Anda di halaman 1dari 198

perpustakaan.uns.ac.

id

digilib.uns.ac.id

TUGAS AKHIR
KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

HOTEL DAN SHOPPING MALL


DI PURWOKERTO DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR HIJAU

Disusun oleh:
REVI AULIA PURBANDINI I0207079

Dosen Pembimbing:
Ir. EDI PRAMONO SINGGIH, MT
YOSAFAT WINARTO, ST.MT

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011

commit to user

ABSTRAK
Hotel dan Shopping Mall di Purwokerto dengan Pendekatan
Arsitektur Hijau oleh:
Revi Aulia
Purbandini
I0207079
Hotel dan Shopping Mall di Purwokerto dengan Pendekatan Arsitektur
Hijau adalah suatu bangunan yang memiliki dua fungsi kegiatan di
dalamnya yang berupa wadah pelayanan untuk penginapan berupa hotel
bagi orang-orang yang melakukan perjalanan, serta menyediakan sarana
perbelanjaan baik bagi penginap maupun masyarakat umum dengan
menerapkan konsep arsitektur yang meminimalkan pengaruh buruk
terhadap lingkungan dan menghasilkan tempat hidup yang lebih baik dan
sehat. Dampak fenomena pemanasan global ditandai dengan makin
buruknya kondisi alam di muka bumi. Sektor bangunan justru menjadi
kontributor terhadap kerusakan alam dan konsumsi energi. Arsitektur
seringkali didesain dengan orientasi estetis dan ekonomis semata, serta
mengesampingkan aspek keberlanjutan. Arsitektur Hijau merupakan salah
satu konsep yang dapat mengatasi permasalahan dis-orientasi tersebut
melalui konsep efisiensi energi dan ramah lingkungan. Tulisan ini bertujuan
untuk merumuskan landasan konseptual perencanaan dan perancangan
hotel dan shopping mall dalam satu bangunan yang mampu melayani
wisatawan dan masyarakat Purwokerto dan sekitarnya.
Kata Kunci: hotel, shopping mall, purwokerto, arsitektur hijau

ABSTRACT
Hotel and Shopping Mall in Purwokerto with Green
Architecture Approach by:
Revi Aulia Purbandini
I0207079

Hotel and Shopping Mall in Purwokerto with Green Architecture Approach is a building th
foundation of planning and design of the hotel and shopping mall in one building that can
Key Word: hotel, shopping mall, purwokerto, green architecture

BAB I
PENDAHULUAN

I.1.PENGERTIAN JUDUL
JUDUL

:Hotel dan Shopping Mall di Purwokerto

SUB JUDUL

:Hotel

dan Shopping

Mall

di

Purwokerto dengan

Pendekatan Arsitektur Hijau


Hotel
Hotel menurut surat keputusan Dirjen Pariwisata No 14/U/1988 adalah
suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan
untuk menyediakan jasa pelayanan, makan dan minum serta jasa lainnya bagi
umum, yang dikelola secara komersial dam memenuhi ketentuan persyaratan
yang telah ditetapkan dalam keputusan tersebut.
Shopping Mall
Shopping Mall menurut Frank H. Spink Jr,1977 adalah suatu kelompok
fasilitas komersial (pertokoan dan jasa) yang menyatu secara arsitektural.
Fasilitas ini didirikan dalam suatu tapak (dalam satu bangunan) yang
direncanakan, dikembangkan, dimiliki, dan diatur sebagai suatu unit.
Purwokerto
Kota Administratif Purwokerto merupakan ibu kota Kabupaten Daerah
Tingkat II Banyumas yang terletak di Propinsi Jawa Tengah, terletak di antara
108 derajat 39 17 - 109 derajat 27 15 Bujur Timur dan 7 derajat 15 05 - 7
derajat 37 10 Lintang Selatan. Kota Purwokerto merupakan salah satu bagian
wilayah Propinsi Jawa Tengah yang berada di jalur transportasi antar propinsi
baik transportasi bus antar kota maupun kereta api, menjadikan kota Purwokerto
sangat strategis untuk menjadi tujuan bagi para pengunjung dari luar kota.
Perbatasan wilayah meliputi:
Utara

: Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pemalang

Timur

:Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, dan Kabupaten


Kebumen.

Selatan : Kabupaten Cilacap


Barat

: Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Brebes

Jarak Kabupaten Purwokerto dengan kota-kota disekitarnya sebagai berikut:


- Ke Purbalingga

= 20 km

- Ke Banjarnegara

= 65 km

- Ke Cilacap

= 53 km

- Ke Kebumen

= 85 km

Gambar 1.1. Batas Wilayah Kabupaten Banyumas


Sumber: www.purwokerto.go.id

Arsitektur Hijau
Konsep arsitektur yang berusaha meminimalkan pengaruh buruk
terhadap lingkungan dan menghasilkan tempat hidup yang lebih baik dan lebih
sehat.

Jadi, Hotel dan Shopping Mall di Purwokerto dengan Pendekatan


Arsitektur Hijau adalah suatu bangunan yang memiliki dua fungsi kegiatan di

dalamnya yang berupa wadah pelayanan untuk penginapan berupa hotel bagi
orang-orang yang melakukan perjalanan, serta
perbelanjaan baik bagi penginap maupun

menyediakan

masyarakat

umum

sarana
dengan

menerapkan konsep arsitektur yang meminimalkan pengaruh buruk terhadap


lingkungan dan menghasilkan tempat hidup yang lebih baik dan sehat.

I.2.LATAR BELAKANG
I.2.1. Latar Belakang Permasalahan
Pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi pada kotakota di Indonesia menuntut berbagai macam fasilitas yang salah satunya
adalah fasilitas layak lahan pakai yang menjadi kebutuhan pokok setiap
manusia. Lahan tersebut harus memiliki aksesibilitas dan kesiapan
infrakstruktur. Fasilitas tersebut diperlukan untuk mengatasi berbagai
persoalan yang timbul sebagai efek samping dari pertumbuhan penduduk
dan perkembangan ekonomi sehingga peremajaan kawasan strategis kota
harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan layak pakai bagi penduduk
di Purwokerto.

Gambar 1.2 : Peta Kepadatan Penduduk KabupatenBanyumas


Sumber: RUTRK/RDTRK Kota Purwokerto

Ditambah dengan adanya kesepakatan era globalisasi sekarang


ini, yang membuat Negara-negara sibuk untuk mengantisipasi

hal

tersebut, termasuk Indonesia yang aktif dengan AFTA sebagai salah satu
upaya

untuk

menghadapi

dan

mengantisipasi

era

globalisasi.

Pembangunan pada beberapa pusat kawasan bisnis di kota-kota di


Indonesia saat ini mengarah pada konsep superblock. Dengan konsep ini
mengakibatkan munculnya konsep lain seperti CBD (Central Business
Distric), Superblock, Mix Use Development, yang merupakan upaya dari
pemanfaatan ruang lahan yang semakin terbatas.
Laju pembangunan yang terjadi pada dewasa ini sangat pesat, hal
ini terjadi karena pertambahan penduduk yang sangat cepat dan
mengakibatkan terjadinya pemekaran kota yang akhirnya menimbulkan
berbagai persoalan pemenuhan kebutuhan

aktivitas

penduduknya.

Dengan bertambahnya aktivitas penduduk tersebut maka semakin banyak


wadah-wadah atau sarana kegiatan aktivitas penduduk tersebut maka
semakin banyak wadah-wadah atau sarana kegiatan aktivitas penduduk
yang mengalami perkembangan selaras dengan perkembangan peradaban
manusia yang semakin berkembang. Demikian juga dengan sarana
perdagangan perlu peningkatan.
Semakin pesatnya pertumbuhan kota-kota di Indonesia maka
semakin meningkat pula kota sebagai pusat dari perdagangan, sehingga
pusat-pusat perbelanjaaan tersebut akan lebih mendapat perhatian. Tak
terkecuali juga dengan kota Purwokerto yang sedang berkembang.
I.2.2. Perekonomian Purwokerto
Tahun 2009 krisis global masih mewarnai perekonomian dunia,
tidak terkecuali Indonesia. Terjadinya kenaikan harga BBM tahun 2008,
mengakibatkan kenaikan harga barang dan jasa

yang

tentunya

berpengaruh pada proses produksi. Kenaikan harga barang dan jasa


mengakibatkan kenaikan pada biaya produksi barang dan jasa yang

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

sangat berpengaruh pada kondisi perekonomian.

Namun

demikian,

kinerja perekonomian Purwokerto selama tahun 2008 dan 2009 masih


menunjukkan kenaikan.
Selama periode 2005-2009, kinerja perekonomian Purwokerto
yang ditunjukkan dengan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009, nilai PDRB atas
dasar harga berlaku mencapai Rp. 9,19 triliun. Secara nominal, PDRB
Kabupaten Purwokerto pada kurun waktu

2005-2009

mengalami

kenaikan sebesar Rp.3,6 triliun. Namun demikian, kenaikan ini masih


mengandung kenaikan harga barang dan jasa yang diproduksi selama
kurun waktu tersebut.
Berdasarkan harga kenstan 2000, nilai PDRB juga mengalami
kenaikan dari Rp. 3,6 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp. 4,40 triliun di
tahun 2009. Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian Purwokerto
mengalami pertumbuhan yang positif. Kenaikan tersebut murni sebagai
peningkatan produksi, karena nilai PDRB atas dasar harga konstan telah
terbebas dari pengaruh inflasi.

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sektoral di Kota Purwokerto 20052009 (persen)


Sektor

2005

2006

2007

2008*)

2009

1. Pertanian

1,70

1,73

3,14

5,15

4,89

2. Penggalian

4,09

4,62

5,17

4,68

5,12

3. Industri Pengolahan

2,45

3,24

3,47

3,33

3,04

4. Listrik & Air Bersih

9,11

5,16

7,51

4,39

6,36

5. Konstruksi

4,12

4,07

4,71

5,38

6,60

6. Perdagangan, Hotel, & Restoran

3,80

6,72

6,48

5,69

5,19

7. Pengangkutan & Komunikasi

3,13

4,32

5,18

5,95

4,60

8. Keuangan, Persewaan, & Jasa

5,60

6,85

8,04

5,96

8,01

commit to user
1

Pendapatan Regional Kabupaten Banyumas 2009.Katalog BPS: 9200.3302

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

9. Jasa-jasa

3,54

6,70

7,90

6,90

7,56

PDRB

3,21

4,48

5,30

5,38

5,49

*) = angka perbaikan
Sumber: BPS Kabupaten Banyumas
Grafik 1.1. Kinerja Perekonomian Kota Purwokerto Tahun 20052009

P
E

10
9
8
7
6
5

4
3

2
1

8.34
5.58

3.6
2005

7.27

6.43

3.96

3.76
2006

9.19

2007

2008

4.17
2009

4.4
PDRB
konstan

Sumber: Banyumas Dalam Angka 2010


I.2.3. Purwokerto Ibu Kota Banyumas
Berdasarkan Kebijaksanaan Dasar Propinsi Dati I Jawa Tengah,
ditetapkan kota Purwokerto sebagai salah satu kawasan prioritas
pengembangan untuk wilayah Jawa Tengah, dengan harapan kota
Purwokerto dapat berperan sebagai pusat atau kutub pertumbuhan yang
akan menetaskan hasil pembangunan ke wilayah sekitarnya.

Kota Purwokerto diharapkan dapat tumbuh dan berkembang


menjadi salah satu pusat pertumbuhan di bagian selatan barat wilayah
propinsi Jawa Tengah berperan memeratakan

pembangunan

propinsi

Jawa Tengah bagian selatan.

Pemerintah Administratif Kota Purwokerto,RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA,


2005-2015.

commit to user

Tahun

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Berdasarkan Kebijaksanaan Dasar Kabupaten Dati II Banyumas,


maka diharapkan peran sebagai pusat tersebut akan meningkatkan
ekonominya secara mandiri, bahkan akan membantu mengembangkan
daerah sekitarnya.
Di samping sebagai ibukota Kabupaten Banyumas, yang
merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah, kota
Purwokerto juga merupakan kota transit jalur lalu lintas yang kuat dari
Jawa Tengah dan Jawa Barat yang merupakan simpul distribusi
perdagangan yang nantinya akan menjadi

wilayah

penyangga

(hinterland) bagi kota Cilacap yang merupakan kota industri yang


menjadi wilayah pengembangan Jawa Tengah Selatan bagian barat.

Perkembangan kota Purwokerto dari tahun ke tahun semakin meningkat


dan bertambah pesat. Beberapa fasilitas umum ditingkatkan

dan

ditambah. Tak terkecuali dengan fasilitas untuk perbelanjaan dan hunian


dengan menyatukan beberapa kegiatan fungsi utama pada satu lahan yang
merupakan salah satu kegiatan di Purwokerto. Dengan terpenuhinya
fasilitas

tersebut,

maka

sektor

perdagangan

akan

mengalami

perkembangan pula seperti sektor industri, sektor pendidikan, dan juga


sektor pariwisata adalah rangkaian yang saling mendukung dan saling
terkait yang masih memerlukan sarana-sarana untuk mendukung

di

bidang lainnya.
I.2.4. Industri Pariwisata di Purwokerto
Meningkatnya volume dan dinamika ekonomi Asia Pasifik telah
menjadi salah satu faktor sangat kuat dari terjadinya transformasi industri
pariwisata dunia.

M.Koderi, PURWOKERTO Wisata


Purwokerto,Tahun 1991.

dan

Budaya,

commit to user

Purwokerto:

Penerbit

CV.

Metro Jaya

Transformasi industri pariwisata dunia telah menempatkan negara-negara


Asia Pasifik menjadi pasar yang semakin penting bagi industri pariwisata
Indonesia, dan membuka peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan
peranan di sektor pariwisata sebagai elemen sangat strategis di dalam
strategi pembangunan nasional.
Adanya perkembangan pariwisata Indonesia yang cukup baik,
mendukung terbukanya peluang berbagai pihak terkait dalam industri
pariwisata untuk ikut berperan di industri pariwisata seperti: hotel,
restorant, biro-biro perjalanan, dan cindera mata yang masih

sangat

terbuka untuk dimasuki para investor penanam modal. Dalam industri


pariwisata, Purwokerto sangat potensial untuk dikembangkan

sebagai

kota mode dan kota belanja. Hal ini semakin memacu pertumbuhan kota
Purwokerto di bidang-bidang industri pariwisata yang terkait seperti hotelhotel dan pusat-pusat perbelanjaan (Shopping Mall). Dengan adanya
fasilitas tersebut tidak terlepas dari desakan globalisasi dan keseriusan
pembangunan kepariwisataan nasional.
Dalam

Propeda

(Program

Pembangunan

Daerah)

Kota

Purwokerto, merumuskan 4 (empat) prioritas pembangunan daerah, dan


bidang budaya dan pariwisata mendapatkan tempat pertama dalam
susunannya, yaitu: membangun ketahanan budaya sebagai unsur perekat
kehidupan masyarakat dengan komitmen cinta kota dan mengembangkan
pariwisata daerah.
Program program Prioritas:
a. Peningkatan apresiasi nilai budaya dan pelestarian asset budaya,
b. Pengembangan promosi serta potensi wisata dan budaya daerah,
c. Pemberdayaan fasilitas obyek dan daya tarik wisata, serta sarana dan
prasarana wisata,
d. Pembinaan dan pengembangan kelembagaan seni dan budaya daerah,

commit to user

e. Pembangunan dan pengembangan seni dan budaya daerah,

commit to user

f. Pengembangan jaringan wisata.


Bidang Pariwisata di kota Purwokerto cukup strategis apabila
dilihat dari kondisi, potensi, visi, dan misi kota. Bidang pariwisata sangat
dipengaruhi oleh faktorfaktor intern maupun ekstern dan bersifat
multidimensi. Sehingga dalam pengembangan bidang pariwisata tidak
dapat dipandang dari satu bidang pariwisata saja tetapi juga harus
didukung oleh bidang bidang yang lain.
Tabel 1.2. Banyaknya Pengunjung Objek Wisata di Wilayah
Purwokerto Selama Tahun 2005-2009
Objek Wisata

Pengunjung (orang)
2005

2006

2007

2008

2009

Curug Cipendok

29.418

29.730

45.374

49.941

52.349

Telaga Sunyi

3.942

3.144

3.425

2.611

3.415

Pancuran Tiga

21.361

23.191

22.557

16.207

24.111

Pancuran Tujuh

64.610

66.977

26.327

12.352

21.894

Bumi Perkemahan Baturaden

10.443

2.590

1.518

2.323

1.750

Lokawisata Baturaden

412.444

464.876

385.143

428.978

346.873

Kalibacin

5.057

6.741

4.858

5.394

5.988

Wanawisata Baturaden

58.245

52.023

27.058

14.706

13.044

Curug Gede

15.542

1.602

16.133

25.218

22.605

Curug Ceheng

15.542

14.490

8.537

10.827

12.950

Museum Wayang Sendang

1.150

2.246

1.208

788

1.702

THR Pangsar Soedirman

3.670

10.791

18.838

12.356

Masjid Saka Tunggal

6.622

6.655

5.248

5.765

Mas

Sumber: -Perum Perhutani KPH Purwokerto Timur


- Dinas Pariwisata Kabupaten Banyumas

10

Kegiatan pariwisata Kota Purwokerto sangat didukung oleh


keberadaan budaya khas Purwokerto dan keberadaan objekobjek wisata.
Kegiatan pariwisata di kota Purwokerto juga disemarakkan dengan
adanya eventevent budaya yang menampilkan kesenian khas
Purwokerto. Promosi dan pemasaran di bidang pariwisata telah didukung
dengan adanya siaran rutin bidang pariwisata di stasiun radio,
selebaran/pamflet/leaflet promosi pariwisata melalui Biro Perjalanan
Wisata, pameran, serta pemantauan jaringan internet.
I.2.5. Peluang Perhotelan di Purwokerto
Tahun 2005 menjadi titik awal baru bagi dunia pariwisata Kota
Purwokerto dan sekitarnya. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kota
Purwokerto tahun 2005 cenderung mengalami peningkatan setelah
beberapa tahun sebelumnya mengalami penurunan yang disebabkan oleh
berbagai hal salah satunya adalah kenaikan harga BBM.
Jumlah hotel berbintang di Purwokerto selama tahun 2009
berjumlah 7 buah, sedangkan untuk hotel non bintang sebanyak

164

buah.
Tabel 1.3. Banyaknya Hotel di Wilayah Kabupaten Purwokerto Tahun
2009
Hotel Bintang

Hotel Non Bintang

Jumlah

164

171

Sumber: BPS Kabupaten Banyumas (Listing Hotel Tahunan)


Terus membaiknya bisnis perhotelan di Purwokerto, dengan
semakin meningkatnya potensi wisata dan bisnis Kota Purwokerto, maka
sarana penunjang berupa hotel sebagai tempat menginap akan terus
mengalami peningkatan. Bahkan menurut kalangan

biro

perjalanan

wisata, menyatakan bahwa fasilitas bagi wisatawan di Purwokerto sejauh


ini masih kurang memadai. Sebagai contoh, jumlah hotel di Purwokerto

11

dan sekitarnya masih perlu ditambah. Hal tersebut dimaksudkan agar


wisatawan yang datang berkunjung ke Kota Purwokerto dan sekitarnya
mempunyai banyak pilihan untuk menginap.
Tabel 1.4. Hotel-hotel di Purwokerto
Nama Hotel

Jumlah Kamar

Jumlah Bed

Dynasti ***

103

179

Queen Garden ***

69

138

Rosenda ***

100

198

Borobudur *

31

70

Palapa *

50

85

Cendrawasih

18

36

Mutiara

17

Darajati

17

Puri Wisata
Astro

37

Wisata Niaga
Sumber: Purwokerto Guine Book (HMJM FE Universitas Jendral
Soedirman)
Potensi wisata kota yang semakin meningkat beberapa tahun
terakhir ini juga akan berdampak bagus dalam prospek perencanaan hotel
berbintang ini nantinya. Ditambah laju pertumbuhan bisnis Kota
Purwokerto yang semakin meningkat secara tidak langsung dapat
berhubungan juga dengan pariwisata kota. Peningkatan mobilitas para
pelaku bisnis tersebut pada akhirnya akan berimbas hingga ke sektor
pariwisata. Hal tersebut dikarenakan kesempatan pre dan past kegiatan
utama diisi dengan kegiatan wisata. Selain itu traveling yang mereka
lakukan biasanya tidak dilakukan sedirian melainkan melibatkan keluarga
yang kegiatan utamanya adalah berwisata. Dengan demikian keseluruhan

12

kegiatan tersebut mencangkup dua sektor yaitu bisnis dan pariwisata.


Dalama dunia pariwisata sendiri kegiatan tersebut merupakan suatu
business travel, yaitu kegiatan wisata dengan tujuan utama adalah bisnis.
Dari gambaran di atas sangatlah terbuka bagi kota Purwokerto untuk
dapat menarik wisatawan dan pelaku bisnis datang ke Purwokerto, yang
tentunya hal tersebut juga harus ditunjang dengan fasilitas yang memadai
sehingga nantinya para pengunjung tadi memperoleh kemudahan dan
fasilitas yang menunjang kegiatan mereka selama berada di Kota
Purwokerto.
I.2.6. Peluang Shopping Mall di Purwokerto
Hadirnya beberapa pusat perbelanjaaan yang sedang dibangun di
Purwokerto serta meningkatnya minat dan daya beli masyarakat
Purwokerto terhadap pusat perbelanjaan dan pusat hiburan yang lengkap,
menyebabkan Shopping Mall mempunyai masa depan yang cerah dalam
dunia perdagangan di kota Purwokerto.
Tabel 1.5. Banyaknya Pasar di Purwokerto Tahun 2009

Jumlah

Department

Pasar

Pusat

Pasar

Store

Swalayan

Perbelanjaan

Umum

Hewan

21

86

12

Sumber: Dinas Perindagkop Kabupaten Banyumas


Keberadaan Shopping Mall di

kawasan

Purwokerto

dan

sekitarnya belum ada, tetapi untuk jumlah pasar swalayan cukup banyak.
Namun diantaranya masih minim yang

menyediakan

kelengkapan

fasilitas rekreasi dan penginapan untuk wisatawan dan pebisnis dari luar
kota. Mereka hanya sekedar menyediakan fasilitas perbelanjaan saja.
Fasilitas rekreasi di Purwokerto masih terpisahpisah dan tersebar,
sehingga kurang efisien karena harus menyita waktu untuk menempuh
perjalanan. Untuk menjawab kebutuhan tersebut, perlu adanya unsur

13

unsur rekreatif untuk dimasukkan ke dalam kawasan

perdagangan

sehingga dapat memberikan warna baru akan pusat bisnis dan pusat
perbelanjaan yang sudah ada, misalnya:
a. Bioskop
b. Caf, Restaurant, Foodcourt yang dilengkapi hotspot
c. Aneka jenis permainan dan ketangkasan seperti game center, billiard,
bowling
d. Tempat untuk melepas kepenatan seperti taman dan pusat jajan
e. Di sisi lain ada bagian yang terhubung ke hotel, sehingga pengunjung
hotel juga mengakses fasilitas di mall.
Penyebaran fasilitas perdagangan lebih banyak terkonsentrasi di
pusat kota. Hal ini menunjukkan belum adanaya pemerataan pelayanan
fasilitas perdagangan lokasi yang berupa toko. Perkiraan kebutuhan
pertokoan, juga pusat perbelanjaan untuk lingkungan dan perbelanjaan
seluruh kota.
Tabel 1.6. Tempat-tempat Perbelanjaan di Purwokerto
No

Nama Toko

Alamat

Keterangan

Sri Ratu

Jl. Jend. Soedirman

Dept. Store & Supermarket

Moro

Jl. Jend Soedirman

Supermarket

Rita

Jl. Jend. Soeprapto

Dept. Store & Supermarket

Matahari

Jl. Jend. Soedirman

Dept. Store & Supermarket

Metro Jaya

Komplek

Book Store

Kebondalem
6

Intan

Jl. Jend Soedirman

Dept. Store & Supermarket

Aroma

Jl. Jend Soedirman

Dept. Store

Super Ekonomi

Jl. Kyai Moch. Safii

Dept. Store & Supermarket

Sumber: Analisa Pribadi

14

Hampir di setiap kota-kota besar dan sebagian kota kecil di


Indonesia telah terdapat suatu tempat perbelanjaan dengan berbagai
fasilitas pendukung telah berdiri, yaitu sebuah tempat perbelanjaan yang
terdiri dari pertokoan, pasaraya, department store, dan toko

sebagai

tempat perbelanjaan, disertai dengan berbagai fasilitas hiburan dan


pendukung lainnya, yang kesemuanya tadi saling mendukung satu sama
lainnya.
Lain halnya di kota Purwokerto, fasilitas perbelanjaan yang ada
belum disertai dengan berbagai fasilitas hiburan dan pendukung lainnya.
Jadi keberadaannya pun masih belum terpusat karena antara fasilitas yang
satu dengan fasilitas yang lain keberadaannya saling berjauhan.
Perkembangan dan penyebaran fasilitas perdagangan dan jasa di
Purwokerto lebih banyak terdapat di sekitas jalan utama (jalan Gerilya
dan jalan Jendral Sudirman). Fasilitas perdagangan tersebut berupa
pertokoan dengan skala pelayanan lokal. Maka bagi Purwokerto yang
sedang berkembang perlu diadakannya tempat perbelanjaan skala kota
yang

dilengkapi

dengan

fasilitas

rekreasi

atau

hiburan

yang

keberadaannya saling mendukung dan melengkapi.

I.2.7. Kondisi Ekologis di Purwokerto


I.2.7.1. Jumlah penduduk selalu bertambah baik penduduk asli
maupun pendatang.
Fenomena ini tentunya menuntut berbagai pembangunan
untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya sekaligus
melengkapi

fasilitasfasilitas

yang

belum

ada.

Hal

ini

mengakibatkan semakin berkurangnya lahan hijau untuk ruang


publik di dalam kota. Padahal ruang publik merupakan salah satu

aspek penting dalam elemen kota. Kebanyakan pembangunan


yang ada tidak bersahabat dengan alam.

15

I.2.7.2. Penebangan pohon secara besar-besaran


Aksi babat pohon yang dilakukan Pemerintah Kabupaten
Purwokerto akhir-akhir ini banyak menimbulkan kontroversi di
masyarakat. Tidak sedikit masyarakat yang kemudian mengecam
tindakan tersebut karena dianggap merusak lingkungan dan
ekosisitem. Jalan jalan di Kota Purwokerto dirasa semakin
panas dan gersang akibat ditebangnya pepohonan di sepanjang
jalan tersebut.
Sumber: Harian Suara Merdeka, edisi 9 Agustus 2010
I.2.7.3. Peningkatan polusi di Purwokerto
Peningkatan polusi udara berasal dari industri manufaktur,
transportasi, dan bangunan untuk menunjang kehidupan modern
manusia yang berada di Kota Purwokerto.
Sumber: Harian Suara Merdeka, edisi Juni 2009

I.3.PERMASALAHAN DAN PERSOALAN


I.3.1. Permasalahan
Diperlukannya bangunan dwi fungsi yang didalamnya merupakan
gabungan hotel dan shopping mall di suatu kawasan bisnis Purwokerto
yang mampu melayani wisatawan maupun masyarakat setempat yang
terintegrasi dengan baik sehingga dapat saling menunjang satu sama
lainnya dengan menerapkan konsep arsitektur yang meminimalkan
pengaruh buruk terhadap lingkungan dan menghasilkan tempat hidup
yang lebih baik dan sehat.
I.3.2. Persoalan
a. Pemilihan lokasi

Bagaimana menentukan lokasi dan site yang tepat untuk hotel dan
shopping mall, sesuai dengan fungsi kegiatan dan keberadaannya
sebagai bangunan komersial sehingga sarana fisik yang direncanakan

16

akan mempunyai daya tarik yang tinggi

bagi

penyewa

dan

pengunjung.
b. Pengolahan site
Bagaimana mengolah site yang tepat sehingga site dapat merespon
dengan baik kegiatan perbelanjaan, promosi sekaligus rekreasi dan
menghasilkan gubahan massa yang sesuai dengan data fisik yang ada,
sehingga akan mengoptimalakan gubahan masa hotel dan shopping
mall sebagai bangunan komersial dan akan

mengoptimalkana

arsitektur hijau pada desain.


c. Sistem Kegiatan dan Peruangan
- Bagaimana menentukan jenis dan pola kegiatan yang mampu
mewadahi kebutuhan konsumen dan pengguna dalam memenuhi
kebutuhan kegiatan perbelanjaan sekaligus rekreasi.
- Bagaimana menentukan program ruang dimana menata dan
mengatur fasilitas berdasarkan jenis kegiatan dan kebutuhan ruang
yang

menunjang

efisiensi

ruang

bangunan

komersial

yang

mempertimbangkan aspek kelancaran dan sirkulasi, kenyamanan,


keseimbangan kebutuhan ruang fungsional, dan servis.
d. Tampilan
Bagaimana mewujudkan bentuk fisik hotel dan shopping mall, baik
interior maupun eksterior yang mampu mencitrakan sebuah bangunan
komersial yang representatif sebagai pusat perbelanjaan di kota
Purwokerto dengan penerapan arsitektur hijau yang unik dan sesuai
dengan jaman (20 25 tahun) sebagai daya tarik awal pengunjung dan
penyewa.
e. Bagaimana menentukan tata lansekap yang dapat menunjang kegiatan
perbelanjaan sekaligus rekreasi .

f. Bagaimana menentukan sistem struktur, konstruksi, material dan


utilitas yang diperlukan.

17

I.4.TUJUAN DAN SASARAN


1.4.1. Tujuan
Merumuskan landasan konseptual perencanaan dan perancangan
hotel dan shopping mall dalam satu bangunan yang mampu melayani
wisatawan dan masyarakat Purwokerto dan sekitarnya.
I.4.2. Sasaran
Mewujudkan hotel dan shopping mall menjadi sebuah hunian dan
pusat perbelanjaan yang dapat mewadahi seluruh kegiatan yang mampu
memberi kepuasan pengunjung, penyewa maupun investor melalui
penyusunan strategi penataan atau pengaturan retail dan fasilitas
pendukung lainnya yang tepat dengan didukung arsitektur hijau, meliputi:
a.Konsep lokasi
b.Konsep site
c.Konsep sistem kegiatan dan peruangan
d.Konsep tampilan bangunan yang meliputi: konsep bentuk ruang,
bentuk massa banguanan, interior dan eksterior fasade bangunan yang
sesuai dengan karakter arsitektur hijau yang menerjemahkan karakter
hotel dan shopping mall yang identik dengan gaya hidup masyarakat
urban.
e.Konsep penataan lansekap
f. Konsep sistem struktur, konstruksi, material, dan utilitas.

I.5.LINGKUP BATASAN MASALAH


Pembahasan yang akan dilakukan dibatasi pada

hal-hal

yang

menyangkut disiplin ilmu arsitektur dan masalah lain yang dianggap dapat
mendasari dan mendukung pemecahan masalah pada pembahasan dalam
penulisan ini. Adapun topik batasan tersebut adalah:

a.Pembahasan ditekankan pada disiplin arsitektur dan halhal yang berkaitan


dengan hotel dan shopping mall yang ditekankan pada

strategi-strategi

18

penataan ruang dan fasitas pendukung lainnya yang tepat dan didukung oleh
arsitektur hijau pada desainnya. Halhal di luar disiplin ilmu arsitektur
seperti aspek sosial, ekonomi, bisnis,

dan

sebagaimana

dianggap

menentukan dan mendasari perencanaan dan perancangan fisik akan dibahas


secara umum berdasarkan literatur yang terbatas dan logika yang sederhana.
b.Dalam pembahasan hotel dan shopping mall ini diproyeksikan dalam jangka
waktu

2025

tahun

mendatang

sengan

pertimbangan

untuk

mempertahankan konsep hijau yang sesuai dengan jaman pada periode


tersebut.
c.Untuk mendapatkan fungsi hotel dan mall dengan tampilan arsitektur hijau
yang optimal, maka masalah finansial tidak ditekankan dan dianggap sudah
tersedia,

I.6.METODE PENGUMPULAN DATA


Metode yang akan dilakukakan guna mendapatkan data yang akan
digunakan untuk proses dasar penyusunan sebuah konsep. Dalam hal

ini

terdapat beberapa metode yang dilakukan guna tujuan tersebut, terdiri dari
metode pengumpulan data primer dan sekunder.
I.6.1. Metode Pengumpulan Data Primer
Melalui survey terhadap hotel dan shopping mall yang telah ada, survey
yang dilakukan guna mendapatkan data pendukung berupa data statistik
fakta-fakta tentang perkembangan hotel dan shopping mall yang terdapat
di Purwokerto.
Melakukan studi banding untuk menentukan preseden. Studi banding
dilakukan terhadap bangunan hotel dan shopping mall yang
dengan konsep hotel dan shopping mall yang direncanakan.

sesuai

19

I.6.2. Metode Pengumpulan Data Sekunder


Studi Literatur
Mencari referensi buku yang berkaitan dan representatif dengan
konsep sebuah hotel, shopping mall, dan arsitektur hijau
Mencari buku di perpustakaan baik perpustakaan umum, maupun
perpustakaan jurusan Arsitektur
Mencari referensi kasus konsep perancangan yang sudah ada
sebelumnya.
Mencari refrensi mengenai hotel dan shopping mall melalui pencarian
di internet
Mencari buku-buku yang berkaitan dengan hotel dan shopping mall
melalui toko buku.
I.6.3. Metode Mengolah Data
Terdapat beberapa langkah dalam mengolah data yang didapat
baik data primer maupun data sekunder, diantaranya:
I.6.3.1 Penyortiran Data
Menyortir

data-data

yang

diperlukan,

dilakukan sesuai dengan aspek penekanan hotel dan

penyortiran
shopping

mall yang ingin dirancang.


I.6.3.2 Korelasi data
Mengkorelasikan/menghubungkan antara data yang satu
dengan data yang lainnya, data primer, dan data sekunder.
I.6.3.3 Pemaparan Data
Memaparkan hasil data yang didapat dan disajikan dalam
beberapa bentuk, diantaranya:
Deskripsi data
Gambar

Dokumentasi

20

Tabel
Grafik
I.6.3.4 Analisis Data
Analisa data yang didapat di lapangan (data primer) dengan
data yang didapat melalui refrensi (data sekunder).
Menganalisa data, guna mendapatkan aspek-aspek yang sesuai
dengan dasar-dasar arsitektur hijau.
Membagi tiap-tiap data yang didapat kedalam pokok-pokok
pembahasan dan dijadikan sebagai data pendukung.
Mencari benang merah antara hotel dan shopping mall dari
data yang didapat dengan

arsitektur hijau berdasarkan data

yang sudah didapat


I.6.3.5. Menarik kesimpulan

I.7.TAHAPAN PEMBAHASAN
TAHAP I PENDAHULUAN
Merupakan pendahuluan yang menjelaskan latar belakang, permasalahan,
persoalan, tujuan dan sasaran, batasan dan lingkup pembahasan, metode
pembahasan, dan sistematika pembahasan.
TAHAP II TINJAUAN PUSTAKA
Membahas mengenai tinjauan data informasi secara teoritik, empiris, dan
preseden; serta Mencakup tinjauan data fisik kota, data non fisik, konteks
(peraturan, sosial budaya, lingkungan, dan teknologi), dan tinjauan obyek yang
direncanakan.
TAHAP III BANGUNAN YANG DIRENCANAKAN
Membahas tentang gambaran umum mengenai hotel dan shopping mall
di Purwokerto yang direncanakan.

21

TAHAP IV ANALISIS PENDEKATAN KONSEP PERENCANAAN DAN


PERANCANGAN
Menganalisa pendekatan konsep perencanaan dan perancangan hotel dan
shopping mall di Purwokerto, meliputi pendekatan pelaku, kegiatan dan
peruangan, penentuan lokasi, pemilihan site, pengolahan site, sistem sirkulasi,
bentuk dan massa bangunan, environment, serta struktur bangunan.
TAHAP V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
Merupakan hasil pengolahan TAHAP IV, proses penentuan

konsep

melalui analisa terhadap pengguna dan site untuk mendapatkan

suatu

kesimpulan mengenai peruangan, orientasi bangunan, pencapaian, tampilan


bangunan, tata massa bangunan, utilitas bangunan, dan struktur bangunan.

23

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN TINJAUAN KOTA

II.1. TINJAUAN HOTEL


II.1.1.Sejarah Singkat Hotel
Hotel berasal dari kata hostel, konon diambil dari bahasa Perancis
kuno. Bangunan public ini sudah disebutsebut sejak akhir abad ke17,
Maknanya kirakira, tempat penampungan buat pendatang atau bisa juga
bangunan penyedia pondokan dan makanan untuk umum. Jadi pada mulanya
hotel

memang

diciptakan

untuk

meladeni

masyarakat.

Tapi,

seiring

perkembangan zaman dan bertambahnya pemakai jasa, layanan inapmakan


ini mulai meninggalkan misi sosialnya. Tamu pun dipungut bayaran. Sementara
bangunan dan kamar kamarnya mulai ditata sedemikian rupa membuat tamu
betah. Meskipun demikian, bertahuntahun standar layanan hotel tak banyak
berubah.
Di Indonesia, kata hotel dikonotasikan sebagai bangunan penginapan
yang cukup mahal. Umumnya Indonesia dikenal hotel berbintang, hotel melati
yang tarifnya cukup terjangkau umum hanya menyediakan tempattempat
menginap dan sarapan pagi, serta guest house baik yang dikelola sebagai usaha
swasta (seperti halnya hotel melati) ataupun mess yang dikelola oleh
perusahaan-perusahaan sebagai tempat menginap bagi para tamu yang ada
kaitannya dengan kegiatan atau urusan perusahaan.
II.1.2. Pengertian Hotel
Secara harfiah, kata hotel berasal dari bahasa Latin yaitu hospitium,
yang artinya ruang tamu. Kata ini kemudian mengalami proses perubahan
pengertian dan untuk membedakan guest house dengan mansion house yang
berkembang saat itu, maka rumah besar disebut hostel. Hostel disewakan pada

masyarakat umum untuk menginap dan beristirahat sementara waktu, dan


dikoordinir oleh seorang host. Seiring perkembangan dan adanya

tuntutan

24

terhadap kepuasan, di mana orang tidak menyukai peraturan yang

terlalu

banyak pada hostel, maka kata hostel kemudian mengalami perubahan, yakni
penghilangan huruf s pada kata hostel sehingga menjadi hotel.
Definisi hotel menurut SK Menparpostel Nomor KM 94/ HK 103/MPPT 1987
adalah suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh
bangunan untuk menyediakan jasa pelayanan penginapan, makan dan minum
serta jasa lainnya bagi umum, yang dikelola secara komersial.
Hotel adalah sarana tempat tinggal umum

untuk

wisatawan

dengan

memberikan pelayanan jasa kamar, penyedia makanan dan minuman serta


akomodasi dengan syarat pembayaran (Lawson,1976:27).
Hotel adalah suatu bangunan atau suatu lembaga yang menyediakan kamar
untuk menginap, makan dan minum serta pelayanan lainnya untuk umum
(kamus Webster).
Jadi, dapat disimpulkan pengertian hotel adalah suatu bangunan yang
menyediakan jasa penginapan, makanan dan minuman, serta jasa lainnya yang
diperuntukan bagi umum dan dikelola secara komersial.
II.1.3. Penggolongan Hotel
a. Hotel Berdasarkan Lokasi
1) Hotel Kota
Hotel yang terletak dipusat kota yang mendukung pengunjung yang
mempunyai tujuan utama untuk urusan bisnis dan kegiatan yang
lainnya yang berlokasi di kota.
2) Hotel Pegunungan
Hotel yang diperuntukkan bagi pengunjung yang ingin menikmati
keindahan alam pegunungan serta budaya masyarakat setempat atau
mempunyai kegiatan lain disekitar pegunungan.
3) Hotel Pantai

Hotel yang diperuntukan bagi pengunjung yang ingin menikmati atau


mempunyai kegiatan lain disekitar pantai.

25

4) Hotel Pedalaman
Hotel yang terletak disuatu daerah yang sebagian alamnya masih asli
seperti hutan tropis, cagar alam khusus diperuntukkan bagi wisatawan
yang ingin menikmati keindahan flora dan fauna alam, serta adat
istiadat suatu penduduk asli pedalaman.
b. Hotel berdasarkan Lamanya Menginap
1) Seasonal Hotel
Hotel yang diperuntukkan bagi tamu yang menginap dalam jangka
waktu tertentu (singkat).
2) Transit Hotel
Hotel yang diperuntukan bagi pengunjung, dimana hotel tersebut dekat
dengan jalur lalu lintas dan dipergunakan sebagai transit karena dekat
dengan fasilitas umum. Biasanya merupakan tempat singgah atau
istirahat sebelum melanjutkan tujuan.
3) Residential Hotel
Hotel diperuntukan bagi tamu yang tinggal dalam jangka waktu lama
tetapi tidak menetap.
c. Hotel Berdasarkan Peruntukan Hotel
1) Businness Hotel
Untuk tamu yang bertujuan bisnis / kegiatan lain yang berhubungan
degan profesi misalkan olahragawan, peserta seminar, dsb.
2) Resort Hotel
Salah satu bentuk akomodasi bagi wisatawan yang berlibur.
3) Pleasure Hotel
Pengunjung hotel pada umumnya menginap dengan tujuan untuk
bersenang-senang dan menikmati suasana serta fasilitas hiburan dari
pihak hotel.
4) Country Hotel

Hotel bagi tamu antar antarnegara.

26

5) Research Hotel
Hotel yang menyediakan akomodasi bagi tamu yang menginap dengan
tujuan mengadakan penelitian / riset.
6) Sport Hotel
Hotel di mana pengunjung pada umumnya adalah olahragawan.
d. Penggunaan Hotel berdasarkan Jumlah Kamar yang tersedia
1) Hotel kecil

: jumlah kamarnya antara 10 49 kamar.

2) Hotel menengah

: jumlah kamarnya antara 50 - 100 kamar.

3) Hotel besar

: jumlah kamarnya lebih dari 100 kamar.

e. Hotel berdasarkan Kesibukan Lalu Lintas


1) Hotel Lintas (Highway / Motor Hotel / Motel)
Hotel yang terletak sepanjang jalur antarkota dengan fasilitas utama
sara parkir kendaraan yang letaknya dekat dengan kamar kamar yang
disewakan.
2) Hotel Station
Hotel yang terletak dekat dengan tempat transportasi darat.
3) Hotel Pelabuhan
Hotel yang terletak di pelabuhan dan difungsikan sebagai pendukung
aktivitas pelabuhan.
f. Hotel berdasarkan Sistem Operasi
1). Chain Hotel Operation
Hotel yang beroperasi secar berantai pada beberapa kota besar di
beberapa negara denga tetap memakai satu nama.
2). Federal Operation Sistem
Beberapa perhotelan yang bersatu dengan tujuan agar dapat saling
memberi informasi dan bantuan kepada yang lain.
3). Franchised Operation Sistem

Beberapa perhotelan secar bersama menunjuk suatu badan


menjadi induk dan bertindak sebagai wakil mereka.

yang

27

g. Hotel Sistem Bintang


Hotel berbintang 1, 2, 3, 4,5 ditetapkan oleh Menteri Perhubungan
RI berdasarkan penilaian oleh tim penilai dan Dirjen Pariwisata selama 3
tahun sekali. Penilaian tersebut antara lain penilaian persyaratan fisik
mengenai kondisi lokasi hotel, pelayanan hotel, kualitas tenaga kerjanya
(tingkat pendidikan dan kesejahteraan), dan fasilitas-fasilitas lain yang
terdapat pada hotel tersebut antara lain seperti fasilitas hiburan, olahraga
dan sebagainya.
II.1.4. Pelaku Kegiatan dan Organisasi Pengelolaan Hotel
a. Pelaku Kegiatan Hotel

Tamu Hotel
Tamu hotel terdiri dari wisatawan yang bertujuan melakukan kegiatan
wisata atau kegiatan bisnis di kota Surakarta, dengan

kegiatan

utamanya antara lain istirahat, makan minum, rekreasi.

Pengelola
Pengelola

adalah orang

yang mengelola

fasilitas

hote dapat

berlangsung baik, seperti:


- Melakukan kegiatan administrasi hotel.
- Memberikan pelayanan bagi para tamu hotel.
- Melakukan perawatan unit kamar.
b. Organisasi Pengelolaan Hotel
Pada dasarnya susunan organisasi pengelolaan hotel mempunyai
persamaan karena setiap hotel mempunyai pelayanan pokok yang sama
yaitu pelayanan penginapan, makanan dan minuman. Secara umum
pembagian organisasi ruang hotel dapat dibedakann menurut fungsi, sifat
maupun standart internasional.
Pembagian organisasi ruang menurut fungsi

2
8

Public Space
Recreation and Sport Sp
Consession & Rentable Space

Food a

Guest Room Space


General Service Spac

Diagram II.1. Organisasi ruang menurut fun


(Sumber : Analisa Pribadi)

Public Space, kelompok ruang untuk umum termasuk lobby utama


dan front office serta function room.
Consession and rentable space, kelompok ruang yang disewakan untuk melayani keperluan tamu hotek
Food and beverage space, kelompok ruang yang melayani bagian makan dan minum bagi tamu yan
mengianap, disamping juga melayani bagi keperluan function room

dan termasuk kelompok ini adalah restaurant, coffe chop, bar,


kitcen dan gudang.

General Service space, kelompok ruang pelayanan meliputi bagian


penarimaan, storage employees room, employee dining room,
laundry, linen room, house keeping, maintenance, dll.

Guest Room Space, kelompok yang terdiri daei ruang tidur bagi
tamu yang menginap yang dilengkapi fasilitas untuk ruang tidur,
toilet, koridor, lift dan perlengkapan lainnya.

29

Recreation and sport space, kelompok fasilitas rekreasi

dan

olahraga yang biasanya diprioritaskan untuk tamu hotel yang


memerlukan selain itu terbuka bagi masyarakat luar.
Pembagian Organisasi Ruang menurut sifatnya

Diagram II.2. Organisasi ruang menurut Sifat


(Sumber : Analisa Pribadi)

Public Room, kelompok ruang yang dipakai untuk keperluan umum


seperti lobby utama, front office, restaurant, recreation, and sport
centre, function room, and rentable room.

Bed room, kelompok ruang yang sifatnya melakukan pelayanan


yaitu kitchen, laundry, linen, general store, house keeping,
maintenance, dll.

II.1.5. Waktu Operasional Hotel


Waktu operasional hotel secara garis besar beroperasi 24 jam, dengan
spesifikasi kegiatan :

Waktu aktifitas penerimaan tamu

: 24 jam

Waktu aktifitas clening service and laundry

: 07.00 17.00

Waktu aktivitas kantor

: 08.00 17.00

Waktu aktifitas Shopping mall

Waktu aktifitas keamanan

: 09.00 21.00
: 24 jam

30

II.1.6. Sistem Penilaian Hotel


World Trade Organization telah menetapkan beberapa persyaratan dan
sistem klasifikasi untuk dapat menjadi pertimbangan dalam menilai kualitas
atau tingkatan sebuah hotel. Persyaratan persyaratan dan sistem klasifikasi
tersebut telah digunakan oleh banyak Negara. Di Indonesia ada instansi yang
berwenag dalam hal itu yaitu Dirjen Pariwisata dan menentukan persyaratan
persyaratan sesuai dengan kondisi lokal.
a. Penilaian World Trade Orrganization (WTO)
Sejak tahun 1962 telah menetapkan sistem penggolongan hotel
yang telah diterima secara universal. Proposal yang sama telah diajukan
oleh IHA (International Hotel Association). Confederation of National
and Restaurant association (HOTREC) atau konfederasi hotel nasional
dan asosiasi restaurant Negara Negara Eropa menemukan sistem
alternative menggunakan symbol untuk mewakili fasilitas yang ada tanpa
klasifikasi.
Pada tahun 1995 terdapat lebih dari 100 sistem klasifikasi yang
beroperasi mayoritas berdasarkan standar WTO, tetapi disesuaikan dengan
kondisi lokal. Sistem yang telah meluas dibagi dalam 2 grup, yaitu
klasifikasi resmi dan penilaian bebas.
Klasifikasi resmi merupakan standar yang telah ditetapkan oleh
pemerintah, biasanya oleh menteri pariwisata. Hal tersebut merupakan
syarat wajib untuk pendaftaran atau pemberian ijin. Untuk penilaian bebas
dilakukan dengan cara hotel diperiksa dan dinilai oleh asosiasi perhotelan.
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan
tingkat sebuah hotel menurut WTO adalah :

Infrastruktur lokal
Persyaratan dasar, seperti suplai air bersih, sanitasi dan pengeramikan
perlu dispesifikasi di Negara Negara berkembang.

31

Kulaitas keseluruhan
Beberapa perusahaan memiliki cirri- cirri yang istimewa baik itu
sejarah, lokasi dan karakter. Beberapa pola berdasarkan poin berharga
tersebut.

Dasar yang sesungguhnya


Seluruh pola mempertimbangkan factor yang nyata seperti ruangg,
fasilitas, cirri cirri dan penyediaan pelayanan. Aspek

kulaitatif

seperti penampilan dan pelayanan pribadi yang melibatkan penilaian


subjektif cenderung lebih bervariasi.

Lokasi dan kebutuhan pasar


Persyaratan pengguna untuk hotel resort berbeda dengan hotel di pusat
kota. Standar yang terpisah dapat diterapkan.

Perawatan
Kualitas hotel tergantung pada kebersihan dan perawtan yang mampu
menghalangi kenyamanan dan keamanan, namun

sulit

untuk

dimonitor.
Berdasarkan persyaratan persyaratan tersebut, WTO memberikan
penilaian secara umum bagi sebuah hotel yaitu :

Hotel dengan fasilitas dasar yang baik dan menjamin kenyamanan


akomodasi. Pelayanan makanan dibatasi pada hotel ini. Termasuk
golongan ini adalah hotel pribadi kecil.

Hotel yang memiliki standar standar akomodasi yang lebih tinggi


dan memiliki fasilitas lebih untuk kenyamanan bagi tamu. Termasuk
golongan ini adalah hotel pribadi.

Hotel yang amat baik dengan akomodasi yang nyaman kebanyakan


dengan kamar mandi pribadi. Fasilitas dan minum disediakan secara
lengkap pada hotel ini.

32

Hotel kualitas tinggi dilengkapi dengan furniture dan perlengkapan


standar kenyamanan tinggi, pelayanan yang luas untuk tamu dan
pengunjung.

Hotel luar biasa dengan kulaitas akomodasi perlengkapan khusus


dengan standar kenyamanan internasional menyediakan kenyamanan
dan keleluasaan.

b. Penilaian Dirjen Pariwisata


Dirjen Pariwisata telah menetapkan persyaratan persyaratan
penilaian yang digunakan untuk menentukan klasifikasi bintang bagi
sebuah hotel yaitu :

Persyaratan fisik, meliputi lokasi hotel dan kondisi bangunan.

Bentuk pelayanan yang diberikan.

Jumlah kamar minimum yang tersedia.

Kulifikasi tenaga kerja, meliputi pendidikan dan kesejahteraan karyawan.

