HARI/TANGGAL PRAKTIKUM
KELOMPOK
:4
ANGGOTA
Lulu Shibrina
Ravi Rasyada
Nada Fadhilah
Maura Syafa
Syafira Aulia
I.
PENDAHULUAN
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, gel kadang-kadang disebut jeli,
merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel
anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu
cairan. Menurut Formularium Nasional, gel adalah sediaan bermassa lembek,
berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawa anorganik atau
makromolekul senyawa
terserap oleh cairan. Gel juga dapat didefinisikan sebagai suatu sistem setengah
padat yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik
yang terkecil atau molekul organic yang besar dan saling diresapi cairan.
(Ansel, 2008).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV penggolongan sediaan gel dibagi
menjadi dua yaitu:
1. Gel sistem dua fase
Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif
besar , massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma misalnya
magma bentonit. Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik,
membentuk
semipadat
jika
dibiarkan
dan
menjadi
cair
pada
terhadap panas, transisi dari sol gel yang terjadi pada saat pemansan atau
pendinginan. Biasanya polivil alcohol yang digunakan sebagai elling agent
untuk aplikasi obat untuk kulit. Pada aplikasinya, gel mongering dengan cepat,
meninggalkan film plastic dengan obat yang kontak dengan kulit. (Aulton dan
Taylor, 2013)
Gel merupakan sediaan setengah padat, bersifat tiksotropi yaitu menjadi
cairan ketika digoyang dan kembali memadat jika dibiarkan tenang. Obat
topikal mengandung dua komponen utama yaitu zat aktif yang merupakan
komponen bahan topikal yang memiliki efek terapeutik dan zat pembawa
sebagai bagian inaktif (Yanhendri dan Yenny, 2012). Bahan antiseptik yang
digunakan sebagai bahan aktif adalah alkohol, klorheksidin dan triklosan
(Jawets et al., 2005). Alkohol sebagai pelarut organik dan dapat melarutkan
lapisan lemak, sebum pada kulit dan mengiritasi kulit pada pemakaian berulang
(Dyer et al., 1998). Digunakan etanol sebagai bahan aktif karena memiliki
aktivitas anti bakteri dan dapat digunakan untuk pemakaian luar (topikal).
Carbomer 940 merupakan gelling agent yang sangat umum digunakan dalam
produksi kosmetik dengan stabilitas dan kompatibilitas yang tinggi (Flory,
1953, cit Lu and Jun, 1998), mudah menyebar pada kulit (Lachman et al, 1994)
dan memiliki sifat iritasi yang sangat rendah pada penggunaan berulang di kulit
(Shu, 2013).
Evaluasi yang dilakukan untuk sediaan gel adalah sebagi berikut:
a. Organoleptis
Uji organoleptis dilakukan secara visual terhadap sediaan gel,
meliputi warna, bau dan bentuk gel, mudah dioleskan, dan tidak
mengandung butiran-butiran kasar.
b. Diameter daya sebar Gel 0,5 gram diletakkan di tengah cawan petri
yang telah ditempeli dengan kertas millimeter blok. Penyebaran gel
diukur dengan diameter gel yang menyebar dari dua sisi 6 setelah
dibiarkan selama 1 menit. Pengukuran diameter gel dimulai tanpa
beban, kemudian ditambahkan beban 50 gram sampai diperoleh daya
sebar yang konstan dan dicatat diameter penyebaran gel setelah 1
menit, dilakukan 3x replikasi dengan cara kerja yang sama.
c. Viskositas
Alat yang digunakan untuk mengukur viskositas adalah viskosimeter.
Pengukuran viskositas dilakukan sebanyak 3 kali replikasi dari ketiga
formula gel tangan sanitizer, dilakukan 3x replikasi dengan cara kerja
yang sama.
d. pH
Sampel ditimbang sebanyak 1 gram. Sebanyak 10 mL akuades pH 7
ditambahkan, lalu dilakukan pengadukan. Setelah homogen dilakukan
pengukuran pH dengan cara memasukan pH meter yang telah
dikalibrasi, didiamkan beberapa saat sehingga didapat pH yang tetap,
dilakukan 3x replikasi dengan cara kerja yang sama.
e. Homogenitas
Pemeriksaan homogenitas sediaan dapat dilakukan dengan cara,
sediaan dioleskan pada dua keping kaca atau bahan transparan lain
yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan
tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979), dilakukan 3x
replikasi dengan cara kerja yang sama.
II.
MONOGRAFI
1. Aquades
Pemerian
rasa
Kelarutan
: larut dalam pelarut polar
Stabilitas
: stabil dalam semua bentuk fisiknya.
Inkompatibilitas : aquades dapat bereaksi dengan obat dan eksipien lain
yang rentan untuk hidrolisis.
Titik didih
: 100 C
pKa/pKb
:Polimorfisme : Ukuran Partike : Bobot Jenis
: 1 g/cm3
pH larutan
:7
Fungsi
: pelarut
(Sweetman et al, 2009)
2. Carbomer
Pemerian
: berwarna putih, asam, serbuk higroskopik.
Kelarutan
:
Stabilitas
:
- Panas
:
- Hidrolisis/oksidas :
- pH
:
Inkompatibilitas :
Titik Lebur
: 260 C
pKa
: 6.00.5
Polimorfisme :
Ukuran Partikel : 0.2m
Bobot Jenis
: 0.3 g/cm3
pH larutan
: 2.5-4
Fungsi
: agen controlled-release, agen pengemulsi,
agen
pensuspensi.
(Sweetman et al, 2009)
3. Etanol
Pemerian
berbentuk kristal prisma atau hexagonal, mempunyai bau yang khas dan
rasa.
Kelarutan
lemak dan parafin cair. Larut dalam asam asetat di aseton dan benzen,
sangat sedikit larut dalam gliserin, praktis tidak larut dalam air
Stabilitas
: formulasi yang mengandung 1% mentol di dalam krim
cair diketahui dapat stabil selama 18 bulan saat disimpan pada suhu
ruangan.
Inkompatibilitas : tidak kompatibel terhadap butilkloral hidrat, camphore,
Titik Lebur
: 34 C Titik didih : 212 C
pKa/pKb
:Polimorfisme : Ukuran Partikel : Bobot Jenis
:pH larutan
:Fungsi
: agen perasa dan agen terapetik.
(Sweetman et al, 2009)
5. TEA
Triethanolamine
Pemerian
: berwarna bening ke kuning pucat, cairan kental
mempunyai sedikit bau amonia.
Kelarutan
: larut dalam aseton, karbon tetraklorida, metanol, benzen
dan air. Agak sukar larut dalam etil eter.
Stabilitas
:
- Panas : TEA dapat berubah warna menjadi coklat apabila terkena cahaya
dan udara.
Inkompatibilitas : TEA dapat bereaksi dengan reagen seperti tionil klorida
untuk mengganti gugus hidroksi dengan halogen. Hasil dari reaksi ini
sangat beracun.
Titik Lebur
pKa/pKb
Polimorfism
Ukuran Partikel
Bobot Jenis
pH larutan
Fungsi
III.
PEMBAHASAN
Gel menurut Farmakope Indonesia IV merupakan sistem semipadat terdiri
dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul
organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan.
Pada praktikum kali ini, telah dibuat sediaan gel handsanitizer dengan
menggunakan etanol 96% sebagai zat aktif, carbopol 940 sebagai gelling agent,
TEA (triethaloamine) sebagai alkalizing agent, menthol sebagaiantiiritan dan
korigen odoris (memperbaiki bau), parfum grape sebagai korigen odoris,
pewarna ungu sebagai korigen coloris (memperbaiki warna), serta aquades
sebagai pelarut. Etanol merupakan cairan yang mudah menguap, jernih, tidak
berwarna, serta berbau khas. Etanol memiliki sifat antibakteri, sehingga
digunakan sebgai zat aktif pada kebanyakan handsanitizer.Menurut Harrys
Cosmeticology, handsanitizer adalah sediaan gel yang berfungsi untuk
menghilangkan, membunuh kuman, mikroorganisme dan virus dengan resiko
kecil dan tanpa kerusakan permanen pada kulit. Syarat yang harus dipenuhi
sediaan handsanitizer ini adalah memiliki pH yang sesuai dengan pH normal
kulit, stabil dan tidak berbau tengik, serta harus mengandung minimal 60%
alkohol. Ada pun alasan pemilihan bentuk sediaan ini adalah karena gel
memiliki nilai estetika yang tinggi karena bentuknya yang transparan, serta
mudah dicuci dengan air.
Proses yang dilakukan pada pembuatan gel adalah memanaskan air
sebanyak 20 kali serbuk carbopol, kemudian dimasukkan ke dalam mortir.
Serbuk carbopol ditaburkan secara perlahan ke dalam mortir berisi air panas
tadi dan didiamkan selama beberapa saat agar mengembang. Carbopol tersebut
kemudian digerus hingga homogen. Gelling agent atau basis gel ini kemudian
dimasukkan ke dalam magnetic stirer dan ditambahkan campuran menthol dan
etanol, TEA, dan aquades. Setelah dirasa homogen, parfum, pewarna kemudian
ditambahkan, lalu sediaan diaduk hingga menjadi homogen. Sedian gel yang
telah jadi dimasukkan ke dalam tube 10gram dengan menggunaan syringe.
Evaluasi yang dilakukan terhadap sediaan gel hand sanitizer ini adalah
organoleptis, homogenitas, pH, viskositas, dan isi minimum.
Evaluasi secara organoleptis adalah pemeriksaan secara makroskopis
terhadp sediaan meliputi bau, warna, bentuk gel, dan tidak mengandung butiran
kasar. Dari hasil evaluasi, gel yang telah dibuat memiliki bau yang enak, yaitu
campuran menthol dengan anggur yang memberikan kesegaran saat
diaplikasikan pada kulit. Warna yang dimiliki sediaan ini adalah ungu jernih,
dan memberi kesan bahwa sediaan yang dihasilkan merupakan sediaan yang
baik dan menambah nilai estetikanya. Hal ini diakibatkan karena pemberian
pewarna pada proses pembuatan tidak berlebihan. Namun, terdapat sedikit
butiran besar yang berasal dari carbopol yang kurang homogen saat
pengembangan.
Viskositas merupakan friksi atau sifat tahanan di pedalaman fluida terhadap
tegangan geser yang diterapkan pada fluida tersebut. Dalam sistem
internasional, viskositas memiliki satuan N.s/m2 atau kg/m.s dan dimensinya
adalah ML-1T-1.
viskotester Rion dan rotor nomor 2 memberikan angka 400 dpas yang setara
dengan 40Pa (N.s/m2).Rotor nomor 2 memiliki rentang pengukuran 100-4000
dpas dengan nilai akurasi 10% dari pengukuran tanah.
Saat dioleskan pada permukaan tangan, viskositas sediaan gel yang kental
berkurang sehingga lebih cair dan mudah dioleskan. Dari hal ini, diduga bahwa
sediaan memiliki sifat alir pseudoplastik karena aliran ini memang biasa
ditunjukkan oleh beberapa bahan farmasi, yaitu polimer-polimer dalam larutan,
aliran pseudoplastis memiliki ciri viskositas akan berkurang seiring dengan
meningkatnya reate of shear. Adanya aksi shearing terhadap molekul-molekul
polimer, akan meningkatkan shearing stress dan menyebabkan tersusunnya
molekul-molekul yang awalnya tidak beraturan pada sumbu panjang dalam arah
aliran. Namun, ada pula kemungkinan bahwa sediaan ini termasuk ke dalam
jenis aliran thiksotropi.
Pengujian pH dilakukan untuk menguji tingkat keasaman atau kebasaan
suatu sediaan. Pada sediaan topikal, pengujian ini diperlukan untuk
menghindari terjadinya iritasi pada pengguna akibat pH yang terlalu rendah
ataupun terlalu tinggi. Dari hasil pengujian dengan cara mencelupkan langsung
pH universal ke dalam sediaan gel, diketahui bahwa pH sediaan adalah 8. pH
ini dinilai cukup baik karena tidak terlalu jauh dari pH netral. Selain itu, pH
yang sedikit basa dapat membuat carbomer membentuk basis gel dengan lebih
baik. pH yang agak basa ini diperoleh dari penambahan TEA pada sediaan.
Pengujian homogenitas dilakukan dengan menggunakan mikroskop,
dimana ketika warna dari zat pewarna sudah merata, dan tidak terlihat ukuranukuran partikel yang besar, maka sediaan sudah homogen. Dari hasil pengujian
secara mikroskopik ini, diketahui bahwa sediaan sudah homogen.
Pengujian isi minimum dilakukan dengan menimbang wadah tube kosong
dan tutupnya yang belum diberi etiket terlebih dahulu, kemudian memasukkan
gel yang telah selesai, dan ditimbang kembali. Bobot minimum dpat diperoleh
dengan mengurangi bobot tube bersi gel dengan bobot tube kosong. Rata-rata
isi minimum sediaan gel ini adalah 10,gram. Bobot ini tidak terlalu
menyimpang dari bobot seharusnya, yaitu 10gram.
Semua kegiatan yang berkaitan dengan proses produksi obat harus
didokumentasikan. Sistem dokumentasi yang baik dapat menggambarkan
riwayat lengkap dari suatu bets obat (batch record), sehingga memungkinkan
untuk penelusuran kembali bila terjadi masalah pada produk tersebut. Dengan
adanya batch sheet ini dapat diketahui rekam produksi suatu obat dalam suatu
perusahaan, batch sheet ini juga dapat dijadikan ukuran apakah perusahaan
tersebut sudah memaksimalkan segala aspek yang terlibat dalam produksi obat
mulai dari efisiensi waktu, sumber daya manusia, prosedur yang sesuai dalam
pembuatan sediaan, kualitas obat yang dapat dilihat dari evaluasi sediaan dan
tahap karantina.
Batch sheet ini mendokumentasikan hal-hal mulai dari komposisi dan
penimbangan,
Ansel, H. C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat, Alih bahasa
Ibrahim, F. Jakarta : UI Press.
Aulton, M. E & Taylor, K. M. G. 2013. Aultons Phamaceutics: The Design and
Manufacture of Medicine. Fourth Edition. China: Elsevier
Depkes RI. 1978. Formularium Nasional Edisi Kedua. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan
Indonesia
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Departemen
Kesehatan Indonesia
Dyer, D., Gerenraich, K. B., & Wadhams, P. S. 1998. Testing a New Alcohol-Free
Hand Sanitizer to Cambat Infection. AORN Journal, 68(4), 239-251.
Flory, P.J., 1953, The Principles of Polymer Chemistry, Cornel University Press,
Ithica, New York, 584-585 in: Lu, Guangwei dan Ju, H.W., 1998, Difussion
Studies of Methotrexate in Carbopol and PoloxamerGels, International Jurnal
of Pharmaceutical, 160, 1-9
Gad, S. C. 2008. Pharmaceutical Handbook: Production and Process. US: John
Wiley and Sons
Jawetz, E., Melnick, J. L. & Adelberg, E. A. 2005 Mikrobiologi Kedokteran, Edisi
XXII, diterjemahkan oleh Mudihardi, E., Kuntaman, Wasito, E. B.,
Mertaniasih, N. M., Harsono, S., Alimsardjono, L.,82, 277-278, 279, 317-318,
Jakarta, Penerbitan Salemba Medika.
Lachman, Leon, dkk. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri, Ed. 3, diterjemahkan
oleh Siti Suratmi, pendamping Lis Aisyah, UI Press, Jakarta. 1091-1092.
Shu, M. 2013. Formukasi Sediaan Gei Hand Sanitizer dengan Bahan Aktif Triklosan
0,5% dan 1%. Jurnal Ilmiah Mahasiswa, Universitas Surabaya, Vol.2 No.1.
Sweetman, S et al. 2009. Martindale 36th. The Pharmaceutical. London : Press.
Yanhendri. & Yenny, S. W. 2012. Berbagai Bentuk Sediaan Topikal dalam
Dermatologi. CKD-194/Vol.39 no.6, th.
LAMPIRAN
1. Design
a. Kemasan
b. Label
c. Brosur
2. Batch
- Penimbangan
Prosedur Pengolahan
IPC
Pengisian
Rekonsiliasi
Evaluasi Sediaan
Man Hour