1bell S Palsy
1bell S Palsy
BELLS PALSY
Putri Ulya Rachman* dr. Attiya Rahma, Sp.S**
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Bells palsy adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer (N.VII), terjadi
secara akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) atau tidak menyertai
penyakit lain yang dapat mengakibatkan lesi nervus fasialis atau kelumpuhan
fasialis perifer akibat proses non-supuratif, non-neoplasmatik, non-degeneratif
primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di
foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang
mulanya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.1,3
2.2 Epidemologi
Insiden Bells palsy secara pasti sulit ditentukan karena penderita tidak
hanya berobat ke dokter saraf saja, tetapi kemungkinan ada yang berobat kepada
dokter umum, dokter THT maupun dokter mata. Data yang dikumpulkan dari 4
buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bells palsy sebesar 19,55 %
dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 2130 tahun. Lebih sering
terjadi pada wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim
panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat
terpapar udara dingin seperti naik kendaraan dengan kaca terbuka, tidur di lantai
atau bergadang sebelum menderita bells palsy.2,4
2.3 Etiologi
Ada 4 teori yang dihubungkan dengan etiologi Bells palsy yaitu:2,4
1. Teori iskemik vaskuler
4. Teori imunologi
Dikatakan bahwa Bells palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap
infeksi virus yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi.
Berdasarkan teori ini maka penderita bells palsy diberikan pengobatan
kotikosteroid dangan tujuan untuk mengurangi inflamasi dan edema di dalam
kanalis Fallopii dan juga sebagai immunosupresor.
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi timbulnya Bells Palsy secara pasti masih dalam perdebatan.
N.VII berjalan melalui bagian dari tulang temporal yang disebut dengan kanalis
fasialis. Adanya edema dan ischemia menyebabkan kompresi dari N.VII dalam
kanalis tulang ini, karena itu ia terjepit di dalam foramen stilomastoideum dan
menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Kompresi N.VII ini dapat dilihat dengan
MRI. Bagian pertama dari kanalis fasialis yang disebut dengan segmen
labyrinthine adalah bagian yang paling sempit, meatus foramien ini memiliki
diameter 0,66 mm. Lokasi inilah yang diduga merupakan tempat paling sering
terjadinya kompresi pada N.VII pada Bells Palsy, karena bagian ini merupakan
tempat yang paling sempit maka terjadinya inflamasi, demielinisasi, ischemia,
ataupun proses kompresi paling mungkin terjadi. Lokasi terserangnya Nervus
Fasialis di Bells Palsy bersifat perifer dari nukleus saraf tersebut, dimana
timbulnya lesi diduga terletak didekat ataupun di ganglion genikulatum. Jika
lesinya timbul di bagian proksimal ganglion genikulatum maka akan timbul
kelumpuhan motorik disertai dengan ketidak abnormalan fungsi gustatorium dan
otonom. Apabila lesi terletak di foramen stilomastoideus dapat menyebabkan
kelumpuhan fasial saja.4,5,6,7
timbul
secara
mendadak,
penderita
menyadari
adanya
kelumpuhan pada salah satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi, bercermin
atau saat sikat gigi/berkumur atau diberitahukan oleh orang lain/keluarga bahwa
salah satu sudutnya lebih rendah. Bells palsy hampir selalu unilateral. Gambaran
klinis dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter pada kelumpuhan total.
Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan menghilang sehingga lipatan
nasolabialis akan menghilang, sudut mulut menurun, bila minum atau berkumur
air menetes dari sudut ini, kelopak mata tidak dapat dipejamkan sehingga fisura
papebra melebar serta kerut dahi menghilang.1,2,3
Bila penderita disuruh untuk memejamkan matanya maka kelopak mata
pada sisi yang lumpuh akan tetap terbuka dimana kelumpuhan N.VII yang
mempersyarafi m.orbikularis okuli dapat menyebabkan lagoftalmus yaitu palpebra
tidak dapat menutup dengan sempurna. Kelainan ini akan mengakibatkan trauma
konjungtiva dan kornea karena mata tetap terbuka sehingga konjungtiva dan
kornea menjadi kering dan terjadi infeksi. Infeksi ini dapat dalam bentuk
konjungtivitis atau suatu keratitis. Serta bola mata pasien berputar ke atas.
Keadaan ini dikenal dengan tanda dari Bell (lagoftalmus disertai dorsorotasi bola
mata). Karena kedipan mata yang berkurang maka akan terjadi iritasi oleh debu
dan angin, sehingga menimbulkan epifora. Dalam mengembungkan pipi terlihat
bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembung. Disamping itu makanan
cenderung terkumpul diantara pipi dan gusi sisi yang lumpuh. Selain kelumpuhan
seluruh otot wajah sesisi, tidak didapati gangguan lain yang mengiringnya, bila
paresisnya benar-benar bersifat Bells palsy.2,3,7
Bila khorda timpani juga ikut terkena, maka terjadi gangguan pengecapan
dari 2/3 depan lidah yang merupakan kawasan sensorik khusus N.intermedius. dan
bila saraf yang menuju ke m.stapedius juga terlibat, maka akan terjadi hiperakusis.
Keadaan ini dapat diperiksa dengan pemeriksaan audiometri. Pada kasus yang
lebih berat akan terjadi gangguan produksi air mata berupa pengurangan atau
hilangnya produksi air mata. Ini menunjukkan terkenanya ganglion genikulatum
dan dapat diperiksa dengan pemeriksaan tes Schirmer.2,4,5
Lagoftalmus
Alis Jatuh
Erosi Kornea
Crocodile-tears tearing
pada bagian belakang telinga. Nyeri biasanya terjadi bersamaan dengan timbulnya
gejala Bell Palsy, namun pada 25% kasus nyeri telinga terjadi lebih dulu 2-3 hari
sebelum timbulnya Bell Palsy. Beberapa pasien juga mengeluhkan terjadinya
hyperacusis pada telinga ipsilateral dari Palsy yang terjadi, yang merupakan akibat
sekunder dari kelemahan otot stapedius.
Spasme Fasial4,5,8
Spasme fasial adalah komplikasi yang jarang dari Bell Palsy, terjadi akibat
kontraksi tonic pada salah satu sisi wajah. Spasme ini biasanya terjadi pada saat
stress dan timbul akibat kompreksi dari akar Nervus VII akibat gangguan
pembuluh darah, tumor, ataupun proses demielinisasi akar saraf. Spasme ini lebih
sering menyerang pada usia 50 atau 60an. Selain itu juga dapat timbul Synkinesis
yaitu suatu kontraksi abnormal dari otot wajah saat tersenyum atau menutup
mata, contoh yang dapat terjadi adalah mulut pasien tertarik ketika tersenyum
atau ketika mengedipkan mata.
Keluhan dan gejala bergantung kepada lokasi lesi sebagai berikut :1,4,5
a. Lesi pada nervus fasialis disekitar foramen stylomastoideus baik yang
masih berada disebelah dalam dan sebelah luar foramen tersebut. Mulut
turun dan mencong ke sisi yang sehat sehingga sudut mulut yang lumpuh
tampaknya lebih tinggi kedudukannya daripada posisi yang sehat, maka
penderitanya tidak dapat bersiul, mengedip dan menutupkan matanya.
Lakrimalis yang berlebihan akan terjadi jika mata tidak terlindungi / tidak
bisa menutup mata sehingga pada mata akan lebih mudah mendapat iritasi
berupa angin, debu dan sebagainya, selain itu pula lakrimalis yang
berlebihan ini terjadi karena proses regenerasi dan mengalirnya axon dari
kelenjar liur ke kelenjar air mata pada waktu makan
b. Lesi pada canalis fasialis mengenai nervus chorda tympani.
Seluruh gejala di atas terdapat, ditambah dengan hilangnya sensasi
pengecapan dua pertiga depan lidah berkurangnya salivasi yang terkena.
c. Lesi yang lebih tinggi dalam canalis fasialis dan mengenal muskulus
stapedius
Gejala tanda klinik seperti pada (a) dan (b) ditambah adanya hiperakusis.
d. Lesi yang mengenai ganglion geniculatum.
Gejala tanda klinik seperti pada (a), (b), dan (c) ditambah onsetnya
seringkali akut dengan rasa nyeri di belakang dan didalam telinga. Herpes
Zoster pada tympanium dan concha dapat mendahului keadaan timbul
parese nervus fasilais. Sindrome Ramsay Hunt merupakan Bells yang
disertai herpes Zoster pada ganglion geniculatum, lesi lesi herpetik
terlihat pada membrana tympani, canalis auditorium eksterna, dan pada
pinna.
e. Lesi di dalam Meatus Auditorius Internus
Gejala - gejala Bells Palsy di atas ditambah ketulian akibat terkenanya
nervus VIII.
f. Lesi pada tempat keluarnya Nervus Fasialis dari Pons
Lesi di pons yang terletak disekitar inti nervus abdduces bisa merusak akar
nervus fasialis, inti nervus abducens dan fasikulus longituinalis medialis.
Lesi pada daerah tersebut dapat menyebabkan kelumpuhan muskulus
rectus lateralis atau gerakan melirik kearah lesi.
g.
Gangguan gerakan pada otot wajah yang sering dijumpai ialah gerakan
involunter yang dinamakan tic fasialis atau spasmus klonik fasialis. Sebab
dan mekanisme sebenarnya belum diketahui yang dianggap sebagai
sebabnya adalah suatu rangsangan iritatif di ganglion feniculatum. Namun
demikian gerakan - gerakan otot wajah involunter bisa bangkit juga
sebagai suatu pencerminan kegelisahan atau depresi. Pada gerakan
involunter tersebut, sudut muka terangkat dan kelompok mata memejam
secara berlebihan.
10
2.6 Diagnosa
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa serta beberapa pemeriksaan
fisik, dalam hal ini yaitu pemeriksaan neurologis. Untuk menegakkan diagnosis
suatu bells palsy harus ditetapkan dulu adanya paresis fasialis tipe perifer,
kemudian menyingkirkan semua kemungkinan penyebabnya paresis fasialis
tersebut.2
Paresis fasialis perifer berbeda dari tipe sentral. Pada tipe sentral yang
terganggu atau paresis hanya pada bagian bawah wajah saja.
Anamnesa : 4,5,8
-
Rasa nyeri.
Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari
di ruangan terbuka atau di luar ruangan.
11
Pemeriksaan : 4,5,8
1. Pemeriksaan neurologi
Kelumpuhan nervus fasilalis melibatkan semua otot wajah sesisi
dan dapat dibuktikan dengan pemeriksaan - pemeriksaan berikut, yaitu:
a. Pemeriksaan motorik nervus fasialis.4
-
Mengerutkan dahi : lipatan kulit dahi hanya tampak pada sisi yang
sehat saja.
Mengangkat alis : alis pada sisi yang sakit tidak dapat diangkat
Mengembungkan pipi : pada sisi yang tidak sehat pipi tidak dapat
dikembungkan.
12
13
14
15
2.8 Terapi
1. Terapi medikamentosa :2,9
-
16
Vitamin B1, B6 dan B12 dalam dosis tinggi dan vasodilatasi peros dengan
ACTH
im
40-60
satuan
selama
minggu
dapat
dipercepat
penyembuhan.2,9
-
2. Terapi operatif
Indikasi terapi operatif yaitu:2
-
17
Respon terhadap tes listrik antara sisi sehat dan sakit berbeda 2,5 mA.
Beberapa terapi bedah yang dapat dilakukan antara lain dekompresi
nervus Fasialis, Subocularis Oculi Fat Lift (SOOF), Implantasi alat ke dalam
kelopak mata, tarsorrhapy, transposisi otot muskulus temporalis, facial nerve
graftingdan direct brow lift.2
Tiemstra JD and Khathare N dalam American Academy of Neurology
saat ini tidak merekomendasikan dekompresi bedah untuk Bells palsy.
Komplikasi yang paling umum dari pembedahan adalah pasca operasi yaitu
berkurangnya pendengaran yang mempengaruhi 3 sampai 15 persen pasien.
Berdasarkan potensi yang signifikan untuk kerugian dan kurangnya manfaat
data
of
Neurology
saat
ini
tidak
18
Melatih orang dengan sisa keadaan cacat badan untuk dapat hidup dan
bekerja dengan apa yang tertinggal.
Untuk mencapai keberhasilan dalam tujuan rehabilitasi yang efektif
dan efisien maka diperlukan tim rehabilitasi medik yang terdiri dari dokter,
fisioterapis, okupasi terapis, ortotis prostetis, ahli wicara, psikolog, petugas
sosial medik dan perawat rehabilitasi medik.9
Sesuai dengan konsep rehabilitasi medik yaitu usaha gabungan terpadu
dari segi medik, sosial dan kekaryaan, maka tujuan rehabilitasi medik pada
Bells palsy adalah untuk mengurangi/mencegah paresis menjadi bertambah
dan membantu mengatasi problem sosial serta psikologinya agar penderita
tetap dapat melaksanakan aktivitas kegiatan sehari-hari. Program-program
yang diberikan adalah program fisioterapi, okupasi terapi, sosial medik,
psikologi dan ortotik prostetik, sedang program perawat rehabilitasi dan terapi
wicara tidak banyak berperan. 9
1) Program Fisioterapi4,5,9
-
Pemanasan
a. Pemanasan superfisial dengan infra red.
b. Pemanasan dalam berupa Shortwave Diathermy atau Microwave
Diathermy.
Stimulasi listrik
Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi otot
untuk mencegah/memperlambat terjadi atrofi sambil menunggu proses
19
mata
dan
mengangkat
sudut
mulut,
tersenyum,
20
latihan meniup lilin, latihan menutup mata dan mengerutkan dahi di depan
cermin.
3) Program Sosial Medik 4,5,9
Penderita Bells palsy sering merasa malu dan menarik diri dari
pergaulan sosial. Problem sosial biasanya berhubungan dengan tempat
kerja dan biaya. Petugas sosial medik dapat membantu mengatasi dengan
menghubungi tempat kerja, mungkin untuk sementara waktu dapat bekerja
pada bagian yang tidak banyak berhubungan dengan umum. Untuk
masalah biaya, dibantu dengan mencarikan fasilitas kesehatan di tempat
kerja atau melalui keluarga. Selain itu memberikan penyuluhan bahwa
kerja sama penderita dengan petugas yang merawat sangat penting untuk
kesembuhan penderita.
4) Program Psikologik 4,5,9
Untuk kasus-kasus tertentu dimana ada gangguan psikis amat
menonjol, rasa cemas sering menyertai penderita terutama pada penderita
muda, wanita atau penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan
ia sering tampil di depan umum, maka bantuan seorang psikolog sangat
diperlukan.
5) Program Ortotik Prostetik 4,5,9
Dapat dilakukan pemasangan Y plester dengan tujuan agar sudut
mulut yang sakit tidak jatuh. Dianjurkan agar plester diganti tiap 8 jam.
Perlu diperhatikan reaksi intoleransi kulit yang sering terjadi. Pemasangan
Y plester dilakukan jika dalam waktu 3 bulan belum ada perubahan pada
penderita setelah menjalani fisioterapi. Hal ini dilakukan untuk mencegah
teregangnya otot Zygomaticus selama parese dan mencegah terjadinya
kontraktur.
6) Home Program: 4,5,9
21
2.9 Komplikasi2,4,9
a. Crocodile tear phenomenon
Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini
timbul beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari
regenerasi yang salah dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva
tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar ganglion
genikulatum.
b. Synkinesis
22
Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau
tersendiri, selalu timbul gerakan bersama. Contohnya yaitu:
Pada saat meperlihatkan gigi (menyeringai), maka mata penderita pada sisi
sakit manjadi tertutup.
d. Kontraktur
23
2.10 Prognosis1
Antara 80-85% penderita akan sembuh sempurna dalam waktu 3 bulan.
Paralisis ringan atau sedang pada saat gejala awal terjadi merupakan tanda
prognosis baik. Denervasi otot-otot wajah sesudah 2-3 minggu menunjukkan
bahwa terjadi degenerasi aksonal dan hal demikian ini menunjukkan pemulihan
yang lebih lama dan tidak sempurna.
Pemulihan daya pengecapan lidah dalam waktu 14 hari pasca awitan
biasanya berkaitan dengan pemulihan paralisis secara sempurna. Apabila lebih 14
hari, maka hal tersebut menunjukkan prognosis yang buruk.
BAB III
24
KESIMPULAN
1. Bells palsy adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer (N.VII), terjadi secara
akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) atau tidak menyertai
penyakit lain yang dapat mengakibatkan lesi nervus fasialis.
2. Ada 4 teori yang dihubungkan dengan etiologi Bells palsy yaitu teori
iskemik vaskuler, teori infeksi virus, teori herediter, teori imunologi.
3. Gambaran klinis bells palsy dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter
pada kelumpuhan total. Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan
menghilang sehingga lipatan nasolabialis akan menghilang, sudut mulut
menurun, bila minum atau berkumur air menetes dari sudut ini dan
lagoftalmus.
5. Penatalaksanaannya dengan terapi medikamentosa yaitu kortikosteroid,
vitamin B1, B6 dan B12, analgesic, penggunaan obat antiviral (acyclovir).
Juga dilakukan rehabilitasi medik, perawatan mata seperti memakai obat
salap mata (golongan artifial tears), memakai kaca, kelopak mata diplaster
dan jika keadaan terlalu berat pada lagoftalmus dilakukan tarsorafi ataupun
blefarofati.
6. Antara 80-85% penderita akan sembuh sempurna dalam waktu 3 bulan.
Paralisis ringan atau sedang pada saat gejala awal terjadi merupakan tanda
prognosis baik.
25