Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI KASUS

CHIKUNGUNYA

Disusun oleh :
Shabrina Ghassani Roza
110.2011.257

Pembimbing :
dr.Agung Nugroho,Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD Dr.Drajat Prawiranegara SERANG
LAPORAN KASUS

I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis Kelamin
TTL
Agama
Pendidikan
Tanggal Masuk Rumah Sakit
Tanggal Keluar Rumah Sakit

: Fadela
: 27 tahun
: Perempuan
: Serang,19 Februari 1988
: Islam
: Tamat SLTP
: 2 Januari 2016
: 5 Januari 2016

ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Demam
Keluhan Tambahan
:
Seluruh badan terasa pegal-pegal
Nyeri sendi
Mual
Muntah
Sakit Kepala
Bintik-bintik kemerahan
Riwayat Penyakit Sekarang
:
Pasien datang melalui IGD RSUD Dr.Drajat Prawiranegara dengan keluhan demam.
Demam dirasakan oleh pasien sejak 4 hari SMRS.Demam timbul mendadak dan
dirasakan sepanjang hari.Pasien juga mengatakan di malam hari terkadang timbul
menggigil.Keluhan disertai pegal-pegal seluruh badan,ny,nyeriri sen sendi dan sakit
kepala.Kejang,penurunan kesadaran,batuk dan pilek dan gusi berdarah disangkal.
Sejak 2 hari yang lalu,pasien menyadari terdapat bintik-bintik kemerahan
pada ekstremitas bawah.
Pasien juga mengeluhkan mual-mual dan muntah sehingga pasien mengalami
penurunan nafsu makan.BAB dan BAK normal,tidak ada kelainan
Riwayat berpergian ke daerah endemis malaria disangkal oleh pasien.Di lingkungan
terdapat tetangga yang sedang terkena demam berdarah.
Sebelum pasien di bawa ke RSUD,pasien sempat berobat di puskesmas tanara,dan
sempat dirawat inap.Di puskesmas pasien dilakukan pemeriksaan darah,setelah hasil
nya keluar,pasien segera di rujuk ke RSUD dr.drajat prawiranegara
Riwayat Penyakit Dahulu
DM (-)
Asma (-)
Hipertensi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


DM (-)
Asma (-)
Hipertensi (-)
III.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran
: Composmentis
Tekanan darah
: 100/60 mmHg
Pernafasan
: 22 x/menit
Nadi
: 86 x/menit
Suhu
: 37,1 oC
Status generalis
Kepala
Mata
Leher
Thorax
Pulmo
Cor
Abdomen
Ekstremitas

IV.

: normosefal
: konjunctiva anemis (-/-) , sclera ikterik (-/-)
: pembesaran KGB (-) , tiroid (-)
: simetris bilateral
: vesikuler (+/+),rhonki (-/-) , wheezing (-/-)
: S1S2 reguler, murmur (-) , gallop (-/-)
: bising usus (+) , nyeri tekan (+)
: akral hangat , edema (--/--),ptekie (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan laboratorium saat di puskesmas tanggal 1-1-16
Pemeriksaan
Hemoglobin
Leukosit
LED
Hematokrit
Trombosit
MCH
MCHC
MCV
Widal test
S.typhi O
S.typhi H
S.paratyphi A (H)
S.paratyphi B (H)
S.paratyphi A (O)
S.patyphi B (O)

Hasil
15,1
5200
110
43,1
72000
31,3
35
89,7

Nilai Rujuk
12-14 g/dL
4000-10000 L
0-20
37-43%
150.000-400.000
27-31
32-26
80-96

1/160
1/160
1/160
1/160
1/320
1/320

Hasil pemeriksaan laboratorium tgl 2-1-16


1. Haemoglobin

11,3 g/dL (12,00 15,3)

2.
3.
4.
5.

Leukosit
:
Hematokrit
:
Trombosit
:
Gula Darah Puasa :

8.990 /L (4.400 11.300)


34,5 % (35 47)
117.000 /L (140.000 440.000)
125 mg / dL

V.

DIAGNOSIS KERJA
Viral infection susp chikungunya

VI.

DIAGNOSA BANDING
- DHF
- Typhoid Fever
- Malaria

VII.