Fasilitas olahraga dan rekreasi.


Berdasarkan persyaratan persyaratan tersebut, maka klasifikasi
bintang yang ditetapkan bagi sebuah hotel adalah :
1. Hotel Bintang I
a. Jumlah kamar minimum 10 kamar
b. Ukuran kamar + kamar mandi minimum:
Kamar single

: 18 m2

Kamar double

: 20 m2

c. Ruangan umum luasnya 3 m2 x jumlah kamar tidur minimal,


lobby, ruang makan (luas lantai minimal 30 m2)
d. Pelayanan : akomodasi + penitipan barang berharga
2. Hotel Bintang II
a. Jumlah kamar minimum 14 kamar + 1 suite room

33

b. Ukuran kamar + kamar mandi minimum:


Kamar single

: 20 m2

Kamar Doule

: 24 m2

c. Ruangan umum luasnya 3 m2 x jumlah kamar tidur minimal,


lobby, bar, ruang makan (luas lantai minimal 36 m2)
d. Pelayanan ; akomodasi + penitipan barang berharga.
3. Hotel Bintang III
a. Jumlah kamar minimum 28 kamar + suite room
b. Ukuran kamar + kamar mandi minimum
Kamar single

: 24 m2

Kamar double

: 28 m2

c. Ruangan umum luasnya 3 m2 x jumlah kamar tidur minimal,


lobby, bar (minimal 25 m2), ruang makan (minimal 72 m2)
d. Pelayanan : akomodasi + penitipan barang berharga + penukaran
uang asing + portal service + antar jemput.
4. Hotel Bintang IV
a. Jumlah kamar minimum 47 kamar + 3 suite room
b. Ukuran kamar + kamar mandi minimum
Kamar single
Kamar duble

: 24 m2
: 28 m2

c. Ruang umum luasnya 3 m2 x jumlah kamar tidur, minimal lobby,


bar (minimal 40 m2), ruang makan (minimal 100 m2)
d. Pelayanan : akomodasi + penitipan barang berharga + penukaran
uang asing + portal service + antar jemput + pelayanan laundry dan
dry cleaning dalam waktu 24 jam.
e. Fasilitas penunjang antara lain :
Ruang lena minimal 0,5 m2 x jumlah kamar tidur
Ruang laundry minimal 40 m2

Bed Room

Public Room

Service Room
Dry cleaning minimal 20 m2

34

Dapur minimal 60% dari keseluruhan ruang makan.


f. Fasilitas tambahan berupa pertokoan, kantor biro perjalanan,
maskapai penerbangan, drug store, ruang konvensi, banquet hall,
fasilitas olahraga dan rekreasi, sauna dan pijat.
5. Hotel Bintang V
a. Jumlah kamar minimum 96 kamar +4 suite room
b. Ukuran kamar + kamar mandi minimum
Kamar single
Kamar duble

: 24 m2
: 28 m2

c. Ruang umum luasnya 3 m2 x jumlah kamar tidur, minimal lobby,


bar (minimal 75 m2), ruang makan (minimal 135 m2)
d. Pelayanan : akomodasi + penitipan barang berharga + penukaran
uang asing + portal service + antar jemput + pelayanan laundry dan
dry cleaning dalam waktu 24 jam.
e. Fasilitas penunjang antara lain :
Ruang lena minimal 0,5 m2 x jumlah kamar tidur
Ruang laundry minimal 30 m2
Dry cleaning minimal 20 m2
Dapur minimal 60% dari keseluruhan ruang makan.
f. Fasilitas tambahan berupa pertokoan, kantor biro perjalanan,
maskapai penerbangan, drug store, ruang konvensi, banquet hall,
fasilitas olahraga dan rekreasi, sauna dan pijat.
II.1.7. Organisasi Fungsional Hotel
Secara prinsip, hotel dapat dibagi menjadi 3 area aktivitas, antara lain:

Private area
Area ini merupakan area untuk kegiatan pribadi pengunjung, seperti
kamar pada hotel.

35

Public area
Area ini merupakan area pertemuan antara yang melayani, yaitu karyawan
dengan yang dilayani, yaitu tamu dan juga tamu dengan tamu lainnya.

Semi Public area


Area ini merupakan area untuk kegiatan para karyawan

terutama

karyawan administrasi, ruang rapat, zona di mana hanya orang-orang


tertentu yang dapat memasukinya.

Service area
Area ini merupakan area khusus untuk karyawan, di sini segala macam
pelayanan disiapkan untuk kebutuhan pengunjung.

Secara fungsional, hotel mempunyai 2 bagian utama, antara lain:

Front of the house (sektor depan hotel)


Terdiri dari private area dan public area. Yang termasuk dalam area front
of the house yaitu:
A. Guest Room
Kamar tamu, ruang tempat tamu menginap.
B. Public Space Area
Merupakan tempat dimana suatu hotel dapat memperlihatkan isi dan
tema yang
ingin disampaikan kepada tamunya. Daerah ini menjadi pusat kegiatan
utama dari aktivitas yang terjadi pada hotel, dalam hal ini menjadi jelas
bahwa wajah sebuah hotel dapat terwakili olehnya.
Lobby
Tempat

penerima

pengunjung

untuk

mendapatkan

informasi,

menyelesaikan masalah administrasi dan keuangan yang bertalian


dengan penyewaan kamar.
Ruang-ruang yang termasuk dalam lobby:

o Entrance hall

36

Ruang penerima utama yang menghubungkan ruang luar

atau

main entrance dengan ruang-ruang dalam hotel. Bersifat terbuka


dengan besaran ruang yang cukup luas.
o Front desk / Reception desk
Terdiri atas ruang-ruang personil front desk yang berfungsi untuk
memproses dan mengelola administrasi pengunjung.
o Guest elevator
Sebagai sarana sirkulasi vertikal untuk para tamu dari lobby atau
public area menuju guest room atau fungsi lainnya di atas.
o Sirkulasi
Merupakan hal penting dalam publik area yang berfungsi sebagai
sarana untuk menghubungkan fungsi-fungsi di dalamnya untuk
kegunaan pengunjung.
o Seating Area
Menyediakan wadah bagi tamu untuk beristirahat atau sekedar
berbincangbincang. Sarana ini sangat berguna untuk terjadinya
kontak sosial di antara pengunjung.
o Retail Area
Berfungsi untuk menyediakan kebutuhan pengunjung sehari-hari
o Bell man
Sebagai sarana pelayanan kepada tamu yang baru datang atau
hendak

meninggalkan

hotel

dengan

pelayanan

berupa

membawakan koper-koper pengunjung.


o Support function
Sebagai sarana penunjang untuk tamu yang berada si publik area,
antara lain seperti toilet, telepon umum, mesin ATM, dan lainlain.

37

o Consession space
Pada dasarnya ruang-ruang ini termasuk retail area, tetapi untuk
hotel berbintang, ruang-ruang konsesi ini terpisah sendiri dan
merupakan bagian dari publik area, yang antara lain terdiri dari:
- Travel agent room
- Perawatan kecantikan / salon
- Toko buku dan majalah
- Money changer
- Souvenir shop
- Toko-toko khusus

Food and Beverages outlets


Yaitu area yang digunakan untuk menikmati makanan dan minuman
berupa :

Restoran

Coffee shop

Lounge

Bar

Ruang Serbaguna
Yaitu ruangan yang disediakan untuk berbagai macam penemuan
antara lain:

Pameran

Seminar

Pertemuan / pernikahan

Area rekreasi
Daerah yang dipergunakan oleh para pengunjung untuk berekreasi,
berolah raga, santai dan lain-lain, yang antara lain:

Swimming pool

Food court

38

Retail area

Kolam dan kanal buatan , Amphitheatre + Dancing Fountain

Taman

Sarana olahraga

Fitness

Spa dan Sauna

Back of the house (sektor belakang hotel)


Terdiri dari area servis. Yang termasuk back of the house yaitu:
Daerah dapur dan gudang (food and storages area)
Area ini merupakan gudang penyimpanan makanan dan minuman.
Terdapat gudang kering dan gudang basah, disesuaikan dengan
kebutuhan makanan dan minuman yang dimasukkan.
Daerah bongkar muat, sampah dari gudang umum (receiving, trash
and general storage area)
Area ini merupakan tempat turun naiknya barang dari dan ke dalam
mobil pengangkut.
Daerah pegawai / staff hotel (employees area)
Area ini merupakan ruang karyawan yang berisi loker

untuk

karyawan, gudang, dll.


Daerah pencucian dan pemeliharaan (laundry and housekeeping)
Untuk hotel berbintang, laundry berukuran cukup luas dan berfungsi
sebagai tempat mencuci, mengeringkan, setrika, dan mesin press yang
digunakan untuk melayani tamu dan juga karyawan. Pada area
housekeeping, terdapat ruang kepala dan asisten departemen, gudang,
tempat menjahit kain, sarung bantal, gorden, dll. Yang disiapkan untuk
melayani tamu hotel.
Daerah mekanikal dan elektrikal (Mechanical and Engineering Area)

3
9

Ruang ini berisi peralatan untuk heating dan cooling yang berupa
tangki dan pompa untuk menjaga sistem operasi

mekanikal

secara

keseluruhan. Yang harus diperhatikan adalah bahwa ruang publik juga harus
berhubungan dengan ruang pelayanan dan mempunyai batas yang jelas,
sehingga bagian publik tidak terganggu dengan

aktivitas servis. Untuk itulah,

II.1.8. Karakter Pengunjung Hotel


Menurut tujuan kedatangannya, pengunjung hotel terbagi dua, yaitu
untuk tujuan bisnis dan wisata. Karakteristik pengunjung hotel dapat dibagi
atas:
Tabel 2.1. Karakteristik pengunjung hotel:
Jenis
Pengunjung

Karakter
Pengunjung

Tujuan

Tipe kamar

Bisnis
Group

Single atau double


Menginap 2-4

Konvensi
dan konferensi

King,
doubledouble

Perkumpulan

Kamar mandi yang

twin,

40

malam

profesional

75% pria,
25% wanita

Rapat
pelatihan dan
perdagangan

Harga tidak
dipermasalahkan
Perorangan Single

memiliki area ganti


pakaian
Terdapat area
kerja yang baik

King

Kerjasama
bisnis

Menginap 1-2
malam

Perdagangan

85% pria,
15% wanita

Konvensi
dan konferensi

Kamar
mandi
standar
dengan shower
Terdapat area kerja

Sangat
memperhitungkan
biaya
Wisata
Keluarga

Liburan keluarga
Double-plus
(termasuk
anak- Bertamasya
anak)
Olahraga, aktivitas
1-4
malam,
keluarga
bahkan lebih lama
di area resort

Harga

Double
1-7 malam
Harga
menengah ke atas

Area duduk
dan televisi
Kamar mandi
Memiliki
balkon,
teras, dan jalan masuk
dari luar

menengah
Pasangan

Double-double,
king, sofa, kamar
berdekatan

Tour,
clubs, King
perkumpulan Area makan dan kerja
Bertamasya Areapenyimpanan

Teater,berolahraga
Liburan
pekan
Belanja,
liburan

akhir

Kamar mandi

Single

Single

Tour, clubs,

Queen

41

muda

Profesional perkumpulan
Budaya, seni,
Harga teater

menengah ke atas

Area makan dan


kerja

berbelanja

Kamar

mandi

standar

II.1.9. Perkembangan Hotel di Indonesia


Dalam buku Hotel Management, Sihite (2000:63) mengatakan hotel
berfungsi sebagai suatu sarana untuk memenuhi kebutuhan tamu (wisatawan
atau pelancong), sebagai tempat tinggal sementara selama berada jauh dari
tempat asalnya.
Seiring dengan perkembangan kedatangan wisatawan asing ke
Indonesia yang lebih memerlukan sarana akomodasi pariwisata bersifat
memadai, maka semasa penjajahan kolonial Belanda, mulai berkembanglah
hotel-hotel di Indonesia.
Menurut buku Pariwisata Indonesia dari Masa ke Masa, tercatat hotelhotel yang sudah hadir pada saat itu diantaranya :

Jakarta, dibangun Hotel Des Indes, Hotel Der Nederlanden, Hotel Royal
dan Hotel Rijswijk.

Surabaya, berdiri Hotel Sarkies dan Hotel Oranje.

Semarang, berdiri Hotel Du Pavillion.

Malang, Palace Hotel.

Solo, Slier Hotel.

Yogyakarta, Grand Hotel ( sekarang Hotel Garuda )

Bandung, Hotel Savoy Homann, Hotel Preanger dan Pension Van Hangel
penzoningan berdasarkan jenis area sangat penting.
( kini Hotel Panghegar ).
Hotel
Kamar Tamu
Lobby
F&B outlet

Administrasi
Public space

Area rekreasi

R. serbaguna

Area parkir

Diagram 2.3 Penzoningan Area Privat, Publik dan Semipublik pada Hote
Sumber:
Analisis
Pribadi
Bogor, Hotel
Salak.

42

Purwokerto, Hotel de Boer dan Hotel Astoria.

Makasar, Grand Hotel dan Staat Hotel.


Setelah periode pemerintahan Orde Baru, pembangunan dan kehadiran

hotel di Indonesia sangat berkembang pesat. Terutama setelah masuknya


beberapa manajemen hotel international yang banyak merambah ke kota-kota
besar di Indonesia.
Sejalan dengan berkembangnya hotel di indonesia ,wajah arsitektur
hotel di Indonesia pun sangat berkembang dan inovatif. Hal ini menjadi satu
tolak ukur sejarah baru untuk hotel di Indonesia.
Adapun peranan usaha perhotelan dalam menunjang pembangunan
bangsa dan negara, antara lain:

Meningkatkan industri dan penghasilan masyarakat

Menciptakan lapangan kerja sekaligus alih teknologi

II.1.10.Perkembangan Hotel di Purwokerto


Perkembangan hotel di Purwokerto mengalami pertumbuhan yang
sangat baik, tercatat ada beberapa hotel berbintang dan berskala internasional
yang tertarik untuk mengembangkan usahanya di Purwokerto, salah satunya
adalah Hotel Aston yang dibangun dengan investasi 50 milliar, jumlah yang
sangat fantastis dan ini mungkin sudah diperhitungkan oleh investornya yang
percaya akan perkembangan ekonomi di kota Purwokerto, kebijakan
pemerintah daerah yang sangat mendukung dunia investasi merupakan salah
satu pemicu yang menarik bagi para investor untuk dapat menanamkan
bisnisnya di Purwokerto, kemudian ada juga Hotel Santika walaupun
pembangunannya agak terhenti mudah-mudahan dapat juga tetap dilanjutkan
dan terselesaikan pada akhirnya.
Sementara untuk hotel-hotel yang telah beroperasi, ada beberapa yang
tengah berbenah dan mengembangkan usahanya antara lain Hotel Wisata

43

Niaga yang terletak di jalan Merdeka dan Hotel Astro yang sedang
mempercantik diri dengan fasilitas pendukung seperti caf, tempat karaoke,
billiard dan ruang meeting.
Purwokerto

merupakan

kota

yang

cukup

pesat

ekonominya setelah kota Semarang dan kota Solo,

pertumbuhan

sehingga

sarana

pendukung seperti hotel sangat dibutuhkan sebagai sarana penunjang kegitan


bisnis di kota Purwokerto, meskipun boleh dibilang cukup banyak hotel di
Purwokerto, diperkirakan ada sekitar 170 hotel baik yang berkelas bintang
sampai yang melati, semua dapat hidup dan beroperasi dengan baik, ini
menandakan perekonomian Purwokerto sangat kondusif.
Adapun daftar hotel yang berada di Purwokerto berdasarkan bintang
antara lain:
Tabel 2.2. Daftar Hotel di Purwokerto
Nama Hotel

Bintang

Alamat

Dynasti Hotel

***

Jl. Dr Angka No. 11 Purwokerto

Queen Garden Hotel

***

Rosenda Hotel

***

Jl. Baturaden Munegangsari,


Purwokerto
Jl. Pariwisata Baturaden

Borobudur Hotel

Jl. Yos Sudarso No. 32, Purwokerto

Palapa Hotel

Jl. S. Parman, Purwokero

Puri Wisata Hotel

Jl. Raya Baturaden

Astro Hotel

Jl. Suparjo Rustam Km. 4 Purwokerto

Cendrawasih Hotel

Jl. Jend. Sutoyo, Purwokerto

Mutiara Hotel

Jl. Gatoto Subroto No. 70, Purwokerto

Darajati Hotel

Jl. HR. Bunyamin Purwokerto

Wisata Niaga Hotel

Jl. Merdeka Purwokerto

Atrium Resort and Hotel

Jl. Supardjo Rustam Purwokerto

Green Valley Hotel

Jl. Raya Baturaden km. 8 Purwokerto

44

Moro Seneng Hotel

Jl. Raya Baturaden km. 13

Ardi Kencana Hotel

Jl. Raya Baturaden

Perhutani Alam Wisata


Resort Prima Hotel

Jl. Bumi Perkemahan Wana Wisata


Baturaden
Jl. Pariwisata Baturaden

Madurodam Hotel

Jl. Pariwisata 99, Baturaden

Asri Hotel

Jl. Raya Baturaden

Orlando Hotel

Jl. DI. Panjaitan, Purwokerto

Teratai Mas Hotel

Jl. DI. Panjaitan, Purwokerto

Pandawa Hotel

Jl. Gatot Subroto No. 08

Tiara Hotel

Jl. Jend. S. Parman No. 130, Purwokerto

Wijaya Hotel

Jl. Gerilya Timur, Purwokerto

Anggrek Hotel

Jl. Dr. Soeparno No. 100

Cahya Nirwana Hotel

Jl. Kol. Sugiono P, Purwokerto

Fatmaba Hotel

Jl. Kedungbulu, Ajibarang

Arya Guna Hotel

Jl. Raya Buntu

Kelapa Gading Indah

Jl. Raya Timur No. 1317,

Sumber: http://hotelpurwokerto.com

II.2.TINJAUAN SHOPING MALL


II.2.1. Pengertian
Terdapat beberapa pengertian shopping mall, yaitu:

Shopping mall diartikan sebagai suatu area pergerakan (linier) pada suatu
area pusat bisnis kota yang lebih diorientasikan bagi pejalan kaki;
berbentuk pedestrian dengan kombinasi plaza dan
interaksional (Rubinstein, 1978).

ruang-ruang

Shopping mall adalah shopping mall yang berintikan satu atau beberapa
departemen store besar sebagai daya tarik dari retail-retail kecil dan rumah

45

makan dengan tipologi bangunan seperti toko yang menghadap ke koridor


utama mall atau pedestrian yang merupakan unsur utama dari sebuah
shopping mall, dengan fungsi sebagai sirkulasi dan sebagai ruang komunal
bagi terselenggaranya interaksi antarpengunjung dan pedagang ( Maitland,
1987).

Shopping mall sebagai kelompok kesatuan komersial yang dibangun pada


sebuah lokasi yang direncanakan, dikembangkan, dimulai dan diatur
menjadi sebuah unit operasi, berhubungan dengan lokasi, ukuran, tipe
toko, dan area perbelanjaan dari unit tersebut. Unit ini juga menyediakan
parkir yang dibuat berhubungan dengan tipe dan ukuran total toko-toko
(Urban Land Institute, 1997).

II.2.2. Klasifikasi Shopping mall


II.2.2.1. Menurut Bentuk Fisik
Pusat Perbalanjaan dapat digolongkan dalam tujuh bentuk, yaitu:
1. Shopping Street, yaitu deretan pertokoan di sepanjang sisi jalan.
2. Shopping Centre, yaitu komplek pertokoan yang terdiri dari stand-stand
(toko) yang disewakan atau djual.
3. Shopping Precint, yaitu komplek pertokoan dengan stand menghadap ke
ruang terbuka yang bebas dari kendaraan.
4. Departement Store, merupakan toko yang sangat besar, biasanya terdiri
dari beberapa lantai yang menjual macam-macam barang termasuk
pakaian. Perletakkan barang-barang memiliki tata letak yang khusus,
memudahkan sirkulasi dan memberikan kejelasan akses. Luas lantai
berkisar 10000-20000 m2.
5. Supermarket, mempunyai toko-toko yang menjual barang kebutuhan
sehari-hari dengan sistem self service. Area penjualan makanan tidak

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

46

melebihi 15% dari seluruh area penjualan. Luas lantai berkisar 10002500 m2.
6. Department

store

dan

supermarket,

merupakan

bentuk-bentuk

perbelanjaan modern dengan penggabungan dua jenis perbelanjaan.


7.

Super store merupakan toko satu lantai yang menjual macam-macam


barang kebutuhan sandang dengan sistem self-servixe dengan luas 50007000 m2 dan luas area penjualan maksimum 2500 m2.

II.2.2.2.

Menurut variasi barang yang dijual

1. Speciality Shop, pertokoan yang menjual hanya satu jenis barang.


2. Variety and General Household Store, pertokoan yang menjual dengan
harga murah.
3. Super Market, pertokoan eceran yang sebagian besar menjual makanan
dan dilengkapi dengan barang-barang rumah tangga.
4. Hyper Market, pertokoan yang menjual barang-barang kebutuhan rumah
tangga dengan harga relative murah, swalayan dalam jumlah besar dan
pembayaran kontan.
5. Departement Store, usaha penyediaan kebutuhan masyarakat mulai dari
jenis makanan kepada peralatan dan bahan kebutuhan rumah tangga serta
jasa.
II.2.2.3.

Menurut jenis barang yang diperdagangkan

1. Convenience Store, toko yang menjual barang kebutuhan yang bersifat


member kesenangan belaka, seperti toko aksesoris dan toko mainan.
2. Demand Store, toko yang menjual berbagai kebutuhan sehari-hari, missal
toko makanan, pakaian.

Gruen, Victor, 1960, p-23


Agung 1997, mengutip David Mun, 1981, h-14
6 Endin, 1997, mengutip Nadine
1982, to
h-23
commit
user
4
5

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

47

3. Impulse Store, toko yang menjual barang-barang yang sifatnya


memberikan penampilan khusus, missal yang menjual parfum, jam
tangan, jas.
II.2.2.4.

Menurut sifat barang yang diperdagangkan

1. Cair, missal sirup dan makanan botolan.


2. Kering, misal pakaian, ikat pinggang.
3. Tahan lama, missal sepatu, arloji.
4. Mudah rusak, missal buah-buahan, roti.
II.2.2.5.

Menurut penyajian barang yang diperdagangkan

1. Table Fixture atau Meja Menerus, biasanya untuk tempat buku-buku.


2. Counter Fixture atau Almari Rendah, missal untuk tempat mainan anakanak.
3. Cases Fixture atau Almari Transparan, missal untuk pakaian sejenis,
sewarna dalam keadaan terlipat.
4. Box Fixture atau Kotak Terbuka, missal untuk pakaian-pakaian yang
diobral.
5. Rack Fixture atau Rak Terbuka, missal untuk tempat sepatu, peralatan
mandi.
6. Hanging Lose atau Almari Penggantung, missal untuk kemeja, jaket, jas.
7. Etalase atau Ruang Peraga, berfungsi untuk memajang pakaian atau
produk-produk baru dengan penataan menarik.
II.2.2.6.

Menurut Sistem Pembelian

1. Grosir, pertokoan yang menjual barang dalam jumlah besar, transaksi


dapat dilakukan di toko dan disana hanya tersedia samplenya saja.
2. Eceran (retail), toko yang melayani penjualan dalan jumlah satuan, jenis
ini menawarkan banyak variasi dalam hal barang yang ditawarkan.

Guntoro, 1997, Shopping Mall di Lampung


ibid
9
Dedy, 1984, dikutip Guntoro, h-20commit to user
8

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

48

II.2.2.7.

Menurut Lingkup Pelayanan

10

1. Neighbordhood Center (Shopping mall Lokal), jangkauan pelayanan


antara 5.000-40.000 penduduk skala lingkungan. Luas area lebih kurang
2

30.000-100.000 sqq.ft. (2..87-9.290 m ). Unit terbesar berupa supermarket


atau bersifat eceran.
2. Community Center (Shopping mall Distrik), jangkauan pelayanan antara
40.000-150.000 penduduk dalam skala lingkungan. Luas area

lebih

kurang 100.000-300.000 sq.ft. unit terbesar berupa junior Departement


Store dan jenis-jenis toko.
3. Main Center (Shopping mall Regional), jangkauan pelayanan antara
150.000-400.000 penduduk dalam skala lingkungan. Luas area berkisar
2

antara lebih kurang 300.000-1.000.000 sq.ft. (27.870-92.990 m ). Unit


terbesar berupa junior Departement Store, Departement Store dan

jenis-

jenis toko.

II.2.3. Jenis-jenis Mall


II.2.3.1.

Menurut Rubenstein

11

1. Full Mall, terbentuk atas ruas jalan tertutup yang semula digunakan untuk lalu
lintas kendaraan, kemudian berkembang menjadi pedestrian atau plaa linier
dengan

perkerasan

paving

block

dan

dilengkapi

furnishing

(pepohonan,bangku, lampu, patung/sculpture, dan air mancur).


2. Transit Mall, sebuah transit atau jalur transit merupakan pengembangan dari
jalur pergerakkan kendaraan yang hanya memperbolehkan angkutan umum
seperti bus taksi. Perparkiran dilarang, area pejalan kaki diperluas dan fasilitas
kenyamanan ditambah.

10
11

Gideon Golany, dikutip Guntoro, TA/UII,1997


Rubenstein,Harvey,M.,Padestrian Malls,Streetscapes,and Urban Spaces, h-3,4

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

49

3. Semi Mall, pada jenis ini terisi kegiatan lalu lintas namun perparkiran
dikurangi. Pola pedestrian berkembang sebagai akibat dipertingginya nilai
dengan pola perkerasan paving, pepohonan, perlengkapan jalan (bangku,
lampu, dan kenyamanan lain).
Menurut Mithland

II.2.3.2.

12

Open Mall (Mall Terbuka)


Mall ini memiliki keuntungan; menghasilkan kesan luas, perencanaan teknis
yang mudah. Kerugian dari open mall adalah sulitnya pengaturan suhu
kenyamanan (climatic control) dan kesan pewadahan kurang.
Enclosed Mall (Mall Tertutup)
Keuntungan mall ini adalah kenyamanan klimatik dapat diatur. Kerugiannya
adalah mahalnya biaya dan ruangan terkesan sempit.
Integrated Mall (Mall Campuran)
Mall campuran adalah penggabungan dari open mall dan enclosed mall. Biasa
berupa mall tertutup dengan akhiran mall terbuka. Munculnya

bentuk

campuran ini sebagai antisipasi terhadap keborosan energi dan perencanaan


klimatik, mahalnya pembuatan dan perawatan mall tertutup. Mall ini juga
berusaha untuk mengkonsentrasikan daya tarik pengunjung

pada

mall

tertutup.

II.2.4.

Mall sebagai perwujudan kota

13

Shopping Mall juga merupakan gambaran dari sebuah kota yang terbentuk
oleh suatu elemen-elemen:

Magnet (Anchor):
Merupakan transformasi dari node yang dapat berfungsi sebagai land
mark. Dalam shopping mall dapat diwujudkan dengan plaza.

12
13

Magnet Sekunder:

Maithland,Bary,.Shopping Malls,Planning and Design,1978


Rubenstein,Harvey,M.,Padestrian Malls,Streetscapes,and Urban Spaces, h-25

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

50

Merupakan transformasi dari district perwujudannya berupa took


pengecer, retail store, supermarket, superstore, dan bioskop.

Street Mall
Merupakan transformasi path perwujudan berupa pedestrian yang
menghubungkan magnet-magnet.

Landscaping:
Merupakan transformasi dari edge sebagai pembatas pusat pertokoan di
tempat-tempat luar.

II.2.5. Karakter Dasar Shopping Mall


Karakter shopping Mall menurut Maithland

14

memiliki

karakter

sebagai berikut:
a. Koridor

: tunggal

b. Lebar koridor : 8-16 meter


c. Lantai : maksimal 3
d. Parkir

:mengelilingi bangunan mall

(tidak ada parkir di dalam bangunan)


e. Pintu masuk : dapat dicapai dari segala arah
f. Atrium

: disepanjang koridor

g. Magnet
horizontal)

: disetiap akhir koridor (hubungan

h. Jarak antar magnet: 100-200 meter

II.2.6. Bentuk Massa Bangunan Shoping Mall


Bentuk massa bangunan menentukan pola

sirkulasi

didalamnya.

Bentuk ini sedikitnya akan mempengaruhi sukses tidaknya sebuah mall. Di


Amerika Serikat, perencanaan suatu mall biasanya menggunakan bentukbentuk yang sederhana,missal bentuk T, I, atau L. ini sesuai dengan konsep
mall yang mempunyai akses ke dalam dengan koridor tunggal,
14

Dedy, 1994, h-17, dikutip Guntoro commit to user

sehingga

51

semua outlet berpeluang sama untuk dikunjungi. Beberapa contoh kasus


shoping mall yang sukses dengan bentuk sederhana di Amerika Serikat
adalah: York Dale dengan bentuk L di kota Toronto, Explanade Oxnar dengan
bentuk I yang terletak di kota California, dan Franklin Park Mall dengan
bentuk T di kota Ohio,Toledo. Di Amerika telah diteliti bahwa dimensi panjang
sebuah mall minimal 180 meeter sampai maksimal 240 meter. Ketentuan
tersebut tidak mutlak, tetapi dalam perencanaan suatu mall, tidak boleh terlalu
panjang karena akan membuat pengunjung merasa lelah berjalan ke ujung mall.
Untuk mengantisipasi kelelahan pengunjung biasanya telah direncanakan
sebuah anchor/magnet di tempat-tempat tertentu dengan jarak antara lebih
kurang 100-200 meter. Anchor tersebut dapat berupa: square, courts, food
court atau tempat-tempat santai lainnya yang

dimaksudkan

supaya

pengunjung dapat melupakan kelelahan dan melanjutkan sampai ke ujung mall.


Anchor tersebut minimal 10% dari total luas lantai dengan pertimbangan total
area mewadahi keluberan (termasuk court dan square). Perencanaan mall
biasanya juga cenderung horizontalism dengan penetapan takaran arsitektur
seperti proporsi,skala, simetri, balance, dan dimensi yang dapat diterapkan
kedalam fisik bangunan.

II.2.7. Fasilitas yang biasa terdapat pada suatu Mall:

Sport Center

Cinema/Cineplex/Theater

Community Hall

Swimming Pool

Disco/Scate/Ice Scate

Medical Centre

Area Bermain

commit to user

5
2

II.2.8. Pelaku Kegiatan dalam Shopping Mall


Pelaku dalam kegiatan Shopping Mall terbagi atas:
a.

Pengunjung

b.

Tenant atau penyewa

c. Supplier
d.Pengelola
Bagan pelaku dan kegiatan dalam Shopping Mall
Bangunan Shopping Mall

Dept.Store
Supermarket
Suplier
Memasok
Book
Store
barang
Retail-retail
yang
dibutuhkan
oleh
Tenant
Pengunjung Tujuan Penyewa
Belanja Rekreasi
Jalan-jalan
Makan
Pengelola
:
Meliputi:
General
Manager
Staff-staff:
Sales and Marketing Administrasi Accounting Cleaning Service

Diagram II.4. Pelaku dan Kegiatan dalam Shopping Mall


(Sumber: Analisa Pribadi)

II.2.9. Jenis-jenis Kegiatan


Kegiatan pelayanan untuk tenant dan supplier antara lain:

Distribusi barang

Penyimpanan dan penyajian barang

Kegiatan perpindahan dan pergerakkan pelaku


Kegiatan pengelola antara lain:

Kegiatan operasional

53

Kegiatan manajemen

Kegiatan pemeliharaan

II.2.10. Tinjauan Shopping Mall


1. Mall sebagai fasilitas sebuah kota
Pusat kota dapat terbentuk oleh hadirnya sebuah fasilitas komersial yang
mampu menjadi generator kota. Mall perbelanjaan merupakan

satu

elemen pembentuk struktur komersial kota. Suatu bentuk mall yang


berhasil tidak dapat dipisahkan dari area pusat kota dan kota secara
keseluruhan (Frederick Gibbert, 1959).
Selain itu, mall juga tidak dapat dipisahkan dari kebiasaan masyarakat
yaitu mudah dijangkau baik dengan berjalan kaki, berkendaraan pribadi
maupun dengan kendaraan umum.
2. Mall sebagai fasilitas penunjang
Melihat makin banyaknya bisnis usaha yang terdiri dari grosir dan retail,
macam-macam industry kota formal, maupun informal menuntut suatu
sarana untuk menyampaikannya kepada masyarakat. Maka untuk
memenuhi kebutuhan tersebut perlu dibangun sebuah mall perbelanjaan
yang didalamnya dapat menampung semua bisnis usaha tersebut diatas
dan untuk sarana semua golongan lapisan masyarakat. Oleh karena itu,
dalam perencanaannya mall perbelanjaan harus benar-benar menjadi
shopping mall yang modern, mudah, nyaman, aman, dan fleksibel.
3. Mall sebagai sarana rekreasi
Pengertian dari rekreasi adalah bersenang-senang; menciptakan kembali.
Maksudnya adalah menciptakan suasana baru setelah melakukan
pekerjaan.
Daya tarik mall adalah terletak pada keanekaragaman fungsi yang
dipadukan dengan desain perilaku control sehingga menciptakan suatu

54

kedinamisan antara fungsi-fungsi tersebut. Keanekaragaman fungsi


komersial yang terdiri atas barang dan jasa mampu menarik pengunjung
untuk dapat melakukan kegiatan dalam satu tempat dan waktu. Sehingga
pengunjung dapat merasakan sarana rekreatif tersebut

dan

menjadi

hiburan tersendiri meskipun tidak melakukan aktivitas belanja.

II.3. TINJAUAN ARSITEKTUR HIJAU


II.3.1. Pengertian Arsitektur Hijau
Arsitektur hijau memiliki arti seni dan ilmu merancang bangunan. Dalam
artian yang lebih luas, arsitektur mencangkup merancang secara keseluruhan
lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu

perencanaan

kota,

perencanaan perkotaan, arsitektur lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain


perabot dan desain produk. Arsitektur juga merujuk kepada hasilhasil proses
perancanggan tersebut.
( sumber www.wikipedia.com)
Dalam pengertian yang lebih mendalam, arsitektur hijau berarti wawasan
arsitektur yang memadukan tidak hanya nilai arsitektur umum (kekuatan,
fungsi, kenyamanan, biaya, estetika) tetapi juga dimensidimensi lingkungan
berdasarkan kepedulian tentang lingkungan global alami dengan penekanan
pada efisiensi energi (energi efficient), Pola berkelanjutan (sustainable), dan
pendekatan holistic (holistic approach untuk meminimalkan kerusakan
kerusakan yang terjadi.

55

II.3.2. Makna dan lambang Arsitektur Hijau

Gambar 2.1.Lambang Arsitektur Hijau


(Sumber : www.wikipedia.com)
Lambang di atas memiliki arti sederhana yaitu :
1. Recycle
Pengolahan kembali, yaitu mengupayakan apapun yang digunakan dan
dihasilkan pada proses membangun akan dapat diolah untuk didaur ulang
agar dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan orang lain.
2. Reduce
Mengurangi

pemanfaatan

barangbarang

yang

berasal

dari

alam.

Pengurangan yang dilakukan akan memberi pengaruh secara global, baik itu
keberadaan materi itu sendiri di bumi secara kuantitas maupun pengaruhnya
terhadap energi saving yang dengan sendirinya berlangsung.
3. Reuse
Penggunaan kembali, yaitu pemanfaatan kembali material yang telah ada,
tanpa menekankan ego dalam pemanfaatan material baru akan menghemat
energi content yang terbuang.
II.3.3. Perlunya Arsitektur Hijau
Mengapa harus menggunakan arsitektur hijau? Tentu saja ada banyak
alasan. Meskipun biaya arsitektur hijau hampir sama dengan bangunan

konvensional, tetapi arsitektur hijau lebih estetis, nyaman, dan biaya


operasiionalnya relatif rendah. Arsitektur hijau lebih merespon terhadap panas,

56

dingin, atau pencahayaan dalam bangunan. Karena mengkonsumsi

sedikit

energi, arsitektur hijau lebih sedikit polusi. Biaya utilitas yang rendah
membuatnya lebih mudah untuk dipenuhi. Selain itu, arsitektur hijau lebih
sehat karena hampir dari 80% waktu dari penghuni bangunan dihabiskan di
dalam bangunan.
Beberapa alasan untuk selalu menggunakan arsitektur hijau dalam mendesain
bangunan yaitu:
1. Menguntungkan dari segi ekonomi
Arsitektur hijau selalu berusaha menggunakan prinsip prinsip
efisiansi terhadap energi, air, maupun limbah. Hal ini menurunkan biaya
operasional dan perawatan banguanan. Berbagai keuntungan keuntungan
tersebut mendorong kesadaran masyarakat untuk menggunakan desain
dengan prinsip arsitektur hijau. Dalam berbagai proyek bangunan seperti
perumahan dengan konsep green architecture, ternyata lebih laku dibanding
perumahan dengan bangunan konvensional, sehingga lebih menguntungkan
bagi pengembang.
2. Menghemat konsumsi energi
Dalam ukuran yang sama arsitektur hijau akan lebih hemat energi
jika dibanding dengan bangunan konvensional. Pengurangan energi hingga
50% cukup mudah dicapai, dan pengurangan sebesar 80%-90% dapat
dicapai apabila bangunan didesain dengan baik.
3. Meningkatkan Produktivitas
Dalam bangunan yang mewadahi para pekerja, penggunaan
arsitektur hijau dapat meningkatkan produktivitas sebesar 6% -15% bahkan
lebih. Hal ini dikarenakan kualitas ruangan yang tercipta lebih
sehingga para pekerja merasa nyaman dan dapat
pekerjaannya dengan baik dan lebih cepat.

baik

menyelesaikan

57

4. Ramah terhadap lingkungan


Desain yang kurang sesuai dapat merusak lansekap, mengurangi
produksi hasil pertanian dan merusak habitat liar. Penggunaan arsitektur
hijau akan menjaga habital alami dan kealamian lansekap. Penggunaan
material secara efisien juga dapat mengurangi kerusakan hutan yang
berdampak buruk terhadap lingkungan.
5. Meningkatkan kesehatan
Bangunan dengan desain yang kurang baik dapat menurunkan
kualitas kesehatan penghuninya. Penyakitpenyakit yang ttimbul misalnya;
sakit mata, sakit kepala, sakit telinga, flu yang diakibatkan pencahayaan
yang kurang, kulaitas penghawaan yang kurang baik, sistem akustik yang
buruk. Dalam arsitektur hijau digunakan pencahayaan alami yang
dikombinasikan

dengan

pencahayaan

buatan,

penghawaan

alami,

penggunaan material yang bebas racun, dan desain struktur yang ramah
lingkungan sehingga gangguan kesehatan akibat kualitas bangunan dapat
dikurangi.

II.3.4. Unsur Pokok dalam Arsitektur Hijau


Unsur pokok dalam arsitektur hijau mengacu pada pola manusia tradisional
yang mengenal empat unsure yang menjadi dasar dari penyusunan segala jenis
material yang ada di alam. Elemen elemen tersebut dianggap sebagai pokok
permasalahan dari hubunga timbale balik antara arsitektur (bangunan) dengan
lingkungan. Keempat unsur itu yaitu :
1. Bumi (Tanah)
Merupakan sumber bahan bangunan baik bahan bangunan tradisional seperti
batu, pasir, tanah liat, logam, sulfur, ataupun bahan bangunan modern seperti
semen Portland untuk bahan dasar beton, baja, kaca, alumunium, plastic dan

bahan sintesis lainnya. Setiap bahan bangunan pada dasarnya merupakan


pinjaman yang pada kemudian hari harus kita kembalikan lagi kepada alam.

58

Manusia pada generasi sekarang harus dapat mempersiapkan generasi yang


akan datang agar mampu mengembalikan atau mempertahankan bahan
bangunan tersebut agar tidak mengalami kerusakan.
2. Udara
Udara merupakan kebutuhan dasar bagi makhluk hidup untuk bernafas agar
tetap hidup. Makin tercemar udara, pernafasan akan semakin sulit dan kualitas
kehidupan manusia akan menurun. Polusi udara juga berdampak buruk pada
lingkungan yaitu timbulnya ozon dan pemanasan global.
3. Air
Bumi ini terbentuk dari daratan dan perairan. Perairan yang terdiri atas lautan,
sungai sungai, lapisan es pada kutup, serta air bawah tanah mempunyai
volume yang dominan yaitu sebesar 1,384 x 106 km3. Dan banyaknya air
tersebut 97,4 % merupakan air asin dan 2,6 % merupakan air

tawar.

Penggunaan air yang berlebihan serta pencemaran yang terus menerus


mengakibatkan penurunan kualitas air.
4. Api (energi)
Energi selalu dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk melakukan aktifitasnya.
Pembangkitan energi selalu membebani lingkungan alam. Energi dapat
digolongkan menjadi dua yaitu energi yang dapat diperbaharui dan energi yang
tidak dapat diperbaharui.

II.3.5. Hemat Energi


Dalam mendesain atau merancang bangunan sebaiknya tidak hanya
mempertimbangkan pembiayaan pada operasional bangunannya saja,

tetapi

juga mempertimbangkan pada pembiayaan awal pembangunan dan proses


pembuatannya. Desain bangunannya juga hatus mampu memodifikasi iklim
lingkungan sekitarnya agar dapat berguna dalam bangunan bukan dengan
merubah lingkungan yan sudah ada.

59

a. Strategi perancangan bangunan hemat energi:


1. Lokasi site
-

Ketinggian lokasi yang berpengaruh pada pemanfaatan angin dan sinar


matahari

Pemanfaatan potensi lingkungan semaksimal mungkin

Pemanfaatan topografi, dimensi, dan aliran air tanah

2. Perletakan dan orientasi bangunan


-

Pemanfaatan panjang bangunan pada sumbu timur dan barat

Perancangan overhang pada sisi-sisi riskan bangunan

Perletakan ruang-ruang servis pada area beban tinggi (barat)

Mengurangi bukaan langsung arah barat

Penanaman vegetasi sebagai peneduh dan penyegar ruang pada area


penerima beban panas dan angin yang besar

3. Penyediaan pergantian ruang


-

Menyediakan ventilasi yang bekerja terus menerus

Meletakkan ruang-ruang berjendela dengan pertimbangan ventilasi


silang

Apabila ruang dirancang menggunakan AC, minimalkan volume ruang,


dan hindari bukaan langsung

4. Elemen bahan bangunan untuk atap, dinding, dan lantai


-

Pemilihan bahan lokal yang sudah mempunyai kemampuan adaptasi


terhadap iklim lokal

Ketahanan bahan pada akibat-akibat tak terduga dalam operasional


bangunan

Kemudahan dan ketahanan dalam pemasangan

Kesesuaian biaya yang tersedia

5. Pemilihan struktur dan konstruksi bangunan


-

Pertimbangan kondisi tahan gempa

Pertimbangan kondisi tahan angin

60

Pertimbangan kondisi tahan api

6. Program dan penataan massa bangunan


-

Penentuan jumlah dan bentuk serta ketinggian massa yang tidak


mengurangi potensi alam

Perletakan tidak menghambat laju angin

Perletakan tidak menghalangi ruang lain untuk mendapatkan sinar


matahari kecuali memang tidak diperlukan

Perletakan tidak mengganggu akses ke ruang lain

7. Utilitas dan perabot penunjang kegiatan


-

Pertimbangan sistem utilitas dari awal, instalasi plumbing, dan sanitasi,


listrik, dan lain-lain.

Sesuaikan perabot dengan luasan dan volume peruangan yang ada

Ruang-ruang khusus (KM/WC, kamar mandi,dan lain-lain) yang


membutuhkan instalasi khusus, hendaknya diperhitungkan dari awal.

b. Tidak menggunakan material yang merusak lingkungan


Material yang dianggap hijau

biasanya

termasuk

dalam

bahan

bangunan yang dapat diperbaharui seperti bahan tanaman bambu, jerami dan
kayu yang berasal dari hutan yang bersertifikat dan harus dikelola

secara

lestari, EPA (Badan Perlindungan Lingkungan Hidup) menyarankan untuk


menggunakan barang industri daur ulang, seperti pembongkaran puing dalam
proyek konstruksi. Bahan bangunan harus diolah kembali tetap pada
penggunaan energi hijau dalam bangunan.
c. Terdapat ruang terbuka hiijau dalam bangunan
Kota-kota di Indonesia memiliki masalah dengan keterbatasan lahan
untuk Runag Terbuka Hijau (RTH). Dimana lahan sudah habis terbangun
karena sifat land hungry (lapar lahan), yaitu sifat mengkonsumsi lahan

perkotaan untuk dijadikan built-space (lahan terbangun). Akibatnya jumlah


lahan terbuka hijau makin lama makin berkurang.
memperoleh lahan terbuka hijau.

16

menurut Evawani untuk

61

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada Mal Namba Park Jepang,
atap hijau Namba Park dapat mengurangi panas dan menurunkan suhu di
permukaan hingga 170 celcius. Hal ini mengurangi penggunaan energi listrik
untuk mendinginkan suhu ruang. Selain itu dapat berfungsi sebagai

ruang

rekreasi untuk menikmati hijaunya taman. Suasana yang hijau dan nyaman
dapat menurunkan stress bagi pengguna bangunan.

17

Adapun fungsi dari ruang hijau (vegetasi), antara lain:


-

Sebagai zona relaksasi dan zona hijau hunian

Sebagai penyedia oksigen

Sebagai filter

Sebagai penahan air, yang dapat disimpan (sebagai cadangan air saat
musim hujan)
Di bawah ini terdapat tiga klasifikasi jenis tanaman pada suatu taman atau
ruang hijau dalam sebuah kawasan dan atau bangunan, yaitu:

Tanaman kering, merupakan tanaman gurun yang membutuhkan sinar


matahari tinggi, sedikit air, dan tingkat kelembapan yang rendah. Yang
termasuk jenis tanaman kering antara lain jenis-jenis kaktus.

Tanaman air, merupakan tanaman yang media hidup utamanya yaitu air.
Yang termasuk dalam jenis tanaman air antara lain Nymphaea (teratai),
Cyperus papyrus (papyrus), Nulembo nucifera (lotus),

Equisentum

hyemale (paku ekor kuda), Thalia dealbata (kana air), Pistia tratiotes
(kubis air), dan sebagainya.
-

Tanaman tropis, terbagi menjadi beberapa klasifikasi tanaman, yaitu:

Peneduh, seperti Cerbera manghas (bintaro), Jatropha integerrina


(Batavia), Pisonia alba, flamboyant,
sebagainya.

asoka, beringin,

dan

62

Pergola, atau dapat digolongkan dalam tanaman merambat. Beberpa


contoh diantaranya yaitu alamanda, mandevila, bogenvil, Ficus
pumilia (dolar), Ipumea pennata (songgolangit), dan sebagainya.

Tanaman berdaun indah, seperti Aglonema, keladi hias, sansivera,


suplir, paku sarang burung, paku pedang, palem kuning, kuping
gajah, dan sebagainya.

Tanaman

berbubga,

seperti

Anthurium,

Adenium,

mawar,

eurphorbia, krisan, salvia, soka, krosandra, dan tanaman berbunga


lainnya.

Border plant, seperti lili paris, kucai jepang, ophiopogon sp, dan
Cuphea hyssopifolia (cendrawasih), dan lain-lain

Ground cover, seperti sutra Bombay, rumput jepang, rumput


manila,dolar hijau, dan lain-lain.

d. Pencahayaan alami
Matahari merupakan salah satu sumber energi alami di alam semesta.
Sebagai salah satu sumber energi di alam semesta matahari dapat digunakan
sebagai sumber cahaya maupun sumber energi. Dalam penggunaannya sebagai
sumber cahaya alami pada suatu bangunan, matahari dapat menimbulkan
beberapa masalah dalam penggunaannya. Seberapa bayak cahaya yang masuk
ke dalam bangunan harus dapat diatur sesuai dengan kebutuhan dalam ruang.
e. Penghawaan alami
Penghawaan alami merupakan suatu usaha untuk mendapatkan suasana
yang nyaman di dalam ruangan, dapat dilakukan dengan mengontrol suhu
ruangan,

kelembapan,

tingkat

penerangan,

kualitas

udara,

dan

menyeimbangkan kondisi buruk dari luar yang mempengaruhi iklim mikro


bangunan. Salah satu cara menghasilkan penyegaran alami terbaik adalah
mengusahakan udara terus bergerak di dalam ruangan.

63

Sumber energi listrik yang terbatas dan biaya pemakaian listrik yang tinggi
memberikan tantangan untuk membuat suatu desain bangunan yang nyaman
dengan memanfaatkan kondisi alam. Selain itu, penggunaan cara penyejuk
udara alami tidak hanya menghasilkan suatu kenyamanan dan penghematan
energi serta biaya, tetapi juga menyederhanakan konstruksi, pembangunan, dan
perawatannya.

II.3.6 Penerapan prinsip Arsitektur Hijau


1. Green siting and Land use
Tahap pertama yang harus dilakukan dalam mendirikan sebuah
bangunan adalah menentukan site yang sesuai dengan konsep green siting
dan sesuai dengan tata guna lahan yang sudah ada. Hal ini bertujuan untuk
menggabungkan desain dan konstruksi debgan melakukan modifikasi antara
site dan bangunan untik mencapai kenyamanan secara maksimal

dan

efisiensi dalam mengoperasionalkan bangunan (www.doerr.org).


2. Site and Land use efficiency
Pengolahan

site

pada

saat

proses

perancangan

juga

harus

memperhatikan ketetapan perbandingan KDB dan KDH dalam konteks


arsitektur hijau. Banyak orang yang memiliki pemahaman berbeda beda
dalam hal ini. Ada anggapan bahwa besaran volume bangunan (koofisien
dasar bangunan / KDB) harus lebih kecil dari koofisien dasar hijau (KDH)
pada total luas lahan. Sesuai standart, perbandingan KDB (50 70 %) dan
KDH (30 50 %) yang seimbang diharapkan mampu mewujudkan hunian
ideal dan sehat secara konsisten. (sumber : www.beritaiptek.com).
Dalam mendirikan bangunan, sebisa mungkin perlu dihindari
pembukaan lahan baru untuk mendirikan bangunan. Terutama pada lahan
lahan yang diperuntukkan sebagai lahana pertanian dan lahan konservasi.

Menggunakan lahan yang sudah ada dan sesuai dengan tata guna lahan akan
lebih efisian dibandingkan dengan membuka lahan baru, selain itu dapat

64

menjaga kelestarian hutan dan lahan pertanian sehingga keseimbangan


ekosisitem tetap terjaga. (sumber : www,doer.org)
3. Healthy Site
Site yang dipilih sebaiknya memperhatikan faktorfaktor yang
mempengaruhi kesehatan penghuni di dalamnya. Berikut merupakan tabel
analisis site menurut factor kesehatan:
Tabel 2.3. Analisis Site Menurut Faktor Kesehatan

Analisis Site Menurut Faktor Kesehatan


Nilai

Uraian Pembatasan

Sumber-sumber kebisingan di

Nilai yang dianggap baik :

lingkungan site

25-35 dB (decibel) pada waktu malam


30-40 dB (decibel) pada waktu siang hari di
kamar duduk

Pengaruh

oleh

lingkungan

Instalasi yang mengganggu :


Kawat Listrik 220V-400kV

buatan

Transformator-transformator listrik
Kereta api listrik
Radio, radar, dan televise (frekuensi
tinggi dan gelombang mikro 100- 100.000MHz
Pengotoran
lingkungan site

udara

di Disamping asap dank abut atau gas, timbul juga


gangguan oleh bau, misalnya : bau harum,
pembusukan, peragian, zat pelerang, zat klor, zat
lemas dan sebagainya.

Sinar

kosmik,

bumi

yang Sinar kosmik : sinar matahari, sinar ultra

berhubungan

violet, infra merah, frekuensi tinggi, dan

dengan atmosfer alternatif

rendah.

Sinar

kosmik

berhubungan

Sinar

yang

berhubungan

yang atmosfer :
Gaya magnet bumi, medan listrik udara,

dengan

65

dengan bumi dan atmosfer

radio aktivitas alam dan buatan.


Sinar yang berhubungan dengan bumi :
Gangguan geopatik, aliran air di bawah tanah,
kerusakan dan kelabilan

geologic,perubahan

dalam
Sumber: Frick, Heinz, 1995
4. Transport Orientation
Polusi dan dampak lingkungan dari pemakaian

mobil

dapat

dikurangi dengan menempatkan bangunan di lokasi yang dekat

dengan

akses transportasi umun, jalur sepeda, dan akses pejalan kaki

menuju

fasilitas umum. Konstruksi jalan yang baik juga menghemat biaya karena
terhindar dari biaya biaya perbaikan jalan. (sumber: www,doer.org, 23-72011)

Gambar 2.2. Bangunan dengan akses langsung ke jalan umum


Sumber: dokumen pribadi, 2011
5. Solar Orientation
Orientasi matahari di dalam site menentukan orientasi bangunan di
dalam site. Orientasi bangunan digunakan untuk menghasilkan

kantong

sinar matahari (sun pocket) yaitu kondisi dimana mmatahari berada dalam
integritas paling rendah. Sesuai dengan siklus terbit dan tenggelamnya

matahari serta mempunyai sudut jatuh yang kecil. Dengan demikian area
yang tersinari akan lebih besar dan integritas radiasinya akan lebih rendah.

66

Gambar 2.3. Skematik desain berdasarkan orientasi matahari dan arah angin
Sumber: www.doer.org
6. Wind Orientation
Dalam penggunaannya untuk orientasi bangunan, bukaanbukaan
dalam banguanan dimaksimalkan pada sisi utara.

Jendelajendela

yang

besar dan ventilasi diperbanyak pada sisi barat lau, sehingga pada musim
hujan angin yang sejuk dapat masuk dengan leluasa ke dalam bangunan.
Bukaan pada sisi selatan sebaiknya dihindari khususnya pada permukaan
yang selalu terkena radiasi matahari pada saat intensitas tinggi.
Menggunakan sistem air pump (pemompaan angin) dan cross
ventilation untuk mendistribusikan udara yang paling bersih dan sejuk ke
dalam ruangan. Caranya dengan membuat jendela di atas atap (cerobong)
untuk menciptakan tekanan udara yang cukup tinggi di atas

bangunan

supaya udara panas yang ada di dalam ruangan naik dan keluar keatas,
tekanan udara dalam ruangan menjadi rendah dan udara dari luar ruangan
yang lebih segar akan masuk ke dalam ruangan, sehingga penggunaan AC
(Air Conditioner) dapat dikurangi.

67

Gambar 2.4. Pola sirkulasi udara menurut jumlah dan letak ventilasi
Sumber: YB. Mangunwijoyo
7. Vegetative Cooling
Ada empat faktor yang berpengaruh terhadap kenyamanan manusia,
yaitu panas matahari (solar radiation), suhu udara, kecepatan angin, dan
kelembaban. Pada iklim tropis, suhu dan kelembaban sangat berperan dalam
menentukan

faktor

kenyamanan.

Tumbuhtumbuhan

mempunyai

kemampuan sebagai pengensali faktorfaktor tersebut di atas.


Fungsi tanaman sebagai pengendali kelembaban dan

suhu

lingkungan yang terkait langsung dengan siklus hidrologi yang dialami


tanaman. Proses tersebut adalah proses evapotranspirasi yaitu proses
penguapan air dari tanah lewat permukaan daun. Karena tumbuhan dapat
berperan

sebagai

evepotransporasi

absorban
tersebut

radiasi

memerlukan

menurunkan suhu lingkungannya.

matahari
panas

dab
maka

untuk

proses

tanaman

dapat

68

Gambarr 2.5.Hubungan Jarak dari permukaan tanah pada suatu naungan pohon
dengan kerapatan dan jenis yang relatif sama dengan tingkat kelembaban dan suhu
udara
sumber : Better Living Environment, 2005

Gb. 2.6 Pohon melindungi bangunan dari panas matahari disekitarnya


(Sumber: Frick, Heinz 2005)

Gb. 2.7. Aliran udara pada bangunan dengan pohon disekitarnya


Sumber : Frick, Heinz 2005

8. Vertical Landscaping
Vertikal landscaping adalah penghijauan pada bangunan bertingkat
tinggi. Vertical landscaping mempengaruhi iklim mikro pada fasad
bangunan. Pemecah angin sama seperti kegunaan vegetasi pada Ground
Plane menyerap CO dan CO2, menyediakan oksigen bagi hasil fotosintesis,
dan mengurangi beban pendinginan sebanyak 8 % dari peningkatan 10 % di
area vegetasi.

69

Gb. 2.8. Vertical Landscaping sumber: defpoints.wordpress.com


Green roof
Green roof adalah atap dari bangunan yang sebagian atau seluruhnya ditutupi oleh vegetasi, tanah, ata
9.

Gb2.9. Pengaplikasian green roof


Sumber : laely-widjajati.blogspot.com
Green roof dapat memberikan perlindungan terhadap sinar matahari
di musim kemarau dan mengkondisikan micro-climate pada musim dingin

70

Gb.2.10 Green roof dan lapisan penyusunnya (Sumber : www.usemenow.com.20-6-2011)


Tabel 2.4. Kelebihan dan kekurangan green roof

Green roof
Kelebihan

Kelemahan
Memerlukan desain khusus pada struktur

Mengurangi polusi udara

atap agar dapat menahan beban


Melindungi

material

atap

di Lebih
karena

bawahnya

mahal disbanding
memerlukan

perawatan khusus
Mengurangi perpindahan kebisingan
dari

luar

bangunan

ke

dalam

bangunan
Melindungi bangunan dari suhu yang
sangat kuat
Menyaring polusi dari air hujan

atap

konstruksi

biasa
dan

Sumber: analisis penulis

71

Tabel 2.5. Klasifikasi Green roof


Intensive and Extensive Green roof
Intensive Green roof

Karakteristik

Extensive Green roof

Gambar

Membutuhkan

Tanah

kedalaman Hanya membutuhkan min 2,5

min 30 cm
Digunakan

Vegetasi

cm
untuk

besar,

pohon

Digunakan

ground

untuk

semak cover dan rumput

belukar,(memerlukan
perawatan dengan baik)
Beban

Membebani struktur 80-150

Membebani

pon/sq.ft

pon/sq.ft

struktur

12-15

tergantung

dari

karakteristik tanah dan jenis


substrat yang digunakan
Dapat diakses dengan mudah

Akses

Biasanya tidak diakses untuk


umum

Perawatan
Drainase

Memerlukan

perawatan Pemeliharaan

dilakukan

khusus

secara berkala tiap tahun

Memerlukan system irigasi

Menggunakan

dan drainase yang kompleks

drainase dan irigasi sederhana

system

(Sumber : www.epa.gov, 18-8-2011)


10. Ground cover
Ground cover merupakan sebutan untuk tanaman yang ukurannya
tidak terlalu tinggi (paling tinggi 15 cm) dan tumbuhnya menutupi

72

permukaan tanah tempatnya berada. Karena tergolong tanaman kecil, akar


ground cover pada umumnya berbentuk serabut. Serabutserabut akar inilah
yang akan mengikat tanah sehingga pada musim hujan, tanah tidak menjadi
becek. Pada musim panas, tanah yang diberi ground cover lebih dingin bila
dibandingkan dengan tanah yang tidak diberi ground cover.
11. Water Cooling
Badan air dalam bentangan alam sangat berpengaruh terhadap iklim
mikro. Pada aplikasi dalam merancang suatu tapak, badan air (kolam atau
danau) dapat direncanakan pada area dimana mendapat penyinaran radiasi
sinar matahari. Dengan demikian panas matahari yang sedang terik-teriknya
akan diserap oleh badan air, sehingga suhu disekitarnya akan turun. Selain
itu, penggunaan air juga dapat ditempatkan dalam suatu bangunan atau
kompleks bangunan. Penurunan suhu dan penaikan lelembaban udara dapat
ditingkatkan dengan memuncratkan air ke udara (water fountain) untuk
menambah butir-butir air di udara sekaligus sebagai elemen

estetis

tambahan dalam desain lansekap ( Sumber : SENVAR IV, Better Livung


Environment)

Gb. 2. 11. Water cooling (Sumber : Analisa Pribadi)

12. Daylighting ( Pencahayaan Alami)

Daylighting adalah memasukkan cahaya alami melalui suatu celah


atau jendela untuk mengurangi atau menghapuskan pemakaian

lampu

elektrik. Dengan menyediakan suatu mata rantai yang dinamis dan terus

73

menerus dengan memanfaatkan iliminasi dari luar ruangan,


dapat membantu terbentuknya rangsangan visual dan
lingkungan yang produktif bagi penghuni sekaligus

daylighting
menciptakan

mengurangi

biaya

energi.
Keuntungan daylighting :
a. Meningkatkan nilai daur-hidup
Pada suatu perhitungan kenaikan biaya didapatkan bahwa kenaikan
mencapai harga sebesar $0.50-$0.75 / sq.ft pada ruangan dengan cahaya
redup. Daylighting dapat menyimpan $0.05-$0.20 setiap tahun. (sumber :
www.wbdg.org, 8-8-2011)
b. Meningkatkan produktivitas
Daylighting juga membuat orang lebih sehat dan produktif. Hal ini
dikarenakan

adanya

jendela-jendela

yang

dapat

memperlihatkan

pemandangan di luar bangunan sehingga orang yang bekerja di dalamnya


tidak mengalami kejenuhan dan dapat bekerja lebih baik
c. Mengurangi Emisi
Dengan mengurangi kebutuhan akan konsumsi elektris untuk penerangan
dan pendinginan, penggunaan daylighting dapat mengurangi gas rumah
kaca dan melambat penghabisan bahan bakar fosil. (sumber :
www.wbdg.org, 8-8-2011)
d. Mengurangi biaya operasional
Lambu penerangan elektrik menggunakan 35-50% dari total energi listrik
di dalam bangunan komersial. Dengan menimbulkan sisa pemanasan,
penerangan ini juga menambah beban mesin pendingin bangunan. Hal ini
dapat dikurangi dengan menggunakan daylighting

yang

dapat

mengurangi beban pendinginan banguna sebanyak 10-20%. (sumber :


www.wbdg.org, 8-8-2011)

74

Gb. 2. 12. Day Lighting


Sumber : metaefficient.com, 20-9-2011
Konsep daylighting
Penggunaan pencahayaan alami pada interior bangunan seringkali
mengalami kesulitan karena distribusinya sangat sulit untuk dicapai dan
tidak merata. Oleh karena itu desain harus dilakukan secara tepat.
Perencanaan daylighting sebaiknya menggabungkan ahli dari berbagai
cabang ilmu yang berkaitan seperti arsitektur, mesin, listrik dan
pencahayaan. Tim desain sebaiknya memastikan agar daylighting benarbenar dipakai dalam keseluruhan desain. Adapun konsep-konsepnya adalah:
a.Permasalahan visual dan tampilan
Veiling Reflections (menyelubungi pemantulan)
Menyelubungi pemantulan pada sumber cahaya dengan penerangan
yang tinggi. Pemantulan juga harus segera dicegah bila

terjadi

gangguan pada aspek visual.


Distribution (distribusi)
Menggunakan daylighting sebanyak mungkin pada interior bangunan.
Mata manusia dapat melakukan penyesuaian pada tingkat yang tinggi

pada cahaya sama panjang dengan distribusinya. Secara umum, cahaya


yang sampai secara tidak langsung (misal : cahaya yang dipantulkan

75

dari dinding putih akan menyediakan kualitas pencahayaan yang lebih


baik dibandingkan dengan cahaya langsung dari sumber alami maupun
buatan.
Glare (silau)
Tujuan dari desain daylighting yang efisien tidak hanya untuk
menyediakan tingkat pencahayaan yang cukup untuk tampilan yang
bagus. Tetapi juga untuk menciptakan kenyamanan dan kepuasan
atmosfer. Silau atau kekontrasan sinar berlebihan dalam pandangan
adalah aspek yang menyebabkan ketidaknyamanan pada penghuni.
Mata manusia dapat berfungsi cukup bagus melebihi cakupan luas dari
pencahayaan lingkungan, namun tidak berfungsi baik jika terdapat
kekontrasan pencahayaan yang sama dalam setiap sudut pandang.
Variety (variasi)
Beberapa kontras dalam tingkatan brightness mungkin diinginkan
dalam suatu keefektifan ruangan. Warna cahaya yang pudar dalam
pencahayaan dapat mendorong kea rah kelelahan dan

dapat

mengurangi konsentrasi sehingga menciptakan lingkungan

yang

kurang produktif.
b. Daylighting yang baik memerlukan perhatian pada aspek kualitatif dan
kuantitatif pada desain. Pastikan kombinasi dari pencahayaan alami dan
pencahayaan buatan cukup untuk kebutuhan yang diperlukan.
c. Agar

efektif,

daylighting

harus

dikombinasikan

dengan

desain

pencahayaan elektrik. Selain ituagar hemat energi, daylighting perlu


digabungkan dengan pengontrol pencahayaan elektrik yang efisien.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perancangan menggunakan
daylighting:
1. Perbandingan luas bukaan 20% dari luas lantai
2. Perbandingan tinggi jendela dengan kedalaman ruang.

76

Kedalaman ruang yang masih memungkinkan penggunaan pencahayaan


alami secara efektif adalah 2,5 kali ketinggian ruang untuk hunian dan
1,5 kali ketinggian ruang untuk kantor.
3. Batas kedalaman ruang
Frank Lloyd Wright menyarankan 6m sebagai batas ke dalam ruang
untuk pencahayaan alami, sedangkan britis planning legislation dan Ken
Yeang menyarankan dilakukan pada bangunan dengan perbandingan luas
bukaan dengan luas dinding sebesar 15-20%.
Berikut merupakan zona pencahayaan pada ruang :

Primarily daylight zone sedalam 4,5m dari bukaan, sumber cahaya


utama berupa cahaya alami atau daylight.

Partially daylight zone 4-5m berikutnya (9m dari bukaan), sebagian


memerlukan pencahayaan buatan.

Primarily

artificial

light

zone,

lebih

dari

9m dari

bukaan,

membutuhkan penerangan buatan


Material dan Konstruksi daylighting
a. Shading
Di iklim yan panas, shading yang dipasang di bagian eksterior bangunan
dapat bekerja dengan baik untuk mengurangi panas dan mendistribusikan
cahaya ke dalam ruangan.
b. Material kaca
Metode termudah yang digunakan untuk memaksimalkan daylighting di
dalam ruangan adalah dengan memasang material kaca.
demikian,

sebelumnya

perlu

dipahami

kriteria

berikut

menegoptimalkan system penetrasi.


U-Value
Menciptakan tingkat pemindahan kalor dalam kaitannya dengan
perbedaan temperature melalui pemasangan material kaca.

Namun
untuk

77

Shading Coefficient (SC)


Merupakan perbandingan dari panas matahari pada perakitan kaca
terhadap pemasangan kaca ganda dan kaca tunggal.
Visible Transmttance (Tvis)
Merupakan ukuran banyaknya cahaya untuk bangunan dengan skala
besar di beberapa iklim dianjurkan penggunaan kaca dengan nilai SC
sedang dan Nilai VT yang cukup tinggi.
c. Perletakan Lubang Cahaya
Strategi pencahayaan yang sederhana membiarkan daylighting untuk
memasuki ruang dan juga menyediakan kemudahan pandangan dan
ventilasi. Hal yang penting untuk diperhatikan yaitu kedalaman penetrasi
daylighting adalah sekitar 2 atau 1 kali jarak antara bagian puncak
jendela dengan ambang pencahayaan.

Gb. 2.13. Visible transmittance


(sumber : www.wbdg.org, 8-8-2011)
d. Faktor refleksi permukaan ruang

Nilai factor refleksi untuk permukaan ruang akan berdampak secara


signifikan terhadap kualitas tampilan daylighting dan

harus

dijaga

setinggi mungkin. Hal ini untuk menjaga faktor refleksi di langit-langit


melebihi 80%, dinding melebihi 50%, dan lantai meliputi 20%. Pada

78

kebanyakan jenis ruang, factor refleksi lantai memiliki sedikit pengaruh


pada penetrasi daylighting.
e. Pengabungan dengan alat control pencahayaan elektrik
Desain pencahayaan daylighting yang sukses tidak hanya dari segi
arsitektural, tetapi juga harus digabungkan dengan sistem pencahayaan
elektrik. Dengan menambahkan alat pengontrol, penghuni dapat
menyesuaikan tingkatan daylighting dengan kebutuhan. Tiga jenis alat
control di pasaran meliputi :
Switching controls
Terdiri dari tombol on/off untuk memadamkan pencahayaan elektrik
ketika daylighting cukup untuk memenuhi kebutuhan pencahayaan,
dan menghidupkan pencahayaan elektrik ketika daylighting dirasa
kurang.
Stepped controls
Menyediakan level menengah pada pencahayaan elektrik dengan
mengontrol lampu tunggal dalam pencahayaan.
Dimming controls
Secara berkala melakukan penyesuaian pencahayaan elektrik dengan
mengatur masuknya energi ke dalam lampu untuk melengkapi tingkat
iliminasi yang disediakan oleh daylighting.

Gb. 2.14. Daylighting contribution


(sumber : www.wbdg.org, 8-8-2011)

79

Strategi-strategi

tersebut

sebaiknya

diintegrasikan

dengan

sistem

manajemen bangunan untuk mendapatkan keuntungan dari sistem


pengendali secara keseluruhan didalam bangunan. Agar mendapatkan
keuntungan penuh dari daylighting dan mencegah daerah gelap (dark
zone) perencana harus merencanakan system rangkaian dengan baik.
f. Sistem pengontrol lainnya
Sebagai tambahan dari pengontrol daylighting, alat control elektrik
lainnya perlu ditambahkan untuk mendapatkan biaya yang efektif,
diantaranya meliputi penggunaan :
Occupancy controls
Gunakan inframerah, ultrasonic atau tekhnologi gelombang mikro,
sensor pemilik untuk menghidupkan atau memadamkan lampu. Ini
dapat menghemat 10-50%.
Timer
Alat ini digunakan untuk mengatur waktu menghidupkan dan
menyalakan lampu. Alat ini juga efektif untuk menghemat biaya.
13. Natural Ventilation (ventilasi alami)
Ventilasi alami adalah proses memasukkan udara ke dalam bangunan
dan mengeluarkan udara ke luar bangunan secara alami, hal ini dilakukan
dengan memanfaatkan sifat udara yang mengalir dari tekanan tinggi ke
tekanan yang lebih rendah. Penggunaan ventilasi alami dapat menghemat
konsumsi energi di dalam bangunan akibat pengguanaan AC, kipas angin,
dan lain-lain. (sumber :www.wikipedia.com, 21-6-2011). Selain itu, terus
menerus dalam ruangan tanpa ventilasi alami yang mengalirkan udara segar
masuk ruangan dapat berdampak buruk bagi kesehatan,karena manusia
memiliki kebutuhan akan udara segar dengan standard 17-26 m3 /jam/orang
(van straiten, 1967)

80

14. Solar Power (Photovoltaic System)


Photovoltaic (PV) adalah teknologi yang menggunakan solar cells
atau solar photovoltaic untuk mengubah energi matahari menjadi energi
listrik. Solar cells menghasilkan listrik arus searah dari sinar matahari yang
dapat digunakan untuk peralatan penghasil energi atau mencharge baterai.
Sistem ini menguntungkan karena biaya pemeliharaannya rendah, tahan
lama, dan tidak menimbulkan polusi namun sistem ini juga mempunyai
beberapa kelemahan diantaranya sangat tergantung pada musim, harganya
masih cukup mahal dan belum banyak diproduksi di negara-negara tertentu
termasuk

Indonesia.

(Sumber

www.wikipedia.com

www.earthtoys.com, 22-6-2011)

Gambar 2.15. diagram Photovoltaic


Sumber: www.earthtoys.com
Jenis-jenis ventilasi alami :
1. Wind Driven Ventilation

ommit to user

dan

Aliran angin mengakibatkan tekanan

positif

pada arah datangnya dan tekanan negative pada


sisi keluarnya. Untuk menyeimbangkan tekanan

ommit to user

81

ini udara luar akan mengisi bukaan dan mengikuti aliran angin.

2. Stack effect ventilation


Berupa pemisah/ celah kecil pada komponen upper
structural bangunan atau cladding yang dapat
meningkatkan eksfiltrasi udara panas dalam jumlah
yang signifkan.

3. Thermo-shippon effect
Menggunakan prinsip yang sama dengan

stack

effect, hanya saja pemanasan udara dibantu oleh


cahaya matahari. Variasi dari sistem ini adalah solar
chimney dan atrium spaces.

15. Building Envelope


Buiding Envelope atau kulit bangunan terdiri dari material struktur
dan finishing ruangan, memisahkan sisi dalam dan luar bangunan. Kulit
bangunan harus seimbang pada ventilasi dan daylighting untuk menyediakan
perlindungan suhu dan kelembaban pada kondisi iklim di dalam site. Kulit
bangunan adalah faktor utama yang menentukan banyaknya biaya operasional
bangunan yang dibutuhkan.
Agar desain berhasil, perancang harus menggabungkan desain kulit
bangunan dengan elemen desain lainnya yang meliputi: pemilihan material,
daylighting, passive solar design, HVAC, dan rencana elektrikal.

Hal

terpenting yang paling mempengaruhi desain kulit bangunan adalah iklim.


Perbedaan iklim yang berpengaruh terhadap desain. Faktor kedua yang

commit to user

berpengaruh adalah kegiatan apa yang diwadahi dalam bangunan tersebut.


Jika aktivitas dan peralatan yang terdapat di dalam bangunan memiliki nilai

commit to user

82

panas yang tinggi, beban termal justru lebih banyak secara internal daripada
secara eksternal (dari matahari).
16. Struktur dan Konstruksi
Struktur dan konstruksi yang baik harus memenuhi kualitas struktur:
a. Kualitas struktur fungsional, lingkungan, bangunan, dan bentuk

Struktur Fungsional
Menentukan dimensi geometris yang berhubungan dengan penggunaan
atau fungsi (kebutuhan ruang, ruang gerak, ruang sirkulasi, dimensi
pengaturan ruang, dan sebagainya).

Struktur Lingkungan
Meliputi lingkungan alam (iklim, topografi, geologi, hidrologi,
florafauna) serta lingkungan buatan (bangunan, sirkulasi, prasarana
teknis, dan radiasi buatan).

Struktur Bangunan
Susunan kegiatan yang dibutuhkan untuk membangun,

memelihara,

dan membongkar suatu gedung.

Struktur Bentuk
Mengandung masa dan isi, ruang antara dan segala kegiatan
membanguna ruang.

b. Integralistiknya dengan alam


Kualitas struktur kemudian dapat dinilai dari segi integralistiknya dengan
alam
c. Kesinambungan (sustainability) pada struktur
Hubungan antara masa pakai bahan bangunan dan struktur bangunan
mempengaruhi baik pilihan struktur maupun penggunaan bahan bangunan
menurut prinsip-prinsip kualitas struktur :

83

Prinsip pembuangan dimana semua unsur dari sebagian bangunan


menyesuaikan diri dalam daya tahannya atas unsur-unsur yang paling
lemah/paling mudah rusak.

Prinsip Rolls Royce dimana unsur-unsur yang paling kuat menentukan


daya tahan bagian bangunan masing-masing.

Prinsip Struktural dimana setiap unsur bangunan yang daya tahannya


berbeda dengan bagian bangunan yang lain dapat diganti tanpa merusak
bahan bangunan yang lebih kuat. Makin banyak bagian bangunan

17. Waste Recycling


Sampah dari sisa-sisa bangunan dan konstruksi gedung merupakan
bagian yang menonjol disamping sampah dari permukiman, perdagangan,
dan perindustrian. Sampah yang dihasilkan dari kegiatan pembangunan
maupun pemugaran tersebut terdiri dari dua macam yaitu sampa organik
(kayu, tripleks, bambu) dan sampah anorganik (semen, pasir, batu bata,
ubin, besi, baja, kaca, kaleng, cat sintesis, pipa plastik dan bahan sintetis
lainnya).
Tabel 2.6. Jenis sampah dan cara pengolahannya
Jenis Sampah

Diolah Kembali

Didaur Ulang

Digunakan
Kembali

Bahan

organik

kayu :
diserap kembali

Dibakar dan abunya


diserap kembali oleh
akar tumbuhan

Konstruksi atap dan

Kusen, jendela

pintu

Masih

dalam

keadaan
baik

Tripleks

Dibakar dan abunya

Bekisting

beton

diserap kembali oleh

tripleks

dapat

akar tumbuhan

menjadi

pelat

langit-langit
Bambu

Dibakar dan abunya

84

diserap kembali oleh


akar tumbuhan
Kertas/kardus

Dikumpulkan+diproses

Pembungkus

ulang menjadi kertas

barang-barang

kembali (menghemat
50%
Tanah timbunan

Bahan anorganik :
tanah
galian
Tanah liat

Dicetak
menjadi

dan

dibakar Dicetak batu tanah liat

batu

bata,

genting flam
Pasir/kerikil

Dicampur

semen

Lapisan

menjadi beton

kersik

buat
jalan

Ubin/genting beton

Digiling menjadi pasir

Lapisan

pecahan

batu untuk jalan


Batu bata, genting

Digiling

menjadi

flam

semen merah

Kaca

Dilebur menjadi kaca

Dipasang

baru

jendela baru

pada

Logam (besi, baja,

Dilebur menjadi logam

Dipotong/dilas,dibentuk

Digunakan sebagai

kaleng)

baru

baru

tulangan

dalam

beton
Bahan

sintetis:

pipa plastik, dsb

Diproses lagi menjadi

Dipotong/dilem

bahan

disambung

sintetis

berkualitas rendah
Cat sintetis

pipa

lagi

(mis: pipa air)


Sisa

digunakan

pada tempat lain

85

18. Green Material


Perkembangan pembangunan dewasa ini ditandai dengan peningkatan
macam-macam bahan bangunan dan munculnya bahan bangunan

baru.

Keadaan tersebut memungkinkan berbagai ragam alternatif pemilihan bahan


bangunan guna mengkonstruksikan gedung. Maraknya penemuan bahan
bangunan baru juga ditandai dengan kesadara terhadap ekologi, lingkungan
dan fisika bangunan. Membangun berarti suatu usaha

untuk

menghemat

energi dan sumber daya alam. Teknologi bangunan yang baru menuntut para
ahli supaya mereka terbuka terhadap perkembangan tersebut, karena tidak
jarang teknologi baru menyimpang dari cara pertukangan tradisional. Kajian
ilmu bahan bangunan yang cukup sederhana dan formal selama ini kiranya
perlu diubah sesuai dengan pandangan pembangunan yang menyeluruh.
(Sumber : Frick Heinz, 2005)

Rantai Bahan Bangunan

Gb.2.16. Rantai Bahan bangunan


Sumber: Frick, Heinz, 2005

Rantai bahan bangunan menerangkan proses dan tingkatan


pengembangan (riwayat hidup bahan) bahan bangunan pada umumnya
(dari bahan mentah hingga menjadi puing dan sampah),

dengan perhatian

86

pada setiap tingkat perubahan transformasi, penggunaan energi dan


pencemaran lingkungan (tanah, air, dan udara).

Penggolongan Bahan Bangunan


a. Penggolongan bahan bangunan secara ekologis Tabel
2.7. Penggolongan Bahan Bangunan Ekologis
Klasifikasi bahan secara ekologis
Bahan

bangunan

yang

Contoh bahan

dapat

Bahan nabati: kayu, bambu, rotan,

dibudidayakan kembali (regenerative)

rumbia, serabut kelapa, ijuk, kulit


kayu, kapas, kapuk, Bahan hewani:
kulit, binatang, wol

Bahan bangunan alam yang dapat

Tanah, tanah liat, lempung, tras,

digunakan kembali (reuse)

kapur, batu kali, batu alam

Bahan bangunan buatan yang dapat

Limbah, potongan, sampah, ampas,

didaur ulang ( recycling)

bahan bungkusan (kaleng, botol),


mobil bekas, serbuk kayu, potongan
bahan sintetis, kaca, seng

Bahan

bangunan

alam

yang

Batu

merah,

conblock,

batako,

mengalami

genting (genting flam dan genting

perubahan transformasi sederhana

pres), bis beton, semen, beton tanpa


tulangan

Bahan bangunan yang mengalami Plastik,


beberapa

tingkat

damar

epoksi,

produk

perubahan petrokimia yang lain

transformasi
Bahan bangunan komposit

Beton bertulang, pelat serat semen,


cat kimia, perekat

Sumber: Frick, Heinz, 2005


b. Persyaratan bahan bangunan secara ekologis
Eksploitasi

dan

pembuatan

(produksi)

menggunakan energi yang sesedikit mungkin.

bahan

bangunan

87

Tidak mengalami perubahan bahan (transformasi) yang tidak dapat


dikembalikan kepada alam.
Eksploitasi, pembuatan (produksi), penggunaan, dan pemeliharaan
bahan bangunan mencemari lingkungan sesedikit mungkin
Bahan bangunan berasal dari sumber alam lokal (di tempat dekat).
19. Water Recycling
Air merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus tersedia
setiap saat. Penggunaan air yang paling besar justru berasal dari operasional
bangunan. Saat ini kebanyakan bangunan tidak memiliki system pengolahan
limbah air dengan baik. Padahal sistem ini seharusnya merupakan hal yang
sangat penting untuk menghemat konsumsi air dan mengurangi dampak
lingkungan seperti pencemaran dan banjir. Air limbah dari bangunan dapat
diatur ulang dengan sistem-sistem sebagai berikut :
1. Grey Water System
Yang dimaksud dengan grey water adalah limbah air yang berasal dari
dapur, air cucian, air dari shower kamar mandi, dll. Sistem kerjanya
adalah sebagai berikut: air yang berasalhdari grey water ditampung dalam
suatu bak khusus yang dapat menyaring lemak, sabun, dan kotorankotoran lainnya. Setelah itu air dialirkan melalui pipa menuju ke return
water tank. Kemudian air dialirkan untuk memenuhi kebutuhan seperti
menyiram tanaman, menyiram toilet, dan lain-lain.
2. Black Water System
Black Water merupakan air yang berasal dari air limbah yang berasal dari
toilet. Sistem kerja dari Black Water System adalah sebagai berikut: air
limbah dialirkan melalui pipa menuju ke bak penampungan dan diolah di
dalamnya. Setelah bersih air dapat digunakan untuk menyiram tanaman.
3. Rainwater System

Air hujan yang terbuang percuma dapat dimanfaatkan menjadi sumber air
baru. Pada musim penghujan air ditampung dalam bak atau tangki air

88

kemudian didaur ulang dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan air di


dalam bangunan. Air hujan dapat pula digunakan sebagai sumber air
minum karena air hujan cukup bersih dan tidak mengandung kumankuman meskipun tidak mengandung mineral-mineral yang berguna untuk
gigi, tulang dan lain-lain.

II.3.7 Studi Kasus Bangunan dengan Prinsip Arsitektur Hijau


II.3.7.1.

Graha Wonokoyo

1. Kriteria Bangunan
Lokasi

: Jalan Taman Bungkul 1-3-5-7, Surabaya.

Fungsi

: Kantor

Luas Lahan

: 1.854 sqm.

Luas Bangunan: 7.121 sqm.


Ketinggian

: 10 lantai.

Arsitek

: Ir. Jimmy Priatman, M.Arch.

Gb. 2.17. Graha Wonokoyo


(Sumber : majalah I-Arch, edisi 3,2006)

Gedung

ini

dirancang

hemat

energi

dan

kontekstual

terhadap

lingkungannya yang berupa situs arsitektur kolonial dengan mencitrakan


bangunan yang menghubungkan antara masa lalu dengan masa kini.
2. Program ruang

89

Bangunan ini terdiri dari 3 massa. Massa pertama berupa bangunan


penerima, terdiri dari satu lantai yang menyelaraskan sendiri dengan
ketinggian bangunan sekitar. Massa kedua merupakan bangunan mediun
tiga lantai, berfungsi sebagai gallery, hall, dan ruang rapat kolektif pada
bagian tengah. Massa ketiga merupakan massa penanda yang berfungsi
sebagai perkantoran.
3. Kriteria Bangunan Green Architecture
a. Hemat Energi
Dicapai dengan penggunaan material hemat energi dan managemen
energi di dalam bangunan.
b. Bekerja dengan iklim
Site menghadap dan memanjang dari barattimur akan mempengaruhi
fasad dan selubung bangunan.
c. Respek terhadap calon pengguna
Layout ruang menyesuaikan dengan fungsi sebagai kantor sewa yang
mencerminkan efesiensi ruang.
d. Bekerja dengan tapak terpilih
Bangunan

ini

berusaha

untuk

menyelaraskan

diri

dengan

lingkungannya yang berupa bangunan konservasi arsitektur colonial.


4. Prinsip Green Architecture
a. Building Envelope
-

Mengutamakan perhitungan OOTV (Overall Thermal Transfer


Value) untuk membatasi radiasi panas pada selubung bangunan.

Selubung bangunan merespon arah matahari. Pada bagian utara


full dengan material kaca, sedangkan fasad selatan berupa kisi
kisi material cladding.

b. Green Structure

Struktur utama konstruksi beton bertulang, dan struktur atap


konstruksibaja.

Pemilihan

struktur tersebut didasarkan untuk

90

menghindari kerusakan pada bangunan perumahan yang padat di


sekitar bangunan.
c. Green Material
Untuk mewujudkan perpaduan yang sinergis antara citra monumental
dengan kriteria hemat energi, material dinding dipilih dari bahan metal
cladding ex indal, high performance glass exstoposal dilapisi kaca film
pada sisi barat, dan pada bangunan penerima dipilih granit dan panel
alumunium.

High performance
glass

Panel Alumunium

Gb2.18. Graha Wonokoyo


(Sumber : majalah I-Arch, edisi 3,2006)

II.4. TINJAUAN KOTA PURWOKERTO


II.4.1. Batas Wilayah dan Keadaan Fisik
Kota Administratif Purwokerto merupakan Ibu Kota Kabupaten Daerah
Tingkat II Banyumas yang terletak di Propinsi Jawa Tengah, terletak diantara :
0

108 39 17 109 27 15 BT dan 7 15 05 7 37 10 LS.


Perbatasan wilayah meliputi:
- Sebelah Utara
-

Sebelah Timur

: Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pemalang


:Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, dan
Kabupaten Kebumen

- Sebelah Selatan

: Kabupaten Cilacap

- Sebelah Barat

: Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Brebes

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

91

Gambar 2.19. Peta Batas Wilayah Kabupaten Banyumas


Sumber: www.purwokerto.go.id
Kota Admisnistratif Purwokerto terletak pada ketinggian 75 meter di
atas permukaan laut yang meliputi areal seluas 3.873,482 ha dan jumlah
penduduknya sebanyak 233.841 jiwa (pada tahun 2010) dan laju pertumbuhan
penduduk Kabupaten Banyumas per tahun selama sepuluh tahun terakhir yakni
dari tahun 2000-2010 sebesar 0,58 persen.

15

Aspek fisik kota yang penting untuk pertimbangan pengembangan Tata Ruang
Kota meliputi topografi dan hidrologi yakni;
15

Hasil Sensus Penduduk 2010 Kota Purwokerto

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

92

Dari kondisi topografi kota Purwokerto, kemiringan yang ada, kota ini cukup
ideal untuk penggunaan tanah sebagai kawasan pemukiman karena kemiringan
yang ada menunjukkan berkisar 0% - 15%.

Adanya beberapa sungai yang melalui Kota Purwokerto, maka potensi untuk
perencanaan drainase yang baik dapat dikembangkan, sehingga kemungkinan
bahaya banjir dapat dicegah.
Dari kedua pertimbangan tersebut diatas wilayah Kota Purwokerto sangat
cocok untuk kawasan pemukiman atau perkotaan.

16

II.4.2. Data Klimatologi Kota Purwokerto


Keadaan cuaca dan iklim di Purwokerto memiliki iklim tropis basah
karena terletak di antara lereng pegunungan jauh dari pesisir pantai maka
pengaruh angin laut tidak begitu tampak. Namun dengan adanya

dataran

rendah yang seimbang dengan pantai selatan angin hampir nampak


bersimpangan antara pegunungan dengan lembah dengan tekanan rata-rata
antara 1.001 mbs. Suhu udara di Purwokerto berkisar antara 23 C - 31 C
dengan kelembapan 65-95% dan kecepatan angin 20 km/jam. (sumber: Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, berlaku mulai tanggal 14 Desember
2011 sampai dengan tanggal 15 Desember 2011).
II.4.3.

Gambaran Terhadap Kecenderungan Perkembangan Fisik Kota

17

Perkembangan fisik kota disebabkan dari semakin tumbuh dan


berkembangnya beberapa elemen fisi kota seperti:

Pemukiman

Perkantoran

Perdagangan

Fasilitas Pendidikan

Fasilitas Sosial / Umum

Perkembangan elemen-elemen tersebut sesuai dengan fungsi


peran dan kebutuhan masing-masing elemen kota tersebut.
16
17

Pemerintah Kota Administratif Purwokerto, RTURK, Op.Cit.


Evaluasi dan Revisi RUTRK/RDTRK Kota
Purwokerto
commit
to user Tahun 2010, p.II.4

atau

93

Kecenderungan perkembangan dan letak elemen fisik Kota Purwokerto pada


umumnya dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu kemudahan-kemudahan
dalam menjalankan fungsi dan perannya serta pertimbangan efisiensi

dan

factor ekonominya. Sehingga terlihat bahwa sebagian besar elemen fisik kota
tersebut tumbuh dan berkembang disepanjang jalur-jalur utama kota.
Untuk kawasan perdagangan atau komersial tingkat regional, tumbuh dan
berkembang di pusat kota, tepatnya di sepanjang jalan Jend. Soedirman dan
jalan Gerilya. Perdagangan ini meliputi pasar, pertokoan, warung, dan
sebagainya, dengan Pasar Wage sebagai pusat orientasi utamanya. Dengan
adanya potensi tersebut, di wilayah ini dimungkinkan akan berkembang
kompleks perdagangan, terutama untuk pertokoan dan pasar swalayan dengan
skala sedang dan besar.
II.4.3.

18

Tinjauan Aspek Fisik

Dari aspek fisik dapat diaplikasikan dalam pola tata peruntukkan tanah
untuk kegiatan sejenis (zoning) yang berbentuk bagian rencana untuk berbagai
dominasi kegiatan fungsi tertentu dan didukung oelh pola jaringan

jalan

dengan berbagai tingkatan fungsi. Pola tata ruang peruntukkan tanah untuk
kegiatan sejenis (zoning) Kota Purwokerto susunannya diatur membentuk
struktur yang dibagi dalam pusat-pusat pengembangan sebagai berikut:
1. Pusat Pengembangan Wilayah Kota (BWK)
Terdiri dari 8 (delapan) Bagian Wilayah Kota (BWK), yaitu:

Bagian Wilayah Kota I, merupakan bagian pusat kota yang meliputi 4


(empat) SBWK.

Bagian Wilayah Kota II, merupakan bagian pengembangan wilayah


kota yang meliputi 3 (tiga) SBWK.

Bagian Wilayah Kota III, merupakan bagian pengembangan wilayah


kota yang meliputi 2 (dua) SBWK.

18

Evaluasi dan Revisi RUTRK/RDTRK Kota Purwokerto Tahun 2010, p.IV.1

commit to user

94

Bagian Wilayah Kota IV, merupakan bagian pengembangan wilayah


kota yang meliputi 2 (dua) SBWK.

Bagian Wilayah Kota V, merupakan bagian pengembangan wilayah


kota yang meliputi 2 (dua) SBWK.

Bagian Wilayah Kota VI, merupakan bagian pengembangan wilayah


kota yang meliputi 2 (dua) SBWK.

Bagian Wilayah Kota VII, merupakan bagian pengembangan wilayah


kota yang meliputi 2 (dua) SBWK.

Bagian Wilayah Kota VIII, merupakan bagian pengembangan wilayah


kota yang meliputi 2 (dua) SBWK.

2. Daerah Cadangan Pengembangan dan Ruang Hijau Kota


Dipergunakan sebagai kawasan cadangan pengembangan kota
(kawasan terbangun), sempadan, penghijauan, maupun pertanian, yang
letaknnya menyebar di tiap bagian wilayah kota.
Pusat-pusat pengembangan susunan pola tata ruang peruntukkan
tanah untuk kegiatan sejenis (zoning)

Kota

Purwokerto

membentuk

struktur kota sebagai berikut:


a. Pusat Kota
Sebagai pusat pengembangan terletak disekitar Kantor Kabupaten dan
Pasar Wage (sepanjang Jl. Jend. Soedirman).
b. Pusat Pengembangan Bagian Wolayah Kota (BWK)
Difungsikan oleh kegiatan skala wilayah dengan fasilitas jalan yang
melalui pusat-pusat. BWK dan berbagai fasilitas lingkungan, akan
menjadikan bagian-bagian wilayah kota akan lebih cepat berkembang
sehingga sesuai dengan sasaran di dalam upaya perencanaan kota
secara menyeluruh dan terpadu.
Kelompok fungsi kegiatan eksternal dan internal, terdiri

antara

dominasi kegiatan yang satu dengan yang lainnya dan antara kelompok

95

fungsi kegiatan yang lebih tinggi ketingkat yang lebih rendah pada
daerah hunian.
Pada fungsi-fungsi eksternal terbagi dalam berbagai dominasi jenis
kegiatan yaitu:

Pemerintahan

Pendidikan

Perkantoran

Kesehatan, dll

Perdagangan/jasa
Ditinjau dari hirarkinya dalam menguraikan bagian fungsi kegiatan

tersebut menurut tingkatannya dibagi dalam pola jaringan jalan baik


langsung maupun tidak langsung.
II.4.4. Kondisi Umum
II.4.4.1.

19

Penyebaran Kepadatan Penduduk

Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah


penduduk di Kota Purwokerto

adalah 233.841 orang, yang terdiri

dari

115.348 laki-laki dan 118.493 perempuan dan laju pertumbuhan penduduk


Kabupaten Banyumas per tahun selama sepuluh tahun terakhir yakni dari
tahun 2000-2010 sebesar 0,58 persen.
Tabel 2.8. Jumlah Penduduk Kota Purwokerto
KECAMATAN

Perempuan
(jiwa)
29.010

Jumlah Penduduk
(jiwa)
57.178

Sex Ratio

Purwokerto Utara

Laki-Laki
(jiwa)
28.168

Purwokerto Timur

27.929

29.231

57.160

95,55

Purwokerto Selatan

35.106

35.353

70.459

99,30

Purwokerto Barat

24.145

24.899

49.044

96,97

JUMLAH

115.348

118.493

233.841

388,92

97,10

Sumber: Hasil Sensus Penduduk 2010 Kota Purwokerto


Penyebaran kepadatan penduduk di Purwokerto belum sepenuhnya
merata, sebagian besar terkonsentrasi pada daerah pusat kota dan sepanjang
jalur jalan regional atau jalur jalan utama kota. Perkiraan jumlah penduduk

19

Evaluasi dan Revisi RUTRK/RDTRK Kota Purwokerto Tahun 2010, p.III.9

24

Kota Purwokerto sampai tahun 2020 adalah sebesar 235.866 jiwa dan dengan
luas wilayah sebesar 3.858,34 Ha. Maka diperhitungkan kepadatan rata-rata
penduduk Kota Purwokerto 10 tahun mendatang adalah sebesar 56 jiwa/Ha.
Sedangkan untuk kepadatan bersih (Netto) di daerah pemukiman penduduk
dengan peruntukkan lahan terbangun sebesar 2.146,92 Ha adalah sekitar 100
jiwa/Ha. Sehingga dilihat dari proyeksi tingkat kepadatan penduduk

netto

Kota Purwokerto di tahun 2020 masih tergolong sebagai kota dengan tingkat
kepadatan penduduk sedang dan dari proyeksi kepadatan penduduk

bruto

masih tergolong daerah dengan tingkat kepadatan penduduk rendah.


Sesuai

dengan

kecenderungan

perkembangan

penduduk

Kota

Purwokerto maka distribusi penduduk untuk masa yang akan dating diarahkan
tidak terlalu terkonsentrasi di pusat kota dan sepanjang jalur jalan utama,
melainkan lebih merata dalam penyebarannya agar distribusi penduduk yang
terjadi lebih seinmbang dengan kondisi daya dukung lahan dan lingkungan
yang ada. Oleh karena itu, distribusi penduduk di Kota Purwokerto diarahkan
sebagai berikut:
Distribusi kepadatan penduduk akan diarahkan secara lebih merata dan
berimbang, dimana penduduk di daerah pusat kota dan di sepanjang jalur
jalan utama diarahkan pengembangannya ke daerah-daerah yang relative
masih kosong.
Kepadatan penduduk di daerah pusat kota, pertambahannya akan dibatasi
sesuai dengan daya dukung lahan bagi perumahan di pusat kota yang
semakin berkurang mengingat tingginya konsentrasi

penduduk

dan

aktivitas di daerah tersebut.


Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka pola distribusi kepadatan
penduduk untuk masa mendatang adalah sebagai berikut:

25

Daerah di pusat kota, diarahkan menampung kepadatan penduduk tertinggi


dengan rata-rata kepadatan penduduk rata-rata kepadatan penduduk netto
maksimal 200 jiwa/Ha.
Daerah di dekat pusat kota, diarahkan menampung kepadatan penduduk
menengah/sedang dengan rata-rata kepadatan penduduk netto

maksimal

175 jiwa/Ha.
Daerah yang jauh dari pusat kota atau daerah pinggiran kota, diarahkan
menampung kepadatan penduduk relatif rendah dengan rata-rata kepadatan
penduduk netto maksimal 100 jiwa/Ha.
Berdasarkan perhitungan terhadap proyeksi Kota Purwokerto pada
tahun 2020, maka gambaran distribusi kepadatan penduduk brutto masingmasing BWK Kota Purwokerto dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 2.9. Tabel BWK Kota Purwokerto
BWK

Luas Wilayah (Ha)

Jumlah Penduduk (jiwa)

Kepadatan (jiwa/Ha)

388,56

40.734

105

II

542,31

26.983

50

III

564,67

25.776

46

IV

319,38

19.948

64

525,53

34.854

66

VI

396,95

28.743

72

VII

536,71

36.284

68

VIII

584,23

22.544

39

Kota

3.858,34

235.866

61

Sumber: Hasil Perhitungan Tim Penyusun RUTRK/RDTRK Purwokerto Tahun 2010

II.4.4.2. Sosial Ekonomi Penduduk


a. Aspek Ekonomi

Dengan melihat keadaan Kota Purwokerto, peningkatan perekonomian wilayah


perlu diupayakan, adapun strategi pengembangan tersebut diperlukan langkah
sebagai berikut:

26

Diperlukan pengembangan seoptimal mungkin pada sector perdagangan, jasa, dan


pertanian.

Kegiatan perekonomian sektor pariwisata perlu ditingkatkan dengan perencanaan


dan pengolahan yang lebih baik, untuk mendukung kepariwisataan Jawa Tengah
Bagian Barat. Dimana Kota Purwokerto dikembangkan sebagai pusat pelayanan
tingkat madya.

Pengembangan sector tersebut perlu ditunjang oleh pengembangan sector


pendukung dan sarana lainnya. Misalnya sarana dan prasarana transportasi, sarana
jasa perdagangan yang merupakan kunci keberhasilan pengembangan sector
potensial tersebut.
b. Aspek Sosial

Penyebaran fasilitas sosial diprioritaskan untuk menambah dan melengkapi


terutama pada kota yang sedang dan akan tumbuh menjadi pusat pertumbuhannya
dapat cepat berlangsung. Strategi ini diharapkan akan mengurangi beban yang
berlatar belakang kurangnya fasilitas social.

Pemanfaatan peluang yang bertujuan memfungsikan kota kecil atau kota


kecamatan sebagai bumper urbanisasi sepertu yang telah digariskan dalam
National Urban Development Strategi, yaitu dalam strategi pengembangan
Secendory City karena sebagai konsekuensi policy tingkat nasional, urban
infrakstruktur akan lebih disebarkan di kota hirarki ke 3 dan 4 dalam skala
regional.

Peningkatan kualitas tenaga kerja terutama di daerah yang tingkat pendapatannya


kecil agar mendapat porsi perhatian yang cukup besar karena kendala
pembangunan wilayah biasanya dilihat dari aspek social yang berasal dari sumber
daya manusia akan memberi daya kemungkinan perluasan dan pemerataan
kesempatan kerja.

27

II.4.5.

Kebijaksanaan
Purwokerto

Dasar

Pengembangan

Tata

Ruang Mikro

Kota

20

Kebijaksanaan

dasar

pengembangan

tata

ruang

mikro

Kota

Purwokerto berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara lain :


1. Pemerataan pengembangan meliputi seluruh bagian kota, yakni usaha
untuk memenuhi dan mengisi serta menciptakan struktur dan bentuk kota
yang kompak.
2. Penyebaran fasilitas pelayanan sebagai

usaha

untuk

memeratakan

pelayanan bagi penduduk kota dan bagian kota, agar tidak terkonsentasi
pada suatu tempat saja. Fasilitas tersebut berupa pelayanan yang merata
prasarana dan sarana kotanya. Untuk penyebaran fasilitas tersebut, baik
jenis dan skala pelayanannya disesuaikan dengan fungsi pelayanan masingmasing bagian kota.
3. Peningkatan aktivitas kekotaan pada daerah-daerah transisi dan pinggiran
Kota Purwokerto, terutama kegiatan-kegiatan yang bersifat sekunder
(perdagangan dan jasa)
4. Usaha untuk memeratakan arah perkembangan fisik kota ke segala arah,
untuk mengarahkan perkembangan fisik kota agar tidak selalu mengikuti
kecenderungan yang ada saat ini yakni kecenderungan perkembangan fisik
di sekitar jalan utama kota.
Pada bagian-bagian kota yang masih kosong di bagian dalam antara jalan
utama kota, perlu diciptakan suatu kegiatan aktivitas kota agar mendorong
perkembangan daerah tersebut, antara lain berupa kegiatan perdagangan,
rekreasi, perumahan, dan sebagainya.
5. Usaha untuk meningkatkan jumlah dan kepadatan penduduk, agar syarat
2

sifat kekotaan (minimum 50 jiwa/m ) dapat terpenuhi. Hal ini akan


membuat efisiensi dalam pembangunan prasarana dan sarana kota.

20

Pemerintah Administratif Kota Purwokerto, RUTRK, Loc.Cit,p.II.23

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

28

6. Upaya untuk lebih meningkatkan kualitas hidup kekotaan, misalnya dengan


meningkatkan
pembuangan

pelayanan
sampah,

sistin

pelayanan

prasarana

kota

pemenuhan

air

berupa

pelayanan

bersih,

drainase,

penghijauan dan lain sebagainya.


7. Upaya untuk mencegah kemacetan lalu lintas serta kelancaran pergerakan
arus barang dengan membangun dan mengembangkan jalan lingkar dalam
pada jangka pendek, jalan lingkar luar dalam jangka panjangnya, serta jalan
pembagi dan distribusi yang dapat menjangkau ke semua bagian kota.
8. Upaya untuk membuka daerah-daerah yang terisolir di bagian pedalaman
kota, dengan membangun jalan penghubung antar bagian wilayah kota,
antar blok bahkan sub blok.
9. Upaya untuk mengurangi polusi udara kota serta konservasi air dan tanah
dengan merencanakan sabuk hijau kota, daerah terbuka hijau kota serta
pengendalian pembangunan fisik kota yang berorientasi padat bangunan.

II.4.6.

Konsep Pengembangan Lokal Kota Purwokerto

21

Rumusan Kebijaksanaan Dasar Perencanaaan (RKDP) Kota merupakan


kebijaksanaan lokal yang diharapkan mampu mengembangkan Kota Purwokerto
untuk mendorong pengembangan potensi yang ada, yaitu antara lain :

Kemandirian kota sebagai kota Administratif

Keterkaitan dengan pusat-pusat pertumbuhan yang sudah ada yaitu kota


Cilacap sebagai kota pusat pertumbuhan kota

II.4.6.1.

Fungsi dan citra kota yang spesifik serta fungsi-fungsi umum kota lainnya
Penentuan Fungsi Kota

22

Berdasarkan pada potensi dan kendala yang ada, RKDP


fungsi Kota Purwokerto pada masa yang akan dating

penentuan

dapat

sebagai berikut:

21

Pemerintah Administratif Kota Purwokerto, RUTRK, Loc.Cit,p.II.26

commit to user

diarahkan

29

a. Konsep arahan Fungsi Kota Umum (utama)


- Sebagai pusat pemerintahan dan pelayanan administrative, politis bagi
wilayah Kota Purwokerto khususnya dan Kabupaten Dati

II

Banyumas pada umumnya.


- Sebagai pusat pelayanan fasilitas social bagi kota Purwokerto dan
sekitarnya.
- Sebagai pusat pengelolaan dan pengendali pembangunan kota
Administratif Purwokerto.
- Sebagai pusat kegiatan ekonomi dan transportasi.
b. Konsep Arahan Fungsi Khusus
- Sebagai kota transit jalur lalu lintas yang kuat dari Jawa Tengah dengan
Jawa Barat dan simpul distribusi perdagangan.
- Sebagai kota transit pariwisata berskala local dan regional dengan
penyediaan fasilitas-fasilitas penunjang wisata,

misalnya

taman

wisata remaja dan anak-anak, restoran motel, dan lainnya.


- Sebagai kota pemukiman tujuan pelajon dan penyangga urbanisasi
regional Jawa Tengah di kota besar dengan penyediaan fasilitas
perumahan, tempat kerja, terminal angkutan, dan sebagainya.
- Sebagai kota pendidikan, terlihat dari keberadaan UNSOED dan
UNWIKU yang menampung pelajar dalam skala regional

dan

nasional, disamping itu juga sarana pendidikan yang cukup besar


jumlahnya merupakan potensi dasar dalam pengembangan Kota
Purwokerto sebagai Kota Pendidikan.
II.4.6.2.

Arahan Penentuan Peran Kota

23

Berdasarkan pada potensi dan kendala, maka RDKP penentuan peran


Kota Purwokerto dilihat dari aspek regional antara lain sebagai berikut:
22
23

Pemerintah Administratif Kota Purwokerto, RUTRK, ibid


Pemerintah Administratif Kota Purwokerto, RUTRK, Loc.Cit,p.II.27

commit to user

30

a. Konsep Arahan Peran Kota Terhadap Arahan Kebijaksanaan Propinsi


Dati I Jawa Tengah:
- Ditetapkan Kota Purwokerto sebagai salah satu Kawasan Prioritas
Pengembangan untuk wilayah Jawa Tengah, dengan harapan Kota
Purwokerto dapat berperan sebagai pusat atau kutub pertumbuhan
yang akan menetaskan hasil pembangunan ke wilayah sekitarnya.
- Ditetapkan Kota Administratif Purwokerto sebagai salah satu kawasan
prioritas juga membawa keuntungan terhadap Kota Purwokerto
khususnya, maupun Kabupaten Dati II Banyumas umumnnya karena
Pemda Tingkat I Jawa Tengah akan lebih

memperhatikan

pembangunan di Purwokerto. Konsekuensi dari hal tersebut Kota


Purwokerto

harus

siap

dengan

rencana

dan

program

pembangunannya.
- Kota Purwokerto diharapkan dapat tumbuh dan berkembang menjadi
salah satu pusat pertumbuhan di bagian selatan-barat wilayah Propinsi
Jawa Tengah bersama-sama dengan Kota Cilacap untuk berperan
memeratakan pembangunan propinsi Jawa Tengah bagian selatan.
b. Konsep Arahan Peran Kota Terhadap Arahan Kebijaksanaan Dasar
Kabupaten Dati II Banyumas:
- Sebagai Ibukota Kabupaten dan salah satu

pusat

wilayah

pembangunan Kabupaten Dati II Banyumas, maka diharapkan peran


sebagai pusat tersebut tidak menjadikan kota Purwokerto akan
menyedot sebagian besar potensi pembangunan Kabupaten Dati II
Banyumas, melainkan akan meningkatkan ekonominya secara mandiri
dan bahkan membantu mengembangkan daerah sekitarnya.
- Sebagai pusat simpul distribusi perdagangan dan jasa
wilayah Kabupaten Dati II Banyumas.

utama

di

31

II.4.7.

Rancangan Rencana Sistem Jaringan Jalan dan Transportasi Kota


Rencangan

rencana

pengembangan

transportasi kota diharapkan dapat menunjang

sistem
fungsi

jaringan
Kota

24

jalan

dan

Purwokerto

sebagai terminal sebaran jasa dan barang, kota transit, pendidikan dan
pariwisata. Untuk itu, rancangan rencana pengembangan jaringan jalan dan
transportasi kota adalah:
1. Meningkatkan atau melanjutkan jalan-jalan yang telah ada

dan

direncanakan baik yang merupakan jalan regional, jaringan jalan utama


kota, jalan proses wilayah/BWK, dan jalan-jalan proses lingkungan.
2. Mengoptimalisasikan ruang jalan yang tersedia bagi lalu lintas kendaraan
dengan pengelolaan secara menyeluruh dan penambahan

rambu-rambu

lalu lintas, penambahan fasilitas pejalan kaki, menyediakan lokasi untuk


pedagang kaki lima di luar badan jalan dan atau pada trotoar, serta
mengurangi parkir pada badan jalan.
3. Menetapkan kembali hirarki jalan-jalan yang ada dengan maksud untuk
memperkecil konflik kepentingan antara pemakai jalan lokal dengan lalu
lintas regional maupun menerus.
4. Mengembangkan sistem jaringan jalan yang menunjang rencana struktur
dan rencana penggunaan ruang yang ada sesuai dengan rencana
pengembangan Kota Purwokerto.
Adapun rancangan pengembangan sistem perparkiran di Kota
Purwokerto disesuaikan dengan kebijaksanaan criteria sebagai berikut:
1. Kawasan parkir dapat menempati daerah milik jalan di luar jalan lalu
lintas atau di luar daerah milik jalan berupa taman parkir atau gedung
parkir.
2. Tidak diperkenankan parkir di tepi jalan (on street parking) pada jalur
jalan kolektor primer dan kolektor sekunder.

24

Pemerintah Administratif Kota Purwokerto, RUTRK, Loc.Cit,p.II.15

32

3. Parkir tepi jalan (on street parking) pada jalan lainnya hanya
diperkenankan pada jalan yang tidak padat pada jam sibuk dan bersifat
sementara.
4. Parkir depan jalan (off street parking) berupa kantong-kantong yang
melayani kawasan tertentu seperti kawasan perdagangan dan kawasan
pemukiman.
Berdasarkan criteria tersebut diatas, konsep rancangan rencana sistem
perparkiran, direncanakan sebagai berikut:
1.Untuk melayani perdagangan di jalan Gerilya dan Komisaris Bambang
Suprapto dibuat model kantong parkir dengan mengambil salah satu sisi
jalur lambat yang ada dalam pengaturan antara parkir untuk kendaraan
roda dua, roda empat, dan plaza yang dapat dimanfaatkan untuk pedagang
kaki lima dalam suatu pengaturan tapak.
2.Untuk melayani terminal induk yang ada sekarang (sub terminal angkutan
antar kota pada tahun 2010) dan sekitarnya direncanakan taman parkir
untuk kendaraan roda dua (termasuk sepeda).
3.Untuk sub terminal pada pertemuan jalur local primer dengan jalur kolektor
sekunder direncanakan du buah kantong parkir di bagian utara kota.
4.Disediakan kantong parkir pada setiap lingkungan pemukiman.
5.Setiap tempat usaha atau kantor dan fasilitas umum lainnya diharapkan
menyediakan pelataran parkir untuk roda dua.
6.Pengaturan

sebaran

dan

besaran

sistem

perparkiran,perlengkapan-

perlengkapan jalan termasuk di dalamnya pohon-pohon pelindung (strip


trees) dan fasilitas untuk pejalan kaki, tempat penyebrangan, traffic light,
dan pengaturan median.

Konsep dasar struktur jaringan jalan berdasarkan fungsinya dapat


diklasifikasikan dengan berbagai cara, tergantung pada tujuan yang ingin
dicapai (Baewald, 1976: 601). Salah satu cara pengklasifikasian fungsi jalan

33

yang sering digunakan yaitu berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 26


tahun !(*% tentang jalan dan Undang-Undang No. 14 tahun 1992 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan Raya seperti berikut:
1. Jaringan Jalan Arteri Primer
Adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak
berdampingan, atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota
jenjang kedua. Selain berfungsi sebagai penghubung, jalan

ini

direncanakan dengan kecepatan terendah 60 km/jam, sehingga jalan ini


merupakan jalan bebas hambatan yang tidak boleh terganggu oleh lalu
lintas ulang alik maupun lalu lintas local. Untuk jaringan jalan

arteri

primer di Kota Purwokerto tidak tersedia atau belum memungkinkan.


2. Jaringan Jalan Arteri Sekunder
Adalah jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan
sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan
kawasan sekunder kedua. Jalan ini direncanakan dengan

kecepatan

terendah sebesar 50 km.jam. untuk jaringan jalan arteri sekunder di Kota


Purwokerto

yang

dimaksud

tidak

direncanakan

atau

belum

memungkinkan.
3. Jaringan Jalan Kolektor Primer
Adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan

kota

jenjang kedua atau menhubungkan kota jenjang

kota

kedua

dengan

jenjang ketiga. Jalan ini direncanakan dengan kecepatan terendah sebesar


40 km/jam. Jaringan jalan kolektor primer di Kota Purwokerto ini pada
umumnya merupakan jalan protocol, seperti: Jalan S. Parman, jalan Prof.
Dr. Bunyamin, Jalan Gerilya, Jalan Jend. Sudirman, Jalan Gatot Subroto,
dan jalan lingkar utara.
4. Jaringan Jalan Kolektor Sekunder

Adalah jalan yang menghubungkan antara kawasan sekunder kedua, atau


menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

34

ketiga. Jalan ini direncanakan dengan kecepatan terendah 30 km/jam.


Jaringan jalan kolektor sekunder yang ada di Kota Purwokerto antara lain
adlah Jalan Dr. Sukarso, Jalan Jend. Achmad Yani, Jalan Kyai Wahi
Hasyim, Jalan Sultan Agung, Jalan Pancurawis, Jalan Pahlawan, Jalan
Perintis Kemerdekaan, dan Jalan Pramuka.
5. Jaringan Jalan Lokal/Lingkungan
Adalah jalan yang melayani pergerakkan dalam suatu lingkungan atau
kegiatan tertentu dengan cirri-ciri perjalanan dekat, kecepatan rata-rata
rendah dan tertinggi sebesar 20 km/jam, serta ajalan masuk tidak dibatasi.
Jaringan jalan local ini dapat berfungsi sebagai local primer maupun local
sekunder tergantung dari fungsi yang dilayaninya. Jaringan jalan local atau
lingkungan di Kota Purwokerto pada umumnya berupa gang-gang dan
jalan-jalan kecil yang ada dalam suatu lingkungan tertentu.

II.4.8.

Konsep Arahan Massa dan Bentuk Bangunan

25

Perumusan tata guna lahan di Kota Purwokerto akan menentukan jenis


pola pergerakkan penduduk. Oleh karenanya kedua aspek tersebut berpengaruh
langsung terhadap perkembangan lahan, serta bentuk dan massa

bangunan

yang ada.
Keadaan tersebut juga terjadi di Kota Purwokerto yang diwarnai dengan
pertumbuhan dan perkembangan kota. Hal ini disebabkan karena keadaan
sekarang merupakan refleksi sejarah kota yang bersangkutan. Disisi lain setiap
fragmentasi merupakan hasil sebuah keputusan yang bisa berlatar belakang
politik, keamanan, social, dan sebagainya.
Pertumbuhan kota khusunya di Kota Purwokerto merupakan proses
berkesinambungan yang erat kaitannya dengan evaluasi budaya (terutama
peradaban manusia), sehingga bentuk kota Purwokerto bukan hanya sekedar
produk, namun juga menyangkut proses akumulasi, manifestasi fisik dari

25

to user RUTRK, Loc.Cit,p.II.115


Pemerintah Administratif Kotacommit
Purwokerto,

35

kehidupan yang non fisik (poleksosbud) yang dilandasi norma-norma yang


berlaku dalam masa pertumbuhan.
Konsep arahan massa dan Bentuk Bangunan tidak dapat lepas dari
unsure-unsur yang berperan dalam pengambilan keputusan. Pada suatu proses
disain termasuk didalamnya aspek iklim, sumber daya, teknologi, nilai-nilai
social, ekonomi, dan kemasyarakatan. Aspek-aspek tersebut besar pengaruhny
terhadap proses pengambilan keputusan oleh unsure-unsur penentu dalam
menghasilkan masa dan bentuk bangunan di Kota Purwokerto.
Dasar pengendalian massa dan bentuk bangunan di Kota Purwokerto
yang digunakan akan dikaji dari aspek fisik yang

diantaranya

adalah

ketinggian bangunan. Ketinggian dari berbagai bangunan akan membentuk


Skyline kota yang bukan hanya susunan berbagai bangunan di suatu kota
tetapi mempunyai berbagai makna, diantaranya: skyline sebagai symbol kota,
indeks social, alat orientasi, perangkat estetik, dan perangkat ritual.

II.4.9. Kota Purwokerto Terkait Dengan Pariwisata


Dalam Propeda (Program Pembangunan Daerah) Kota Purwokerto,
merumuskan 4 (empat) prioritas pembangunan daerah, dan bidang budaya dan
pariwisata mendapatkan

tempat pertama

dalam

susunannya,

yaitu:

Membangun Ketahanan Budaya sebagai unsur perekat kehidupan masyarakat


dengan komitmen cinta Kota dan Mengembangkan Pariwisata Daerah.
Program program Prioritas:
i. Peningkatan apresiasi nilau budaya dan pelestarian asset budaya,
2. Pengeambangan promosi serta potensi wisata dan budaya daerah,
3. Pemberdayaan fasilitas obyek dan daya tarik wisata, serta sarana dan
prasarana wisata,
4. Pembinaan dan pengembangan kelembagaan seni dan budaya daerah,
5. Pembangunan dan pengembangan seni dan budaya daerah,

commit to user

6. Pengembangan jaringan wisata.

commit to user

36

Bidang Pariwisata di kota Purwokerto cukup strategis apabila dilihat


dari kondisi, potensi, visi dan misi kota. Bidang pariwisata sangat dipengaruhi
oleh factor factor intern maupun ekstern dan

bersifat

multidimensi.

Sehingga dalam pengembangan bidang pariwisata tidak dapat dipandang dari


satu bidang pariwisata saja tetapi juga harus didukung oleh bidang bidang
yang lain.
Kegiatan pariwisata Kota Purwokerto sangat didukung

oleh

keberadaan budaya khas Banyumas dan keberadaan objek objek wisata.


Adapun tempat-tempat wisata yang ada di Kabupaten Banyumas.
Obyek wisata di Purwokerto, antara lain:
Curug Cipendok
Telaga Sunyi
Pancuran Tiga
Pancuran Tujuh
Buper Baturaden
Lokawisata Baturaden
Kalibacin
Wanawisata Baturaden
Curug Gede
Curug Ceheng
Museum Wayang Sendang Mas
THR Pangsar Soedirman
Masjid Saka Tunggal

Kegiatan pariwisata di kota Banyumas juga disemarakkan dengan adanya event


event budaya yang menampilkan kesenian khas Banyumas. Promosi dan pemasaran di
bidang pariwisata telah didukung dengan adanya siaran rutin bidang pariwisata di

stasiun radio, selebaran / pamflet / leaflet promosi pariwisata melalui


Wisata, pameran serta pemantauan jaringan internet.

Biro Perjalanan

37

II.5. Preseden Bangunan


II.5.1. Hotel dan Mall Citraland
Bangunan multi fungsi ini terletak di daerah Jakarta

Barat

dengan

akses

pencapaian melalui Grogol Fly Over ( jalan Let.Jend. Suparman) maupun dari jalan
Daan Mogot. Daerah sekitar terdapat dua buah instansi pendidikan Universitas Trisakti
dan Universitas Tarumanegara.

Fungsi Bangunan
Bangunan terdiri dari dua fungsi utama sebuah hotel dan shopping mall. Shopping
mall tersebut difokuskan bagi pengguna hotel dan masyarakat sekitar, terutama
daerah kawasan pendidikan. Sedangkan untuk hotel, difokuskan bagi wisatawan
bisnis dari nusantara maupun mancanegara. Kedua kegiatan tersebut dilengkapi
oleh fasilitas parkir basement dan sebagian di pelataran (pelataran hotel).

Tata Letak Fungsi


Shopping mall berada di lantai bawah, ground floor, lantai 1-4 untuk shopping mall
retail-retail dengan pola sirkulasi melingkar. Adanya pemisahan escalator naik turun
di ujung-ujung bangunan, tetapi di tengah bangunan terdapat ramp yang dapat
menghubungkan sisi-sisi yang terpisah oleh atrium. Transportasi lainnya adalah lift
berjumlah dua yang terletak agak ke belakang. Atrium terletak di tengah untuk
arena bermain dengan peralatan mainan yang berukuran raksasa.
Untuk hotel terletak di atas dengan fasilitas kamar sesuai dengan bintang empat.
Sirkulasi naik turun pengunjung dilakukan dengan lift yang terletak di tengah
bangunan.

Pola Pergerakkan dan Sirkulasi


Pola pergerakkan berbentuk huruf L, pemisahan tersebut dimulai dari pintu masuk
yang telah dipisah dengan tanda panah hotel dan mall. Pemisahan fungsi hotel
dan fungsi mall dimaksudkan untuk tetap menjaga privacy tiap fungsi dengan tanpa
mengabaikan akses ke tiap fungsi tersebut agar interaksi antar fungsi tetap terjalin,
untuk itu dibuat akses jalan laying yang memiliki akses langsung menuju lobby
hotel.

38

Gambar2.20 :Bangunan multi fungsi Hotel dan Mall


Citraland Sumber: www.google.com, 2011

II.5.2. Grand Hyatt dan Plaza Indonesia


Bangunan dwi fungsi ini terletak pada kawasan perkantoran di jalan M.H.
Thamrin yang tersambung dengan
kawasan jalan Jend. Soedirman.
Akses untuk sampai pada bangunan
ini dapat dilakukan dari berbagai
arah,

mengingat

memiliki

lokasi

bangunan
yang

ini

sangat

strategis, yaitu di samping bunderan


HI, sehingga pencapaiannya dari
berbagai arah.

Gambar2.21. :Grand Hyatt & Plaza


Indonesia
Sumber: www.google.com, 2011

Sejak pembukaannya di tahun 1990, Plaza Indonesia berhasil menjaga reputasi


sebagai shopping mall kelas atas di Jakarta. Selama 17 tahun beroperasi, Plaza
Indonesia tetap berfokus pada pangsa pasar kelas atas dan membangun reputasi yang
kuat dan terpercaya melalui fashion, gaya hidup, kecanggihan

dan

kualitas.

Keunggulan Plaza Indonesia dengan para pesaingnya terletak dalam hal eksklusifitas
merek-merek internasional, keunggulan kualitas gedung, pelanggan-pelanggan kelas
atas dan lokasi yang strategis di pusat bisnis Jakarta.

39

Plaza Indonesia berdiri di atas lahan seluas 38.050 meter persegi pada
pertemuan Jalan M.H. Thamrin dan Jalan Kebon Kacang Raya, tepat di pusat bisnis
Jakarta. Shopping mall ini memiliki area seluas 62.747 meter persegi dengan 4 lantai
area ritel, satu lantai perkantoran dan lantai area parkir bawah tanah. Dengan total area
sewa seluas 41.536 meter persegi, Plaza Indonesia menampung 250 toko kelas atas
yang menyajikan pengalaman belanja kelas atas bagi para pengunjungnya.
Plaza Indonesia terhubung dengan Grand Hyatt Jakarta dan eX. Sinergi bisnis
yang kuat dengan keduanya merupakan salah satu keuntungan yang sangat kompetitif.
Merupakan suatu kebanggaan bagi Plaza Indonesia dengan mempunyai sejumlah butikbutik papan atas dari merek-merek internasional yang terkenal. Shopping mall ini juga
mempunyai berbagai label fashion internasional, restoran kelas atas yang menawarkan
masakan internasional dan lokal serta berbagai konsep gaya

hidupa

mewah dan

pelayanan pelanggan.

Gambar 2.22.Grand Hyatt & Plaza


Indonesia Sumber: www.google.com,
2011

Bangunan ini pada awalnya hanya mengoperasikan hotel yang

bekerja

sama

dengan manajemen asing Hyatt International. Tetapi, seteelah melakukan studi,


dilakukan penambahan fasilitas yaitu sebuah shopping mall yang bertaraf
internasional dan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tamu hotel, kawasan
perkantoran di jalan M.H. Thamrin ataupun kota Jakarta. Bangunan terdiri dari dua
fungsi utama yaitu sebuah hotel bintang 4 dan shopping mall. Terdapat 3 lantai
basement dengan jumlah parkir mobil menampung 1643 mobil. Penyewa terbesar

dari shopping mall tersebut adalah Sogo denganluas penyewaan lantai lebih kurang
80% dari area retail lainnya.

40

Gambar 2.23 Grand Hyatt & Plaza Indonesia


Sumber: www.google.com, 2011

Tata Letak Fungsi


Shopping mall berada pada lantai bawah menempati 4 lantai yang terletak pada
basement ground floor, lantai 1,2,3. Sedangkan untuk hotel di lantai 2 podium
sampai 26 tower. Untuk lantai 27 dan 28 adalah ME, lantai 29 untuk helipad. Area
parkir dipisahkan antara hotel dan perbelanjaan pada basement dengan

daya

tampung lebih kurang 1643 buah mobil. Pada shopping mall terdapat atrium
pameran lebar dengan koridor perbelanjaan lebih kurang 5-10 meter. Sirkulasi
hotel terpisah dan standar kamar hotel suite (merupakan salah satu unggulan dari
hotel Hyatt, memiliki kamar-kamar yang luas).

Pola Pergerakkan dan Sirkulasi


Pola pergetakkan pengunjung hotel dan perbelanjaan letaknya sangat berjauhan.
Ini untuk meminimalkan konflik pengunjung hotel dan perbelanjaan. Terdapat 4
(empat) entrance masuk ke dalam bangunan pada sisi tapak jalan. Untuk
pengunjung dengan kendaraan umum dapat masuk melalui akses yang mudah ke
shopping mall melalui pintu timur, sedangkan sirkulasi masuk pengunjung hotel
diarahkan dalam bahasa arsitektur berupa penunjuk arah dipersimpangan sirkulasi
perbelanjaan dengan jalan yang tertutup oleh tumbuhan perindang.

II.5.3. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil pada kedua obyek tersebut adalah:

41

1. Antara kegiatan hotel dan mall tetap terdapat perbedaan peruangan yang jelas.
2. Dipertimbangkan sirkulasi antara hotel dan mall dapat disatukan dengan
menetapkan bahwa hanya pihak pengunjung hotel dapat mengakses ke dalam
bangunan mall, sedangkan untuk pengunjung mall sebaiknya tidak

dapat

mengakses ke dalam bangunan hotel.


3. Meminimalkan atau menghindari konflik pertemuan antara pengunjung hotel dan
mall yang dating pada bangunan dwi fungsi tersebut.

114

BAB III
LANDASAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
HOTEL DAN SHOPPING MALL YANG DIRENCANAKAN

III.1.Umum
1. Pengetian judul
Hotel dan Shopping Mall di Purwokerto adalah suatu bangunan yang
memiliki dua fungsi kegiatan di dalamnya yang berupa wadah pelayanan
untuk penginapan berupa hotel bagi orang-orang yang

melakukan

perjalanan, serta menyediakan sarana perbelanjaan baik bagi penginap


maupun masyarakat umum.
2. Tujuan
Tujuan dari pembangunan fasilitas hotel dan shopping mall adalah
menyediakan sarana penginapan berupa kamar-kamar hotel yang disewakan
juga menyewakan/ menjual ruang-ruang penjualan/ toko.
Sedangakn tujuan penggabungan dari dua macam fasilitas yang
berbeda dalam satu bangunan, antara lain:
-

Kedua fasilitas tersebut diharapkan merupakan dua aktifitas yang saling


menunjang, sehingga akan memberikan sumbangan terhadap keterkaitan
pola aktivitas lingkungan sekitarnya.

Optimasi penggunaan tanah yang tersedia karena merupakan bangunan


komersial maka pertimbangan ekonomis perlu diperhatikan.

Hotel dan shopping mall masing-masing memiliki fasilitas umum,


dimana ruang-ruangnya ada yang sama,

sehingga

adanya penyatuan kedua fasilitas umum tersebut.

memungkinkan

115

3. Status
Fasilitas hotel dan shopping mall di Purwokerto adalah milik

swasta

dengan system Built, Operate, and Transfer (B O T) dengan jangka waktu 2025 tahun.
III.2.Lokasi Hotel dan Shopping Mall di Purwokerto yang Direncanakan

Gambar 3.1. Peta Purwokerto Sumber:

Lokasi pendirian Hotel dan Shopping Mall yang direncanakan dipilih di


wilayah Purwokerto Timur dengan memperhatikan beberapa

persyaratan

sebagai berikut.
Kriteria pemilihan site secara umum
1. Berada pada zona komersial berdasarkan RUTRK.
2. Potensial bagi pengembangan pariwisata dan bisnis.
3. Pencapaian mudah, dapat diakses kendaraan penulis maupun umum.

4. Adanya fasilitas pendukung infrastruktur.


5. Tidak jauh dari pusat kota, memudahkan pencapaian.
Kriteria pemilihan site berdasarkan konsep arsitektur hijau.
1. Sesuai dengan tata guna lahan.

116

2. Tidak terletak pada lahan konservasi.


3. Tidak terletak pada daerah rawan bencana.
4. Brownfield, memanfaatkan kembali lahan yang terkontaminasi atau terkena
bahaya polusi sebagai respon dan semangat tindakan tanggung jawab
terhadap lingkungan.
5. Memiliki sedikit dampak negatif terhadap kesehatan, kebisingan, polusi dan
lain lain.
III.3.Klasifikasi Jenis Bangunan
1. Hotel
a. Jenis Bangunan Hotel
Jenis bangunan hotel yang direncanakan berupa Hotel Kota,
yaitu jenis hotel atau pelayanan akomodasi yang terletak di pusat kota,
yang ditujukan memberikan fasilitas penginapan bagi pebisnis, dengan
tugas kedinasan dan wisatawan umum.
b. Jumlah Kamar
Hotel kota ini direncanakan dapat menampung jumlah

penginap

sampai 20-25 tahun mendatang. Berdasarkan perhitungan perkiraan


kebutuhan kamar di Purwokerto sampai tahun 2020 adalah 135 buah
kamar, sedangkan tiap tahunnya membutuhkan 173 kamar. Untuk
mempertahankan tingkat hunian agar tetap tinggi karena pembangunan
hotel di Purwokerto yang berkembang pesat, maka penyediaan kamar
hotel tidak seluruhnya. Penyediaan kamar hotel diasumsikan 78% dari
kebutuhan kamar hotel per tahun di Purwokerto
Kesimpulan:
Bangunan hotel kota yang direncanakan menampung kamar sejumlah
0,78 x 173 = 134,9 ~ 135 kamar.
c. Program ruang
1. Tuntutan:

Sebagai sarana akomodasi, hotel harus mampu memberikan:

117

Keamanan dan keselamatan

Terhadap benda milik pribadi tamu

Terhadap bahaya kebakaran

Kenyamanan (comfort)

Keprivasian yang tinggi

Bebas dari gangguan: panas matahari, hujan, dingin,


kelembaban dan bising.

Fasilitas makan, minum, tidur.

Tuntutan sosial dan lingkungan

Pencapaian mudah

Fasilitas rekreasi dan olah raga

2. Tinjauan unsur pelaku


a. Tamu hotel
Tamu hotel merupakan wisatawan dengan berbagai kegiatan
seperti perjalanan dinas untuk seminar atau konveksi, bisnis,
maupun hanya sekedar untuk berwisata, dapat ditinjau sebagai
berikut:
-

Menempati kamar hotel


Melakukan kegiatan istirahat, santai, maupun tidur.

Rekreasi dan olah raga


Dengan tujuan sebagai penyegaran fisik dan mental setelah
seharian melakukan tugas/ pekerjaan, sebagai penyaluran
hobi.

b. Pengelola
Pengelola merupakan pihak yang mengatur terselenggaranya
kegiatan perhotelan, seperti:

118

Mengatur berlangsungnya kegiatan perhotelan yaitu dari


pemesanan kamar sampai mempersiapkan kamar untuk
ditempati.

Memberikan pelayanan bagi tamu hotel\melakukan kegiatan


administrasi, dari tamu mulai check-in sampai check out.

Melakukan kegiatan perawatan unit kamar.

Mengoordinir dan mengatur jadwal kegiatan fasilitas-fasilitas


yang ada di hotel.

3. Kegiatan yang ditampung


Kegiatan-kegiatan yang terdapat di dalam hotel secara garis
besar dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Kegiatan utama
-

Kegiatan intern
Kegiatan yang dilakuakan oleh tamu hotel di dalam kamar:
tidur, mandi, makan, minum.

Kegiatan ekstern
Adalah kegiatan yang dilakukan oleh tamu hotel di

luat

kamar hotel: makan, minum, berbelanja, olah raga, dan


rekreasi.
b. Kegiatan penunjang
Kelompok

kegiatan

penunjang

merupakan

mendukung kegiatan utama, meliputi:


-

Kegiatan restaurant

Kegiatan pertokoan

Kegiatan klinik kesehatan

Kegiatan pertemuan

Kegiatan rekreasi dan olah raga

kegiatan

yang

119

c. Kegiatan pengelola
- Perkantoran (staf)
- Service (karyawan)

Pemeliharaan gedung

Pelayanan MEE

Pelayanan tamu hotel

4. Waktu Operasional
Waktu operasional hotel secara garis besar beroperasi selama 24
jam, dengan
spesifikasi kegiatan :

Waktu aktifitas penerimaan tamu : 24 jam

Waktu aktifitas clening service dan laundry : 07.00 - 17.00

Waktu aktifitas keamanan : 24 jam

2. Shopping Mall
a. Tinjauan Shopping Mall
1. Karakteristik Shopping Mall
Bentuk mall sebagai konsep shopping center modern
menjadikan sirkulasi pengunjung sebagai titik tolak konsepnya.
Pengembangan bentuk mall adalah pengembangan shopping center
modern, yaitu komplek pertokoan yang terdiri

dari

stand-stand

(toko) yang disewakan atau djual.


Dalam perencanaan Shopping Mall, ada tiga sistem yang
harus diperhatikan, yaitu:
-

Desain

Untuk menghidupkan suasana dan minat pengunjung


shopping mall harus memberikan unsur penarik pengunjung
yang disebut magnet/anchor, berupa tempat bermain anak,

120

supermarket, department store, restaurant, dan sebagainya.


Penempatan magnet dapat dilihat bermacam-macam variasinya,
tetapi yang paling baik adalah penempatan magnet yang dapat
menimbulkan efek ping-pong, sehingga membuat mall menjadi
daerah pergerakkan dengan aktivitas tinggi, dengan demikian
tidak ada toko/retail shop yang tidak dilalui pengunjung.
-

Tenant Mix

Mengatur pihak pihak penyewa yang akan menempati retail


dan anchor agar sesuai dengan:
1. Tingkat ekonomi mayoritas pengunjung
2. Selera pengunjung

Megatur

penempatan

jenis-jenis

retail

sesuai

dengan

kegiatannya, sehingga antar retail tidak saling mengganggu.


Anchor tenant: retail 40:60 atau 50:50 dengan dasar investasi
dan pengembalian modal.
-

Desain criteria
Perencanaan suatu mall harus bersifat relaks, comfort,
dan mudah dilalui serta dapat dinikmati dengan baik

karena

bebas dari sirkulasi kendaraan bermotor. Pada perencanaan mall


penempatan pintu masuk dan unit pusat harus jelas. Lay out mall
harus

sederhana,

mudah

diidentifikasikan

serta

tidak

membosankan. Dalam sistem display shopping mall, semua retail


harus dapat dilihat pengunjung sehingga tidak ada penyewa yang
dirugikan.

Berdasarkan
perencanaan

dan

pertimbangan-pertimbangan
studi

perbandingan,

direncanakan pada Shopping Mall adalah:

maka

fasilitas

standar
yang

121

- Mini bar

- Retail shop

- Bank dan ATM

- Variety store

- Tempat permainan anak

- Restaurant

- Travel Agent

- Ice cream dan snack bar

- Coffe Shop

- Toko buku
- Salon

Fitness Center

Sistem pengelolaan, pelayanan, dan penjualan


Sistem-sistem
yang direncanakan dalam mall ini, antara
b.
Sistem pengelolaan
lain:
Independent trade
Dikelola oleh suatu badan khusus, dibawah pen managemen
Sistem pelayanan
Self service
Sistem pramuniaga, pembeli dilayani oleh pra memilih barang.
anganan sebuah
Sistem Operasi Penjualan
Clerk Wrapping

muniaga dalam

Central Wrapping
4. Barang yang dijual
Convenience goods
Demans goods
Impulse goods
c. Sistem pemilikan dan waktu operasioanal
1. Sistem pemilikan

Ruang-ruang atau unit pertokoan yang ada di dalam shopping


mall dapat dimiliki atau dipergunakan melalui sistem kontrak atau
sewa. Penyewa unit retai dibatasi jangka waktu tertentu, kalaupun

122

penyewa ingin terus menyewa unit retail maka dapat pindah ke unit
lain. Hal ini dimaksudkan agar kondisi atau suasana mall selalu baru.
Penyewa terbesar disebut anchor tenant, dengan harga sewa yang
lebih rendah dibandingkan retail karena jangka waktu pemilikkan
yang lebih lama.
2. Waktu operasional
Waktu

operasional

shopping

mall

mempertimbangkan

kebiasaan masyarakat setempat, dimana masyarakat memanfaatkan


waktu dalam sehari kerja.
-

Waktu aktifitas pertokoan dan fasilitas penunjang: 09.00-21.00


WIB.

Waktu aktifitas theatre : 13.00-03.00 WIB

Waktu aktifitas keamanan 24 jam.

d. Program ruang
1. Tinjauan Unsur Pelaku
-

Pengunjung
Yaitu pelaku yang datang untuk tujuan berbelanja atau konsumen
maupun yang datang di samping untuk berbelanja juga berekreasi.

Penyewa
Yaitu pemakai yang menyewa retail shop sebagai tempat usaha
komersial dengan kewajiban membayar sewa.

Pengelola
Yaitu pelaku yang bertugas mengelola secara administrasi
umumnya, untuk organisasi fungsional suatu bangunan komersial,
menggunakan tenaga-tenaga untuk menangani
yang sesuai dengan keahliannya.

2. Kegiatan yang ditampung


a. Kegiatan pengunjung/pembeli

bidang-bidang

123

Meliputi:

Kegiatan para pengunjung mall yang ingin berbelanja.

Kegiatan para pengunjung mall yang ingin berjalan jalan


menikmati suasana mall.

Kegiatan para pengunjung mall yang ingin menikmati fasilitas


hiburan di mall.

b. Penyewa/penjual
Meliputi:

Menjual barang di outletnya

Menerima barang dari supplier

Berhubungan dengan pengelola bangunan

c. Pengelola
-

Staf

Karyawan

3. Skope Pelayanan
Shopping mall yang direncanakan mempunyai skope pelayanan
lokal yaitu melayani suatu lingkungan dengan jumlah

penduduk

antara 10-15 ribu jiwa. Hal ini berdasarkan pada perhitungan jumlah
penduduk pada bab sebelumnya. Fasilitas shopping mall di
Purwokerto, direncanakan untuk melayani:
- Daerah pelayanan primer, yaitu Kecamatan Purwokerto Timur
dengan jumlah penduduk 57.160 jiwa.
- Daerah pelayanan sekunder, merupakan daerah yang dipengaruhi
oleh fasilitas perbelanjaan lainnya, yaitu Kecamatan Purwokerto
Selatan, Kecamatan Purwokerto Utara, dan Kecamatan Purwokerto
Barat dengan jumlah penduduk sekitar 150.000 jiwa.
- Penduduk siang hari yang berada di daerah pelayanan
30.000 jiwa

sekitar

124

Jadi

jumlah

penduduk

yang

akan

dilayani

oleh

fasilitas

perbelanjaaan ini adalah237.160 jiwa. Berdasarkan komposisi


penduduknya yang 60% g.b; 355 m.b; 5% m.a, maka kemampuan
daya belinya tidak sama. Jadi diperkirakan disini hanya sekitar
60% dari jumlah seluruhnya yang akan ditampung/dilayani, yaitu
9486 jiwa.
Kesimpulan:
Berdasarkan pada standar kebutuhan ruang fasilitas shopping mall
untuk kota dengan penduduk padat adalah 0,18 m2 orang ( Sumber:
Dirjen. Cipta Karya, Pedoman Perancangan Lingkungan Pemukiman
Kota. YLPMB, 1979), maka kebutuhan luas lantai shopping mall
2

adalah 0,18 x 9486=1707,5 m

III.4.Program Ruang Hotel dan Shopping Mall


Kelompok ruang

Macam ruang

Kebutuhan ruang

Utama

1.

Ruang privat

r. tidur
KM/WC
r. ganti/dressing room

2.

Ruang penjualan

r. unit retail
r. supermarket
. r. penjualan
. r. penitipan barang
. r. kasir
. r. packing
. r. istirahat karyawan
. toilet
. r. direksi
. r. administrasi, gudang
r. variety store
. r. penjualan/display
. r. pas

125

. r. kasir
. r. packing
. r. direksi
. r. administrasi
. r. supplier
. r. istirahat/locker
. toilet
. gudang
r. toko buku
. r. penjualan
. r. kasir
. r. penitipan barang
. r. packing
. r. direksi
. r. administrasi
. r. istirahat karyawan
. toilet
. gudang

Penunjang

1.

R. Olah Raga

r. fitness
. r. senam
. r. loker
. r. shower
. toilet
. gudang
Kolam renang
. r. shower
. r. ganti
. loker
. toilet
r. mandi uap/sauna
. r. mandi uap
. r. pijat dan basuh

2.

R.

rekreasi/hiburan dan

. r. ganti
r. bermain anak

126

restoran

. r. theater simulator
. r. video game
. r. bom-bom car
. r. kasir
. r. loket
. r. pengelola
. toilet
Restaurant table service
. r. makan
. r. kasir
. r. ganti
. r. direksi/administrasi
. r. gudang makanan
. dapur/pantry
Coffee shop, ice cream,
snack bar
. r. kasir
. r. makan
. pantry
. dapur
. toilet
Bar/diskotik
. r. duduk
. r. bartender
. gudang

3.

Function Room

. r. dansa.
r. rapat pertemuan
r. prefuncitiom

4.

Ruang yang disewakan

gudang
biro perjalanan
beauty parlour
bank/money changer
pos/telex

127

drugstore
boutique
coffee shop
5. Poliklinik

r. tunggu
r. periksa

Pengelola

1.

R. Manager dan Staf

r. GM
. r. GM
. r. sekretaris
r. manajer+staf Hotel
. r. manager hotel
. r. sekretaris
. r. pimpinan restoran
.r. pimp. pemasaran+staf
.r. pimp. Pengadaan+staf
.r. pimp. Pembelian
.r. pimp. keuangan+staf
.r. pimp. Personalia+staf
r. manager+staf shopping
mall
.r. manager perbelanjaan
.r. ass. Manager
.r. sekretaris
.r. pimp. Keuangan+staf
.r. pimp. Pemasaran+staf
.r. pimp. Operasional+staf
.r. pimp. Personalia+staf
r. rapat
r. makan karyawan
r. ganti karyawan+loker

Pemeliharaan
dan MEE

Peralatan 1.

R. Mekanikal&elektrikal

r. pimp. Teknik+staf
.r. r. control
.r. sampah
.r. limbah/STP

128

.r. genset
.r. mesin AC
.r. pemanas air
.r. pompa + bak penampung
2. R. Front Office

r. registrasi
lobby
lounge
save deposit
toilet
mail box

3. Tata Graha

room boy stasion


r. linen
r. jahit menjahit
r. laundry
r. karyawan (KM+loker)
r. makan karyawan
r. ibadah

4. Gudang

r. uniform
Gd. Makanan & minuman
Gd. peralatan& perlengkapan
Gd.engineering
Gd. botol kodong
Gd. barang bekas
Gd.furniture
parker tamu hotel

5. Parkir

perkir konsumen mall


parker pengelola
loading dock

6. R. Bongkar muat
7. R. security

129

III.5.Penggabungan Program Ruang


Penggabungan program ruang antara hotel dan shopping mall,
didasarkan atas: sifat dan tuntutan masing-masing kegiatan yang terjadi di
dalam hotel dan shopping mall, juga dengan mempertimbangkan tuntutan
pelaku kegiatan dari masing-masing fungsi tersebut.
1. Tuntutan Tamu Hotel
- Tingkat privasi masing-masing tamu terjaga,

kegiatan

bersifat

santai/rileks.
- Ketenangan, hal ini dikaitkan dengan sifat kegiatan yang ada di dalamnya
yaitu tidur/istirahat sehingga dibutuhkan suasana yang tenang, bebas dari
gangguan suasana bising, baik yang ditimbulkan oleh bangunan maupun
dari luar. Dibutuhkan daerah/zone yang tenang, pemakaian elemen kedap
suara.
- Kenyamanan, untuk kebutuhan yang berhubungan dengan kegiatan
istirahat/santai, diperllukan suatu suasana yang nyaman, hal ini
berhubungan dengan suatu yang dapat dirasakan oleh perasaan dan indera
fisik manusia. Dalam hal ini dikaitkan dengan pengkondisian ruang,
fasilitas ruang yang baik dan memenuhi syarat.
- Keamanan
- Pelayanan yang cepat dan lancer.
2. Tuntutan Konsumen Shopping Mall
- Kemudahan dalam pergerakkan, dikaitkan dengan luasan ruang berupa
lebar ruangan yang terukur sehingga memungkinkan arus manusia dapat
bergerak dari ruang satu ke ruang yang lain dengan leluasa.
- Kenyamanan pergerakkan dan perpindahan manusia, dikaitkan
arah pencapaian serta jarak yang ditempuh.
- Kemudahan dalam mencari dan memilih barang yang dibutuhkan.

dengan

130

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, maka program ruang yang


memungkinkan untuk digabung adalah ruang-ruang yang memiliki

fungsi,

sifat, dan tuntutan yang sama. Sehingga, dapat menghasilkan fungsi bangunan
yang optimal dan kemudahan dalam pelayanan. Adapun ruang-ruang tersebut
antara lain:
1. Ruang Publik
- Atrium/plaza
- Art shop
- Money changer, Bank
- Travel agent
- Restaurant, cafeteria
- Salon kecantikan/ barber shop
- Parkir
2. Ruang Pengelola
- Security office
- House keeping
- Ruang rapat
- Parkir staf
- Mushola
- Dapur
3. Ruang Servis
- Gudang, work shop/bengkel
- Area bongkar muat/loading dock
- Ruang MEE
- Ruang AC/water supplai
III.6.Sistem Zoning
Perlunya penetapan zoning vertical dan horizontal untuk memisahkan
fungsi-fungsi kegiatan yang berbeda. Zoning horizontal mendasari penempatan

13
1

ruang berdasarkan aksesibilitas, hirarki dan prioritas kenampakan. Zoning


vertical mendasari penempatan suatu fungsi dengan pertimbangan aksesibilitas,
segi kenampakan dan privacy yang dikaitkan dengan perletakkan pada level
bangunan.

diakibatkan oleh lalu lintas kendaraan bermotor di jalan, demikian sebaliknya.

III.7. Hotel dan Shopping Mall di Purwokerto dengan Pendekatan Arsitektur


Hijau yang Direncanakan
1. Pola Gubahan Massa
Masing-masing fungsi terletak di dalam bangunan sendiri

yang

dihubungkan oleh bangunan yang berfungsi sebagai fasilitas bersama.

Dengan adanya pemisahan, kepadatan traffic pengunjung akan berkurang,


keprivasian tamu hotel akan terjaga.
2. Tata Ruang

132

a. Tatanan ruang relevan pada penerapan pola massa tunggal yaitu


memisahkan dan mengintegrasikan fungsi ruang dan kegiatan di dalam
bangunan melalui koridor sebagai penghubung dengan titik simpul
(magnet).
b. Tatanan ruang diletakkan pada pola gubahan massa dengan pemisahan
dan pengintegrasian ruang dan kegiatan serta pengorganisasian fungsifungsi kegiatan dapat diatur dalam satu system pergerakan yang saling
terkait.
3. Sistem Bangunan
a. Pencahayaan
Sistem pencahayaan yang digunakan dalam bangunan hotel dan
shopping mall terdiri dari dua macam, yaitu pencahayaan alami dan
buatan dimana keduanya memiliki peran dan fungsi yang berbeda akan
tetapi harus dapat saling mendukung satu sama lain. Pencahayaan alami
pada bangunan akan dimaksimalkan dengan penggunaan jendela yang
lebar dan adanya sky light pada atap.Sedangkan pencahayaan buatan
selain sebagai penerangan adalah sebagai pengarah sirkulasi dan
menonjolkan elemen dekoratif serta nilai estetis. Agar lebih hemat
energi, perlu dipertimbangkan pemilihan jenis lampu yang akan
digunakan.
b. Penghawaan
Penghawaan pada bangunan hotel dan mall

dengan

pendekatan

arsitektur hijau menggunakan sistem penghawaan alami. Penghawaan


alami pada bangunan juga dibantu dengan sistem penghawaan buatan
untuk mengantisipasi pengguna yang menginginkan penggunaan AC.
Ketika AC dalam ruang dinyalakan, jendela akan ditutup rapat sehingga
dapat

mengefisienkan

pemakaian

energy,

namun

ketika

tidak

membutuhkan AC, maka jendela dapat dibuka dengan mengatur sudut


kemiringan bukaan jendela. Pemakaian jenis jendela yang

dapat

133

mengoptimalkan sistem penghawaan secara pasif, yaitu dengan


menggunakan konstruksi gedung, bahan bangunan, dan pengkondisian
udara tanpa membutuhkan peralatan. Sistem inilah yang nantinya akan
banyak digunakan di dalan ruangruang hotel karena biayanya relatif
murah dan menghemat energi. Prinsip dasar penghawaan alami yang
digunakan adalah cross ventilation. Udara dialirkan melalui bukaan
bukaan pada dinding yang dipasang berhadapan dan tegak lurus.
c. Sistem Energi Bangunan
Bangunan hotel dan shopping mall merupakan fasilitas yang harus
tercukupi kebutuhan energi dan bebas dari gangguan energi seperti
pemadaman, oleh karena itu pada perencanaan hotel dan shopping mall,
sistem energi menggunakan tiga sumber energi, yaitu

PLN

(main

Energi), Genset (Backup energy), Solar Cell (alternative Energy).

III.8. Arsitektur Hijau pada Detail Arsitektural


Implementasi konsep Arsitektur Hijau pada perencanaan dan
perancangan hotel dan shopping mall yaitu dalam hal penyelesaian detail
asitektural pada desain bangunan eksterior maupun interior. Berdasarkan
beberapa teori dan preseden yang sudah ada, implementasi konsep
Arsitektur Hijau diwujudkan dalam pemilihan

warna,

dimana dimaksudkan agar menjadi elemen pendukung

dan
proses

material,
hemat

energi pada bangunan.

III.9. Pendekatan Lokasi sesuai Arsitektur Hijau


Hotel dan shopping mall di Purwokerto diharapkan dapat menjadi
sebuah fasilitas publik yang dapat mewadahi kebutuhan pengunjung
wisatawan maupun sarana akomodasi bagi pendatang yang datang ke

Semakin jauh letak lantai dari permukaan tanah, semakin rendah nilai aksesibilitasny

kota Purwokerto. Dengan penerapan prinsip arsitektur hijau yang


bekerja di dalam

bangunan dan lingkungan sekitarnya, dapat

Semakin dekat dengan permukaan tanah, semakin tinggi ilai aksesibilitasn

Gambar 3.2. system zoning Sumber: analisis penulis


Sistem zoning dikaitkan dengan konteks lingkungan adalah semakin tinggi lantai bangunan, akan se

134

meminimalkan pengaruh terhadap lingkungan dan menghasilkan


tempat hidup yang lebih baik dan lebih sehat. Berikut

criteria

pemilihan lokasi untuk hotel dan shopping mall yang direncanakan:

Sesuai dengan tata guna lahan.

Tidak terletak pada lahan konservasi.

Tidak terletak pada daerah rawan bencana.

Brownfield, memanfaatkan kembali lahan yang terkontaminasi


atau terkena bahaya polusi sebagai respon dan semangat tindakan
tanggung jawab terhadap lingkungan.

Memiliki sedikit dampak negatif terhadap kesehatan, kebisingan,


polusi.

Anda mungkin juga menyukai