikasi, kemurnian, dan penetapan kadar.

Selama proses pengujian, bahan dikarantina dan diberi label karantina yang
berwarna kuning. Hal-hal yang harus diperhatikan :
Pengambilan sampel bahan baku dilakukan secara acak pada bagian

atas, tengah, dan bawah dari wadah. Pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan alat thief sampler.
Pengambilan sampel dilakukan secara acak untuk setiap batch dengan

rumus

n +1. Untuk bahan yang identitasnya kurang jelas, wadah kotor,

pabrik pembuat berbeda dari biasanya, atau bahan berasal dari supplier yang
baru maka sampling dilakukan terhadap semua wadah dalam batch.
Pengambilan contoh harus dilakukan dalam ruang sampling dengan tepat

untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan


adalah sebagai berikut :

Sebelum sampling dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu apakah


segel/tutup wadah masih utuh.

Alat sampling harus bersih.

Selesai sampling wadah segera ditutup rapat dan diberi penandaan


karantina.
Setiap melakukan pengujian bahan baku dilengkapi dengan catatan

pengujian (testing order) atau catatan hasil pengujian yang ditandatangani oleh
QC manager. Bahan baku yang telah lulus seleksi diberi label diluluskan yang
berwarna hijau, dan jika tidak sesuai dengan spesifikasinya diberi label merah
ditolak.
Selain itu bagian analisa mengeluarkan lembar disposisi QC yang
menerangkan status

bahan baku. Disposisi ini dibuat rangkap 2 dimana

tembusannya diserahkan ke bagian PPIC untuk perencanaan produksi dan


bagian keuangan untuk pembayaran.
b. Pemeriksaan mutu bahan kemas
Pemeriksaan dilakukan untuk menjamin bahwa bahan kemas yang
digunakan benar-benar sesuai spesifikasi yang ditentukan.Tujuan yang ingin
dicapai adalah bahan pengemas tersebut dapat melindungi sediaan obat.
Pengujian terhadap bahan kemas meliputi label, brosur, wadah karton,
aluminium foil, botol dan tutup botol.Pengawasan dilakukan terhadap penampilan
fisik wadah, kesesuaian bahan dan hasil cetakan dengan spesifikasi yang telah
ditentukan (warna, penandaan, desain dan bentuk). Sistem pemberian label
bahan kemas sama dengan pada bahan baku.
Jika pemeriksaan bahan kemas telah selesai dilakukan maka bagian
analisa akan mengeluarkan lembar disposisi QC yang berisi hasil pemeriksaan
untuk disampaikan ke bagian keuangan untuk pembayaran dan ke bagian PPIC
untuk perencanaan produksi. Apabila bahan kemas tidak memenuhi spesifikasi
yang dipersyaratkan, maka dikembalikan ke supplier dengan dokumen nota retur
barang.
2. Pengawasan dalam Proses ( In Process Control )

Pengawasan dalam proses (IPC) merupakan pengawasan yang


dilaksanakan

selama

proses

produksi

berlangsung.

Seksi

IPC

bertanggungjawab untuk melakukan pengawasan untuk mencegah


terjadinya kesalahan sehingga produk yang dihasilkan memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan. IPC berupaya apabila terjadi
kesalahan yang selama berlangsungnya proses produksi dapat segera
ditangani. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan terhadap
semua hal yang mempengaruhi setiap tahap proses pengolahan dan
pengemasan meliputi :
-

Produk

antara,

yaitu

pemeriksaan

terhadap

campuran

yang

masih

memerlukan satu atau lebih tahap pengolahan lebih lanjut untuk menjadi
produk ruahan. Pada sediaan padat pemeriksaannya meliputi uji kadar air
granul, uji keragaman bobot, uji kekerasan, uji kerapuhan, uji waktu hancur
dan uji kebocoran strip. Sedangkan untuk sediaan liquida meliputi uji
pemerian dan uji keseragaman volume pada saat filling.

Produk ruahan, yaitu pemeriksaan terhadap bahan yang telah selesai diolah
dan menunggu tahap pengemasan untuk menjadi produk jadi.

Pengawasan Mutu Ruangan dan Peralatan


Bagian IPC juga bertanggungjawab dalam melakukan pengawasan
mutu ruang dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi. Sebelum
proses produksi dimulai petugas IPC memeriksa sanitasi dan hygiene
ruangan dan peralatan, jika memenuhi syarat maka IPC memberikan
rekomendasi atas kebersihan ruangan dan peralatan yang akan digunakan
dalam proses produksi dengan memberikan label bersih. Kemudian
petugas IPC juga melakukan kalibrasi timbangan.
3. Penerimaan dan Penanganan Barang Kembalian (Returned Goods)
Barang kembalian atau returned goods adalah semua produk jadi
(finished goods) yang telah keluar dari pabrik dan dikembailikan lagi ke pabrik
dengan alasan tertentu. Penyebab terjadinya produk kembalian antara lain
karena mendekati masa kadaluarsa, kerusakan isi produk maupun kerusakan
Error: Reference source not foundkemasan, rekomendasi dari Balai POM karena
faktor mutu dan timbilnya efek samping yang merugikan atau membahayakan
konsumen. Distributor akan menyampaikan pemberitahuan yang berkaitan
dengan pengembalian produk tersebut disertai dengan dokumen yang berisi
jumlah produk, jenis produk, no.batch, tempat asal pengembalian dan alasan
pengembalian produk.
Penanganan produk kembalian oleh gudang obat jadi adalah seperti
penanganan bahan baku dan bahan pengemas ketika pertama kali datang,
meliputi pembuatan Inventory Receiving Tickets dan Goods Inspection Report.
Produk kembalian dikarantina yang selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan
oleh bagian Quality control.
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh bagian QC, maka kemungkinan
penanganan yang dilakukan adalah :
1. Repacking Product
Repacking product (pengemasan ulang) dilakukan terhadap produk
kembalian jika memenuhi persyaratan :
-

Alasan pengembalian karena kemasan rusak tetapi isinya tetap memenuhi


persyaratan dan jumlah produk kembalian banyak sehingga nilai ekonomisnya
lebih besar dibandingkan dengan biaya pengemasannya.

2. Pemusnahan Produk Kembalian


Dilakukan terhadap produk kembalian yang :
-

Mengalami kerusakan baik isi maupun kemasannya

Produk yang dikembalikan dalam jumlah kecil

Produk kembalian karena kadaluarsa


Untuk produk yang dimusnahkan karena alasan kadaluarsa atau rusak,

dibuatkan Destruction Requisition yang ditandatangani Quality Department, PPIC


Department, Finance Department, Plant Director serta General Manager jika nilai
produk yang dimusnahkan tersebut lebih dari 2 juta. Selanjutnya produk
dikelompokkan berdasarkan karakteristiknya

dan dilakukan pemusnahan,

kemudian dibuat berita acara pemusnahan atau Destruction report.


3. Pengujian Mikrobiologi
Pengujian mikrobiologi terhadap produk maupun sistem penunjang
proses produksi. Bertujuan untuk menjaga kualitas produk yang dihasilkan.
4. Pemantauan Partikel Mikroba
Pemantauan partikel mikroba dilakukan dibawah Laminar Air Flow (LAF),
laboratorium mikrobiologi serta ruang produksi. Pada LAF jumlah maksimal
mikroba yang boleh ada adalah 1,2 partikel/ft3. Cara pemantauannya adalah
sebagai berikut:
Diletakkan lempeng agar dalam kondisi terbuka selama 1 jam (jarak
penempatan lempeng adalah satu lempeng tiap 900 cm 2 untuk LAF dan 8100
cm2 untuk laboratorium dan ruang produksi). Setelah satu jam lempeng ditutup
dan diinkubasi selama 48 jam suhu 35 - 37 C, kemudian dilakukan
penghitungan jumlah partikel mikrobanya. Proses inkubasi dilanjutkan kembali
selama 48 jam pada suhu kamar untuk menghitung jumlah kapang dan khamir.

Tata Letak Ruangan Pabrik

DAFTAR PUSTAKA
1.

Fatmawaty A. Farmasi Industri. Makassar. 2010.

2.

Jenkins, Glen, dkk, 1957, Scovilles The Art of Compounding, MC


Growhill, Book Company, New York.

3.

Gennaro, A.R. 1990. Remington and Practice of Pharmacy. 18th


Edition,. Philadelphia College of Pharmacy and Science.
Philadelphia.

4.

Dirjen POM. 2001. Pedoman cara Pembuatan Obat yang Baik,


Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

5.

Reynold J.E.F. 1989. Martindale The Extra Pharmacopeia. 30th


Edition. The Pharmaceutical Press. London.

6.

Rowe RC et.al. Handbook of Pharmaceutical Excipients. 6 th.ed.


Pharmaceutical Press. USA. 2009.

7.

Balsam, MS. Cosmetics Science


Interscience. New York. 1972.

8.

Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik


Indonesia Nomor : HK.00.05.4.3870 Tentang Pedoman Cara

and

Technology.

Wiley

Pembuatan Kosmetik Yang Baik.

9.

Baumann L et.al. Cosmetic Dermatology: Principle and Practice.


2nd.ed. The McGraw-Hill Companies. USA. 2009.

10. Rosen MR. Delivery System Handbook for Personal Care and
Cosmetic Products: Technology, Applications, and Formulation.
William Andrew Publishing. USA. 2005.
11.

Paye M et.al. Handbook of Cosmetic Science and Technology.


Marcell Decker, Inc. USA. 2001.

12. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk


Komplemen. Petunjuk Operasional Pedoman Cara Pembuatan
Kosmetik yang Baik. BPOM RI. 2010.

Anda mungkin juga menyukai