PEMERIKSAAN LANJUTAN
- Cek ulang H2TL dan widal
- Periksa IgG dan IgM anti Dengue

VIII. PENATALAKSANAAN
- IVFD RL 20 tpm
- Paracetamol k/p
- Inj Ranitidin 1 amp / 12 jam

FOLLOW UP
Tanggal

SOAP

04-01-2015

S/
Demam (-),mual berkurang,muntah (-),badan masih terasa pegal-pegal
O/
KU : sedang
KS : composmentis
TD : 110/70 mmHg

Terapi
IVFD RL 20 tpm
Paracetamol k/p
Inj.Ranitidin 1 amp
/12 jam

N : 86 x/menit
R : 19 x/menit
S : 36,5oC
Hasil laboratorium
Haemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit

12 g/dL (1215,3)
6330
/L
(4400-11300)
37,2 % (35-47)
212.000
L/
(140.000440.000)

A/
Febris ec dalam pelacakan
05-01-16

S/ Demam (-),mual berkurang,muntah BLPL


(-),badan masih terasa pegal-pegal
Neurobion 1x1
Ranitidin 2x1
O/
KU : sedang
KS : composmentis
TD : 120/80 mmHg
N : 86 x/menit
R : 20 x/menit
S : 36,6oC

Hasil laboratorium
Haemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit

11,3 g/dL (1215,3)


6780
/L
(4400-11300)
36,6 % (35-47)
274.000
L/
(140.000-

S.typhi O
S.paratyphi AO
S.paratyphi CO
S.typhi H
S.paratyphi AH
S.paratyphi BH
S.paratyphi CH
Dengue IgG
Dengue IgM

440.000)
- / negatif
- / negatif
- / negatif
- / negatif
- / negatif
- / negatif
- / negatif
- / negatif
- / negatif

A/
Viral Infection susp chikungunya

TINJAUAN PUSTAKA
Demam chikungunya merupakan penyakit yang disebabkan oleh arbovirus yang ditransmisikan
oleh nyamuk Aedes. Penyakit ini pertama kali tercatat dalam bentuk wabah di nama chikungunya
ini sebenarnya berasal dari dialek makonde yang berarti yang membungkuk, yang
mengindikasikan gambaran fisik dari pasien dengan penyakit yang berat. Penyakit ini dilaporkan
terjadi di negara-negara Afrika selatan dan timur, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan pada tahun

2007 ditemukan juga di Itali. Di regio Asia tenggara, wabah Chikungunya pernah dilaporkan
terjadi di India, Indonesia, Maldiva, Myanmar, Sri Lanka, dan Thailand. Terdapat banyak wabah
yang besar dari demam chikungunya dalam beberapa tahun di India, dan juga di negara
kepulauan Samudera Hindia. Maldiva melaporkan wabah Chikungunya pertama kali pada bulan
Desember 2006. Meskipun bukan penyakit yang mematikan, angka morbiditasnya yang tinggi
dan poliartritis yang memanjang menyebabkan kecacatan yang besar dalam populasi yang
terkena dan dapat memberikan dampak pada bidang sosioekonomi suatu negara. (1,5,9)
Infeksi chikungunya ini dimulai dengan periode inkubasi yang singkat selama 2-4 hari.
Dimana dalam waktu kira-kira 48 jam setelah digigit nyamuk yang membawa virus, pasien akan
mengalami demam tinggi yang mendadak dengan diikuti menggigil. Beberapa pasien juga
menunjukkan adanya ruam makulopapuler di badan, tungkai, dan wajah. Hal ini terjadi selama 3
4 hari. Biasanya pasien juga merasakan mialgia dan arthralgia yang berat. Nyeri sendi ini
biasanya dimulai pada pada sendi kecil pada tangan dan kaki, pergelangan tangan dan kaki, dan
kemudian pada sendi besar. Gejala non-spesifik lainnya dapat meliputi sakit kepala, fotofobia
ringan dan insomnia. (1,5)

Tidak ada vaksin atau pengobatan khusus untuk melawan infeksi ini. Untungnya penyakit
ini dapat sembuh sendiri. Terapi dengan antipiretik dan obat antiperadangan non steroid
digunakan untuk mengendalikan demam dan nyeri sendi. Demam biasanya menghilang setelah 2
3 hari. Nyeri otot dan sendi dapat menetap sampai hari ke 5 7 namun pada beberapa kasus
dapat lebih lama lagi. Pasien dengan usia lanjut biasanya mengalami nyeri sendi dan otot selama
beberapa bulan. (1,5)

Cara terbaik untuk mencegah terjadinya penyakit ini adalah dengan mencegah
penyebaran virus dengan mengendalikan vektornya. Yaitu dengan mengeliminasi tempat
perkembangbiakan nyamuk. (5)

1. Etiologi (1,2,3,4)
Demam chikungunya disebabkan oleh virus chikungunya (CHIKV), yang disebut juga
Buggy Creek virus. Virus ini termasuk dalam genus Alphavirus dari famili Togaviridae. Selain
virus chikungunya,terdapat juga anggota Alphavirus lainnya yang dapat menyebabkan demam,
ruam, dan artralgia, seperti virus Onyong-nyong, Mayaro, Barmah Forest, Ross River, dan
Sindbis. Virus chikungunya paling dekat hubungannya dengan virus Onyong-nyong, meskipun
secara genetik berbeda. Virus chikungunya terdiri dari 1 molekul single strand RNA, yang
dibungkus oleh membran lipid, berbentuk spherical dan pleomorphic,dengan diameter 70 nm.
Pada permukaan envelope didapatkan glikoprotein, yang terdiri dari 2 protein virus berbentuk
heterodimer. Nucleocapsids virus ini isometrik dengan diameter 40 nm.1 Sekuens genom
lengkapnya terdiri dari 11.805 nukleotida. Virus ini berkembangbiak dalam sitoplasma sel
inangnya. Virus dapat menyerang manusia dan hewan. Virus ini berpindah dari satu penderita ke
penderita lain melalui gigitan nyamuk, terutama dari genus Aedes, seperti Aedes aegypti.
Nyamuk Aedes aegypti (yang juga menularkan demam dengue dan demam kuning) merupakan
vektor utama untuk demam chikungunya. Virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti ini
akan berkembang biak di dalam tubuh manusia. Virus dapat menyerang semua usia, baik anakanak maupun dewasa. Virus ini pertama kali diisolasi pada tahun 1952-1953 keduanya dari
manusia dan nyamjuk selama epidemi demam yang secara klinis sulit dibedakan dari demam
dengue di Tanzania. Virus ini merupakan virus RNA untai tunggal, tidak tahan panas dan sensitif

terhadap suhu lebih dari 58oC. Terdapat tiga antigen dan genotip yang berbeda yang berhasil
diidentifikasi: dua kelompok filogenetik dari Afrika dan satu dari Asia. Strain virus
Chikungunyayang diisolasi di India selama wabah tahun 2006 sangat dekat dengan strain yang
diisolasi di pulau Runion pada tahun yang sama.
Aedes aegypti merupakan vektor yang bertanggung jawab terhadap transmisi dalam
lingkungan perkotaan sedangkan Aedes albopictus bertanggung jawab terhadap penyebaran
penyakit ini dalam pedesaan. Penelitian yang terbaru menunjukkan bahwa virus ini teah
bermutasi sehingga dapat ditransmisikan oleh Aedes albopictus. Nyamuk Aedes berkembang
biak dalam lingkungan rumah seperti di vas bunga, tempat penyimpanan air, pendingin udara,
dan lain-lain. Serta di luar rumah seperti lokasi pembangunan, tempurung kelapa, brang-barang
rongsokan (ban bekas, lastik, dan kaleng-kaleng, dan lain-lain). Nyamuk betina dewasa
beristirahat di daerah yang dingin dan gelap di lingkungan rumah maupun di luarnya dan hanya
menggigit di siang hari.

2. Epidemiologi (3,5,9)
Virus Chikungunya pertama kali diidentifikasi di Afrika Timur tahun 1952. Virus ini terus
menimbulkan epidemi di wilayah tropis Asia dan Afrika. Di Indonesia Demam Chikungunya
dilaporkan pertama kali di Samarinda tahun 1973. Kemudian berjangkit di Kuala Tunkal, Jambi,
tahun 1980. Tahun 1983 merebak di Martapura, Ternate dan Yogyakarta. Setelah vakum hampir
20 tahun, awal tahun 2001 kejadian luar biasa (KLB) demam Chikungunya terjadi di Muara

Enim, Sumatera Selatan dan Aceh. Disusul Bogor bulan Oktober. Demam Chikungunya
berjangkit lagi di Bekasi Jawa Barat, Purworejo dan Klaten Jawa Tengah tahun 2002.
CHIKV sebagai penyebab demam Chikungunya masih belum diketahui pola masuknya ke
Indonesia. Sekitar 200-300 tahun lalu CHIKV merupakan virus pada hewan primata di tengah
hutan atau savana di Afrika. Satwa primata yang dinilai sebagai pelestari virus adalah bangsa
baboon (Papio sp), Cercopithecus sp. Siklus di hutan (sylvatic cycle) di antara satwa primata
dilakukan oleh nyamuk Aedes sp (Ae africanus, Aeluteocephalus, Ae opok, Ae. furciper, Ae
taylori, Ae cordelierri). Pembuktian ilmiah yang meliputi isolasi dan identifikasi virus baru
berhasil dilakukan ketika terjadi wabah di Tanzania 1952-1953.
Setelah beberapa lama, karakteristik CHIKV virus yang semula bersiklus dari satwa primatanyamuk-satwa primata, dapat pula bersiklus manusia-nyamuk-manusia. Tidak semua virus asal
hewan dapat berubah siklusnya seperti itu. Di daerah permukiman (urban cycle), siklus virus
chikungunya dibantu oleh nyamuk Aedes aegypti.

Beberapa negara di Afrika yang dilaporkan telah terserang virus chikungunya adalah Zimbabwe,
Kongo, Burundi, Angola, Gabon, Guinea Bissau, Kenya, Uganda, Nigeria, Senegal, Central
Afrika, dan Bostwana. Sesudah Afrika, virus chikungunya dilaporkan di Bangkok (1958),
Kamboja, Vietnam, India dan Sri Lanka (1964), Filipina dan Indonesia (1973). Chikungunya
pernah dilaporkan menyerang tiga korp sukarelawan perdamaian Amerika (US Peace Corp
Volunteers) yang bertugas di Filipina, 1968. (7)
Hasil penelitian terhadap epidemiologi penyakit chikungunya di Bangkok Thailand dan Vellore
Madras, India menunjukkan bahwa terjadi gelombang epidemi dalam interval 30 tahun. Satu

gelombang epidemi umumnya berlangsung beberapa bulan, kemudian menurun dan bersifat
ringan sehingga sering tidak termonitor. Gelombang epidemi berkaitan dengan populasi vektor
(nyamuk penular) dan status kekebalan penduduk. Pengujian darah (serologik) penyakit
chikungunya sering tidak mudah karena serum chikungunya mempunyai reaksi silang dengan
virus lain dalam satu famili. (4)
Dari beberapa literatur tampak ada kecenderungan gelombang epidemi 20 tahunan. Fenomena ini
sering dikaitkan dengan perubahan iklim dan cuaca. Antibodi yang timbul dari penyakit ini
membuat penderita kebal terhadap serangan virus selanjutnya. Perlu waktu panjang bagi
penyakit ini untuk merebak kembali.

Tabel 1. Distribusi kasus demam chikungunya di dunia(5)

Tabel 2. Distribusi KLB demam chikungunya di Indonesia tahun 2001-Maret 2003 (5)

Tabel 3. Situasi KLB demam chikungunya di Indonesia tahun 2001-2004 (5)

3. Patogenesis (1,2)
Virus chikungunya ditemukan dalam kelenjar nyamuk vektor. Jumlah virus yang dapat
memperbanyak diri pada nyamuk dari berbagai strain sangat bervariasi, yakni antara 1046-1074
PFU setiap nyamuk. Penelitian de Moor dan Stephen menunjukkan bahwa tingkat endemisitas
virus chikungunya sangat berhubungan erat dengan populasi nyamuk Aedes di daerah tersebut.
Lamanya kehidupan nyamuk tersebut merupakan faktor penting yang menentukan luas tidaknya
penyebaran virus chikungunya. Hampir keseluruhan data menunjukkan bahwa infeksi
chikungunya terjadi di wilayah dimana nyamuk Aedes yang terinfeksi virus chikungunya
menggigit manusia. Apabila nyamuk ditemukan sangat banyak dan menggigit banyak orang di
sekitarnya maka kemungkinan kejadian infeksi dapat diestimasikan sangat tinggi, terutama pada
ibu dan anak yang selalu tinggal di rumah sejak pagi hingga sore hari. Otot rangka merupakan
tempat utama replikasi virus. Pada tikus didapatkan adanya miositis, serta perdarahan saluran
cerna dan subkutan. Isolasi virus chikungunya kebanyakan diperoleh dari kasus-kasus berat
dengan manifestasi perdarahan dan kelainan otot yang umumnya pada penderita dewasa. Pada
manusia, virus chikungunya sudah dapat menimbulkan penyakit dalam 2 hari sesudah gigitan
nyamuk. Penderita mengalami viremia yang tinggi dalam 2 hari pertama sakit.

Viremia berkurang pada hari ke-3 atau ke-4 demam, dan biasanya menghilang pada hari ke-5.
Silent infection dapat terjadi, akan tetapi bagaimana hal itu bisa terjadi belum dapat dimengerti.
Antibodi yang timbul dari penyakit ini membuat penderita kebal terhadap serangan virus
selanjutnya. Oleh karena itu perlu waktu panjang bagi penyakit ini untuk merebak kembali.
Infeksi akut ditandai dengan timbulnya IgM terhadap IgG antichikungunya yang diproduksi
sekitar 2 minggu sesudah infeksi.

4. Gambaran klinis (1,4)


Virus Chikungunya menyebabkan demam pada sebagian besar penderita dengan periode
inkubasi 2 4 hari sejak gigitan nyamuk. Viremia ini menetap selama 5 hari sejak onset klinis.
Gambaran klinis yang umum adalah demam (92%) biasanya juga disertai dengan Arthralgia
(87%), nyeri punggung (67%) dan sakit kepala (62%). Demam ini bervariasi mulai dari demam
ringan sampai berat, yang menghilang dalam 24 sampai 48 jam. Demam ini biasanya terjadi
mendadak sampai 39-40oC, dengan menggigil dan kekakuan dan biasanya menghilang dengan
pemberian antipiretik. Tidak ada variasi diurnal untuk demam ini.
Dalam kasus wabah yang terbaru ini banyak pasien yang mengeluhkan arthralgia tanpa
demam. Nyeri sendi tamaknya semakin memburuk pada pagi hari, yang kemudian berkurang
dengan aktivitas ringan. Nyeri sendi ini dapat menghilang selama 2-3 hari yang kemudian
muncul lagi dengan pola pelana kuda. Poliartritis migran dengan efusi juga dapat dijumpai pada
70% kasus, namun menghilang sendiri. Pergelangan kaki, tangan, dan sendi-sendi kecil paling
sering terkena. Sendi besar seperti lutut dan tulang belakang juga dapat terlibat. Terdapat
kecenderungan keterlibatan sendi dengan riwayat trauma atau degenerasi.

Pekerjaan yang banyak menggunakan sendi kecil lebih sering terkena (misalnya sendi
interfalang pada penyadap karet, pergelangan kaki pada orang yang banyak berdiri dan berjalan
misalnya polisi). Fenomena pembungkukkan ini kemungkinan terjadi akibat dari tungkai bawah
dan keterlibatan punggung yang mendorong pasien membungkuk ke depan.
Gejala klinis lain. Ruam makulopapular transien dapat terjadi pada 50% pasien. Erupsi
makulopapular dapat menetap lebih dari 2 hari pada 10% kasus. Ulkus intertriginosa dan erupsi
vesikobulosa juga dapat ditemukan. Beberapa orang mengalami lesi angiomatosa dan lebih
sedikit yang mengalami purpura. Stomatitis ditemukan pada 25% pasien dan ulkus oral pada
15% pasien. Eritema nasal diikuti dengan hiperpimentasi fotosensitif (20%) sering ditemukan
pada epidemi yang baru-baru ini terjadi. Dermatitis eksfolitiva yang terjadi pada tungkai dan
wajah ditemukan pada 5% kasus. Epidermolisis bullosa juga ditemukan pada anak-anak.
Sebagian besar lesi yang timbul ini dapat sembuh sempurna kecuali pada kasus dimana
hiperpigmentasi yang fotosensitif ini menetap.
Fotofobia dan nyeri retro-orbital juga pernah ditemukan. Meskipun jarang terjadi pada
orang dewasa, namun anak-anak terutama neonatus dapat mengalami muntah dan/atau diare dan
meningo-ensefalitis. Manifestasi neurologis seperti ensefalitis, kejang demam, sindrom
meningeal dan ensefalopati akut juga pernah dilaporkan. Neuroretinitis dan uveitis pada salah
satu mata atau kedua mata juga pernah dilaporkan. Manifestasi okuler yang berkaitan dengan
wabah epidemi dai infeksi virus chikungunya di India Selatan meliputi uveitis anterior
granulomatosa dan nongranulomatosa, neuritis optik, neuritis retrobulbar, dan lesi dendritik.
Prognosis visual biasanya baik, dimana penglihatan sebagian besar pasien ini kembali normal.

Bentuk artralgia yang persisten telah dtemukan pada tahun 1980 di Afrika Selatan, dimana
sebuah penelitian retrospektif menunjukkan resolusi yang sempurna pada 87,9 %;, 3,7 %

mengalami kekakuan episodik dan nyeri, 2.8% mengalami kekakuan yang persisten tanpa nyeri
dan 5.6% mengalami keterbatasan pergerakan sendi yang persisten dan menyakitkan.
Enthesopathy dan tendinitis dari tendoachilles ditemukan pada 53% pasien yang mengalami
keterlibatan muskuloskeletal. Sekuele neurologis, emosional dan dermatologis juga dapat
ditemukan.
Chikungunya pada bayi dan anak umumnya ringan dan sangat jarang ditemukan kasus yang
serius atau fatal. Tanda dan gejala yang ditemukan pada bayi dan anak di antaranya:

Demam

Menggigil

Sakit kepala

Mual dan muntah

Sakit pada persendian

Ini merupakan gejala utama. Kadang disertai bengkak dan kemerahan pada sendi. Gejala ini
dapat menetap bahkan sampai beberapa minggu setelah penyakit sembuh.

Bintik kemerahan di kulit

Pedarahan gusi dan mimisan

Gejala dan tanda tersebut biasanya mulai timbul sekitar 3-7 hari setelah gigitan nyamuk.

Tabel 5. Temuan klinik demam dengue klasik, demam chikungunya dan demam berdarah dengue
(5)

Keterangan: 1+=1-25% 2+=26-50% 3+=51-75% 4+=76-100%

Tabel 6. Gejala konstitusional non-spesifik demam berdarah dengue dan demam chikungunya
berbeda bermakna secara statistik; bayi di bawah 5 bulan (5)

Tabel 7. Perbandingan antara demam berdarah dengue dan demam chikungunya (5)
5. Perbedaan gejala penyakit DBD dan chikungunya (1,5)
Gejala penyakit Chikungunya antara lain: Demam tinggi (39C), nyeri pada persendian (gejala
khas demam chikungunya, mulai nyeri sendi ringan sampai berat, bahkan bisa sampai tidak bisa
berjalan), tidak nafsu makan, lemah, mual, sakit kepala, timbul ruam merah pada kulit.
Nyeri sendi pada Penyakit Chikungunya sangat khas, nyeri berat dan pegal pada sendi-sendi,
sering sampai tidak bisa berjalan terutama pagi hari saat bangun tidur . Ruam merah pada
penyakit Chikungunya agak berbeda dengan DBD, dimana pada penyakit Chikungunya ruam
merahnya lebih melebar agak timbul sehingga terkesan kulit agak lebih tebal .

Gejala penyakit demam berdarah dengue : Demam secara tiba-tiba 2-7 hari, disertai sakit kepala
berat, sakit pada sendi dan otot (myalgia dan arthralgia), ruam merah pada kulit, pendarahan
pada hidung dan gusi, sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare. (10)
Nyeri sendi pada DBD tidak sehebat pada Chikungunya. Ruam merah pada DBD mempunyai
ciri-ciri merah terang, berbercak, biasanya timbul lebih dulu pada kaki , tangan dan kemudian
bisa menyebar keseluruh tubuh. Ruam tersebut bila diraba permukaannya sama dengan kulit
dalam keadaan normal. (10)
6. Pemeriksaan laboratorium (1,5,6)
Tes laboratorium yang umum digunakan untuk mengetahui chikungunya adalah RT-PCR,
isolasi virus, dan tes serologis.

Isolasi virus tes laboratorium yang paling akurat tetapi membutuhkan waktu
1-2 minggu.

RT-PCR hasil dapat diterima dalam 1-2 hari

Tes serologis dibutuhkan darah dalam volume yang lebih banyak dbandingkan
metode yang lain. Menggunakan cara ELISA untuk mengukur IgM Chikungunya.
Hasil diperoleh setelah 2-3 hari. Dan false positif dapat ditemukan dengan infeksi
virus seperti O'nyong'nyong virus dan Semliki Forest Virus.

7. Diagnosa (1,5)
Diagnosis demam chikungunya ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Dari anamnesis ditemukan keluhan demam, nyeri sendi, nyeri otot,
sakit kepala, rasa lemah, mual, muntah, fotofobia serta daerah tempat tinggal penderita yang
berisiko terkena demam chikungunya. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya ruam
makulopapuler, limfadenopati servikal, dan injeksi konjungtiva.

Pada pemeriksaan hitung lekosit, beberapa pasien mengalami lekopenia dengan limfositosis
relatif. Jumlah trombosit dapat menurun sedang. Laju endap darah akan meningkat. C-reactive
protein positif pada kasus-kasus akut.
Berbagai pemeriksaan laboratorium tersedia untuk membantu menegakkan diagnosis, seperti
isolasi virus dari darah, tes serologi klasik seperti uji hambatan aglutinasi/HI (Charles & Casals),
complement fixation/CF (Futton & Dumbell), dan serum netralisasi; tes serologi modern dengan
tehnik IgM capture ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay); tehnik super modern dengan
pemeriksaan PCR; serta teknik yang paling baru dengan RT-PCR (2002). Dengan menggunakan
tes serologi klasik diagnosis sangat tergantung pada penemuan peningkatan titer antibodi sesudah
sakit. Biasanya pada serum yang diambil saat hari ke-5 demam tidak ditemukan antibodi HI, CF
ataupun netralisasi. Antibodi netralisasi dan HI baru ditemukan pada serum yang diambil saat 2
minggu atau lebih sesudah serangan panas timbul. Diagnosis yang akurat dapat diperoleh dari
serum yang diambil sesudah sakit dengan metode IgM capture ELISA. Isolasi virus dapat dibuat
dengan menyuntikan serum akut dari kasus tersangka pada mencit atau kultur jaringan.
Diagnosis pasti adanya infeksi virus chikungunya ditegakkan bila didapatkan salah satu hal
berikut:
1. Peningkatan titer antibodi 4 kali lipat pada uji hambatan aglutinasi (HI)
2. Virus chikungunya (CHIKV) pada isolasi virus
3. IgM capture ELISA
Untuk diagnosis serologi diperlukan 10-15 ml serum whole blood. Serum fase akut diambil
diambil segera sesudah muncul manifestasi klinis dan serum fase konvalesensi diambil 10-14
hari sesudah sampel pertama. Sampel dibawa ke laboratorium dalam suhu 4C (tidak dalam
keadaan beku).

Bila pemeriksaan tidak dapat segera dilakukan, maka serum dipisahkan dari sampel dan
disimpan dalam freezer secepatnya. Diagnosis serologi dapat ditegakkan bila didapatkan
peningkatan kadar antibodi 4 kali lipat antara serum fase akut dan konvalesensi atau
didapatkannya antibodi IgM spesifik terhadap virus chikungunya (CHIKV). Tes serodiagnostik
memperlihatkan peningkatan titer IgG CHIKV 4 kali lipat antara serum fase akut dan
konvalesen. Akan tetapi, pengambilan serum berpasangan biasanya tidak dilakukan. Sebagai
alternatif, dapat dilakukan pemeriksaan IgM spesifik terhadap virus chikungunya pada serum
fase akut bila serum berpasangan tidak dapat dikumpulkan. Tes yang biasa digunakan adalah
IgM capture ELISA (MAC-ELISA). Hasil MAC-ELISA dapat diperoleh dalam 2-3 hari. Reaksi
silang dengan antibodi Flavivirus, seperti Onyong-nyong dan Semliki Forest terjadi pada
pemeriksaan MAC-ELISA. Akan tetapi virus-virus tersebut relatif jarang di Asia Tenggara. Bila
diperlukan konfirmasi lebih lanjut dapat dilakukan tes neutralisasi dan Hemagglutination
Inhibition Assay (HIA). (5)
Isolasi virus merupakan tes definitif terbaik. Untuk pemeriksaan ini diperlukan whole blood
sebanyak 2-5 ml yang dimasukkan dalam tabung berheparin. Sampel diambil saat minggu
pertama sakit, dibawa dengan es ke laboratorium. Virus chikungunya akan memberikan efek
cytopathic terhadap berbagai dinding sel seperti sel BHK-21, HeLa dan Vero. Efek cytopathic itu
harus dikonfirmasi dengan antiserum spesifik dan hasilnya dapat diperoleh dalam 1-2 minggu.
Isolasi virus dilakukan di laboratorium BSL-3 untuk mengurangi risiko transmisi virus.
Pemeriksaan kultur virus yang positif dilengkapi dengan neutralisasi memberikan diagnosis
definitif adanya virus chikungunya. (1)

Baru-baru ini telah dikembangkan tehnik reverse transcriptasepolymerase chain reaction (RTPCR) untuk mendiagnosis virus chikungunya yang menggunakan nested primer pairs amplifying
specific components dari 3 struktural gene regions, yakni Capsid (C), Envelope E-2 dan bagian
dari Envelope E-1. Hasil PCR dapat diperoleh dalam 1-2 hari. Spesimen untuk pemeriksaan PCR
adalah sama dengan untuk isolasi virus, yakni whole blood yang di beri heparin. 1 Hasil PCR
untuk genom E-1 dan C baik secara sendiri ataupun bersama-sama memberikan hasil positif
untuk virus chikungunya. Akan tetapi pemeriksaan khusus di atas lebih banyak digunakan untuk
kepentingan epidemiologi dan penelitian, jarang dilakukan dalam praktik klinik sehari-hari. Oleh
karena itu WHO membuat definisi kasus infeksi chikungunya sebagai berikut: (5,8)
1. Kasus tersangka
Suatu kesakitan yang onsetnya akut, ditandai oleh timbulnya demam mendadak diikuti oleh
gejala-gejala berupa artralgia, sakit kepala, nyeri punggung, fotofobia, dan ruam.
2. Kasus probabel
Klinis seperti di atas dan serologi positif (pemeriksaan sampel serum tunggal yang diambil
selama fase akut atau konvalesensi)
3. Kasus konfirmasi
Kasus probabel dengan disertai salah satu dari berikut ini:
- Kenaikan titer antibodi HI sebesar 4 kali pada sampel serum berpasangan
- Deteksi antibodi Iq M
- Isolasi virus dari serum
- Deteksi asam nukleat virus Chikungunya pada serum dengan RT-PCR

8. Pengobatan (1)
Demam Chikungunya termasuk self limiting disease atau penyakit yang sembuh dengan
sendirinya. Tak ada vaksin maupun obat khusus untuk penyakit ini. Pengobatan yang diberikan
hanyalah terapi simptomatis atau menghilangkan gejala penyakitnya, seperti obat penghilang
rasa sakit atau demam seperti golongan parasetamol.
Antibiotika tidak diperlukan pada kasus ini. Penggunaan antibiotika dengan
pertimbangan mencegah infeksi sekunder tidak bermanfaat.
Untuk memperbaiki keadaan umum penderita dianjurkan makan makanan yang bergizi,
cukup karbohidrat dan terutama protein serta minum sebanyak mungkin. Perbanyak
mengkonsumsi buah-buahan segar atau minum jus buah segar.
Pemberian vitamin peningkat daya tahan tubuh mungkin bermanfaat untuk penanganan
penyakit. Selain vitamin, makanan yang mengandung cukup banyak protein dan karbohidrat juga
meningkatkan daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang bagus dan istirahat cukup bisa
mempercepat penyembuhan penyakit. Minum banyak juga disarankan untuk mengatasi
kebutuhan cairan yang meningkat saat terjadi demam.
9.

Pencegahan (5)

Satu-satunya cara menghindari penyakit ini adalah membasmi nyamuk pembawa virusnya yaitu
nyamuk aedes aegypti. Nyamuk ini, senang hidup dan berkembang biak di genangan air bersih
seperti bak mandi, vas bunga, dan juga kaleng atau botol bekas yang menampung air bersih.
Selain itu, nyamuk bercorak hitam putih ini juga senang hidup di benda-benda yang
menggantung seperti baju-baju yang ada di belakang pintu kamar. Selain itu, nyamuk ini juga
menyenangi tempat yang gelap dan pengap.

Cara yang sering dipakai antara lain:

Menguras bak mandi

Menutup tempat penampungan air

Mengubur sampah terutama yang dapat menampung air

Menaburkan larvasida

Memelihara ikan pemakan jentik

Pengasapan

Pemakainan obat anti nyamuk

Pemakaian kawat kasa di rumah

Insektisida yang digunakan untuk membasmi nyamuk ini adalah dari golongan malation,
sedangkan themopos untuk mematikan jentik-jentiknya. Malation dipakai dengan cara
pengasapan, bukan dengan menyemprotkan ke dinding. Hal ini dikarenakan nyamuk Aedes
aegypti tidak suka hinggap di dinding, melainkan pada benda-benda yang menggantung.
11. Prognosis(1,5)
Prognosis penderita demam chikungunya cukup baik sebab penyakit ini tidak menimbulkan
kematian. Belum ada penelitian yang secara jelas memperlihatkan bahwa demam chikungunya
dapat secara langsung menyebabkan kematian. Karena infeksi virus chikungunya baik klinis
ataupun silent akan memberikan imunitas seumur hidup, maka penyakit ini sulit menyerang
penderita yang sama. Tubuh penderita akan membentuk antibodi yang akan membuatnya kebal
terhadap serangan virus ini di kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sumarno S et all, 2008 : Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis hal 226-223
2. Safar, Rosdiana. 2003. Parasitologi kedokteran: Entomologi. Padang:Fakultas Kedokteran
Universitas Baiturrahmah.
3.

Ann M. Powers and Christopher H. Logue,2007: Changing patterns of chikungunya virus:


re-emergence of a zoonotic arbovirus dari Journal of Virology

4. I-C Sam, MRCPath, S AbuBakar, PhD, 2006 : Chikungunya Virus Infection dari Med J
Malaysia Vol 61 No 2
5. Widodo

Judarwanto,

2009

Penata

Laksanaan

Demam

Chikungunya

from

http://feverclinic.wordpress.com/2009/02/20/apa-sih-demam-chikungunya/
6. Eppy 2006, Demam chikungunya dari Jurnal Kedokteran Medicinus edisi April-Juni 2008,
hal. 22., Jakarta
7. Ann

M.

Powers,

2009

Overview

of

Emerging

Arboviruses

dari

http://www.medscape.com/viewarticle/708398_3
8. Gilles Pialoux, Bernard-Alex Gazre, Stphane Jaurguiberry, Michel Strobel, 2007 :
Chikungunya, an epidemic arbovirosis dari http://infection.thelancet.com Vol 7 May 2007
9.

Kanti Laras et all, 2004 : Tracking the re-emergence of epidemic chikungunya virus in
Indonesia, Transactions of the Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene (2005) 99,
128141

10. Halstead S, 2007, Dengue and Dengue Haemorraghic Fever, Nelsons Texbook of
Pediatrics 18th Edition hal. 1092-1094

Anda mungkin juga menyukai