Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Critical book report adalah kegiatan membuat laporan mengenai kritikan
terhadap sebuah buku. Dengan melakukan critical book report, pelakunya tentu
telah membacanya dan memahami apa yang dipaparkan dalam buku yang dikritik.
Dengan demikian, si pengkritik tidak akan dapat mengkritik sebuah buku tanpa
membacanya terlebih dahulu.
Critical book report yang diuraikan di sini ada satu buku dengan buku
pembanding yaitu buku satu yang berjudul Sistem Sosial Indonesia dengan buku
pembandingnya yang berjudul Sistem Sosial Budaya Indonesia. Buku di atas akan
dijelaskan dan dikritik secara garis besarnya saja dengan perbandingan buku
sehingga dapat diketahui apa sebenarnya isi buku itu dan apa kelebihan serta
kekurangannya.
Pengkritikan di sini seperti yang sudah diutarakan di atas bahwa hanya
terbatas pada gambaran secara umum isi buku. Hal ini dilakukan karena kegiatan
ini adalah kegiatan kritikal bukan mengkopi isi buku.
Satu hal yang kiranya sedikit menarik dalam critical book report ini adalah
memberi penilaian terhadap buku yang dikritik. Memang secara mudah, kalau
namanya kritik tentu ada diutarakan apa kelebihan dan apa kekurangan. Nah,
demikian juga dengan critical yang dimaksud di sini. Setiap buku akan diberi
komentar mengenai apa kelebihannya dibandingkan dengan buku lain serta apa
pula kekurangannya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran umum isi buku yang berjudul Sistem Sosial Indonesia ?
2. Bagaimana kekurangan dan kelebihan buku yang berjudul Sistem Sosial
Indonesia jika dibandingkan dengan buku Sistem Sosial Budaya Indonesia?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui gambaran umum isi buku yang berjudul Sistem Sosial
Indonesia.
2. Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan buku yang berjudul Sistem Sosial
Indonesia jika dibandingkan dengan buku Sistem Sosial Budaya Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.

Identitas Buku
1

Judul
Penulis

: Sistem Sosial Indonesia


: Prof. J. Nasikun

ISBN

: 978-602-7544-91-8

Penerbit
Tahun terbit
Urutan cetakan
Dimensi buku
Tebal buku

: Ombak
: 2013
: Cetakan kedua
: 14,5 x 21 cm
: vi + 122 halaman

2.2.

Gambaran Umum Buku


Konflik dan integritas nasional masih akan tetap menjadi masalah yang

rawan bagi bangsa Indonesia untuk suatu jangka waktu yang masih cukup lama di
masa-masa mendatang akan mengakibatkan kepentingan-kepentingan berbagai
golongan menjadi semakin mengemuka dan saling berhadapan satu sama lain.
Konflim pada hakekatnya merupakan suatu gejala sosial yang melekat didalam
kehidupan setiap masyarakat dan oleh karenanya melekat pula di dalam
kehidupan setiap bangsa. Akan tetapi, konflik-konflik sosial didalam berbagai
masyarakat senantiasa memiliki derajat dan polanya masing-masing. Mengapa ?
Oleh karena sumber yang menyebabkannya pun mempunyai ragam dan pola yang
tidak sama pula. Apabila kia menerima pernyataan tersebut, maka pertanyaan kita
kemudian ialah : faktor-faktor layen apakah yang sesungguhnya telah
menyebabkan timbulnya semua pertentangan-pertentangan tersebut diatas, dan
yang senantiasa akan menjadi sumber yang bersifat laten pula bagi konflik-konflik
sosial yang mungkin saja terjadi di Indonesia di kemudian hari ?.
Sementara itu dengan pengertian-pengertian yang mendalam tentang
sumber-sumber laten yang menyebabkan timbulnya konflik-konflik sosial didalam
masyarakat kita, kita memiliki kemungkinan yang lebih besar pula untuk
menyusun suatu kebijaksanaan yang bersifat fundamental untuk mengeliminir
sumber-sumber konflik tersebut serta menghindarkan kemungkinan timbulnya
konflik-konflik sosial semacam itu di kemudian hari. Dengan kata lain, jawaban
atas pernyataan timbulnya konflik-konflik sosial di dalam masyarakat kita,
diharapkan sekaligus akan membawa kita kepada jawaban atas pertanyaan kita
yang

lebih

penting

yakni

faktor-faktor

apakah

yang

sebaliknya

mengintegritaskan masyarakat Indonesia yang emiliki kondisi-kondisi konflik


semacam itu?.
2

Buku ini hanya ingin memperkenalkan dua diantara sekian banyak sudut
pendekatan sosiologi yang paling kontroversial di dalam menganalisis masalah
konflik dan integrasi, sambil mengintip kemungkinan untuk menyusun suatu
sintesis di antara keduanya sedemikian rupa sehingga ia akan lebih realistis untuk
menganalisa sistem sosial di Indonesia.
2.3.

Ringkasan Isi Bab pada Buku


Ringkasan isi buku berisikan tentang garis besar di setiap bab pada buku,

serta perbandingan buku utama dengan buku pembanding.


2.3.1. Pendekatan Teoritis
Suatu sistem sosial pada dasarnya tidak lain adalah suatu sistem daripada
tindakan-tindakan. Ia terbentuk dari interaksi sosial yang terjadi diantara berbagai
individu, yang tumbuh dan berkembang diantara tidak secara kebetulan,
melainkan tumbuh dan berkembang di atas standar penilaian umum yang
disepakati bersama oleh para anggota masyarakat. Yang paling penting di antara
berbagai standar penilaian umum tersebut, adalah apa yang kita kenal sebagai
norma-norma sosial. Norma-norma sosial itulah yang sesungguhnya membentuk
struktur sosial. Melalui mekanisme pengendalian konflik-konflik sosial yang
efektif, konflik-konflik sosial diantara berbagai kelompok kepentingan justru akan
menjadi kekuatan yang mendorong terjadinya perubahan sosial yang tidak akan
mengenal akhir.

2.3.2. Struktur Majemuk Masyarakat Indonesia


Menurut Nasikun masyarakat majemuk merupakan struktur masyarakat
Indonesia ditandai oleh dua cirinya yang bersifat unik. Secara horizontal, ia
ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaanperbedaan suku bangsa, perbedaan agama adat-istiadat serta perbedaan
kedaerahan. Secara vertikal, struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya
perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup

tajam. Konsep tersebut juga ada pada buku utama yaitu Sistem Sosial Indonesia
dan buku pembanding yang berjudul Sistem Sosial Budaya Indonesia
Sedangkan konsep Furnivall tentang masyarakat majemuk merupakan
perbedaan-perbedaan suku bangsa, perbedaan agama, adat dan kedaerahan sering
kali disebut sebagai ciri masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk, suatu
istilah yang mula-mula sekali diperkenalkan oleh Furnivall untuk mengambarkan
masyarakat Indonesia pada masa Hindia-Belanda.
Oleh sebab itu konsep masyarakat majemuk sebagaimana yang banyak
dipergunakan oleh ahli-ahli ilmu kemasyarakatan dewasa ini memang merupakan
perluasan dari Furnivall. Konsep Furnivall juga ada pada kedua buku.
Oleh karena itu sebelum penulis buku Sistem Sosial Indonesia merumuskan
pengertian masyarakat majemuk sebagaimana yang akan penulis pergunakan
dalam penulisan ini, barangkali ada baiknya kita mengetahui lebih dahulu
pengertian masyarakat majemuk sebagaimana yang dimaksudkan oleh Furnivall.
Masyarakat Indonesia pada masa Hindia-Belanda, demikian menurut Furnival,
adalah merupakan suatu masyarakat majemuk (plural societies), yakni merupakan
masyarakat yang terdiri atas dua elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada
pembauran satu sama lain di dalam sustu kesatuan politik. Suatu masyarakat
majemuk tidak dapat disamakan dengan masyarakat yang memiliki unit-unit
kekerabatan yang bersifat segmenter, akan tetapi sekaligus juga tidak dapat
disamakan dengan masyarakat yang memiliki diferensiasi atau spesialisasi tinggi.

2.3.3. Struktur

Kepartaian

sebagai

Perwujudan

Struktur

Sosial

Masyarakat Indonesia
Melihat struktur politik yang demikian, kita menjadi lebih mengerti betapa
konflik-konflik antara partai politik di Indonesia pada masa yang silam, untuk
sebagian, pada dasarnya merupakan antara kelompok sosial kultural berdasarkan
perbedaan suku bangsa, agama, daerah dan stratifikasi politik. Tentu saja tidak
dapat disangkal bahwa perilaku politik dari berbagai partai politik di Indonesia di
dalam hubungannya jauh lebih kompleks daripada sekedar bersumber didalam

perbedaan suku bangsa, agama, daerah dan stratifikasi sosial. Kompleksitas itulah
yang telah membuka kemungkinan timbulnya berbagai kepartaian dan perilaku
politik yang wujudkan oleh berbagai partai politik di Indonesia.
Herbert Feith, misalnya, melihat konflik-konflik politik di Indonesia sebagai
konflik ideologis yang bersumber didalam ketegangan-ketegangan antara
pandangan dunia tradisional (tradisi Hindu, Jawa dan Islam) di satu pihak,dengan
pandangan dunia modern (khususnya pandangan dunia barat) dilain pihak.
Perwujudannya dinyatakan oleh konflik idiologis diantara lima buahn aliran
pemikiran politik, yakni : Nasionalisme Radikal, Tardisionalisme Jawa, Islam
Sosialisme Demokrat dan Komunisme.
Donald Hindley, sementara itu, melihat keragaman pola kepartaian di
Indonesia sebagai bersumber didalam 2 macam penggolongan masyarakat
Indonesia yang bersifat silang-menyilang, yakni : penggolongan yang bersifat
keagamaan di satu pihak dan penganut pandangan dunia modern di lain pihak.
Kendati begitu, baik Herbert maupun Donald, melihat juga bagaimana perbedaan
suku bangsa, agama, daerah dan stratifikasi sosial ikut serta memberikan warna
pada penggolongan politik menurut model penglihatan mereka masing-masing.
Pola kepartaian semacam itu tentu saja sudah mengalami perubahanperubahan sesudah dibubarkannya Masyumi, PKI serta terjadinya fungsi partaipartai belum lama berselang. Akan tetapi dasarnya yang bersifat kultural boleh
dipastikan masih tetap belum seberapa mengalami perubahan berhasil tidaknya
fungsi partai-partai politik itu sendiri yang sebagaimana kita ketahui terutama
terjadi atas prakarsa pemerintah, justru akan sangat tergantung pada seberapa jauh
perubahan-perubahan sosial kultural yang mendasari pola kepartaian Indonesia itu
akan terjadi pada masa-masa yang akan datang.
2.3.4. Struktur Masyarakat Indonesia dan Masalah Integrasi Nasional
Dalam buku Sistem Sosial Indonesia karangan Nasikun, struktur
masyarakat Indonesia sebagaimana diuraikan menimbulkan persoalan tentang
bagaimana masyarakat Indonesia terintegrasi pada tingkat nasional. Pluralitas
masyarakat yang bersifat multi-dimensional itu akan dan telah menimbulkan
persoalan tentang bagaimana masyarakat Indonesia terintegrasi secara horizontal,

sementara stratifikasi sosial sebagaimana yang diwujudkan oleh masyarakat


Indonesia akan memberi bentuk pada integrasi nasional yang besifat vertikal.
Beberapa karakteristik yang dapat kita kenali sebagai sifat dasar dari suatu
masyarakat majemuk sebagaimana yang dikemukakan oleh Van den Berghe,
yakni 1) terjadinya segmentasi pada bentuk kelompok-kelompok yang seringkali
memiliki kebudayaan, atau lebih tepat sub-kebudayaan, yang berbeda satu sama
lain; 2) memiliki sruktur sosial yang terbagi-bagi kedalam lembaga yang bersifat
nonkomplomenter; 3) kurang mengembangkan konsensus diantara para anggota
masyarakat tentang nilai-nilai sosial yang bersifat

dasar; 4) secara relatif

seringkali terjadi konflik diantara kelompok yang satu dengan kelompok yang
lain; 5) secara relatif integrasi sosial tumbuh diatas paksaan dan saling
ketergantungan didalam ekonomi; serta 6) adanya dominasi politik oleh suatu
kelompok atas kelompok-kelompok yang lain.
Oleh karena sifat-sifat yang demikian itulah maka Van den Berghe telah
menyatakan kepada kita betapa masyarakat majemuk tidak dapat digolongkan
begitu saja kedalam salah satu diantara dua jenis masyarakat menurut model
analisis Emile Durkheim. Suatu masyarakat majemuk tidak dapat disamakan
dengan masyarakat yang memiliki unit-unit kekerabatan yang besifat segmenter,
akan tetapi sekaligus juga tidak dapat disamakan pula dengan masyarakat yang
memiliki diferensiasi atau spesialiasi yang tinggi.
Untuk lebih memperjelas hal tersebut, marilah kita sejenak kembali
mengikuti pandangan para penganut fungsionalisme struktural di dalam melihat
bagaimana suatu sistem sosial itu terintegrasi. Mengikuti pandangan mereka,
suatu sistem senantiasa terintegrasi diatas landasan dua hal berikut. Pertama, suatu
masyarakat senantiasa terintegrasi diatas tumbuhnya konsensus diantara sebagian
besar anggota masyarakat akan nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat
fundamental. Secara tersendiri, hal ini telah kita uraikan didalam Bab II. Dari
sudut lain, suatu masyarakat senantiasa terintegrasi juga oleh karena berbagaibagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai-bagai kesatuan
sosial (cross-cutting affiliations). Mengapa? Oleh karena itu dengan demikian
setiap konflik yang terjadi diantara suatu kesatuan sosial dengan kesatuankesatuan sosial yang lain segera akan dinetralisir oleh adanya loyalitas ganda

(cross-cutting loyalities) dari para anggota masyarakat terhadap berbagai- bagai


kesatuan sosial.
Menurut pandangan mereka suatu masyarakat majemuk terintegrasi di atas
paksaan dari suatu kelompok atau kesatuan sosial yang dominan atas kelompokkelompok atau kesatuan-kesatuan sosial yang lain. Di samping itu, demikian
menurut mereka, suatu masyarakat majemuk dapat juga terintegrasi oleh karena
adanya saling ketergantungan di antara berbagai kelompok atau kesatuan sosial
tersebut di dalam lapangan ekonomi.
Oleh karena itu Integrasi pada buku yang berjudul Sistem Sosial
Indonesia karangan Nasikun dan buku yang berjudul Sistem Sosial Budaya
Indonesia karangan Jacobus Ranjabar memiliki pendapat yang sama mengenai
sistem sosial Indonesia. Pada kedua buku mengutip konsep-konsep oleh para ahli
yang sama mengenai sistem sosial Indonesia.

BAB III
KRITIK TERHADAP BUKU
Kelebihan Buku
1. Pemilihan kata pada buku ini yang berjudul Sistem Sosial Indonesia adalah katakata yang umum di dengar oleh masyarakat. Buku ini tidak hanya akan dimengerti
oleh kalangan yang mempunyai latar belakang

dari sosial saja, tetapi juga

masyakat dari kalangan yang mempunyai latar belakang selain sosial, misalnya
masyarakat umum atau mahasiswa dari berbagai bidang keilmuan yang berbeda.
7

2. Penyusunan kalimat pada buku yang berjudul Sistem Sosial Indonesia lebih
bervariasi.
3. Teori pendukung pada buku ini cukup memadai dengan beberapa teori dari setiap
BAB daam buku ini, sehingga dapat mendukung tulisan penulis.
4. Judul pada buku ini berkaitan dengan isi yang ada di dalam buku.
5. Pada buku ini juga di lampirkan epilog yang berisikan masyarakat Indonesia dan
tantangan perubahan
6. Buku ini disusun dengan baik. Susunannya sudah sesuai sehingga mudah
dipahami oleh pembaca. Dengan kata lain, susunannya sudah sisitematis.
7. Sumber acuan yang digunakan penulis pada kedua buku untuk menguatkan
pendapat atau poin-poinnya berasal dari pendapat pakar atau ahli dan contohcontoh kata dan kalimat dari berbagai media massa yang beredar.
Kekurangan Buku
1. Pokok bahasan dari setiap BAB terlalu sedikit atau terlalu singkat.
2. Penggunaan tanda baca yang kurang baik dan pengetikannya kurang baik dan
benar.
3. Banyaknya istilah dalam bahasa asing yang jarang didengar oleh masyarakat
biasa.
4. Beberapa materi tidak sesuai dengan buku pembanding.

DAFTAR PUSTAKA
Nasikun. 2013. Sistem Sosial Indonesia. Yogyakarata: Ombok.
Ranjabar, Jacobus. 2006. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Bogor : Ghalia
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai