Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI

ANALISIS MIKROSKOPIS, HISTOKIMIA DAN


KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS HERBA
Simplisia Phyllanthi Herba (Phyllanthus niruri)

Disusun oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Muhammad ridlo
Aini zuhriah
Miftakhul jannah
Sugi hartono
Ahcmad subhan z.
Dhea chita rizka

(132210101038)
(132210101048)
(132210101054)
(132210101062)
(132210101088)
(132210101102)

BAGIAN BIOLOGI FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS JEMBER
2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Kromatografi adalah cara pemisahan campuran yang didasarkan atas
perbedaan distribusi dari komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu
fase diam (stationary) dan fase bergerak (mobile). Fase diam dapat berupa zat
padat atau zat cair, sedangkan fase bergerak dapat berupa zat cair atau gas.
Dalam farmakognosi ini, yang menjadi pembelajaran utama adalah bahan
alam yaitu tumbuhan. Tumbuhan memiliki banyak kandungan senyawa yang
dapat dimanfaatkan sebagai obat. Bahan alam kemudian dapat diolah menjadi
suatu senyawa yang dapat memberikan manfaat melalui zat-zat atau
kandungan kimia yang ada di dalamnya. Bahwa simplisia sebagai bahan
dengan kandungan kimia yang bertanggungjawab terhadap respons biologis
untuk mempunyai spesifikasi kimia, yaitu informasi komposisi (jenis dan
kadar) senyawa kandungan.(Anonim,2000)
Pada makalah kali ini, kami akan membahas tentang hasil praktikum uji
histokimia dan KLT terhadap Phillanthi Herba. Dimana dari hasil uji tersebut
dapat diketahui kandugan apa saja yang terdapat pada Phillanthi herba. Uji
seperti ini sangat bermanfaat, karena dengan melakukan pengujian terhadap
suatu simplisia kita dapat menentukan kandungan kimia apa saja yang terdapat
pada simplisia tersebut sehingga memudahkan kita dalam membuat sauatu
sediaan yang sesuai dengan keinginan. Uji kandungan ini juga berguna agar
sediaan yang terbuat dari suatu simplisia dapat memberi efek terapi yang
optimum sesuai dengan kandungan kimia pada simplisia tersebut.

1.2.
-

Tujuan
Mahasiswa dapat mengidentifikasi fragmen-fragmen spesifik serbuk

herba
Mahasiswa dapat mengidentifikasi serbuk herba dengan penambahan

reagen kimia.
Mahasiswa mampu menganalisis senyawa identitas serbuk herba dengan
metode KLT

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kromatografi Lapis Tipis
Istilah kromatografi berasal dari bahasa Latin chroma berarti warna
dangraphien berarti menulis.Kromatografi pertama kali diperkenalkan oleh
Michael Tswest (1903) seorang ahli botani dari Rusia. Michael Tswest dalam
percobaannya ia berhasil memisahkan klorofil dan pigmen-pigmen warna lain
dalam ekstrak tumbuhan dengan menggunakan serbuk kalsium karbonat (CaCO3)
yang diisikan ke dalam kaca dan petroleum eter sebagai pelarut. Proses pemisahan
itu diawali dengan menempatkan larutan cuplikan pada permukaan atas kalsium
karbonat (CaCO3), kemudian dialirkan pelarut petroleum eter. Hasilnya berupa

pita-pita berwarna yang terlihat sepanjang kolom sebagai hasil pemisahan


komponen-komponen dalam ekstrak tumbuhan.
Dalam teknik kromatografi, sampel yang merupakan campuran dari
berbagai macam komponen ditempatkan dalam situasi dinamis dalam sistem yang
terdiri dari fase diam dan fase gerak. Semua pemisahan pada kromatografi
tergantung pada gerakan relatif dari masing-masing komponen diantara kedua fase
tersebut. Senyawa atau komponen yang tertahan lebih lemah oleh fase diam akan
bergerak lebih cepat daripada komponen yang satu dengan lainnya disebabakan
oleh perbedaan dalam adsorbsi, partisi, kelarputan atau penguapan diantara kedua
fase.
Kromatografi lapis tipis mirip dengan kromatogafi lapis tipis (KLT).
Bedanya lapis tipis (KLT) digantikan lembaran kaca atau plastik yang dilapisi
dengan lapisan tipis adsorben seperti alumina, silika gel, selulosa atau materi
lainnya. Kromatografi lapis tipis bersifat boleh ulang (reprodusibel) dari pada
kromatografi lapis tipis (KLT).
Adsorben yang digunakan pada kromatogrfai lapis tipis biasanya terdiri
dari silika gel atau alumina dapat langsung atau dicampur dengan bahan perekat
misalnya kalsium sulfat untuk disalutkan pada pelat. Pada pemisahannya, fase
bergerak akan membawa komponen campuran sepanjang fase diam pada pelat
sehingga terbentuk kromatogram. Pemisahan yang terjadi berdasarkan adsorbsi
dan partisi. Teknik kerja KLT prinsipnya hampir sama dengan komatografi lapis
tipis (KLT).
2.2 Phillanthus niruri
Meniran adalah tumbuhan yang sebenarnya tumbuh liar dan mudahditemui
di pekarangan rumah, kebun, atau hutan. Meniran tumbuh subur di tempat lembab
dan berbatu, seperti di tepi sungai, pantai, semak, lahan bekas sawah,ladang, tanah
terlantar diantara rumput atau selokan. Tumbuhan ini merupakan salah satu dari
700 jenis genus Phyllanthus yang banyak tumbuh di Asia seperti Indonesia,
China, Filipina, dan India. Tumbuhan ini berasal dari Asia tropic yang tersebar di
seluruh daratan Asia termasuk Indonesia. Kini tumbuhan ini tersebar ke benua

Afrika, Amerika, dan Australia. Meniran tumbuh di daerah dataranrendah hingga


dataran tinggi dengan ketinggian 1.000 m di atas permukaan laut. Beberapa jenis
tumbuhan ini sudah digunakan sejak 2.000 tahun lalu untuk pengobatan
tradisional Ayurveda di India. Beberapa genus Phyllanthus yang memiliki khasiat
menyembuhkan

diantaranya

Phyllanthus

urinaria,Phyllanthus

niruri

dan Phyllanthus amarus.


Merupakan pohon yang bercabang banyak,kulit batang berwarna coklat
tua, tinggi mencapai 4m. Daun majemuk, berbentuk bulat telur sampai lanset,
letak berseling ,menyirip ganda, tepi bergerigi,ujung runcing, pangkal
membulat/tumpul, permukaan atas daun berwarna hijau tua, sedangkan bagian
bawahnya berwarna hijau muda, panjang 3 - 7cm dan lebar 1,5 3 cm. Bunga
majemuk dalam malai yang panjangnya 10 20 cm dan keluar dari ketiak daun.
Daun mahkota berjumlah 5, panjangnya 1 cm, berwarna ungu pucat dan berbau
harum. Buah batu, berbentuk bulat, diameter sekitar 1,5 cm. Jika matang, akan
berwarna cokelat kekuningan dan berbiji 1. Syarat Tumbuh : Meniran tumbuhan
berasal dari daerah tropis yang tumbuh liar di Hutan-hutan, ladang-ladang,
Kebun-kebun maupun pekarangan halaman rumah, pada umumnya tidak
dipelihara, karena dianggap tumbuhan rumput biasa. Meniran tumbuh subur
ditempat yang lembab pada dataran rendah sampai ketinggian 1000 meter di atas
permukaan laut. Bagian yang digunakan : Kulit kayu, kulit akar, buah, daun dan
bunga.

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1.

Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum


Tempat Praktikum : Laboratorium Biologi Farmasi Fakultas Farmasi
Waktu

Universitas Jember
: Senin, 22 September 2014

Pukul 13.20 WIB -

selesai
3.2.

Alat dan Bahan


3.2.1. Uji Histokimia
Plat tetes

KOH 5%

Simplisia Phyllanthi Herba

Amonia 25%

Asam sulfat Pekat

FeC

NaOH 5%

3.2.2. Uji KLT


Tabung reaksi

Sinar UV 366 nm

Neraca analitik

Penggaris

Corong kaca

Pensil

Gel silica GF 254

Pipet ukur

Chamber

Ball filler

Mikropipet

Kloroform

Kertas saring

Air

Labu ukur

Sitroborat

Botol timbang

Kuersetin

Phyllanthi Herba

Aluminiuma klorida

Methanol

3.3.

Cara Kerja
3.3.1. Uji Histokimia

Ditimbang kurang lebih 2 mg


simplisia herba meniran (Phyllanthi
Herba)

Dibagi di 5 lubang plat tetes

Masing-masing lubang ditetesi


dengan reagen-reagen yang
ditentukan di dalam lemari asam.

Diaduk tiap lubang plat tetes dan


amati perubahan warnanya

3.1.1.

Uji KLT

Timbang 500 mg Phyllanthi Herba, masukkan ke


dalam tabung reaksi

Tambahkan dengan 10 ml metanol

Homogenkan dengan ultrasonik selama 10 menit

Saring dengan menggunakan kertas saring

Masukkan hasil saringan ke dalam labu ukur 10


ml, ad dengan metanol hingga tepat tanda

Masukkan cairan dari labu ukur ke vial

Pipet dengan menggunakan mikropipet kemudian


totolkan (2,5 totolan/ 5l)

Pipet kloroform sebanyak 10 ml, metanol 2,5 ml


dan air 0,25 ml

Masukkan pada erlenmeyer dan homogenkan

Masukkan ke dalam Chamber

Biarkan eluen jenuh kemudian masukkan


lempeng klt yang telah diberi totolan standar dan
analit ke chamber.

Setelah dieluasi, kemudian dikeringkan dan dilihat


di bawah sinar UV. serta dilakukan penandaan
terhadap noda

Semprot lempeng klt dengan sitroborat dan amati


warna nodanya

Hitung Rf

BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1.

Uji
Histokimia

4.1.1. Hasil
Reagen

Warna Phyllanti Herba

H2SO4 P
NaOH 5%
KOH 5%
Amonia 25%
FeCl3

Kuning kecoklatan (-)


Coklat (+)
Coklat (+)
Coklat (+)
Hijau kebiruan (+)

4.1.2. Pembahasan (Penambahan Masing-Masing Reagen pada Phyllanti herba)


4.1.2.1.

Reagen Asam Sulfat Pekat

Pada awalnya, 2 mg Phyllanti herba ditaruh di plat tetes kemudian

ditetesi beberapa asam sulfat. Diaduk dan ternyata setelah diamati terjadi perubahan
warna kuning kecoklatan. Hal ini tidak sesuai dengan literatur. Dalam literatur
disebutkan bahwa akan terjadi perubahan warna hijau apabila ditambah asam sulfat
pekat.

Asam sulfat pekat adalah reagen kimia untuk mengidentifikasi adanya

triterpen dan steroid. Jadi berdasarkan hasil percobaan, Phyllanti herba tidak
mengandung triterpen dan steroid.

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari


enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,
yaitu skualena. Triterpenoid dapat dipilah menjadi sekurang kurangnya empat
golongan senyawa : triterpena sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung.
Kedua golongan yang terakhir sebenarnya triterpena atau steroid yang terutama
terdapat sebagai glikosida. Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem
cincin siklopentana perhidrofenantrena. Dahulu sterol terutama dianggap sebagai
senyawa satwa (sebagai hormone kelamin, asam empedu, dll), tetapi pada tahun tahun
terakhir ini makin banyak senyawa tersebut yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan.
(Harbrone.J.B,1987)
4.1.1.2.

Reagen NaOH 5%

Pada awalnya, 2 mg Phyllanti herba ditaruh di plat tetes kemudian

ditetesi beberapa NaOH 5%. Diaduk dan ternyata menghasilkan coklat. Hal ini sesuai

dengan literatur bahwa akan terjadi perubahan warna coklat apabila ditambah NaOH
5%.

NaOH 5% adalah reagen kimia untuk mengidentifikasi adanya kuinon.

Jadi Phyllanti herba positif mengandung kuinon.

Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar


seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang
berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon karbon. Untuk tujuan identifikasi,
kuinon dapat dipilah menjadi empat kelompok : benzokuinon, naftokuinon,
antrakuinon, dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama biasanya terhidroklisasi
dan bersifat senyawa fenol serta mungkin terdapat in vivo dalam bentuk gabungan
dengan gula sebagai glikosida atau dalam bentuk kuinol.

Untuk memastikan adanya adanya suatu pigmen termasuk kuinon atau


bukan, reaksi warna sederhan masih tetap berguna. Reaksi yang khas ialah reduksi
bolak balik yang mengubah kuinon menjadi senyawa tanwarna, kemudian warna
kembali lagi bila terjadi oksidasi oleh udara (Harbone.J.B, 1987)
4.1.1.3.

Reagen KOH 5%
Pada awalnya, 2 mg Phyllanti herba ditaruh di plat tetes kemudian

ditetesi beberapa KOH 5%. Diaduk dan ternyata menghasilkan warna coklat. Hal ini
sesuai dengan literatur bahwa akan terjadi perubahan warna coklat apabila ditambah
KOH 5%.
4.1.1.4.

Reagen Ammonia 25 %

Pada awalnya, 2 mg Phyllanti herba ditaruh di plat tetes kemudian

ditetesi beberapa ammonia 25%. Diaduk dan ternyata menghasilkan warna coklat. Hal
ini sesuai dengan literatur bahwa akan terjadi perubahan warna coklat apabila ditambah
amonia 25%.

Amonia 25% adalah reagen kimia untuk mengidentifikasi

adanya alkaloid. Jadi Phyllanti herba positif mengandung alkaloid dan kumarin.

Identifikasi Senyawa Golongan Alkaloid


A. Pengertian alkaloid

Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar.

Pada umumnya alkaloid menccakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau
lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik.
Alkaloid seringkali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan
fisiologi

yang

menonjol

yang

digunakan

secara

luas

dalam

bidang

pengobatan.alakoloid biasanya tanpa warna, seringkali bersifat optis aktif, kebanyakan


berbentuk Kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan ( misalnya nikotina pada suhu
kamar ).

Prazat alkaloid yang paling umu adalah asam amino, meskipun

sebenarnya biosintesis kebanyakan alkaloid lebih rumit. Secara kimia, alkaloid


merupakan suatu golongan heterogen. Ia berkisar dari senyawa sederhana seperti
koniina, yaitu alkaloid utama Conium maculatum sampai pentasiklik seperti estrikhnina
yaitu racun kulit strychnos.

Alkaloid, sekitar 5500 telah di ketahui, merupaan golongan zat


tumbuhan sekunder yang terbesar. Tidak ada satu pun istilah alkoloid yang memuaskan
tetapi pada umumnya alkoloid mencakup senyawa bersifat basa mengandung satu atau
lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik.
Alkoloid sering kali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan
fisiologi yang menonjol jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkoloid
biasanya tanwarna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi
hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar .uji sederhana
tetapi yang sama sekali tidak satu sempurna, untuk alkoloid dalam daun atau buah segar
adalah rasa pahitnya di lidah. Misalnya, alkoloid kinina adalah zat yang dikenal paling
pahit dan pada konsentrasimolar 1x 103 membeikan rasa pahit yang berarti.prazat
alkoloid yang paling umum adalah asam amino, meski pun sebenarnya, biosintesis
kebanyakan alkoloid lebih rumit. Secara kimia, alkoloid merupakan suatu golongan
heterogen. Ia berkisar dari senyawa sederhana seperti koniina, yaitu alkoloid utama
conium maculatum, sampai ke struktur pentasiklik seperti strikhnina , yaitu racun kulit
Strychnos. Amina tumbuhan (misalnya meskalina) dan basa Purina dan pirimidina
(misalnya kafeina) kadang-kadang digolongkan sebagai alkoloid dalam arti umum.
Banyak alkoloid bersifat terpenoid dan beberapa (misalnya solanina alkoloid steroid
kentang, Solanum tuberosum) sebaiknya ditinjaudari segi biosintesis sebagai terpenoid
termodifikasi. Yang lainnya terutama berupa senyawa aromatic ( misalnya kolkhisina,
alkoloid tropolon umbi crocus musim gugur ) yang mengandung gugus basa sebagai

gugus rantai samping. Banyak sekali alkoloid yang khas pada suatu suku tumbuhan
atau beberapa tumbuhan sekerabat. Jadi nama alkoloid sering kali diturunkan dari
sumber tumbuhan penhasilnya, misalnya alkoloid Atropa atau alkoloid tropana, dan
sebagainya.(Harbrone.J.B,1987)

Sebagian besar alkaloid alami yang bersifat sedikit asam memberikan


endapan dengan reaksi yang terjadi dengan reagent Mayer (Larutan Kaliummercuri
Iodida); reagent Wangner (larutan Iodida dalam Kalium Iodida); dengan larutan asam
tanat,reagent Hager (saturasi dengan asam pikrat); atau dengan reagent Dragendroff
(larutan Kalium Bismuth Iodida). Endapan ini berbentuk amorf atau terdiri dari kristal
dari berbagai warna. Cream (Mayer),Kuning (Hager),coklat kemerah merahan
(Wagner dan Dragendroff). Caffein dan beberapa alkaloid tidak menimbulkan reaksi
pengendapan. Ketelitian harus dimulai dari ekstraksi alkaloid yang diuji karena bahan
akan membentuk endapan dengan protein. sebagian dari protein akan membuat tidak
larut dari bahan yang telah diekstrak oleh proses epaporasi atau mungkin disebabkan
filtrate yang terbongkar. Jika ekstrak asli telah dikonsentrasi ke konsentrasi rendah akan
membentuk ekstrak alkaloid yang bebrbentuk basa dengan pertolongan suatu pelarut
organik kemudian dimasukan dalam larutan asam encer (misalnya : Tartarat),larutan
haus bebas dari protein dan siap untuk dilakukan uji alkaloid (Teyler.V.E,1988).
B. Pereaksi Alkaloid

Untuk pereaksi Dragendrof dibuat dua larutan persediaan : (1) 0,6 g

bismusubnitrat dalam 2 ml HCl pekat dan 10 ml air ; (2) 6 g Kalium iodide dalam 10
ml air. Larutan persediaan ini dicampur dengan 7 ml HCl pekat dan 15 ml air. Untuk
menyemprot kertas dengan pereaksi iodoplatinat, 10 ml larutan platina klorida 5%
dicampur dengan 240 ml Kalium iodide 2% dan diencerkan dengan air sampai 500 ml.
untuk menyemprot pelat, campurkan 10 ml platina klorida 5%, 5 ml HCl pekat, dan 240
ml Kalium iodide 2% (Teyler.V.E,1988)

C. Klasifikasi alkaloid

Pada bagian yang memaparkan sejarah alkaloid, jelas kiranya bahwa

alkaloid sebagai kelompok senyawa, tidak diperoleh definisi tunggal tentang alkaloid.
Sistem klasifikasi yang diterima, menurut Hegnauer, alkaloid dikelompokkan sebagai:
1. Alkaloid Sesungguhnya

Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukkan

aktivitas phisiologi yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa; lazim mengandung
Nitrogen dalam cincin heterosiklik ; diturunkan dari asam amino ; biasanya terdapat
aturan tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa dan
tidak memiliki cincin heterosiklik dan alkaloid quartener, yang bersifat agak asam
daripada bersifat basa.
2. Protoalkaloid

Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen

dan asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloid diperoleh
berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat basa. Pengertian amin biologis
sering digunakan untuk kelompok ini. Contoh, adalah meskalin, ephedin dan N,Ndimetiltriptamin.
3. Pseudoalkaloid

Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawa

biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloid yang penting dalam khas ini, yaitu alkaloid
steroidal (contoh: konessin dan purin (kaffein).(Teyler.V.E,1988)

Identifikasi Senyawa Golongan Kumarin

4.1.1.5.

Reagen FeCl2 5%

Pada awalnya, 2 mg Phyllanti herba ditaruh di plat tetes kemudian

ditetesi beberapa FeCl2 5%. Diaduk dan ternyata menghasilkan warna hijau kebiruan.

Hal ini sesuai dengan literatur bahwa akan terjadi perubahan warna hijau kebiruan
apabila ditambah FeCl3 5%.
Reagen FeCl3 ini berfungsi untuk mendeteksi adanya tanin. Jadi

Phyllanti herba positif mengandung tanin.


Tanin

terdapat

luas

dalam

tumbuhan

berpembuluh,

dalam

angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasanya, tanin dapat
bereaksi dengan protein membentuk kepolumer mantap yang tidak larut dalam air.
Dalam industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu
mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuanya
menyambung silang protein.

Di dalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan enzim


sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan memakanya, maka reaksi
penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh
cairan pencernaan hewan. Pada kenyataanya, sebagian besar tumbuhan yang banyak
bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat. Kita
menganggap salah satu fungsi utama tanin dalam tumbuhan ialah sebagai penolak
hewan pemakan tumbuhan. Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin yang tersebar
tidak merata dalam dunia tumbuhan. Tanin terkondensasi hampir terdapat semesta di
dalam paku-pakuan dan gimnosperae, serta tersebar luas dalam angiospermae, terutama
pada jenis tumbuhan berkayu. Sebaliknya, tanin yang terhidrolisiskan penyebaranya
terbatas pada tumbuhan berkeping dua (Harbrone.J.B,1987)

4.2.

Uji Kromatografi Lapis Tipis

4.2.1. Hasil

Pembanding : Kuersetin 0,5 %


Vol. Penotolan : 1 l pembanding dan 10 l larutan uji
Fase gerak
: Kloroform : Metanol : Air 8,5 : 1,3 : 0,2
Fase diam
: Silika Gel 60 F254
Penampak noda
: Sitroborat
Warna noda
: biru muda
Rf standar
: 0,59
Rf Analit
: 0,23 (Phyllanthi Herba )

Standar
Analit
Kelompok

4.2.2. Pembahasan
Kromatografi merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi
kertas dan elektroforesis. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan
sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom. Fase gerak yang dikenal sebagai
pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada
pengembangan secara menaik (ascending) atau karena pengaruh gravitasi pada
pengembanngan secara menurun (descending) (Rohman, 2007).
Fase diam yang digunakan dalam percobaan ini adalah gel silica yang
memiliki mekanisme sorpsi adsorbsi. Gel silica dapat digunakan pada senyawasenyawa yang mengandungasam amino, hidrokarbon, vitamin, dan alkaloid.
Kebanyakan fase diam dikontrol keajegan ukuran partikel dan luas permukaannya
Eluen adalah fase gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan
umpan (feed) untuk melewati fase diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan
eluen sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Eluen dapat digolongkan
menurut ukuran kekuatan teradsorbsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut pada
adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau
sebuah lapis tipis silica. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir
pelarut yang relatif tak polar dari ikatannya dengan alumina. Fase gerak yang
digunakan pada pratikum kali ini adalah Kloroform : Metanol : Air dengan
perbandingan 8,5 : 1,3 : 0,2
Sistem fase gerak KLT yang paling sederhana ialah campuran dua pelarut
organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian
rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Fase gerak harus mempunyai
kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sangat sensitif. Daya

elusinya pun harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8
untuk memaksimalkan pemisahan (Rohman, 2007).
Dari hasil praktikum ini, jarak analit ke larutan standar ialah 1,8 cm sehingga
diperoleh nilai Rf analit sebesar 0,23. Sedangkan nilai Rf standar 0, 59. Hal ini sangat
jauh berbeda jika dibandingkan dengan literatur yang mengatakan bahwa nilai Rf
simplisia guazumae adalah 0,3 dihitung sebagai kuersetin.
Perolehan nilai Rf yang berbeda jauh mungkin disebabkan oleh beberapa hal,
diantaranya :
1. Suhu ruangan
2. Penyemprotan penampak noda yakni sitroborat. Mengingat pada saat
praktikum alat penyemprot mengalami sedkit gangguan sehingga mungkin
saja mempengaruhi jumlah sitroborat yang disemprotkan ke lempeng klt.
3. Ketidaktelitian saat pengenceran.
4. Penotolan yang kurang tepat
5. Proses homogenisasi yang kurang

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Berdasarkan hasil praktikum uji histokimia pada sampel simplisia tersebut
termasuk kedalam simplisia Phyllanthi Herba
2. Berdasarkan hasil uji KLT dari sampel nilai Rf nya adalah

B. SARAN
1. Dalam melakukan pengenceran sampel harus dilakukan dengan hati-hati karena
dapat mempengaruhi hasil nilai Rf nya, karena noda yang ditimbulkan tidak sesuai
dengan persyaratan yang ditentukan
2. Dalam praktikum harus memperhatikan titik kritis, dimana titik itu sangat
berpengaruh terhadap hasil uji sampel yang ditentukan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.1987. Analisis Obat Tradisional. 2 3. Jakarta : Depkes RI

Anonim. 2009. Farmakope Herbal Indonesia Edisi I. Jakarta : Departemen Kesahatan


Republik Indonesia

Anonim. 1978. Materia Medika Indonesia Jilid II. Jakarta : Departemen Kesahatan
Republik (Hal 44-45)

Anonim, 1989, Materia Medika Indonesia Jilid V-VI. Jakarta : Departemen kesehatan
Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai