Anda di halaman 1dari 105

See

discussions, stats, and author profiles for this publication at:


https://www.researchgate.net/publication/290789942

TANTANGAN GANDA
KEAMANAN PANGAN DI
INDONESIA: PERANAN
REKAYASA PROSES PANGAN
Book August 2015
CITATIONS

READS

515

1 author:
Purwiyatno Hariyadi
Bogor Agricultural University
171 PUBLICATIONS 240 CITATIONS
SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related
projects:

Anthocyanins from butterfly pea View project

All content following this page was uploaded by Purwiyatno Hariyadi on 17 January 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.

ORASI ILMIAH GURU BESAR IPB

TANTANGAN GANDA KEAMANAN PANGAN


DI INDONESIA:
PERANAN REKAYASA PROSES PANGAN

ORASI ILMIAH
Guru Besar Tetap
Fakultas Teknologi Pertanian

Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, MSc

Auditorium Rektorat, Gedung Andi Hakim Nasoetion,


Institut Pertanian Bogor
29 Agustus 2015

Ringkasan
Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan
untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis,
kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan
dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga
aman untuk dikonsumsi.
UU No. 18/2012

Keamanan pangan adalah indikator esensial dari ketahanan


pangan yang mandiri dan berdaulat. Keamanan pangan
merupakan prasyarat dasar produk pangan, sehingga
penjaminan keamanan pangan harus melekat pada upaya
pemenuhan kebutuhan pangan. Namun demikian, aspek
keamanan pangan ini masih belum mendapatkan perhatian
sebagaimana seharusnya, sehingga kondisi keamanan pangan
di Indonesia sampai saat ini masih memprihatinkan. Pada
tahun 2015, WHO melaporkan bahwa terdapat sekitar 2 juta
penduduk dunia meninggal setiap tahunnya akibat pangan yang
tidak aman. Di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) Republik Indonesia, juga melaporkan bahwa kasus
kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan menyebabkan
kematian sebanyak 2500 orang dan sebanyak 411.500 orang
sakit per tahunnya.
Disamping konsekuensinya terhadap kesehatan manusia
(bahkan menyebabkan kematian), permasalahan keamanan
pangan juga memberi akibat yang serius terhadap aspek
ekonomi. Biaya dan kerugian sebagai akibat permasalahan
keamanan pangan akan menjadi tanggungan semua pihak yang
berkepentingan; yaitu pihak rumah tangga (konsumen), industri,
dan pemerintah secara bersama-sama. Di Indonesia, BPOM RI

| iii |

melaporkan bahwa kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh


kasus KLB keracunan pangan tersebut diperkirakan mencapai
2,9 triliun rupiah per tahun.
Pada orasi ini diungkapkan bahwa kondisi keamanan pangan
yang lebih baik akan mengurangi frekuensi sakit (lebih sehat),
mengurangi biaya medis dan biaya sosial. Karena frekuensi
sakit yang lebih sedikit, maka akan terjadi peningkatan status
kesehatan yang dalam jangka panjang akan meningkatkan
kapasitas dan produktivitas kerja SDM, baik kinerja fisik,
kinerja akademik intelektual, maupun kinerja kreaktif/
inovasinya. Berkurangnya beban ekonomi, meningkatnya
status kesehatan, meningkatnya kinerja SDM akan bermuara
pada daya saing nasional yang lebih baik. Hal ini ditekankan
untuk menguatkan komitmen pemerintah dan semua pemangku
kepentingan nasional untuk lebih baik dalam memastikan
keamanan pangan.
Kondisi keamanan pangan di Indonesia memiliki kondisi
yang unik, dan menunjukkan adanya tantangan ganda untuk
dipecahkan. Tantangan pertama keamanan pangan muncul
sebagai akibat kondisi keamanan pangan domestik yang
dipicu oleh rendahnya praktek-praktek sanitasi dan higiene
oleh IKM Pangan. Tantangan kedua keamanan pangan muncul
dari sisi perdagangan internasional, khususnya berkaitan
dengan munculnya berbagai kontaminan baru (emerging
contaminants), semakin ketatnya standar internasional
keamanan pangan, pemalsuan pangan, dan ancaman
kontaminasi yang disengaja (intentional contamination).
Tantangan ganda keamanan pangan perlu dijawab dengan
pembenahan sistem keamanan pangan nasional, termasuk
kemungkinan adanya Otoritas Nasional Keamanan Pangan.
Perlu komitmen pemerintah untuk membenahi kebijakan
| iv |

keamanan pangan melalui pemberdayaan IKM Pangan,


memberikan akses terhadap prasarana dan fasilitas keamanan
pangan, bahan baku dan ingredien pangan aman, dan alat
bantu pengolahan (air bersih, es, listrik) serta bahan tambahan
pangan. Selanjutnya, diperlukan komitmen tinggi dari
pemerintah Indonesia, termasuk persiapan SDM diplomat
keamanan pangan yang tangguh, penyediaan dan pengelolaan
data ilmiah yang digunakan sebagai basis standar keamanan
pangan nasional dan sekaligus basis negosiasi standar
keamanan pangan internasional.
Arti penting keamanan pangan bagi pembangunan dan daya
saing bangsa ini perlu dipahami dengan baik sehingga semua
pemangku kepentingan; pemerintah, masyarakat (konsumen),
industri, dan akademisi bisa menjalankan perannya dengan
penuh tanggungjawab dalam membangun ketahanan
pangan yang mandiri dan berdaulat. Mahasiswa, peneliti
dan perekayasa proses pangan juga perlu menyadari peran
strategis ini untuk bisa memberikan sumbangan maksimum
bagi terciptanya keamanan pangan, sebagai prasyarat menuju
ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat menuju sumber
daya manusia Indonesia sehat, aktif, produktif, sebagai aset
daya saing bangsa.

|v|

Ucapan Selamat Datang


Bismillaahirrahmaanirrahim
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarrakatuh
Yang terhormat
Rektor IPB,
Ketua dan Anggota Majelis Wali Amanat IPB,
Ketua dan Anggota Senat Akademik IPB,
Ketua dan Anggota Dewan Guru Besar IPB,
Para Wakil Rektor, Sekretaris Institut, Dekan, dan Pejabat
Struktural di IPB,
Para Dosen, Tenaga Kependidikan, Mahasiswa, Alumni dan
Undangan
Keluarga tercinta,
Serta hadirin sekalian yang saya muliakan;
Marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas
segala nikmat dan karuniaNya sehingga kita bisa hadir pada
pagi ini mengikuti Sidang Terbuka IPB, dengan acara Orasi
Ilmiah Guru Besar.
Pada kesempatan yang berbahagia ini, perkenankan saya
menyampaikan orasi ilmiah saya sebagai Guru Besar Tetap
Fakultas Teknologi Pertanian IPB, dengan judul
TANTANGAN GANDA KEAMANAN PANGAN
DI INDONESIA:
PERANAN REKAYASA PROSES PANGAN

| vii |

Judul yang saya pilih ini merupakan refleksi pemikiran saya


sebagai insan pembelajar di bidang teknologi pangan; dilandasi
oleh suatu keprihatinan mengenai permasalahan keamanan
pangan di Indonesia yang tidak kunjung membaik. Naskah
Orasi ilmiah ini disusun dengan tujuan mengenali dengan
baik kondisi keamanan pangan di Indonesia, memahami
arti strategis keamanan pangan untuk daya saing bangsa,
lalu menyadari betapa banyak yang perlu dilakukan, serta
membangun komitmen untuk bersama-sama memperbaiki
kondisi keamanan pangan dalam rangka pembangunan
nasional.
Semoga orasi ilmiah ini bermanfaat dan memberikan
sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta
pembangunan pangan, khususnya keamanan pangan di
Indonesia.

| viii |

Foto Orator

Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, MSc

Daftar Isi
Ringkasan...............................................................................iii
Ucapan Selamat Datang........................................................ vii
Foto Orator............................................................................. ix
Daftar Isi................................................................................ xi
Pendahuluan............................................................................ 1
Keamanan: Prasyarat Dasar Pangan....................................... 5
Arti Strategis Keamanan Pangan.......................................... 12
Kondisi Keamanan Pangan
di Indonesia: Tantangan Ganda............................................. 16
Peranan Ilmu dan Teknologi Pangan.................................... 29
Peranan Rekayasa Proses Pangan......................................... 34
Penutup: Menuju Individu Sehat,
Aktif dan Produktif............................................................... 47
Daftar Pustaka....................................................................... 50
Ucapan Terima Kasih............................................................ 56
Foto Keluarga........................................................................ 63
Riwayat Hidup...................................................................... 64

| xi |

Pendahuluan
soal makanan rakyat ini bagi kita adalah soal hidup dan
mati
Presiden RI Pertama, Ir. Soekarno (1952)1
Whether one speaks of human rights or basic human needs,
the right to food is the most basic of all. Unless that right is
first fulfilled, the protection of the other human rights becomes
a mockery for those who must spend all their energy merely to
maintain life itself....
Presidential Commission on World Hunger (1980)2

PANGAN adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Manusia


tidak dapat mempertahankan hidupnya tanpa adanya pangan.
Karena itu, usaha pemenuhan kebutuhan pangan merupakan
suatu usaha kemanusiaan yang mulia; sebagai pemenuhan hak
asasi manusia yang paling utama.
Undang Undang (UU) Republik Indonesia No 18 Tahun
2012 tentang Pangan menyatakan bahwa pangan merupakan
kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya
merupakan bagian dari hak asasi setiap rakyat Indonesia.
Dan karena itulah maka negara berkewajiban mewujudkan
ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi
pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang,
baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan
secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumber
daya, kelembagaan, dan budaya lokal.
Jadi, negara berkewajiban memastikan bahwa kebutuhan
pangan bagi penduduknya terpenuhi. Dengan kata lain, negara
1 Soal Hidup atau Mati. Pidato Presiden Republik Indonesia. Ir Soekarno, pada
upacara peletakan batu-pertama di Gedun g Fakultas Pertanian di Bogor pada
tanggal 27 April 1952. Almanak Pertanian 1953 hal: 11 20.
2 Food as a Human Right. 1984. Asbjrn Eide and Wenche Barth Eide, Eds.
United Nations University Press.
|1|

berkewajiban untuk mencapai ketahanan pangan nasional


yang didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan
bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin
dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta
tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif
secara berkelanjutan.
UU No 18/2012 juga mensyaratkan bahwa dalam rangka
mencapai ketahanan pangan, negara harus menentukan
kebijakan pangannya secara mandiri, tidak didikte oleh
pihak mana pun, dan para pelaku usaha pangan mempunyai
kebebasan untuk menetapkan dan melaksanakan usahanya
sesuai dengan sumber daya yang dimilikinya. Pemenuhan
konsumsi pangan tersebut harus mengutamakan produksi
dalam negeri dengan memanfaatkan sumber daya dan kearifan
lokal secara optimal. Dengan kata lain, ketahanan pangan
yang ingin dicapai adalah ketahanan pangan yang mandiri dan
berdaulat. Dalam hal ini, kemandirian menitik beratkan pada
pentingnya pangan yang berbasis pada sumber daya lokal, dan
kedaulatan pangan menitik beratkan pada pentingnya peran
serta masyarakat lokal sehingga aspek lingkungan, sosial
budaya dan politik pangan masyarakat lokal akan mendapatkan
tempat untuk berkembang. Secara skematis, kedaulatan
pangan mandiri dan berdaulat serta berbagai indikatornya, bisa
diuraikan seperti pada Tabel 1. Tujuan akhir dari pembangunan
ketahanan yang mandiri dan berdaulat ini adalah terwujudnya
kecukupan pangan bagi negara sampai perseorangan, sehingga
memungkinkan bagi setiap individu warga negara untuk dapat
hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan.

|2|

Tabel 1 Dimensi dan Indikator Ketahanan Pangan yang Mandiri


dan Berdaulat *)
Dimensi

Indikator
Tujuan
Kecukupan jumlah
(kuantitas)
Ketersediaan
Kecukupan gizi
pangan
Keamanan
Kecukupan mutu
Keterjangkauan fisik
Keterjangkauan ekonomi,
dan
Keterjang Keterjangkauan sosial:
Ketahanan kauan
Kesesuaian terhadap
pangan
preferensi,
Setiap individu
Kesesuaian terhadap
warga negara
kebiasaan & budaya,
dapat hidup
Kesesuaian terhadap agama
sehat, aktif
Kecukupan asupan (intake),
dan produktif
Kecukupan
Mutu pengolahan,
secara
konsumsi
Mutu sanitasi/higiene,
berkelanjutan.
pangan
Mutu air (minum)
Mutu pengasuhan anak
Tingkat ketergantungan
impor pangan
Tingkat ketergantungan
impor sarana produksi
Kemandirian
pangan (benih, pupuk,
ingredient, pengemas,
mesin-mesin, dll)
Tingkat keaneka-ragaman
pangan lokal

|3|

Tabel 1 Dimensi dan Indikator Ketahanan Pangan yang


Mandiri dan Berdaulat*) (lanjutan)
Dimensi

Kedaulatan

*)

Indikator
Tujuan
Tingkat partisipasi
perusahaan nasional dalam
sistem pangan
Tingkat partisipasi
Setiap individu
masyarakat dalam sistem
warga negara
pangan
dapat hidup
Tingkat keterkaitan sistem
sehat, aktif
pangan dengan lingkungan,
dan produktif
sosial, budaya lokal
secara
Tingkat kesejahteraan
berkelanjutan.
masyarakat (petani,
nelayan, & peternak,
pelaku industri kecil-mikro/
IKM Pangan)

Dimodifikasi dari Hariyadi 2007; 2009; 2010.

Pemerintah berkewajiban untuk melakukan pembangunan


pangan menuju ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat.
Namun demikian, dalam pelaksanaannya, kondisi ketahanan
pangan yang mandiri dan berdaulat ini merupakan tanggung
jawab bersama semua pemangku kepentingan, yaitu pihak
pemerintah, industri, dan konsumen (WHO 1996). Ketiga
pemangku kepentingan inilah yang berperan sebagai tiga
pilar utama ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan.
Dalam hal ini, perguruan tinggi mempunyai peran strategis,
terutama melalui kegiatan tridharma-nya dengan mengangkat
arti penting ketahanan; kemandirian dan kedaulatan pangan;
terutama dalam kaitannya dengan kedaulatan dan daya saing
bangsa.
Pada kesempatan Orasi hari ini, saya tidak akan membahas
mengenai semua aspek ketahanan, kemandirian dan kedaulatan
pangan, melainkan akan memfokuskan pada salah satu
|4|

prasyarat dasar pangan, yaitu keamanan pangan (salah satu


indikator penting ketersediaan pangan (Tabel 1) yang menurut
saya masih belum mendapatkan perhatian sebagaimana
seharusnya. Selanjutnya, khususnya untuk meningkatkan
relevansi tridharma teknologi pangan di IPB, maka saya
akan mengemukakan pula peranan rekayasa proses pangan
bidang saya geluti- dalam memberikan jaminan keamanan
pangan yang lebih baik, sehingga bisa mendorong tercapainya
ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat.

Keamanan: Prasyarat Dasar Pangan


makanlah dari yang baik-baik yang Kami
rezekikan kepada kamu
(QS Al Baqarah, Ayat 172)3
makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi .
(QS Al Baqarah, Ayat 168)3

Sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, nilai pangan (value


of foods) bisa dihargai atau dipandang dari berbagai sisi. Nilai
pangan bisa dihargai sesuai dengan fungsi dasarnya, yaitu dari
sisi nilai energi dan nilai gizinya, tetapi bisa pula dihargai dari
nilai fungsionalitas, nilai ekonomi, nilai sosial budaya, bahkan
bisa juga dari nilai politisnya. Pangan dapat pula menjadi
identitas bangsa, bagian tidak terpisahkan dari kehidupan
sosial, ekonomi dan budaya suatu bangsa. Karena itulah, sangat
penting bagi bagi suatu bangsa untuk memformulasikan secara
sungguh-sungguh nilai pangan nasionalnya.
Pada kesempatan orasi kali ini, saya akan membatasi
pembahasan nilai pangan; terutama yang berkaitan dengan
keamanan dan mutu pangan saja. Dalam hal ini, nilai pangan
3 Al Quran Terjemahan Indonesia (Cetakan keduapuluh 2005).
|5|

dapat diformulasikan menjadi model sederhana, sebagaimana


dinyatakan dalam Gambar 1.

Gambar 1 Formula sederhana nilai pangan


A, B, X dan Y adalah kelompok karakteristik khas produk
pangan yang erat kaitannya dengan nilai pangan. X adalah
karakteristik produk pangan yang bersifat positif terhadap
kepuasan konsumen pangan dan karena itu perlu ditingkatkan
(dimaksimalkan). Y adalah karakteristik produk pangan yang
bersifat negatif terhadap kepuasan konsumen pangan sehingga
perlu diminimalkan. Sedangkan A dan B adalah konstantakonstanta faktor keamanan. Karakteristik produk pangan yang
berkaitan erat dengan kepuasan konsumen (X dan Y) bisa
diidentifikasi secara detail, sesuai dengan konsep mengenai
produk pangan yang diinginkan (Gambar 2).
Untuk faktor X, pada awalnya masyarakat konsumen menilai
produk pangan berdasarkan pada ukuran (porsi)nya; sedangkan
untuk faktor Y konsumen sangat memperhatikan aspek harga.
Dengan harga (faktor Y) yang sama, maka semakin besar
ukuran (faktor X) akan memberikan hasil pembagian X/Y
yang lebih besar. Namun, dengan berkembangnya status sosial
ekonomi konsumen, maka faktor X ini kemudian berkembang
ketika konsumen tidak hanya memperhatikan ukuran, tetapi
mempunyai tuntutan yang tinggi terhadap aspek citarasa, gizi,
sensori, dan adanya berbagai pilihan.

|6|

Gambar 2 Berbagai faktor X dan Y yang erat kaitannya dengan


nilai pangan
Dengan semakin meningkatnya tingkat kesadaran masyarakat
konsumen atas hubungan antara pangan, gizi dan kesehatan,
maka konsumen tidak sekedar menuntut adanya karakteristik
gizi yang baik, tetapi juga adanya fungsi-fungsi lain yang bisa
diperoleh dari suatu produk pangan diluar fungsi gizi. Tuntutan
ini telah melahirkan karakteristik mutu lain yaitu fungsionalitas,
terutama yang berkaitan dengan kesehatan. Karakter produk
pangan yang bisa meningkatkan sistem ketahanan tubuh,
mengurangi risiko terkena kanker, mengurangi risiko terkena
serangan jantung misalnya- merupakan karakteristik lain
yang dicari konsumen. Tidak hanya itu, dengan perkembangan
ilmu dan teknologi pangan dan gizi, masyarakat konsumen
juga menuntut produk pangan yang bisa membantu kinerja
fisik, misalnya meningkatkan ketahanan fisik, membantu
terbentuknya otot, memperkuat tulang, atau mampu mengganti
cairan tubuh yang hilang karena aktifitas fisik seperti olah
raga.
Tidak kalah pentingnya, dengan semakin meningkatnya
kesadaran masyarakat konsumen atas perlunya pelestarian
lingkungan hidup, maka karakteristik produk yang
mengindikasikan keramahan terhadap lingkungan juga
|7|

semakin penting. Konsumen menjadi tertarik untuk


mengetahui apakah proses produksi suatu produk pangan
telah dilakukan berdasarkan pada kaidah-kaidah yang ramah
lingkungan. Pertanyaan mengenai apakah bahan kemasan
pangan merupakan bahan kemasan yang bisa terdegradasi
secara biologis? Apakah produk pangan diproduksi dengan
melakukan pembakaran lahan hutan? Apakah proses produksi
pangan yang dilakukan oleh industri menyebabkan pencemaran
lingkungan? -misalnya-. Pertanyaan-pertanyaan itu merupakan
hal penting dijawab bagi konsumen hijau ini.
Karakteristik faktor X ini bisa dieksplorasi lebih jauh sesuai
dengan konsep nilai yang relevan bagi tujuan pembangunan
pangan yang ingin disosialiasaikan kepada masyarakat. Karena
itulah ada aspek DLL/dan lain-lain yang bisa diungkap dan
dikembangkan untuk memberikan nilai lebih bagi produk
pangan yang dikembangkannya. Misalnya, dalam upaya
mensosialisasi kemandirian dan kedaulatan pangan, maka
pada faktor DLL ini bisa dimasukkan unsur kandungan lokal
suatu produk pangan.
Untuk faktor Y, selain faktor harga, faktor penting yang
semakin dikehendaki oleh masyarakat konsumen adalah faktor
waktu persiapan. Dengan semakin meningkatnya kesibukan
konsumen, semakin banyaknya wanita bekerja, maka
kebutuhan masyarakat konsumen tentang kepraktisan dan
kemudahan akan semakin tinggi pula. Hal ini dimanifestasikan
dengan produk pangan instan dengan waktu persiapan yang
semakin singkat. Kemudahan dan kecepatan yang dituntut
konsumen ini juga semakin meluas, mencakup kemudahan
dan kecepatan dalam mendapatkannya, kemudahan dan
kecepatan dalam membawa, membuka, mempersiapkan/
memasak, mengonsumsi, kemudahan dan kecepatan dalam
membersihkan dan membuang sampahnya.
|8|

Teknologi dan rekayasa proses pangan berkembang untuk


memenuhi kebutuhan tersebut, memberikan nilai tambah
bagi produk pangan yang dihasilkan. Dengan kreativitas dan
inovasi, perlu didefinisikan dengan teliti dan tepat faktorfaktor X dan Y sehingga diperoleh hasil bagi X/Y yang paling
kompetitif bagi produknya.
Untuk pengembangan produk pangan, eksplorasi faktor-faktor
X dan Y saja tidaklah cukup. Prasyarat bagi pangan bermutu
adalah keamanan, yaitu faktor keamanan secara psikologis
atau secara rohani (A) dan keamanan secara fisiologis atau
secara jasmani (B), seperti diuraikan dalam Gambar 3.

Gambar 3 Faktor keamanan merupakan prasyarat pangan


bermutu
Keamanan pangan secara rohani (atau psikologis) ini adalah
rasa aman yang secara psikologis diterima oleh masyarakat
konsumen karena produk pangan yang dikonsumsinya sesuai
dengan latar belakang budaya, sosial, kepercayaan, agama, atau
pun gaya hidup yang lain. Untuk sebagian besar masyarakat
Indonesia yang beragama Islam, maka faktor kehalalan
menjadi suatu prasyarat yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Hal
ini sesuai dengan UU No. 18/2012; yang menyatakan bahwa
Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan
untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis,
kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
|9|

membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan


dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga
aman untuk dikonsumsi.
Bagi masyarakat Muslim, maka produk pangan yang
mengandung komponen haram (tidak halal) tentu akan
menjadikan produk pangan tersebut tidak bernilai. Demikian
juga bagi konsumen dari kelompok masyarakat lainnya
yang karena kepercayaan atau gaya hidup yang dipilihnya
tidak mengonsumsi bahan hewani (kelompok vegetarian)
-misalnya-, maka adanya komponen hewani pada produk
pangan akan menyebabkan produk tersebut menjadi tidak
sesuai untuk dikonsumsi, yang artinya menjadi tidak bernilai.
Faktor keamanan secara psikologis/jasmani (A) ini sifatnya
mutlak, cocok atau tidak cocok, sehingga sebagai konstanta
pada formula nilai pangan nilai A ini adalah 0 atau 1. Tidak
peduli betapa bagusnya nilai gizi suatu produk pangan, betapa
murahnya produk tersebut, maka jika nilai A=0 maka secara
keseluruhan produk pangan tersebut mempunyai nilai 0 bagi
masyarakat tertentu tersebut.
Faktor keamanan kedua adalah keamanan secara jasmani atau
fisiologis (B) yang dicirikan oleh terbebasnya masyarakat
dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan (jasmani)
manusia. Dalam hal ini, keamanan secara fisiologis adalah
rasa aman yang diperoleh konsumen karena produk pangan
yang dikonsumsinya tidak tercemar oleh bahan-bahan
yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Bahan-bahan
berbahaya itu adalah cemaran kimia seperti toksin, allergen,
residu (pestisida, herbisida, insektisida, antibiotik & hormon
pertumbuhan), sisa pupuk, logam berat, dioksin, dll, cemaran
fisik (potongan gelas, kayu, batu/kerikil, logam (potongan
paku, bijih stepler), bagian serangga, tulang, plastik, dll),
maupun cemaran mikrobiologi (virus, bakteri, protozoa,
| 10 |

parasit, prion). Beberapa contoh bahan-bahan berbahaya


misalnya mikroba patogen yang menyebabkan orang sakit atau
keracunan, cemaran kimia yang dapat menimbulkan penyakit
akut maupun kronis, serta bahan-bahan asing yang secara fisik
dapat mencelakai konsumennya.
Cemaran-cemaran kimia, fisik dan mikrobiologi ini biasanya
diatur dalam bentuk standar keamanan pangan yang disusun
berdasarkan pada prinsip analisis risiko. Kembali kepada
model pada Gambar 3, maka faktor keamanan secara jasmani
(B) ini mempunyai nilai diantara 0 sampai 1. Nilai B=1 jika
produk pangan tersebut tidak mengandung cemaran, dan B=0
jika produk tersebut mengandung cemaran melewati batas yang
ditentukan oleh standar, dan 0<B<1 jika produk mengandung
cemaran dalam jumlah yang diperbolehkan.
Teknologi dan rekayasa proses pangan mempunyai peran untuk
menghasilkan produk pangan yang tidak tercemar oleh bahanbahan berbahaya pada tingkat yang membahayakan kesehatan
manusia, sebagaimana ditetapkan oleh standar keamanan
pangan yang berlaku. Industri yang bertanggung jawab akan
memastikan bahwa bahan baku dan ingredien pangan yang
digunakan mempunyai persyaratan keamanan pangan ini, serta
mengelola proses produksi, proses penyimpanan dan distribusi
secara baik dan bertanggung jawab agar masyarakat konsumen
akan mendapatkan produk yang aman sehingga memungkinkan
dia menjadi individu yang sehat, aktif dan produktif.

| 11 |

Arti Strategis Keamanan Pangan


.. access to nutritionally adequate and safe
food is a right of each individual.
The joint FAO/WHO World Declaration,
The 1st International Conference on Nutrition, 19924
. reaffirming the right of everyone to have access to safe,
sufficient, and nutritious food
The joint FAO/WHO World Declaration,
The 2nd International Conference on Nutrition, 20145

Sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu, arti strategis


keamanan pangan yang pertama dan utama adalah bahwa
keamanan pangan memang merupakan prasyarat dasar produk
pangan sebagai hak bagi setiap individu. Secara politis, hal
ini telah sejak lama pula disadari, khususnya oleh Organisasi
Pangan dan Pertanian (Food and Agricultural Organization
/ FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health
Organization / WHO) Persatuan Bangsa-Bangsa. Pada tahun
1992, suatu deklarasi yang dikeluarkan bersama FAO/WHO
menekankan hal ini; bahwa setiap indvidu mempunyai hak atas
pangan yang cukup dari nilai gizi dan aman. Sayang bahwa
deklarasi yang dihasilkan oleh konferensi internasional tentang
gizi yang pertama (the first The International Conference
on Nutrition) tahun 1992 yang lalu itu masih belum banyak
mendapatkan respon baik dari pemerintahan di dunia.
Di Indonesia, hal keamanan pangan ini diakui secara politis,
sejak tahun 1996 (sebagaimana diamanatkan oleh UU No
7/1996 tentang Pangan) yang kemudian diperbaharui lagi
dengan UU No 18/2012 tentang Pangan. Sesuai dengan
Undang-Undang tersebut, pemerintah Republik Indonesia
diamanatkan untuk menjamin bahwa pangan yang tersedia
4 ftp://ftp.fao.org/es/esn/nutrition/ICN/icndec.htm
5 http://www.fao.org/3/a-ml542e.pdf
| 12 |

harus cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam,


bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan
agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup
sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Namun demikian, kondisi keamanan pangan nasional di
banyak negara sampai saat ini masih memprihatinkan.
Bahkan, karena keprihatinan tentang minimnya kemajuan
pembangunan keamanan pangan global, maka pada tahun
lalu, 22 tahun kemudian, (19-21 November 2014), FAO/
WHO dalam konferensi internasional tentang gizi yang kedua,
kembali menekankan bahwa adalah hak bagi setiap individu
untuk memperoleh pangan yang aman, cukup dan bergizi.
Hal ini penting diungkapkan supaya pemerintah mempunyai
komitmen lebih baik untuk memastikan keamanan pangan.
Tahun 2015 ini, WHO yang memperingati Hari Kesehatan
Sedunia setiap tanggal 7 April, menetapkan keamanan pangan
sebagai tema utama peringatannya. Keamanan pangan ini
dipilih sebagai tema global peringatan hari kesehatan sedunia
karena data WHO menunjukkan bahwa saat ini masih terdapat
sekitar 2 juta korban meninggal dunia setiap tahunnya akibat
makanan dan minuman yang tidak aman. Korban pangan tidak
aman ini terutama adalah anak-anak, yang mencapai angka
1,5 juta anak meninggal setiap tahunnya, yang sebagian besar
karena makanan dan minuman yang tercemar (WHO 2015).
Jadi, sebagai prasyarat dasar produk pangan, maka penjaminan
keamanan pangan harus melekat pada upaya pemenuhan
kebutuhan pangan.
Selain sebagai hak politis individu, keamanan pangan juga
merupakan komponen esensial bagi kesehatan manusia,
yang sampai saat ini masih merupakan permasalahan besar
kesehatan dunia (WHO, 1984; 2015). Jika WHO (2015)
memperkirakan angka kematian global per tahun karena
| 13 |

permasalahan keamanan pangan adalah sekitar 2 juta, maka di


Amerika Serikat (AS) saja, menurut the Centers for Disease
Control and Prevention (CDC) angka kematian tersebut
mancapai 5000 orang. Di Indonesia, menurut laporan Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI
2015) selama periode tahun 2009-2013 kasus kejadian luar
biasa (KLB) keracunan pangan telah menyebabkan 2.500
orang meninggal dunia setiap tahunnya.
Disamping konsekuensinya terhadap kesehatan manusia
(bahkan menyebabkan kematian), permasalahan keamanan
pangan juga memberi akibat yang serius terhadap aspek
ekonomi. Biaya dan kerugian sebagai akibat permasalahan
keamanan pangan akan menjadi tanggungan semua pihak
yang berkepentingan; yaitu pihak rumah tangga (konsumen),
industri dan pemerintah secara bersama-sama. Biaya dan
kerugian yang ditanggung oleh rumah tangga antara lain
adalah (i) biaya medis, (ii) kehilangan produktivitas dan/atau
(iii) biaya kematian. Sedangkan biaya dan kerugian yang harus
ditanggung oleh industri antara lain adalah (i) kerugian karena
menurunnya kepercayaan konsumen, (ii) kehilangan penjualan,
(iii) kehilangan perdagangan internasional, dan/atau biaya
untuk penarikan produk (product recall). Pemerintah, juga
terbebani dengan berbagai biaya dan kerugian, diantaranya
adalah (i) biaya investigasi, (ii) kehilangan perdagangan dan
(iii) kehilangan turisme.
Sebagai contoh, biaya ekonomi sebagai akibat kasus
salmonellosis di AS pada tahun 1987 diperkirakan mencapai
1000 juta USD (Robert 1988). Masih di Amerika, selain
menyebabkan sekitar 5000 kematian, CDC juga mencatat
bahwa setiap tahunnya, permasalahan keamanan pangan
telah menyebabkan sebanyak 76 juta kasus sakit, yang
mengakibatkan sekitar 325.000 orang harus dirawat di rumah
| 14 |

sakit, dan menelan biaya sekitar 7,7-23 milyar dollar (lebih


dari 100-299 Triliun Rupiah).
Di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Republik Indonesia, juga melaporkan bahwa selain
menyebabkan kematian sebanyak 2500 orang per tahunnya,
kasus kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan juga
menyebabkan sebanyak 411.500 orang sakit dengan kerugian
ekonomi yang diakibatkan oleh kasus KLB keracunan pangan
tersebut diperkirakan mencapai 2,9 triliun rupiah per tahun
(BPOM 2015). Angka-angka perkiraan kerugian ekonomi ini
diyakini masih terlalu kecil daripada angka yang sesungguhnya.
Menurut perkiraan Hariyadi (2005), dengan menganalisis data
keamanan pangan dari tahun 2001 sampai 2004, besarnya
beban atau biaya keamanan pangan di Indonesia, waktu itu
lebih dari sepuluh tahun yang lalu- mencapai paling tidak 6,7
triliun rupiah.
Sangat disayangkan bahwa sampai saat ini besarnya beban
atau biaya keamanan pangan di Indonesia ini belum dihitung
secara teliti dan lengkap. Mengingat arti penting keamanan
pangan, untuk mendapatkan gambaran yang lebih proporsional
mengenai besaran permasalahan keamanan pangan, maka
diperlukan penelitian yang lebih lengkap. Hal ini menjadi
lebih penting jika diingat bahwa masalah keamanan pangan
juga berimplikasi pada kualitas sumber daya manusia dan
daya saing bangsa. Pada dasarnya diyakini bahwa kondisi
keamanan pangan yang lebih baik akan mengurangi frekuensi
sakit (lebih sehat), mengurangi biaya medis dan biaya sosial.
Karena frekuensi sakit yang lebih sedikit maka akan terjadi
peningkatan status kesehatan, yang dalam jangka panjang
akan meningkatkan kapasitas dan produktivitas kerja SDM,
baik kinerja fisik, kinerja akademik intelektual, maupun
kinerja kreaktif/inovasinya. Berkurangnya beban ekonomi,
| 15 |

meningkatnya status kesehatan, meningkatnya kinerja


SDM akan bermuara pada meningkatnya tingkat partisipasi
pembangunan. Kesemua itu akan bermuara pada daya saing
nasional yang lebih baik. Dengan menggunakan kerangka kerja
sebagaimana disajikan pada Gambar 4, maka diharapkan akan
muncul suatu semangat membangun pada semua pemangku
kepentingan keamanan pangan di Indonesia, baik industri,
konsumen (masyarakat) dan pemerintah, khususnya diantara
berbagai instansi pemerintah yang menangani keamanan
pangan untuk peningkatan daya saing bangsa.

Gambar 4 Peningkatan keamanan pangan dan daya saing


bangsa

Kondisi Keamanan Pangan di Indonesia:


Tantangan Ganda
Seperti telah disampaikan sepintas sebelumnya, kondisi
keamanan pangan di Indonesia masih sangat memprihatinkan.
Dari data keracunan pangan yang terjadi pada tahun 20012006 yang dipublikasikan oleh BPOM (2008), Hariyadi
| 16 |

(2012) menganalisis bahwa jenis industri yang paling sering


menyebabkan keracunan pangan dari industri rumah tangga
(42%), disusul oleh industri jasa boga (27%), penjual pangan
jajanan (street food) atau pedagang kaki lima (17%), dan
industri pangan olahan (13%). Data terbaru (Gambar 5)
menunjukkan bahwa KLB keracunan pangan di Indonesia
masih didominasi pangan yang dihasilkan oleh industri rumah
tangga (39%) disusul oleh industri jasa boga (20%), industri
jajanan (21%) dan industri pangan olahan (13%).

Gambar 5 Profil jenis pangan penyebab KLB keracunan pangan


di Indonesia (BPOM, 2011, 2012 dan 2013)
Analisis lebih lanjut mengenai penyebab keracunan pangan
ini, BPOM (2008) mengidentifikasi agen mikrobiologi sebagai
penyebab utama (116 kali dari 610 kasus) disusul oleh agen
kimia (66 kali dari 610 kasus) sedangkan kasus keracunan
yang lain tidak diperoleh sampel dan/atau tidak diketahui
penyebabnya. Lagi-lagi, data terbaru (BPOM, 2011; 2012 dan
2013) juga masih menunjukkan hal yang sama (Gambar 6),
| 17 |

yaitu masih dominannya agen mikrobiologi (46%) sebagai


agen utama penyebab KLB keracunan pangan, disusul oleh
agen kimia (18%).

Gambar 6 Profil agen penyebab KLB keracunan pangan di


Indonesia (BPOM, 2011, 2012 dan 2013)
Data di atas memberikan dua informasi penting; yaitu (i)
terdapat indikasi kuat bahwa permasalahan keamanan pangan
lebih sering terjadi pada industri yang termasuk sebagai
industri pangan skala kecil dan menengah (IKM pangan), dan
(ii) kondisi ini berlangsung tanpa kemajuan berarti tahun 2001
sampai sekarang. Kondisi ini tentu memprihatinkan karena IKM
pangan inilah yang secara kuantitatif memberikan pasokan
lebih besar bagi pangan masyarakat khususnya masyarakat
kelas menengah ke bawah.
Data dari BPOM secara konsisten menunjukkan bahwa sebagian
besar penyakit karena pangan (foodborne diseases) disebabkan
karena adanya agen mikrobiologi. Hal ini mengindikasikan
bahwa pengolahan makanan di industri pangan terutama
| 18 |

IKM Pangan- masih belum memenuhi standar sanitasi dan


higiene dan penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
atau Cara Pengolahan Pangan yang Baik (CPPB) belum
sepenuhnya diterapkan. Hal ini didukung oleh data dari BPOM
(2011), yang menunjukkan hasil pemeriksaan terhadap 1835
industri rumah tangga pangan (IRT) yang sudah mendapatkan
ijin produksi (mendapatkan nomor Pangan Industri Rumah
Tangga, PIRT) tenyata hanya 992 unit (54,06%) saja yang
dinilai telah menerapkan cara produksi pangan yang baik untuk
industri rumah tangga. Kondisi ini hanya sedikit membaik
pada tahun 2012 dan 2013; dimana persentase IRT yang
dinilai telah menerapkan CPPB berturut-turut adalah 59,04%
dan 63,41%. Selebihnya, sekitar 32,07%-44,14% sarana IRT
belum menerapkan CPPB dan sisanya (1,80%-4,51 %) tidak
aktif berproduksi atau tutup.
Hal ini sungguh memprihatinkan mengingat bahwa IKM
merupakan skala usaha yang mendominasi struktur industri
pangan di Indonesia. Biro Pusat Statistik (2008) menyatakan
bahwa hanya sekitar 0,01% dari industri yang ada di Indonesia
merupakan industri besar. Selebihnya, industri menengah
dan kecil berturut-turut adalah 0,08% dan 1,01%, serta
sebanyak 98,9% adalah usaha mikro. Lebih lanjut data BPS
juga menunjukkan bahwa sekitar 53,57% dari semua usaha
kecil dan mikro (IKM) ini bergerak pada bidang pangan dan
pertanian (IKM-Pangan).
Kondisi keamanan produk pangan Indonesia juga dicerminkan
oleh data penolakan produk pangan ekspor Indonesia di pasar
global. Hal ini disebabkan karena keamanan pangan telah
menjadi prasyarat yang semakin ketat bagi perdagangan
internasional, dan karena itu maka kondisi keamanan pangan
juga akan berpengaruh secara langsung pada kinerja ekspor
produk pangan dari suatu negara. Berdasarkan data yang
| 19 |

dikumpulkan dari USFDA tahun 2011-2014 (USFDA 2015),


terjadi penolakan produk pangan Indonesia oleh USFDA
karena alasan keamanan pangan sebanyak 1451 kasus atau
sekitar 30 kasus penolakan per bulan (Gambar 7).

Gambar 7 Alasan penolakan produk pangan ekspor Indonesia


oleh USFDA dari tahun 2011-2014 (Total 1451
kasus penolakan)
Berdasarkan Gambar 7, diketahui bahwa alasan terbesar
penolakan produk pangan Indonesia adalah karena alasan
kotor (filthy, 36%). Filthy adalah kondisi tercemar oleh
cemaran yang tidak semestinya di dalam bahan pangan,
termasuk diantaranya potongan serangga, benda asing dan
sebagainya. Keberadaan benda-benda asing tersebut umumnya
disebabkan karena tidak diterapkannya kaidah CPPB yang
mencakup aspek-aspek fasilitas bangunan, peralatan, pekerja
maupun proses. Alasan kedua paling sering (31%) terjadi pada
penolakan produk pangan ekspor Indonesia adalah tercemar
Salmonella. Salmonella adalah suatu bakteri patogen penyebab
| 20 |

keracunan pangan. Lagi-lagi, keberadaan bakteri Salmonella


dalam produk pangan menunjukkan tingkat pengolahan yang
tidak mencukupi yang mungkin disebabkan aplikasi teknologi
yang tidak memadai ataupun penanganan produk termasuk
sanitasi yang tidak memadai. Selain itu, alasan penolakan
yang sering dialami oleh produk pangan ekspor Indonesia
adalah ditemukannya residu obat hewan (hormon, antibiotika),
dekomposisi (histamin, pertumbuhan mikroba lain, dll), serta
alasan lain yang meliputi adanya indikasi praktek-praktek tidak
saniter, kesalahan pelabelan dan penggunaan pewarna ilegal.
Kondisi yang sedikit berbeda ditemui pada alasan penolakan
produk pangan ekspor Indonesia ke Uni Eropa (UE).
Perdagangan ke UE tidak seintensif ke AS. Berdasarkan data
yang dikumpulkan dari portal the Rapid Alert System for Food
and Feed (RASFF Portal 2015) pada periode yang sama (20112014) terjadi sebanyak 64 kali penolakan (border rejection)
atas produk pangan ekspor Indonesia, dengan berbagai alasan
penolakan (Gambar 8). Perbedaan itu terutama terlihat pada
mikotoksin (28%) yang menjadi alasan utama penolakan
produk pangan ekspor Indonesia ke UE. Dalam hal ini, UE
memang sangat ketat mempersyaratkan batas maksimum
mikotoksin dibandingkan dengan AS dan berbagai negara
lainnya (lihat Tabel 2). Namun demikian, alasan penolakan
berikutnya adalah adanya cemaran mikroba patogen (26%)
diikuti dengan cemaran mikroba non-patogen (16%).

| 21 |

Gambar 8 Alasan penolakan produk pangan ekspor Indonesia


oleh Uni Eropa, dari tahun 2011-2014 (Total 64
kasus penolakan)
Tingginya frekuensi penolakan dengan alasan cemaran
mikroba, baik patogen maupun non-patogen, kembali
menunjukkan bahwa proses pengolahan yang dilakukan masih
kurang baik, dengan kondisi sanitasi yang kurang memadai.
Hal ini menekankan kesimpulan di awal bahwa meskipun
faktanya menunjukkan bahwa IKM ini adalah produsen utama
pangan olahan di Indonesia, namun sebagian besar dari IKM
ini mengalami kesulitan dalam pelaksanaan praktek-praktek
produksi pangan yang baik. Kondisi obyektif ini seharusnya
menggugah pemangku kepentingan, terutama pemerintah
memberikan fokus pembangunan keamanan pangan pada IKM
Pangan.

| 22 |

Tabel 2 Batas Maksimum Total Aflatoxin pada Produk Pangan


di Berbagai Negara
Negara

Batas Maksimum (ug/kg)


5
20
4*)
20
20
30
20**)

Australia
China
Uni Eropa (EU)
Amerika Serikat (AS)
Guatemala
India
Indonesia

(Sumber : Otsuki et al., 2001)


*)

Untuk produk sereal dan olahannya, buah-buahan kering, dan kacang konsumsi
Aflatoxin total, untuk produk olahan jagung, kacang dan rempah bubuk (Perka
BPOM RI, Nomor HK.00.06.1.52.4011, 2009).

**)

Tantangan Ganda
Kondisi keamanan pangan di Indonesia seperti telah diuraikan
pada bagian atas tulisan ini menunjukkan adanya tantangan
ganda bagi Indonesia. Tantangan pertama keamanan
pangan muncul sebagai akibat kondisi keamanan pangan
domestik; pemasok produk pangan untuk konsumsi nasional.
Khususnya, tantangan ini berkaitan dengan kondisi IKM
pangan nasional. Tantangan pertama keamanan pangan dipicu
oleh rendahnya praktek-praktek sanitasi dan higiene oleh IKM
Pangan, yang pada gilirannya menyebabkan (1) pencemaran
pangan oleh mikroba, dan upaya untuk mengatasi hal itu, yaitu
dengan (a) penggunaan bahan berbahaya (formalin, boraks,
rhodamin B, dan metanil yellow) yang dilarang untuk pangan
(misuse) dan (b) penggunaan bahan tambahan pangan secara
berlebih-lebihan, melampaui batas maksimum yang diijinkan
(abuse).

| 23 |

Hariyadi (2010a, 2010b) mengidentifikasi beberapa kondisi


yang dihadapi IKM pangan yang merupakan sumber
permasalahan atas tantangan pertama keamanan pangan
tersebut; yaitu rendahnya akses terhadap (i) sumber daya
modal, (ii) prasarana dan fasilitas keamanan pangan/fasilitas
sanitasi dan higiene, (iii) sumber daya manusia dan (iv)
informasi. Kondisi ini bisa memicu praktek penyiapan produk
pangan yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah CPPB. Hal
ini perlu mendapatkan perhatian serius pemerintah, dengan
mengembangkan kebijakan yang konsisten dan terpadu;
didukung oleh kemauan politik dan perlindungan hukum
yang diperlukan untuk pengembangan keamanan pangan yang
diproduksi oleh IKM pangan di Indonesia. Pemberdayaan IKM
Pangan untuk bisa memperoleh akses terhadap prasarana dan
fasilitas keamanan pangan, bahan baku dan ingredien pangan
aman, dan alat bantu pengolahan (air bersih, es, listrik) serta
bahan tambahan pangan misalnya, adalah esensial bagi IKM
Pangan untuk menghasilkan makanan yang aman. Disamping
itu, perlu dilakukan program pendidikan dan komunikasi
keamanan pangan yang efektif untuk dapat meningkatkan
kesadaran mengenai arti penting keamanan pangan, sehingga
meningkatkan disiplin dalam penerapan CPPB. Misalnya,
dengan kampanye cuci tangan yang baik dan benar bagi para
pekerja pengolah pangan, terutama pada pekerja IKM pangan
dan jasa boga (Hariyadi dan Dewanti-Hariyadi 2003).
Karena besarnya masalah, ditambah dengan sumber daya
pemerintah yang terbatas, maka untuk meningkatkan keamanan
pangan IKM ini diperlukan kemitraan antara semua pemangku
kepentingan (Hariyadi 2015a). Pendekatan kemitraan harus
mampu meningkatkan daya saing IKM; tidak hanya untuk
(i) menjamin keamanan dan mutu pangan yang diproduksi,
tetapi juga berpotensi untuk (ii) memperluas perdagangan dan
| 24 |

(iii) meningkatkan daya saing IKM. Hal ini, pada gilirannya


bisa diharapkan akan (i) meningkatkan kualitas sumber daya
manusia untuk IKM di Indonesia, (ii) mengurangi kemiskinan
dan kekurangan gizi, (iii) memperluas kapasitas IKM itu sendiri.
Secara keseluruhan; program strategis ini akan meningkatkan
daya saing IKM dan berkontribusi untuk peningkatan
kesehatan individu, yang bermuara pada peningkatan daya
saing bangsa.
Tantangan kedua keamanan pangan muncul dari sisi
perdagangan internasional. Perdagangan internasional produk
pangan bagi Indonesia tentu merupakan hal yang penting;
khususnya sebagai salah satu sumber devisa negara. Namun
demikian, globalisasi perdagangan ini juga menyebabkan
munculnya berbagai kontaminan baru (emerging contaminants)
yang juga perlu diperhatikan; terutama untuk produk pangan
ekspor (Dewanti-Hariyadi dan Hariyadi 2012).
Selain itu, perdagangan internasional menghadapi
permasalahan semakin ketatnya standar internasional
keamanan pangan. Standar keamanan pangan internasional
berkembang sesuai dengan pengetahuan dan kesadaran
mengenai hubungan antara keamanan pangan dan kesehatan
dan ditunjang oleh kemampuan laboratorium analisis yang
semakin canggih. Akibatnya, terjadi kecenderungan dimana
batas-batas maksimum cemaran menjadi semakin kecil.
Fenomena semakin kecilnya batas cemaran ini sering disebut
sebagai fenomena chasing zero (Hariyadi 2014) sebagaimana
diilustrasikan pada kasus standar aflatoksin (Tabel 2) yang
merupakan tantangan berat bagi Indonesia sebagai negara
pengekspor pangan. Sebelumnya, batas maksimum aflatoksin
di UE sudah sangat rendah (9 ppb) lebih rendah dari berbagai
negara pada umumnya. Namun demikian pada tahun 1998
| 25 |

Komisi Eropa (European Commission, EC) mengajukan


proposal supaya negara anggota UE segera melakukan
harmonisasi dan menurunkan batas maksimum kandungan
aflatoksin menjadi 4 ppb; dan proposal tersebut diberlakukan
pada mulai April tahun 2002. Proposal EC ini mengundang
perselisihan dagang antara Komisi (EC) dan mitra dagangnya di
forum World Trade Organization (WTO). Bank Dunia, melalui
studinya (Otsuki et al. 2001) menjadi kasus ini sebagai contoh
baik untuk mengevaluasi arti appropriate pada konsep
ALOP (appropriate level of protection) yang diberlakukan oleh
banyak negara maju untuk memberikan perlindungan kepada
warga negaranya, dan dampaknya bagi negara lain sebagai
mitra dagangnya. Dalam penelitiannya, dengan menggunakan
model analisis yang dikembangkannya, Otsuki et al. (2001)
menyimpulkan bahwa standar aflatoksin yang lebih ketat di
UE tersebut akan mempunyai dampak negatif yang serius bagi
Negara Afrika yang melakukan ekspor buah-buahan kering
dan kacang tanah ke Eropa. Saya kutipkan kesimpulan Otsuki
et al. (2001) tersebut sebagai berikut The new EU standard,
which would reduce health risk by approximately 1.4 deaths
per billion a year, will decrease these African exports by 64%
or US$ 670 million, in contrast to regulation set through an
international standard.
Selanjutnya, tantangan keamanan pangan yang lain adalah
yang berkaitan dengan pemalsuan pangan (Hariyadi 2015b).
Permasalahan keamanan pangan yang telah dibahas di
atas termasuk dalam kategori unintentional contamination
(kontaminasi yang tidak disengaja). Permasalahan keamanan
pangan yang juga harus diantisipasi adalah yang disebabkan
oleh kontaminasi yang disengaja (intentional contamination);
yang bisa dilakukan oleh orang-orang yang memang berniat
melakukan kontaminasi. Bagi Negara yang melakukan ekspor
| 26 |

khususnya ke AS, isu pemalsuan pangan ini akan menjadi


regulatory barrier baru yang perlu diantisipasi. AS telah
menerbitkan Undang-Undang baru yang bernama Food Safety
Modernization Acts (FSMA) yang ditanda-tangani Presiden
Obama pada 4 Januari 2011. Intinya, terjadi pergeseran fokus
dari penanganan kontaminan (senyawa dengan potensi bahaya
yang secara tidak sengaja mencemari produk pangan) dan
adulterant (senyawa dengan potensi bahaya yang secara sengaja
mungkin ditambahkan pada produk oleh pihak-pihak yang
tidak bertanggung jawab untuk memalsukan atau mencemari
produk pangan) ke upaya pencegahan terjadinya kontaminasi
dan adulterasi. Upaya pencegahan kemungkinan terjadinya
kontaminasi dan adulterasi ini perlu dituangkan dalam program
yang jelas; dan teruji efektivitasnya. Melengkapi fokus pada
upaya pencegahan ini, semua industri pangan termasuk
pengekspor dari luar AS- dipersyaratkan untuk mempunyai
rencana pertahanan pangan (food defense plan) yang rinci dan
teruji, serta melakukan pendaftaran pada semua fasilitas yang
dimilikinya. Hal ini tentunya merupakan tantangan baru yang
perlu diantisipasi.
Tantangan kedua keamanan pangan perlu dijawab dengan
pembenahan internal yaitu pembenahan tentang sistem
keamanan pangan nasional. Adanya amanat UU Pangan
No 18/2012 tentang Pangan (Bab XII, pasal 126) yang
menyatakan bahwa Dalam hal mewujudkan Kedaulatan
Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan nasional,
dibentuk lembaga Pemerintah yang menangani bidang
pangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden hendaknya bisa digunakan sebagai momentum untuk
pembenahan sistem keamanan pangan nasional; termasuk
kemungkinan adanya Otoritas Nasional Keamanan Pangan
(Hariyadi 2008a). Pembenahan ini diharapkan juga sekaligus
| 27 |

memberikan komitmen yang lebih baik dalam menjawab


tantangan pertama keamanan pangan seperti diuraikan diatas.
Selanjutnya, diperlukan langkah proaktif pemerintah untuk
melakukan diplomasi keamanan pangan di forum internasional;
khususnya pada perdebatan mengenai standar keamanan
pangan internasional. Partisipasi aktif Indonesia, atau
lebih tepatnya- diplomasi aktif Indonesia dalam membela
kepentingan nasionalnya dalam forum Codex Alimentarius
Commission (CAC) tentu sangat penting untuk meminimalkan
regulatory barrier yang mungkin merintangi perdagangan
internasional Indonesia. CAC dibentuk FAO dan WHO pada
tahun 1964 dengan tujuan khusus mengembangkan standar
keamanan pangan, dengan dua tujuan; yaitu (i) melindungi
kesehatan publik dan (ii) memastikan terjadinya perdagangan
internasional yang jujur. Diplomasi keamanan pangan
Indonesia perlu memastikan dua hal itu terjadi; bukan seperti
yang terjadi dengan kasus standar aflatoksin diatas. Untuk ini
diperlukan komitmen tinggi dari pemerintah Indonesia. Tidak
hanya untuk mempersiapkan SDM diplomat keamanan pangan
yang tangguh, tetapi juga perlu penyediaan dan pengelolaan
data ilmiah yang digunakan sebagai basis perdebatan dan
negosiasi standar keamanan pangan internasional.

| 28 |

Peranan Ilmu dan Teknologi Pangan


Ilmu pangan adalah disiplin ilmu yang menerapkan dasardasar biologi, fisika, kimia dan keteknikan dalam mempelajari
sifat-sifat bahan pangan, penyebab kerusakan bahan pangan
dan prinsip-prinsip yang mendasari suatu pengolahan dan
pengawetan pangan
Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia6
Teknologi pangan merupakan aplikasi ilmu pangan pada
seluruh mata rantai penanganan bahan pangan/hasil pertanian
untuk menghasilkan produk yang aman dan bermutu mulai
dari tahap pemanenan, pengawetan, pengolahan, pengemasan,
penyimpanan, distribusi hingga siap dikonsumsi.
Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia6

Menurut ahli Antropologi Biologi dari Universitas Harvard,


Richard Wrangham, teknologi pangan ditemukan dan mulai
diaplikasikan sekitar 2 juta tahun yang lalu, yaitu ketika orang
mulai melakukan pemasakan (cooking) terhadap bahan pangan
(Wrangham 2009). Kemudian berkembang teknologi lain yang
melengkapi teknologi pemasakan ini antara lain fermentasi,
pengeringan, pengawetan dengan garam, dan berbagai teknologi
tradisional sederhana lainnya yang memungkinkan terbentuk
dan bertahannya suatu kelompok atau masyarakat. Manusia
pertama kali mempelajari dan memahami bagaimana memasak
pangan, kemudian melakukan pengolahan, mengawetkan, dan
menyimpan pangan dengan aman. Teknologi empiris ini terus
diaplikasikan bahkan sampai sekarang dan merupakan dasar
dari berbagai perkembangan teknologi pengolahan pangan
modern sampai saat ini (Hall 1989; Floros 2008, 2010).
Selanjutnya, hasil review oleh Floros (2004) menyatakan
bahwa sepanjang sejarah peradabannya, manusia mampu
6 Standar Pendidikan Sarjana Teknologi Pangan/Teknologi Hasil Pertanian.
Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia
| 29 |

mengatasi berbagai permasalahan tentang pangan (kelaparan


dan penyakit), tidak hanya dengan menghandalkan pada
proses perburuan dan akhirnya pemanenan, tetapi juga pada
pengolahan pangan. Hal ini bisa dilihat dari adanya tiga
contoh produk pangan dari Yunani Kuno; yaitu roti, minyak
zaitun (olive oil), dan anggur, ketiganya merupakan produk
olahan pangan yang cukup kompleks; yang mampu mengubah
bahan mentah yang mudah rusak, tidak enak (unpalatable),
dan sulit atau bahkan tidak bisa dimakan menjadi produk
pangan yang aman, bergizi, flavorful, awet, dan nikmat untuk
dikonsumsi. Henry (1997) menyatakan bahwa seiring dengan
pertumbuhan penduduk, peranan teknologi pangan semakin
penting terutama dalam proses transformasi dari masyarakat
pemburu-pengumpul, pertanian dan teknologi pangan (Gambar
9).
Cikal-bakal teknologi pangan dimulai dengan ditemukannya
pengalengan pangan sebagai teknik pengawetan pangan.
Teknologi pengalengan pangan ini dimulai dengan
percobaan oleh Nicolas Appert di Perancis dan dilanjutkan
pengembangannya oleh Peter Durand di Inggris di awal abad
ke-19. Nicolas Appert, menemukan bahwa berbagai jenis
bahan pangan (temasuk daging, buah, sayuran dan susu) akan
bertahan lama tidak mengalami kebusukan setelah produk
tersebut dikemas dalam wadah gelas tertutup yang kedap udara
dan diberi perlakukan pemanasan yang cukup. Pada awal tahun
1800-an, teknik pengawetan pangan yang dikembangkan oleh
Nicholas Apert ini mendapatkan kesempatan diaplikasikan
untuk mengawetkan ransum perang tentara Perancis. Penemuan
ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Peter Durand di
Inggris; dengan mengembangkan teknik pengemasan yang
lebih mudah ditutup, lebih ringan dan tidak mudah pecah; yaitu

| 30 |

dengan menggunakan kaleng yang terbuat dari besi berlapis


timah (tin-plated iron). Atas penemuannya ini, Peter Durand
mendapatkan paten pada tahun 1810.

Gambar 9

Perubahan budaya pemburu/pengumpul ke budaya


pertanian dan budaya industrial, dan mulainya aplikasi
teknologi pangan (dimodifikasi dari Henry 1997).
Jumlah penduduk dunia pada bulan Juli 2015 telah
mencapai 7,33 miliar (http://www.worldometers.info/
world-population/)

Penemuan ini memicu dimulainya era baru pengendalian


keamanan pangan. Berbagai percobaan untuk mempelajari
pengaruh proses pengalengan terhadap keamanan dan
mutu pangan yang dikalengkan banyak dilakukan, walaupun
penjelasan ilmiah tentang mengapa proses pengalengan ini bisa
memperpanjang masa aman produk pangan belum diketahui
dengan pasti.

| 31 |

Pabrik pengalengan pangan pertama didirikan oleh Bryan


Dorkin dan John Hall di Inggris pada tahun 1813. Sejak itu
teknik pengalengan pangan terus berkembang, sehingga
sampai sekarang produk pangan dalam kaleng yang aman dan
bergizi dapat dengan mudah kita jumpai di pasaran.
Penjelasan ilmiah mengenai proses pengawetan pangan dengan
proses pemanasan ini baru diperoleh 50 tahun kemudian,
yaitu ketika Louis Pasteur (18221895) melaporkan kepada
Akademi Ilmu Pengetahuan Perancis (French Academy
of Sciences) pada tahun 1864; bahwa panas bersifat letal
terhadap mikroorganisme. Laporan Pasteur membuktikan
bahwa pertumbuhan mikroorganisme adalah penyebab utama
pembusukan makanan; dan sebagian besar dari mikroorganisme
ini bisa dibunuh oleh pemanasan pada suhu 130F (55C) atau
lebih tinggi, untuk jangka waktu yang relatif singkat, tanpa
terlalu banyak mengubah karakteristik mutu dan sensori
produk pangan. Proses sederhana ini kemudian dikenal sebagai
proses pasteurisasi dan cepat diadopsi secara luas. Dengan
pengetahuan ini, W. Russel dari Universitas Wisconsin dan
Samuel Cate Prescott dan William Lyman Underwood dari
Massachusetts Institute of Technology pada tahun 1895 sampai
1896 menekankan pentingnya pengendalian waktu dan suhu
pemanasan untuk memastikan keamanan pangan kalengan
(Labuza dan Sloan 1981).
Penemuan proses pasteurisasi disertai dengan pemahaman
mengenai mekanisme pengawetan pangan oleh panas, inilah
yang menandai era teknologi pangan. Sejak itu, teknologi
pangan terus berkembang pesat sampai saat ini, dimana
sistem produksi pangan global telah menjadi sangat kompleks.
Perkembangan sistem pangan yang mampu mendukung
perkembangan peradaban manusia ini, tidak lepas dari
peranan ilmu dan teknologi pangan, yang mengintegrasikan
| 32 |

ilmu-ilmu biologi, kimia, fisika, engineering, ilmu bahan,


mikrobiologi, gizi, toksikologi, bioteknologi, genomik, ilmu
komputer, dan masih banyak disiplin lain untuk memecahkan
permasalahan tentang pangan khususnya untuk memberikan
jaminan keamanan pangan dan meminimisasi kerusakan
mutu. Perkembangan penting teknologi pangan penting yang
terjadi sejak tahun 1930an, sebagai respon dari pertumbuhan
penduduk dunia, bisa dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Beberapa milestone perkembangan teknologi pangan
setelah tahun 1930s *)
Tahun

1930s

1940s

1950s

1960s

1970s

1980s

Perkembangan teknologi pangan


Quick freezing technology
Packaging Technology
(vacuum packaging, cellulose Sliced bread
Regulations e.g. Food,
packaging, waxed milk
Drug, and Cosmetic Act
cartons pakacging)
Freeze drying
Automation/Mass production Frozen foods
Aseptic packaging
Vending machines
Frozen, ready-to-eat bakery
Frozen dinners
goods
Foreign foods
Targeted markets
Food for bomb shelters
Controlled-atmosphere
WHO
packaging
Aseptic canning
Diet foods
Drying improvements
Process control computers
Coffee
Clean-in-place
HACCP
CODEX Alimentarius
Health/organic foods
Energy efficiency
Environmentally robust
Water/waste utilization
computers
Membrane processing
Irradiation
Dechemicalization
Packaging
Automation
Aseptic processing

| 33 |

Tabel 3 Beberapa milestone perkembangan teknologi pangan


setelah tahun 1930s *) (lanjutan)
Tahun

Perkembangan teknologi pangan


High Pressure Processing
Intelligent Packaging
1990s
Functional Foods
Low Carb
Sachet Packaging
Smart Packaging
RFID
2000s
Non-thermal Processes
Nanoscale Engineering and
Fresh-Like/ Chef-Like
Technology
*)
Dimodifikasi dari Lund (2012) dan IFT (www.ift.org).




Peranan Rekayasa Proses Pangan


Food process engineering is a broad field that is concerned with the
application of engineering principles and concepts to the handling,
manufacturing, processing and distribution of foods
Singh and Heldman (2013)7
Food engineers are educated to analyze, synthesize, design, and operate
complex systems that manipulate mass, energy, and information to
transform material and energy into more useful form
Valentas, Levine and Clark (1991)8.

Rekayasa proses pangan (RPP) merupakan cabang ilmu


rekayasa yang relatif baru. RPP mempelajari ilmu pengetahuan
dan matematika yang diperlukan untuk mendisain proses dan
sistem untuk rantai pangan yang lebih efisien, mulai dari
produsen ke konsumen. Penanganan pangan dari produsen
ke konsumen melibatkan banyak aktor dan dipengaruhi
oleh banyak faktor, baik faktor teknis maupun faktor sosial,
ekonomi, budaya dan agama. Karena itu, seorang ahli RPP
harus melengkapi dirinya dengan berbagai informasi mengenai
7 Singh, R.P. and Heldman, D. 2013. Introduction to Food Engineering, 5th
Edition. Academic Pres
8 Valentas, K.J., Levine, L. and Clark, J.P. 1990. Food Processing Operation and
Scale-up. 1990. Marcel Dekker, New York
| 34 |

faktor-faktor tersebut, selain penguasaan mendasar tentang


disiplin rekayasa. Selain itu, karena bidang ilmu RPP ini masih
relatif baru, maka seorang ahli RPP harus memahami dengan
baik ilmu pengetahuan bahan pangan, untuk memungkinkan
mereka mampu menyerap dan mengadaptasi berbagai prosedur
dan formula matematika dan rekayasa yang dikembangkan
di bidang lain untuk bahan-bahan non-pangan (non-biologi).
Secara umum, pengembangan penelitian di bidang RPP di
Indonesia perlu pula diupayakan lebih masuk ke hal yang
mendasar, terutama untuk meningkatkan pemahaman secara
kuantitatif mengenai berbagai perubahan yang terjadi bahan
pangan sebagai akibat dari berbagai proses pengolahan.
Dalam konteks pembahasan mengenai pentingnya keamanan
pangan, maka peranan RPP adalah untuk menjamin keamanan
pangan dan sekaligus memberikan nilai tambah sangat
signifikan. Karena itu, tepat sekali batasan yang diberikan
oleh Valentas, Levine, dan Clark (1990) yang menyatakan
bahwa para ahli RPP perlu mendapatkan latihan intensif untuk
menganalisis, mensintesis, merancang, dan mengoperasikan
sistem yang kompleks untuk memanipulasi (mengolah) massa,
energi, dan informasi untuk mengubah materi dan energi
menjadi bentuk yang lebih berguna. Frasa yang lebih
bergunaini mempunyai arti yang penting; yaitu upaya untuk
memberikan nilai tambah. Untuk bisa mengkreasikan nilai
tambah yang relevan bagi masyarakat itulah maka seorang ahli
RPP harus selalu melengkapi dirinya dengan informasi terkini
tentang faktor sosial, ekonomi, budaya dan agama.
Dengan kata lain, ahli RPP perlu mempunyai alasan kuat yang
relevan dalam melahirkan kreasi dan inovasinya; sehingga
bisa melahirkan inovasi yang lebih berguna. Satu alasan
penting yang selalu harus menjadi pertimbangan seorang ahli
RPP dalam berkreasi adalah memberikan jaminan keamanan
| 35 |

pangan. Tujuan atau alasan menjamin keamanan pangan


ini tidak bisa dikompromikan, karena keamanan pangan
memang merupakan prasyarat dasar untuk produk pangan.
Pemahaman mengenai persyaratan keamanan pangan sudah
perlu dipertimbangkan oleh seorang ahli RPP, sejak saat tahap
perancangan produk dan/atau proses (Gambar 10).

Gambar 10 Prinsip safety design dalam rekayasa proses


pangan (dimodifikasi dari Hariyadi dan Sparringa
2013)
Dengan menggunakan prinsip safety designini maka ahli RPP
pada prakteknya bisa secara imajinatif dan efektif menggunakan
berbagai pendekatan rekayasa untuk memberikan nilai tambah;
apakah itu untuk mempertahankan dan/atau menambah satu
gizi tertentu, mempertahankan atau meningkatkan daya tarik
estetika (rasa, tekstur, dan tampilan), mempertahankan atau
meningkatkan integritas pangan sehingga memungkinkan
dilakukan transportasi jarak jauh (yang mengarah ke
ketersediaan di daerah yang lebih luas dan di luar musim),
memperpanjang umur simpan, dan inovasi yang lebih
berguna. Sebagai ilustrasi, untuk menciptakan produk pangan
| 36 |

yang lebih berguna atau yang bernilai tambah untuk tujuan


meningkatkan kualitas hidup orang penderita alergi pangan,
maka ahli RPP bisa merancang dan mengembangkan produk
untuk mengeliminasi atau menetralkan protein alergen atau zat
lain yang akan memberikan reaksi alergi pada orang tersebut.
Demikian pula, bagi penderita diabetes, dengan mengurangi
kadar gula dan memberikan alternatif bebas gula pada produk
pangan yang dikembangkannya.
Pada kesempatan orasi ini akan dikemukakan beberapa contoh
yang relevan mengenai peranan rekayasa proses pangan untuk
menjamin keamanan pangan dan sekaligus meningkatkan nilai
tambah. Misalnya, rekayasa proses pangan dengan pemanfaatan
suhu rendah juga sangat berkembang, pendinginan, pembekuan,
dan pengeringan beku merupakan contoh-contoh populer yang
diaplikasikan di industri pangan modern. Aplikasi suhu rendah,
khususnya suhu beku, dikenal mampu memberikan keamanan,
keawetan dan kesegaran produk pangan dengan baik sekaligus
meminimalkan kehilangan atau kerusakan mutu, terutama
mutu flavor. Berbagai teknik pembekuan telah dikembangkan
untuk tujuan tersebut sehingga dikenal quick freezing, rapid
freezing, atau pun ultra rapid freezing.
Sebagaimana praktek memasak (cooking) yang sudah dilakukan
oleh masyarakat sejak lama (sejak ditemukannya api) maka
aplikasi suhu tinggi, proses panas (thermal processing),
termasuk teknologi yang paling banyak diaplikasikan di
industri pangan. Hampir semua industri pangan menggunakan
proses pemanasan pada salah satu tahapan prosesnya. Selain
untuk keperluan pemasakan (cooking), proses panas juga
digunakan untuk tujuan penghangatan kembali (rewarming)
dan pelelehan (thawing) produk pangan beku, atau pun
untuk mencapai tujuan menjamin keamanan pangan dan
memperpanjang masa simpan. Untuk itu, diperlukan
| 37 |

pemahaman mengenai pengaruh proses panas pada mikroba


serta pada mutu dan gizi pangan, sehingga memungkinkan ahli
RPP untuk menghitung panas minimal yang harus diberikan
untuk menjamin keamanan pangan, mencapai tingkat
keawetan yang diinginkan, dan sekaligus semaksimal mungkin
mempertahankan gizi dan mutunya. Dengan pemahaman ini,
maka ahli RPP akan mampu merancang proses panas untuk
(i) mencapai tujuan utama yaitu menjamin keamanan dan
memberikan keawetan yang diinginkan, tetapi juga sekaligus
(ii) meminimalkan kerusakan zat gizi dan atribut mutu pada
produk yang diproses, (iii) memaksimalkan yields, dan (iv)
meningkatkan produktivitas proses panas. Inilah esensi RPP;
yatu memanipulasi (mengolah) massa, energi, dan informasi
menjadi bentuk yang lebih berguna.
Untuk tujuan proses sterilisasi misalnya- kecukupan panas
untuk mencapai kriteria sterilisasi komersial ini dinyatakan
sebagai nilai F , yang secara umum dinyakan sebagai berikut :
0

Dimana t adalah lama pemanasan dan T adalah suhu produk


selama proses pemanasan [dimana T=f(t)], sedangkan nilai Z
adalah salah satu parameter kinetika inaktivasi mikroba karena
proses pemanasan. Dalam hal ini, acuan standar proses panas
(dikeluarkan oleh USDA dan USFDA) mempersyaratkan
bahwa proses pengolahan pangan dengan panas untuk produk
pangan berasam rendah, dinyatakan mencapai kondisi steril
komersial jika proses tersebut mencapai standar kinerja
(performance standard) tertentu, yaitu berupa proses panas
yang mampu menurunkan resiko atau peluang keracunan oleh
Clostridium botulinum sebesar 10-9 (Anderson et al. 2011 dan
Uhler 2013). Jika kandungan awal spora C. botulinum 1000
| 38 |

spora per kaleng, maka peluang terjadinya keracunan sebesar


10-9 ini hanya bisa dicapai jika panas yang diberikan mampu
mengurangi C. botulinum sebesar 12 siklus logaritma atau
proses 12D. Ahli RPP harus memahami bahwa standar kinerja
sterilisasi komersial adalah peluang terjadinya keracunan
maksimal sebesar 10-9, bukan proses 12D. Proses 12D hanya
akan mencapai tingkat sterilisasi komerisal jika kandungan
awal spora C. botulinum 1000 spora per kaleng.
Jadi, jika nilai-D untuk C. botulinum pada suhu acuan sterilisasi,
121.1oC (nilai-D121.1) adalah 0.25-0.3 menit (Pflug, 1982)
maka proses 12D ini ekivalen dengan proses pemanasan pada
suhu 250oF selama 3-3.6 menit; atau dikatakan bahwa proses
panas mempunyai nilai F0=3-3,6 menit. Praktek proses panas
yang ekivalen dengan proses 12 D ini sering disebut sebagai
botulinum cook (Anderson et al. 2011). Nilai F0=3 menit ini
adalah nilai F0 minimum yang digunakan sebagai acuan oleh
lembaga otoritas keamanan pangan di AS (Pflug 1982) dan di
UK (EFSA 2005) sampai saat ini. Namun demikian, industri
pangan biasanya mengaplikasikan proses panas dengan nilai
F0 > 3.
Holdsworth (1997) melaporkan bahwa nilai F yang diberikan
oleh industri pangan di UK untuk produk pangan steril
komersial adalah antara 3 15 menit. Pemanasan lebih dari
standar botulinum cookini dilakukan oleh industri untuk
(i) mengkompensasi adanya kemungkinan lack of process
control terhadap proses yang ada, (ii) mengantisipasi
adanya kekhawatiran adanya spora bakteri yang lebih tahan
panas daripada spora C. Botulinum, atau (iii) tujuan lain;
seperti mengempukan produk; mengempukan tulang, atau
mendapatkan citarasa, tekstur, warna atau karakteristik mutu
khas lainnya. Alasan lain tentang proses panas yang cenderung
berlebihan ini adalah (i) adanya kekhawatiran bahwa asumsi
0

| 39 |

tentang jumlah awalnya spora C botulinum yang lebih dari


1000 (103) per kemasan karena permasalahan penyimpangan
atau pun kemungkinan praktek sanitasi dan higiene yang
kurang baik (bad practices) pada sepanjang rantai produksi
pangan, atau (ii) bisa jadi karena alasan ketidak-tahuan.
Sayang bahwa industri pangan di Indonesia belum menguasai
dan mengaplikasikan teknologi proses panas ini dengan baik.
Hariyadi (2008b) melaporkan bahwa dari 92 jenis produk
pangan berasam rendah steril komersial yang diproduksi di
Indonesia oleh berbagai perusahaan, ternyata mempunyai nilai
F0 yang sangat bervariasi dan cenderung sangat berlebihan
(Gambar 11). Jika di Eropa nilai F adalah antara 3 sampai 15,
maka nilai F yang diperoleh di Indonesia cenderung berlebihan.
Namun demikian, dari 92 produk yang dianalisis (pada periode
tahun 2000-2006), terdapat 1 produk yang pemanasannya
kurang sehingga perlu dikoreksi karena memberikan risiko
kesehatan bagi konsumennya.
0

Gambar 11 Distribusi frekuensi nilai F0 yang dihitung dari


proses sterilisasi 92 jenis produk pangan berasam
rendah steril di berbagai industry di Indonesia
(Hariyadi 2008b)
| 40 |

Data ini menunjukkan bahwa banyak industri pangan di


Indonesia yang menggunakan teknologi proses panas ini
dengan tidak tepat, sehingga cenderung memboroskan energi
dan tidak meminimalkan kerusakan gizi dan mutu. Dari
pengamatan, diketahui bahwa berbagai industri bahkan tidak
pernah melakukan pengukuran terhadap nilai F0. Namun,
kondisi ini hanya sedikit mengalami kemajuan sebagaimana
diperlihatkan pada Gambar 12. Hal ini disebabkan karena, di
Indonesia sampai saat ini belum ada regulasi yang mengatur
kecukupan proses panas yang berkaitan dengan keamanan
dan mutu pangan. Tentunya, dalam hal ini terbuka peluang
bagi ahli RPP Indonesia, selain melakukan perbaikan dan
optimasi proses panas di Industri, ahli RPP juga harus
bekerja sama dengan pemangku kepentingan yang lain, untuk
mengembangkan regulasi berbasiskan data ilmiah, yang
bertujuan untuk menjamin keamanan pangan dan sekaligus
memberikan daya guna (gizi dan mutu) yang maksimal.

Gambar 12 Distribusi frekuensi nilai F0 yang dihitung dari


proses sterilisasi 49 jenis produk pangan berasam
rendah steril di berbagai industri di Indonesia
pada periode 2007-2014
| 41 |

Belakangan berkembang pula teknik pemanasan yang lain;


yaitu pemanasan gelombang mikro (microwave heating) dan
ohmik (ohmic heating) yang memberikan proses pamanasan
yang lebih cepat, sehingga memungkinkan dilakukan proses
pemanasan dengan sistem high temperature short time
(HTST). Inti dari perkembangan teknologi ini adalah optimasi.
Optimasi ini dikembangkan berdasarkan pada perbedaan
kinetika reaksi perubahan mutu, gizi dan inaktivasi mikroba
selama proses pemanasan. Dengan mengetahui parameter
kinetika (nilai D dan Z, atau nilai k dan Ea) berbagai perubahan
mutu, gizi dan mikroba pada produk pangan, maka pengaruh
perlakuan kombinasi lama (waktu) dan suhu pemanasan
pada berbagai faktor mutu, gizi dan mikroba tersebut bisa
dipetakan; sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 13.
Dengan perhitungan tersebut, optimasi proses pemanasan
bisa dilakukan dengan memilih kombinasi suhu dan waktu
yang memberikan kerusakan minimum pada mutu. Prinsip
inilah yang kemudian melahirkan teknik-teknik HTST (High
Temperature Short Time) dan UHT (Ultra High Temperature).

| 42 |

Gambar 13 Plot hubungan antara suhu dan waktu pemanasan


yang akan memberikan target reduksi 9 desimal
(9D) spora dan berbagai perubahan atau kerusakan
komponen gizi susu (Hariyadi 2014; modifikasi
dari Bylund 1995)
Berbagai penelitian RPP dengan menggunakan prinsip
optimasi sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 13 ini perlu
dikembangkan, terutama untuk produk-produk khas Indonesia.
Tujuannya adalah untuk bisa memastikan tercapainya tingkat
keamanan pangan yang diinginkan, tetapi dengan penurunan
gizi dan mutu secara minimal. Beberapa penelitian kinetika
perubahan berbagai faktor keamanan dan mutu pada proses
pengolahan dan pengawetan tempe, gudeg, dan rendang telah
dilakukan. Salah satu contohnya adalah pada gudeg (makanan
tradisional khas Yogyakarta). Penelitian kami bertujuan untuk
mengevaluasi pengaruh nilai sterilitas (F0) dengan kombinasi
| 43 |

suhu-waktu yang berbeda pada beberapa sifat fisik (kekerasan


dan warna) dan nilai preferensi konsumen pada gudeg
kalengan (canned). Formula Gudeg disiapkan dengan dasar
resep tradisional, dikemas dengan menggunakan kaleng, dan
kemudian diproses dengan pemanasan pada retort dengan nilai
sterilitas (F0)sebesar 4, 12, 20, dan 28 menit, tetapi dilakukan
dengan suhu retort yang berbeda; yaitu 111, 116, dan 121C.
Studi kami menunjukkan pada kisaran suhu yang dipelajari
(111-121C), sifat fisik gudeg kaleng ditentukan oleh nilainilai F0, dan tidak dipengaruhi oleh suhu retort (Khusnayaini
dkk 2013).
Selain memberikan berbagai keuntungan, aplikasi suhu tinggi
juga berpotensi untuk menyebabkan kehilangan atau perubahan
flavor, cita rasa, kenampakan (appearance), warna, nilai gizi
dan fungsionalitas lainnya. Karena itulah maka berkembang
berbagai proses baru, yang disebut sebagai proses non-termal.
Proses non-termal mempunyai tujuan utama (i) membuat
produk pangan yang aman (bebas dari mikroba patogen)
dan awet (bebas dari mikroba pembusuk), sekaligus (ii)
mempertahankan warna, flavor, zat gizi, dan parameter mutu
lainnya dan (iii) meningkatkan masa aman produk pangan
yang dihasilkan. Berbagai proses non-termal yang berkembang
antara lain adalah high hydrostatic pressure (HHP), pulsed
electric field (PEF), irradiasi, termasuk dengan menggunakan
mesin pancaran elektron (electron beam machine), dan lainlain.
Salah satu proses non-termal yang pernah kami teliti di IPB
adalah irradiasi bekerjasama dengan Pusat Aplikasi Teknologi
Isotop dan Radiasi, BATAN. Dengan menggunakan prinsip
optimasi sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 12 diatas,
kami mempelajari inaktivasi senyawa antigizi (asam fitat) pada
kedele sebagai akibat proses irradiasi dengan berbagai laju
| 44 |

dosis yang berbeda. Secara umum, penelitian kami (Tanhidarto


dkk 2013a dan 2013b) menunjukkan bahwa proses radiasi
mampu mendegradasi senyawa antigizi pada kedelai, dimana
pola penurunan senyawa antigizi sebagai fungsi dosis radiasi
disajikan pada Gambar 14. Gambar 14 mengindikasikan bahwa
jumlah penurunan senyawa antigizi pada perlakuan iradiasi
dengan dosis yang sama, dipengaruhi oleh laju dosis yang
digunakan. Pada dosis yang sama, terdapat indikasi cukup
kuat bahwa iradiasi dengan laju dosis lebih tinggi (waktu lebih
singkat) akan memberikan tingkat penurunan zat antigizi yang
lebih besar daripada penurunan zat antigizi yang terjadi pada
iradiasi dengan laju dosis lebih rendah (waktu lebih lama).
Dalam hal perubahan kecerahan (warna) kedele, penelitian
kami juga menunjukkan bahwa pola perubahan warna sebagai
fungsi dari dosis radiasi (Gambar 15) memperlihatkan pola
yang berbeda dengan pola perubahan zat antigizi (Gambar
14). Secara umum ada kecenderungan bahwa iradiasi dengan
laju dosis yang lebih tinggi (waktu lebih pendek) akan
menyebabkan perubahan kecerahan warna yang lebih kecil.
Penelitian ini memberikan indikasi bahwa laju dosis diduga
merupakan salah satu faktor penting dalam upaya optimalisasi
proses radiasi.

| 45 |

Gambar 14 Perubahan konsentrasi asam fitat kedelai sebagai


fungsi dari dosis radiasi (Tanhidarto dkk 2013a)

Gambar 15 Perubahan kecerahan (warna) biji dan kedelai


sebagai fungsi dari dosis radiasi (Tanhidarto dkk
2013a)
| 46 |

Penutup
Menuju Individu Sehat, Aktif dan Produktif
A safe and nutritious food supply is essential for good health.
WHO (2007)9,

Seperti telah disebutkan di awal naskah ini, tujuan akhir dari


ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat sesungguhnya
adalah untuk meningkatkan tingkat kesehatan, keaktifan dan
produktivitas individu. Dalam hal ini, teknologi dan rekayasa
proses pangan mempunyai peranan yang unik karena hubungan
yang langsung dan erat antara pangan, gizi dan kesehatan
individu.
Pengembangan aplikasi teknologi dan rekayasa proses pangan
perlu dilakukan dengan misi dalam rangka peningkatan status
kesehatan dan gizi populasi penduduk (Gambar 16). Gambar
16A menunjukkan kondisi hipotetik distribusi penduduk
berdasarkan pada status kesehatan dan gizi (quality of life)
individunya, dimana ada sebagian populasi yang tidak sehat
(sakit) dan ada juga sebagian populasi yang sehat, aktif dan
produktif. Pengembangan dan aplikasi teknologi dan rekayasa
proses pangan yang tepat akan menghasilkan produk pangan
yang diperlukan oleh masyarakat menuju sehat, semaksimal
mungkin mengurangi jumlah penduduk yang sakit dan
meningkatkan jumlah penduduk yang sehat, aktif dan produktif
(Gambar 16B). Namun demikian, jika arah pengembangan
teknologi dan rekayasa proses pangan dilakukan dengan tidak
benar, akibatnya justru akan menyebabkan meningkatnya
jumlah penduduk yang tidak sehat dan memperkecil jumlah
9 http://www.euro.who.int/__data/assets/pdf_file/0018/140661/CorpBrochure_
Nutritious_food.pdf

| 47 |

penduduk yang sehat, aktif dan produktif (Gambar 16C)


sehingga justru membebani negara dan menurunkan daya
saing bangsa.
Sebagai penutup, peran strategis keamanan pangan dalam
pembangunan nasional secara formal sudah diakui oleh
pemerintah dengan terbitnya Undang-Undang No 18
Tahun 2012 tentang Pangan. Namun demikian, dalam
tataran operasional yang menyangkut pengembangan dan
aplikasi teknologi pangan, serta pengembangan industri
pangan nasional, peran penting keamanan pangan ini perlu
mendapatkan perhatian lebih serius. Pemerintah, masyarakat
(konsumen) dan pelaku industri perlu menyadari hal ini,
sehingga semua pihak bisa menjalankan perannya dengan
penuh tanggungjawab dalam membangun ketahanan pangan
yang mandiri dan berdaulat.
Peneliti dan perekayasa proses pangan juga perlu menyadari
peran strategis ini untuk bisa memberikan sumbangan
maksimum bagi terciptanya keamanan pangan, sebagai
prasyarat menuju ketahanan pangan yang mandiri dan
berdaulat. Semoga pula, paparan pada naskah orasi ini,
bisa memunculkan kesadaran bersama semua pemangku
kepentingan mengenai arti strategis keamanan pangan bagi
daya saing bangsa sehingga tercipta komitmen yang kuat
untuk menjamin keamanan pangan guna membangun sumber
daya manusia Indonesia sehat, aktif, produktif, sebagai aset
daya saing bangsa.

| 48 |

Gambar 16 Pengembangan teknologi pangan dan pengaruhnya


pada tingkat kesehatan masyarakat (Modifikasi
dari Hariyadi 2013)
| 49 |

Daftar Pustaka
Alimi T. 2006. Trade and Environment Dimension in the Food
and Food Processing Industries in Asia and the Pacific.
United Nations.
Anderson NM, Larkin JW, Cole MB, Skinner GE, Whiting
RC, Gorris LGM, Rodriguez A, Buchanan R, Stewart
CM, Hanlin JH, Keener L And Hall 7 PA. 2011. Food
safety objective approach for controlling Clostridium
botulinum growth and toxin production in commercially
sterile foods. Journal of Food Protection 74 (11) :1956
1989.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2011.
Laporan Tahunan 2011. Tersedia di http://www.pom.
go.id/new/index.php/browse/laporan_tahunan/01-082005/01-08-2015/1.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2012.
Laporan Tahunan 2012. Tersedia di http://www.pom.
go.id/new/index.php/browse/laporan_tahunan/01-082005/01-08-2015/1.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2013.
Laporan Tahunan 2013. Tersedia di http://www.pom.
go.id/new/index.php/browse/laporan_tahunan/01-082005/01-08-2015/1.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2015. Siaran
Pers Keamanan Pangan Tanggung Jawab Bersama. 30
April 2015. Tersedia di http://www.pom.go.id/new/index.
php/view/pers/261/-quot-Keamanan-Pangan-TanggungJawab-Bersama-quot-.html.

| 50 |

Bylund G. 1995. Dairy Processing Handbook. Tetra Pak


Processing Systems AB, Lund, Sweden.
[CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2015.
Estimating Foodborne Illness: An Overview. Available
at
http://www.cdc.gov/foodborneburden/estimatesoverview.html.
Dewanti-Hariyadi R, Hariyadi P. 2012. Antisipasi terhadap isuisu Baru Keamanan Pangan. PANGAN 21 (1) : 85-99.
[EFAS] European Food Safety Authority. 2005. Opinion of the
scientific panel on biological hazards on the request for
the Commission related to Clostridium spp in foodstuffs.
EFSA J. 199:165.
Floros J. 2004. Food and diet in Greece from ancient to
present times. Proceedings of the Indigenous Knowledge
Conference. May 2729, 2004. Penn State Conference
Center, Pennsylvania State University, University
Park, PA. p 5. Tersedia di: http://www.ed.psu.edu/
ICIK/2004Proceedings/section2-floros.pdf. Diakses 22
April 2013.
Floros JD. 2008. Food science: Feeding the world. Food
Technol 62(5):11.
Floros JD et al. 2010. Feeding the World Today and Tomorrow:
The Importance of Food Science and Technology.
Comprehensive Reviews in Food Science and Food
Safety. Volume 9, Issue 5,pages 572599.
Hall RL. 1989. Pioneers in food science and technology: giants
in the earth. Food Technol 43(9):18695.
Hariyadi P. 2005. Ekonomi Keamanan Pangan: Kerugian
Ekonomi karena Masalah Keamanan Pangan di Indonesia.
BPOM RI. Tidak dipublikasikan.
| 51 |

Hariyadi P. 2007. Pangan dan Daya Saing Bangsa. Di dalam


Upaya peningkatan Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
Melalui Ilmu dan Teknologi. ISBN 978-979-16216-0-1.
Hal. 1-23.
Hariyadi P. 2008a. Otoritas Nasional Keamanan Pangan Di
Indonesia, mungkinkah? SNI VALUASI. 2 (2) : 7-9.
Hariyadi P. 2008b. The Food canning industry in Indonesia: need
for safety assurance regulation and quality optimisation.
Food Manufacturing Efficiency. 2(1): 41-48.
Hariyadi P. 2009. Menuju Kemandirian Pangan Ketahanan
Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal. Prosiding Seminar
Menuju Ketahanan Pangan yang Kokoh Buffer Krisis
dan Ketahanan Nasional Dalam rangka Persiapan
Sidang Tahunan Asian Development Bank. ISBN 978979-16216-5-6. Hal. 4-18, Bali, 2 - 5 Mei 2009.
Hariyadi P. 2010a. Penguatan Industri Penghasil Nilai Tambah
Berbasis Potensi Lokal: Peranan Teknologi Pangan untuk
Kemandirian Pangan. PANGAN 19 (4} : 295-301.
Hariyadi P. 2010b. Peranan Perguruan Tinggi dalam Pembinaan
Makanan Jajan:
Kemitraan untuk Meningkatkan
Mutu dan Keamanan Pangan. Makalah disampaikan
pada Workshop Jejaring Kemitraan Makanan Jajanan,
Direktorat Penyehatan Lingkungan, Ditjen PP & PL,
Kemenkes RI. Jakarta 7 Juli 2010.
Hariyadi P. 2012. Industri Pangan dalam Menunjang
Kedaulatan Pangan. Di dalam Merevolusi Revolusi
Hijau; Pemikiran Guru Besar. Editors: Poerwanto, et al.
IPB. BOGOR. IPB Press. Hal 74-88.

| 52 |

Hariyadi P. 2013. Rekayasa Proses untuk Nilai Tambah dan


Keamanan Pangan: Menuju ketahanan pangan mandiri
dan berdaulat. Naskah Kuliah Inagurasi sebagai Anggota
Komisi Ilmu Reakayasa, Akademi Ilmu Pengetahuan
Indonesia (AIPI).
Hariyadi P. 2014. Concern of Developing Countries on
Phenomena of Chasing Zero. Presented at CCASIA
CODEX WORKSHOP, Bogor 23-25 September 2014.
Tersedia di http://phariyadi.staff.ipb.ac.id/files/2014/09/
Concern-of-Developing-Countries-on-Phenomena-ofChasing-Zero-CCASIA-BOGOR_-2014-PH-upload.pdf.
Hariyadi P. 2014. Prinsip-Prinsip Proses Panas untuk Industri
Pangan. Dian Rakyat. Jakarta.
Hariyadi P. 2015a. Pembangunan Keamanan Pangan. Harian
KONTAN. Tanggal 4 Juni 2015.
Hariyadi P. 2015b. Ancaman Serius Pemalsuan Pangan. Harian
KOMPAS, 23 Mei 2015.
Hariyadi P, Dewanti-Hariyadi R. 2003. The Need of
Communicating Food Safety in Indonesia. Food Quality,
A Challenge for North and South. IAAS Belgium , p.
265-274.
Hariyadi P, Sparinga R. 2013. Beyond 2015: Harnessing New
Technologies for Sustainable and Safe Food Supply for
the ASEAN Community. International Life Science
Institute-Annual General Meeting 2013. Singapore. 1617 April, 2013.
Henry CJK. 1997. New food processing technologies: from
foraging to farming to food technology.Proceedings of
the Nutrition Society 56 : 855-863.

| 53 |

Holdsworth SD. 1997. Thermal Processing of Packaged Foods.


Blakie Academic & Professional. London.
Khusnayaini AA, Hariyadi P, Purnomo EH. 2013. Effect of
sterility (F0) value at different canning temperatures on
the physical properties of canned gudeg. Paper presented
at 13th Asean Food Conference 2013, Singapore, 9-11
September 2013.
Knorr D. 2008. New Developments in Industrial Food
Processing. http://www.tekno.dk/subpage.php3?article=
1499&survey=15&language=uk. Diakses Juni 2011.
Labuza T, Sloan AE. 1981. Force of change: from Osiris to
open dating. Food Technol 35(7):3443.
Lund D. 2012. The Role of the Food Technologist in Assuring
Better, Safer and Healthier Food for All. Presentasi
disampaikan di Institut Pertanian Bogor. Tersedia di http://
seafast.ipb.ac.id/publication/presentation/indonesia-4-912.pdf. Diakses April 2013.
Otsuki T, Wilson JS, Sewadeh M. 2001. Saving two in a
billion: quantifying the trade effect of European food
safety standards on African exports. Food Policy 26
(2001) 495514.
Pflug I J. 1982. Microbiology and Engineering of Sterilization
Processes (5th Edition.). Minneapolis: University of
Minnesota Press.
RASFF Portal (https://webgate.ec.europa.eu/rasff-window/
portal/).
Tanhidarto RP, Hariyadi P, Purnomo EH dan Irawati Z. 2013a.
Pengaruh laju dosis iradiasi gamma (60Co) terhadap
senyawa antigizi asam fitat dan antitripsin pada kedelai
| 54 |

(Glycine max L.). Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan


Radiasi, 9(1), 23-33.
Tanhidarto RP, Hariyadi P, Purnomo EH, Irawati Z. 2013b.
Effects of gamma irradiation at different combinations of
dose-rate and time of exposure on the isoflavone contents
of soybean. Asian J. Food Ag-Ind. 2013, 6(06), 322328.
Uhler P. FSIS. Thermally Processed, Commercially Sterile
Products. Tersedia di http://www.fsis.usda.gov/OPPDE/
rdad/FRPubs/97-013N/PUhler_Canning.pdf
USFDA. 2015. Food and Drug Administration Import Refusal
Report for OASIS. Tersedia di http://www.accessdata.
fda.gov/scripts/importrefusals.
WHO. 1984. The Role of Food Safety in Health and
Development. Report of a Joint FAO/WHO Expert
Committee on Food Safety. Geneva, World Health
Organization, 1984 (WHO Technical Report Series, No
705).
WHO. 1996. Guidelines for strengthening a National Food
Safety Programme. Food Safety Unit, Divison of Food
and Nutrition, WHO.
WHO. 2015. World Health Day 2015: Food safety. Diunduh
pada tgl 10 Juli 2015 dari http://www.who.int/campaigns/
world-health-day/2015/event/en/.
Wrangham R. 2009. Catching fire: how cooking made us
human. New York: Basic Books.

| 55 |

Ucapan Terima Kasih


Atas karunia dan nikmat dari Allah SWT saya baru saja selesai
membacakan sebagian naskah orasi yang sederhana ini.
Saya sangat bersyukur atas kesempatan ini. Alhamdulillahi
Rabbilaalamiin.
Sekarang sampailah pada bagian orasi yang paling penting
dan paling sulit bagi saya. Saya anggap paling penting karena
sesungguhnya saya tidak mungkin mampu mencapai kondisi
sekarang ini kalau bukan atas dorongan, bantuan, uluran
tangan, doa dari banyak pihak. Untuk itu, saya sangat merasa
beruntung dan berterima kasih. Saya anggap tersulit, karena
begitu banyaknya kolega, teman, pihak yang membantu saya
sehingga saya kesulitan untuk mengidentifikasi dengan baik.
Untuk itu saya minta maaf, jika saya terlewat dan tidak bisa
menyebutkan semuanya.
Pada kesempatan pertama, saya menyampaikan terima kasih
kepada kepada guru-guru saya. Ucapan terima kasih dan rasa
hormat saya sampaikan kepada guru-guru saya di Sekolah
Dasar Negeri Glonggong Jakenan, Sekolah Menengah Pertama
Negeri I Pati, serta Sekolah Menegah Atas Negeri I Semarang,
atas didikan dan bimbingannya yang telah diberikan kepada
saya. Ucapan dan rasa hormat juga saya sampaikan kepada
semua dosen-dosen saya sejak di Tingkat Persiapan Bersama
sampai saya menyelesaikan pendidikan sarjana di IPB Bogor.
Terima kasih dan penghargaan tertinggi saya sampaikan ibu/
bapak dosen dan Kepala Bagian Rekayasa Proses Pangan,
Ketua dan Sekretaris Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Dekan dan para Wakil Dekan Fakultas Teknologi Pertanian,
Rektor dan para Wakil Rektor Institut Pertanian Bogor, Senat
Akademik dan Dewan Guru Besar, serta Rektor IPB yang telah
| 56 |

memberikan kesempatan, kepercayaan untuk menjadi Guru


Besar tetap di Fakultas Teknologi Pertanian, IPB sejak bulan
Mei tahun 2010 yang lalu.
Kepada Prof Aman Wirakartakusumah, yang telah berkenan
membimbing saya pada program sarjana, dan telah mendorong
dan membuka kesempatan untuk saya bisa melanjutkan studi
S2 dan S3, saya sampaikan terimakasih dan penghargaan
yang tinggi. Prof Aman jugalah yang mengundang saya
untuk bergabung menjadi dosen di Departemen ITP, setelah
sebelumnya saya harus bekerja di Industri Pangan di Jakarta
karena beasiswa yang saya terima dari industri tersebut. Terima
kasih saya sampaikan kepada Prof Dedi Fardiaz, yang telah
memberikan dorongan, bimbingan dan banyak kesempatan
tumbuh untuk saya. Kepada Prof FG Winarno, yang banyak
memberikan bimbingan dan kesempatan kepada saya untuk
berkiprah dan menimba ilmu di industri pangan sejak saya
masih mahasiswa sampai sekarang juga saya sampaikan terima
kasih dan penghargaan yang tulus. Sampai sekarang, beliau
bertiga masih berkenan memberikan masukan, tantangan dan
teladan bagi saya untuk menjadi lebih baik.
Kepada Prof Tien R Muchtadi, saya menyampaikan terima
kasih dan penghargaan yang tinggi atas berbagai kesempatan
yang diberikan kepada saya selama ini, mulai dari ketika saya
baru pulang dari Amerika sebagai dosen muda sampai sekarang
ini. Ucapan yang sama juga saya haturkan kepada Prof Deddy
Muchtadi.
Saya sunggguh beruntung dan perlu selalu bersyukur karena
bisa menimba ilmu dari banyak dosen kaliber terbaik di
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Kepada Dr Dahrul
Syah, Dr Nurheni Sri Palupi, Dr Joko Hermanianto, Prof Slamet
Budijanto, Prof Winiati Pudji Rahayu, saya sampaikan terima
| 57 |

kasih atas segala nasehat dan kerjasamanya dalam berbagai


kesempatan. Interaksi dan pergaulan dengan ibu/bapak dosen
ini telah mewarnai karier dan pemikiran saya selama ini.
Kepada Prof Dr Soewarno T Soekarto, Prof Betty Sri Laksmi,
Prof Rizal Syarief, Ir Darwin Kadarisman, MS dan Ir Ansori
Rahman, MS (Alm), Prof Eriyatno, Prof Bambang Pramudya,
Prof Anas Miftah Fauzi, Prof Hardinsyah, Prof Hidayat Syarief,
Prof Soekirman yang selalu mendorong dan menyemangati
saya untuk terlibat pada berbagai prakarsa bidang pangan
dan gizi, saya ucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi juga saya
sampaikan kepada Dr Adil Basuki Ahza, yang telah berkenan
membimbing dan membantu saya dan keluarga saya dalam
banyak hal, terutama ketika saya dan istri saya menempuh
program pendidikan S2 dan S3 di University of WisconsinMadison, AS. Ucapan yang sama juga saya sampaikan kepada
Keluarga Dr Hermanu Triwidodo dan Dr Purnomo Hidayat;
atas segala bantuannya. Terima kasih kepada Prof Kirk L Parkin
dari Department of Food Science, University of WisconsinMadison, dosen pembimbing saya untuk program S2 dan S3.
Beliau tidak hanya memberikan bimbingan akademik tetapi juga
persahabatan personal yang mengesankan. Penghargaan juga
saya sampaikan kepada Prof Regina Murphy dari Department
of Chemical Engineering, University of Wisconsin-Madison
yang berkenan membimbing saya menyelesaikan program
PhD dengan minor di Chemical Engineering.
Kepada Prof Lilis Nuraida dan Prof Nuri Andarwulan, Dr
Dahrul Syah, Dr Feri Kusnandar, yang telah bersama-sama
dengan kolega dosen yang lain mengelola Departemen ITP,
progam QUE dan program B, serta pusat penelitian (SEAFAST
center) dengan berbagai suka-dukanya, juga saya ucapkan
terima kasih dan penghargaan.
| 58 |

Berkenaan dengan SEAFAST center, tempat saya sekitar hampir


10 tahun terakhir berkiprah, saya sangat berterima kasih kepada
Prof Aman Wirakartakusumah (Rektor IPB1998-2002), Prof
Ahmad Ansori Mattjik (Rektor IPB 2002-2007) dan Prof Herry
Suhardijanto (Rektor IPB 2008 sampai sekarang) yang telah
memberikan arahan untuk pembentukan dan pengembangan
SEAFAST center, dengan mandat utama untuk meningkatkan
keamanan, gizi dan mutu pangan melalui ilmu dan teknologi.
Berbagai pelajaran berharga dari SEAFAST center inilah yang
saya tuangkan sebagai naskah orasi saya kali ini.
Berkenaan dengan SEAFAST, saya juga mengucapkan terima
kasih kepada Prof. Clifford E. Hoelscher, Prof Edwin C.
Price, Prof Elsa Murano dan Prof Tim Davis dari The Norman
Borlaug Institute for International Agriculture at Texas
A&M University, yang pada periode waktu yang berbeda
terlibat dalam perancangan, pelaksanaan dan pengembangan
SEAFAST center sampai sekarang. Especially today, I would
like to thank Prof Tim Davis, who has made a special effort
to come to this occasion. Pak Tim, on behalf of our team at
SEAFAST center, I would like to thank you for your trust and
collaborations in the past 10 years. We are looking forward
to having more productive collaborations in improving food
safety, nutrition and quality in the years to come.
Terima kasih saya sampaikan pula kepada berbagai mitra yang
selama ini percaya dan berkenan bekerjasama dalam upaya
peningkatan keamanan, gizi dan mutu pangan di Indonesia.
Kepada mitra kami di Badan Pengawas Obat dan Makanan,
Badan Standarisasi Nasional, Kementerian Pertanian,
Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan,
International Life Science Institute
(ILSI), Gabungan
Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) dan
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia serta PT Indofood
| 59 |

Sukses Makmur, PT Makin, PT Rex Canning, saya ucapkan


terima kasih atas kepercayaan dan kerjasamanya dalam
berbagai program pengembangan keamanan, gizi dan mutu
pangan. Semoga upaya bersama pembangunan keamanan
pangan kedepannya bisa diperkuat, sehingga tantangan ganda
keamanan pangan bisa diatasi bersama-sama.
Kepada Prof Rizal Syarief dan Prof Slamet Budijanto, saya
ucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi, karena
ditengah kesibukannya, kedua beliau masih berkenan
menyempatkan membaca dan menelaah naskah orasi ilmiah
saya. Koreksi dan masukannya sangat bermanfaat bagi
perbaikan naskah orasi ini.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada semua tenaga
kependidikan, serta teknisi dan laboran di Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, Fateta, IPB. Demikian pula kepada semua
staff dan pegawai di SEAFAST center yang telah berkenan
bekerjasama dengan sangat baik selama ini. Terima kasih pula
kepada semua staff dan pegawai administrasi kepegawaian,
di Departemen, di Fakultas dan di Direktorat Sumber Daya
Manusia IPB atas segala bantuan dan pelayanannya yang
sangat baik.
Terima kasih kepada Direktorat Administrasi Pendidikan, Biro
Umum IPB, atas segala fasilitas dan bantuannya sehingga
acara orasi ilmiah ini bisa berjalan dengan baik. Secara khusus,
terima kasih kepada Dr Drajat Martianto, kolega saya dalam
banyak kegiatan peningkatan keamanan dan gizi pangan, atas
segala bantuannya dalam pelaksanaan orasi ilmiah ini.
Kepada Tim Indofood Riset Nugraha, saya juga ucapkan
terima kasih atas semangat belajar dan kerjasama untuk
menanamkan semangat meneliti dan good research practices
di bidang pangan untuk kalangan generasi muda mahasiswa.
| 60 |

Kepada para mahasiswa dan alumni, saya menyampaikan


terima kasih yang sebesar-besarnya atas berbagai kesempatan
diskusi dan interaksi yang sungguh merupakan pembelajaran
sangat berharga bagi saya. Terima kasih juga kepada temanteman Sarijem 17, khususnya ITP/TPG angkatan 17 atas
segala perhatian, bantuan, kerjasama, semangat, persahabatan
yang tulus selama lebih dari 30 tahun ini, dan semoga masih
terus berlangsung untuk masa yang akan datang. Demikian
juga, kepada kepada tim Media Pangan Indonesia, yang selalu
mencoba menghadirkan informasi ilmiah mengenai keamanan,
gizi dan mutu pangan yang relevan bagi peningkatan daya saing
pangan dan industri pangan Indonesia, saya menyampaikan
terima kasih dan penghargaan yang tinggi.
Pada kesempatan yang baik ini saya sampaikan bakti dan
terima kasih tak terhingga kepada kedua orang tua saya.
Bapak H. Soekarno (alm) dan Ibunda Hj. Soekayati (alm).
Terima kasih juga kami sampaikan kepada mertua saya,
bapak Drs H. Noerhasjim Widjaja (alm) dan Ibu Hj. R.A.
Haryati. Alhamdulillah Ibu Haryati dalam keadaan sehat dan
berkesempatan hadir pada acara ini. Saya persembahkan orasi
ilmiah saya hari ini untuk beliau berempat, seraya berdoa
semoga Allah memberikan rahmat dan ampunan bagi beliau
semuanya, serta khususnya kesehatan dan umur panjang yang
barokah bagi ibu Haryati.
Terima kasih juga saya ucapkan kepada adik-adik dan adik
ipar saya beserta seluruh keluarganya, atas dukungan luar
biasa kepada saya untuk bisa berkarier sebagai dosen. Kepada
anak-anak, Laksmita Rahadianti, Pandu Adisasmita dan Indira
Sekarini, serta menantu saya Brahmastro Kresnaraman, saya
juga mengucapkan terima kasih atas segala kesabaran dan
pengertiannya, atas usaha ayahnya untuk menjadi dosen yang
lebih baik dan lebih baik. Secara khusus, saya mengucapkan
| 61 |

terima kasih kepada istri saya Prof. Ratih Dewanti-Hariyadi


yang telah menjadi pasangan hidup, teman diskusi, sahabat
dan penyemangat saya untuk menghadapi berbagai tantangan
yang ada. Keluarga adalah inspirasi bagi saya. Terima kasih
atas segala cinta dan kasih sayang yang tak terhingga,
menyenangkan dan menyejukkan di rumah dan selalu
mendorong untuk menjadi lebih baik. Istri dan anak-anak saya
selalu membuat saya ingin pulang.
Akhirnya, terima kasih sekali kepada hadirin sekalian yang
telah dengan penuh kesabaran dan perhatian mengikuti
jalannya orasi ilmiah ini. Orasi ilmiah ini saya siapkan dengan
sungguh-sungguh dengan semangat mencari dan memberi
yang terbaik. Namun demikian, saya menyadari bahwa masih
banyak kekurangan dan kesalahan yang terjadi, baik dalam
naskah atau pun dalam penyampaian orasi ilmiah ini. Oleh
karena itu, perkenankan saya menyampaikan permohonan
maaf atas segala kekurangan yang ada. Harapan saya, semoga
ada manfaat yang bisa diambil dari orasi ilmiah ini.
Aamiin.
Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

| 62 |

Foto Keluarga

Dari kiri ke kanan: Pandu Adisasmita (anak kedua), Prof. Dr.


Ratih Dewanti-Hariyadi (Istri), Brahmastro Kresnaraman,
S.Kom, MSc. (menantu), Laksmita Rahadianti, S.Kom, MSc.
(anak pertama), Prof. Dr. Purwiyatno Hariyadi (orator), Indira
Sekarini (anak ketiga).

| 63 |

Riwayat Hidup
Identitas Diri
Nama

: Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi


M.Sc., CFS10
NIP
: 196203091987031003
Tempat & Tanggal Lahir : Pati, 9 Maret 1962
Agama
: Islam
Jabatan Fungsional
: Guru Besar
Jabatan Struktural
: Kepala Pusat Pengembangan
Ilmu dan Teknologi Pertanian dan
Pangan Asia Tenggara (Southeast
Asian Food and Agricultural
Science and Technology/
SEAFAST center) - LPPM
Pangkat
: IV/d
Unit Kerja
: Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB, BOGOR
Alamat Email
: phariyadi@ipb.ac.id
Web
: phariyadi.staff.ipb.ac.id

Riwayat Pendidikan
Tahun
1980 - 1984

1988 - 1990

Jenjang, Bidang Studi


Sarjana, Teknologi Pangan
(Cum Laude)

Universitas
Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB
Master, Kimia Pangan/Pasca Dept. of Food Science,
Panen
University of Wisconsin,
Madison, USA

10 Certified Food Scientist


| 64 |

Tahun
1990 - 1995

Jenjang, Bidang Studi


Doktor, Kimia Pangan/
Teknik Kimia

Universitas
Dept. of Food Science,
University of Wisconsin,
Madison, USA

Riwayat Pelatihan (5 tahun terakhir):


No
1

Tahun
2014

2011

2011

2011

Judul pelatihan
Joint FAO/WHO pre-CCASIA Workshop on
Food recall/Traceability within the Risk Analysis
Framework-Prevention of Food Safety Emergencies.
Tokyo Japan, 2 November 2014.
Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) Regional Food Defense Awareness Workshop,
Bangkok, Thailand. September 19-20, 2011.
Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) Food
Safety Cooperation Forum Partnership Training
Institute Network (FSCF PTIN) - Regional Laboratory
Capacity Building Workshop, Bangkok, Thailand.
August 25 26, 2011.
Risk-based Food Control Programs in Southeast Asia:
A Regional Seminar-Workshop, SEARCA, Los Baos,
Laguna, Philippines. May 17-19, 2011.

Riwayat Pekerjaan:
No
1
2

Tahun
2013-sekarang
2012-sekarang

2009-sekarang

Pekerjaan
Anggota Panitia Nasional CODEX
Anggota Dewan Pembina. Yayasan Kegizian
untuk Pengembangan Fortifikasi Pangan
Indonesia (KFI).
Member of Advisory Board, International
Life Science Institute, South East Asian
Region

| 65 |

No
4

Tahun
2005-sekarang

2000-2005

1995-2000

1994-1995

1987-sekarang

1984-1986

Pekerjaan
Kepala SEAFAST center (Southeast
Asian Food and Agricultural Science and
Technology-Center) LPPM, IPB, Bogor.
(ww.seafast.org)
Ketua Departemen, Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB, Bogor
Pembantu Dekan III (Bidang
Kemahasiswaan), Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB, Bogor
Research Assistant, Department of Food
Science, University of Wisconsin-Madison,
USA
Dosen, Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB,
Bogor
Manager R&D, PT Mustika Ratu (Div.
Minuman segar), Jakarta, Indonesia.

Daftar Kegiatan Pendidikan dan Pengajaran


No
1
2
3
4
5
6

Kode-Judul Mata
Kuliah
ITP200-Pengantar
Teknologi Pangan
ITP330-Prinsip Teknik
Pangan
ITP500-Metodologi
Penelitian Ilmu Pangan
ITP503-Analisis Pangan
ITP504-Etika Profesi
ITP506-Isu Mutakhir
Teknologi Pangan

Program Studi
S1, Teknologi Pangan, Fateta, IPB
S1, Teknologi Pangan, Fateta, IPB
S2/S3, Ilmu Pangan, Fateta, IPB
S2/S3, Ilmu Pangan, Fateta, IPB
S2, Magister Profesi, Teknologi
Pangan, Fateta, IPB
S2, Magister Profesi, Teknologi
Pangan, Fateta, IPB

| 66 |

No
7
8
9
10
11

Kode-Judul Mata
Kuliah
ITP530-Rekayasa Proses
Pangan
ITP703-Ilmu Pangan
Lanjut
ITP730-Proses Panas
untuk Pangan
PMB66
Internasionalisasi
Perguruan Tinggi
FST2203-Food
Commodities in
Indonesia(23 June to 25
July 2014)

Program Studi
S2/S3, Ilmu Pangan, Fateta, IPB
S2/S3, Ilmu Pangan, Fateta, IPB
S2/S3, Ilmu Pangan, Fateta, IPB
S2, Magister Manajemen Perguruan
Tinggi, MB IPB
The Summer School 2014, Faculty
of Arts & Social Science, NUS,
Singapore

Daftar Pembimbingan Mahasiswa (s/d Juli 2015)


No Strata

Doktor (S3)

Jumlah Mahasiswa Keterangan

23 orang

| 67 |

Lulus: 18 orang (7 sebagai


ketua komisi dan 11
sebagai anggota komisi
pembimbing),
Sedang proses
pembimbingan: 5 orang (2
sebagai ketua komisi dan
3 sebagai anggota komisi
pembimbing)

No Strata

Jumlah Mahasiswa Keterangan


56 orang

Magister (S2)

12 orang
3 orang

Sarjana (S1)

88 orang

Program Studi Ilmu Pangan;


Lulus 50 orang (sedang
proses pembimbingan 6
orang)
Program Magister Profesi
Teknologi Pangan;
Lulus 10 (sedang proses
pembimbingan 2 orang)
Program Studi Komunikasi
Pembangunan Pertanian
Program Studi Teknologi
Pangan
Lulus 85 orang (sedang
proses pembimbingan: 3
orang)

Daftar Keanggotaan Organisasi Profesi


No
1
2
3
4

Nama Organisasi Profesi


Institute of Food Technologist
(IFT), USA
Institute for Thermal Process
Specialists (IFTPS), USA
Perhimpunan Ahli Teknologi
Pangan (PATPI)
Masyarakat Perkelapa-Sawitan
Indonesia (MAKSI)

| 68 |

Keanggotaan
Anggota Profesional
Anggota
Ketua Umum (2006-2008 dan
2008-2010), Anggota,
Ketua Umum (2005-2009),
Anggota,

Daftar Pengalaman Pengelolaan Penerbitan dan


Jurnal Ilmiah
No
1

3
4
5
6

Jurnal Industri dan Teknologi


Pangan. Nomor ISSN : 2087751X. (http://jtip.journal.ipb.
ac.id/).
Jurnal Mutu Pangan (Indonesian
Food Quality Journal). No
ISSN 2355-5017. (http://www.
jurnalmutupangan.com/)
Food Review Indonesia. Nomor
ISSN:1907-1280. (http://www.
foodreview.co.id)
Info SAWIT. Nomor ISSN 19789815. (http://www.infosawit.
com/)
Majalah PANGAN: Media
Komunikasi & Informasi, Bulog.
Nomor ISSN 0852-0607.
Warta IHP. Nomor ISSN 02151243.

Peranan
Penanggung jawab (20062010)
Anggota Redaksi (2014Sekarang).
Pemimpin Redaksi (2005sekarang)
Anggota Dewan Redaksi
(2007-Sekarang).
Mitra Bestari (2010Sekarang)
Mitra Bestari (2014Sekarang)

Daftar Publikasi pada Jurnal Ilmiah (5 tahun


terakhir)
No
1

Tahun
2015

Penulis, Judul Publikasi dan Nama Jurnal Ilmiah


Hendrawan I, Sutrisno, Hariyadi P, Purwanto
YA, Hasbullah R. 2015. Optimizing the Formula
of Composite Non-Rice Carbohydrate Sources for
Simulated Rice Grain Production. International
Journal of Scientific and Engineering Research
03/2015; 6(3).

| 69 |

No
2

Tahun
2015

2014.

2014

2014

2014

2014

Penulis, Judul Publikasi dan Nama Jurnal Ilmiah


Sarungallo ZL, Hariyadi P, AndarwulanN,
PurnomoEH, Wada M. 2015. Analysis of
-Cryptoxanthin, -Cryptoxanthin, -Carotene, and
-Carotene of Pandanus Conoideus Oil by Highperformance Liquid Chromatography (HPLC).
Procedia Food Science 12/2015; 3:231-243.
DOI:10.1016/j.profoo.2015.01.026.
Lanovia T, Andarwulan N, Hariyadi P. 2014. Validasi
Modifikasi Metode Weihaar untuk Analisis 3-MCPD
Ester dalam Minyak Goreng Sawit J Teknol. dan
Industri Pangan12/2014; 25(2):200-208.
Sumarto, Hariyadi P, Purnomo EH. 2014. Kajian
Perumusan Standar dan Peraturan Keamanan Pangan
BULOG Vol 23/2/ Hal 108-207. Juni 2014.
Rahmawati Arifin R, Dewanti-Hariyadi R, Hariyadi
P, Fardiaz D. 2014. Profile of Microorganisms and
Amylose Content of White Corn Flours of Two
Local Varieties as Affected by Fermentation Process,
2014 2nd International Conference on Food and
Agricultural Sciences, ICFAS2014, DOI: 10.7763/
IPCBEE. 2014. V77. 13.
Farasara, R, Hariyadi, P, Fardiaz D, Dewanti-Hariyadi,
R. 2014. Pasting Properties of White Corn Flours of
Anoman 1 and Pulut Harapan Varieties as Affected
by fermentation Process. Food and Nutrition Sciences
11/2014; 5:2038-2047.
Andarwulan N, Gitapratiwi D, Laillou, A, Fitriani, D,
Hariyadi, P, Moench-Pfanner, R, Drajat Martianto.
2014. Quality of Vegetable Oil Prior to Fortification
Is an Important Criteria to Achieve a Health
Impact. Nutrients 2014, 6, 5051-5060; doi:10.3390/
nu6115051.

| 70 |

No
8

Tahun
2013

2013

10

2013

11

2013

12

2013

13

2013

14

2013

Penulis, Judul Publikasi dan Nama Jurnal Ilmiah


Tanhidarto RP, Hariyadi P, Purnomo EH, Irawati
Z. 2014. Effects of gamma irradiation at different
combinations of dose-rate and time of exposure on the
isoflavone contents of soybean. As. J. Food Ag-Ind.
2013, 6(06), 322-328.
Tanhidarto RP, Hariyadi P, Purnomo EH, Irawati Z.
2013. Pengaruh laju dosis iradiasi gamma (60Co)
terhadap senyawa antigizi asam fitat dan antitripsin
pada kedelai (Glycine max L.). Jurnal Ilmiah Aplikasi
Isotop dan Radiasi, 9(1), 23-33.
Tanhidarto RP, Hariyadi P, Purnomo EH, Irawati
Z. 2013b. Effects of gamma irradiation at different
combinations of dose-rate and time of exposure on the
isoflavone contents of soybean. Asian J. Food Ag-Ind.
2013, 6(06), 322-328.
Budi FS, Hariyadi P, Budijanto S, Syah D. 2013.
Teknologi Proses Ekstrusi untuk Membuat Beras
Analog, Majalah-Pangan-Vol.22 (3), 09, 2013. p209286.
Rahmawati, Dewanti-Hariyadi R, Hariyadi P,
Fardiaz D. 2013. Isolation and Identification of
Microorganisms during Spontaneous Fermentation of
Maize. J. Teknol. Dan Industri Pangan, Vol 24. No. 1.
2013.
Mursalin, Hariyadi P, Purnomo EH, Andarwulan
N, Fardiaz D. Fraksinasi kering minyak kelapa
menggunakan kristalisator skala 120 kg untuk
menghasilkan fraksi minyak kaya triasilgliserol rantai
menengah. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 19(1),
Maret 2013. Halaman 41-49. ISSN 0853-8212.
Davis T, Hariyadi P. 2013. Horticultural Research and
Education Opportunities in Indonesia,HortScience,
March 2013, 48 (3).

| 71 |

No
15

Tahun
2013

16

2012

17

2012

18

2012

19

2011

20

2011

21

2010

22

2010

Penulis, Judul Publikasi dan Nama Jurnal Ilmiah


Yusraini E, Hariyadi P, Kusnandar F. 2013.
Preparation and partial characterization of low
dextrose equivalent (DE) maltodextrin from banana
starch produced by enzymatic hydrolysis. Starch Strke. Volume 65, Issue 3-4, pages 312321, March
2013.
Syamsir E, Hariyadi P, Fardiaz P, Andarwulan N,
Kusnandar F. 2012. Karakterisasi Tapioka dari Lima
Varietas Ubi kayu (Manihot utilisimaCrantz) Asal
Lampung. J Agrotek 5(1) 93-105.
Syamsir E, Hariyadi P, Fardiaz D, Andarwulan A,
Kusnandar F.2012. Effect of Heat-Moisture Treatment
(HMT) Process on Physicochemical Characteristics
of Starch. J. Teknol dan Industri Pangan. Vol XXIII,
No. 1.
Adawiyah DR, Soekarto TS, Hariyadi P. 2012.Fat
hydrolysis in a food model system: effect of water
activity and glass transition. International Food
review Journal. 19(2). 727-741.
Hariyadi P. Riset dan Teknologi Pendukung
Peningkatan Kedaulatan Pangan. Jurnal
DIPLOMASI. Vol. 3 (No 3) September 2011.
Anisyah A, Andarwulan N, Hariyadi P. 2011.
Tartrazine Exposure Assessment by Using Food
Frequency Method in North Jakarta, Indonesia. Food
and Nutrition Sciences, 2011, 2, 458-463.
Hariyadi P. Penguatan Industri Penghasil Nilai
Tambah Berbasis Potensi Lokal: Peranan Teknologi
Pangan untuk Kemandirian Pangan. PANGAN, Vol.
19 No. 4 Desember 2010: 295-301.
Aini N and Hariyadi P. 2010. Gelatinization
properties of white maize starch from three varieties
of corn subject to oxidized and acetylated-oxidized
modification. International Food Research Journal 17:
961-968.

| 72 |

No
23

Tahun
2010

24

2010

Penulis, Judul Publikasi dan Nama Jurnal Ilmiah


Montet D, Alldrick A, Bordier M, Bresson H,
Chokesajjawatee N, Durand N, Ha TT, Hak SC,
Hariyadi, P. et. al. 2010. Future topics of common
interest for EU and SEA partners in Food Quality,
Safety & Traceability. Qualirty Assuarence and Safety
of Crops & Foods. 1-7
Nur Aini, Hariyadi P, Muchtadi TR, Andarwulan N.
2010. Hubungan antara waktu fermentasi grits jagung
dengan sifat gelatinisasi tepung jagung putih yang
dipengaruhi ukuran partikel. Jurnal Teknologi dan
Industri Pangan. XXI (1): 18-24.

Daftar Publikasi Lainnya (5 tahun terakhir)


No
1

Tahun
2015

2015

2015

2015

2015

2015

2014

Penulis, Judul Publikasi dan Media/Penerbit


Hariyadi P.2015. Teknologi Isi Panas (Hot-fill
Technology) dan Aplikasiknya ntuk Minuman Teh.
FoodReview Indonesia 08/2015; 10(8):42-46.
Hariyadi P. 2015. Pembangunan Keamanan
Pangan. Harian KONTAN. 4 Juni 2015.
Hariyadi P. 2015. Ancaman Serius Pemalsuan
Pangan. Harian KOMPAS. 23 Mei 2015.
Hariyadi P. Pengering Drum: Cocok untuk
Pengembangan Produk Bubur Instan. FoodReview
Indonesia05/2015; 10(5):45-49.
Hariyadi P. Industri Pangan Fungsional Indonesia:
Peluang untuk Membangun Kesehatan Bangsa.
FoodReview Indonesia. 05/2015; 10(5):14-18.
Hariyadi P. Overpressure Retort: Untuk Produk
Pangan dengan Kemasan Inovatif. FoodReview
Indonesia 04/2015; 10(4):34-38.
Hariyadi P. Industri Pangan: Menjawab Tantangan
Ketahanan Pangan Mandiri dan Berdaulat.
FoodReview Indonesia. 12/2014; IX(12):22-24.

| 73 |

No
8

Tahun
2014

2014

10

2014

11

2013

12

2013

13

2013

14

2013

15

2013

16

2013

17

2013

18

2012

19

2012

Penulis, Judul Publikasi dan Media/Penerbit


Hariyadi P. Disain Saniter untuk Mesin dan
Peralatan Industri Pangan -FRI Vol IX/1/2014.
Hariyadi P. Sustainable Food Packaging-Arah
pengembangan pengemas masa depan FRI Vol
IX/10/2014.
Dewanti-Hariyadi R, Hariyadi P. HARPC-Apa
bedanya dengan HACCP.FRI Vol IX/7/2014.
Hariyadi P. Food-Grade Lubricants: Esensial
untuk Program HACCP Sukses di Industri Pangan.
FoodReview Indonesia. ISSN 1907-1280. Vol VIIIJuli 2013.
Hariyadi P. Umami, dalam fungsi pangan. UMAMI
Indonesia. Volume II, Edisi 3, 2013.
Hariyadi P. Hot Fill Processing of Beverages.
FoodReview International, Vol 1, 2013.
Hariyadi P. Sanitary Pump:Untuk Industri Pangan.
FoodReview Indonesia, ISSN 1907-1280. Vol VIIIApril 2013.
Hariyadi P. Lima Alasan Mengapa SNI Minyak
Goreng Perlu Revisi. FoodReview Indonesia, ISSN
1907-1280. Vol VIII-Maret 2013.
Hariyadi P. SNI 7709-2012: Definisi Minyak
Goreng Sawit Perlu Koreksi. Majalah INFO Sawit.
Februari 2013.
Hariyadi P. Freeze Drying Technology: For Better
Quality & Flavor of Dried Products. FoodReview
Indonesia. VOL. VIII/NO. 2 2013.
Hariyadi P. 2012. Industri Pangan dalam
menunjang Kedaulatan Pangan. di Dalam
Poerwanto, R., Siregar, I.Z. dan Suryani, A.
(Penyunting) Merevolusi Revolusi Hijau:
Pemikiran Guru Besar IPB. Hal 74-88. IPB Press,
BOGOR
Hariyadi P. 2012. Umami: Penelitian Terkini.
Umami Indonesia, Vol. 1. 2012. 11-12.

| 74 |

No
20

Tahun
2011

21

2011

22

2011

23

2011

24

2011

25

2010

26

2010

27

2010

28

2010

29

2010

30

2010

Penulis, Judul Publikasi dan Media/Penerbit


Hariyadi P. Food Quality: The Wise Choice. Food
Review Indonesia. VOL. VI / NO. 11. NOPEMBER
2011. Hal 20-25.
Hariyadi P. Pemanasan Global, Perdamaian,
dan Kemandirian Pangan. Di dalam The Dancing
Leader. Sutanto, Y. (Ed). 2011, Penerbit Buku
KOMPAS. ISBN:978-979-709-606-9. Hal 441-452.
Hariyadi P. 2011. Pengemas dan pengemasan
Pangan: Convenience vs. Conscience. FoodReview
Indonesia. July, 2011.
Hariyadi P. 2011. Manajemen Pengendalian Hama.
FoodReview Indonesia. Agustus 2011.
Hariyadi P. Faktor Kritis pada Proses Aseptis untuk
Susu UHT. FoodReview Indonesia. Vol. VI (9). Hal.
38-42.
Hariyadi P. Sterilisasi UHT dan Pengemasan
Aseptik. Di dalam SUSU, Berbagai Sumber Nutrisi
Pertumbuhan Anak. Werdhani, R.A., Bardosono, S.,
Soegih, R., Astwan, M dan Hariyadi, P. Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan, Ikatan Dokter Indonesia.
2010.
Hariyadi P. Sepuluh Karakter Unggul Minyak
Sawit. INFO SAWIT. OKTOBER 2010.
Hariyadi P. Statu Keamanan Mi Instan: Kasus
Nipagin (Safety Status of Instant Noodle; Case of
Nipagin). http://www.detiknews.com/read/2010/10/1
3/085920/1463217/103/status-keamanan-mi-instankasus-nipagin (13/10/2010).
Hariyadi P. DAG Oil - Specialty Functional Oil.
FoodReview Indonesia. Vol IV. Juli. 2010.
Hariyadi P. Keju; Konsentrat susu. Di dalam
Smart Eating: Nutritious and Delicius. Kulinologi
Indonesia.
Hariyadi P. Keju dan Manfaat Kesehatan. Di
dalam Smart Eating: Nutritious and Delicius.
Kulinologi Indonesia.
| 75 |

No
31

Tahun
2010

32

2010

Penulis, Judul Publikasi dan Media/Penerbit


Hariyadi P. Produk Pangan bermutu, Aman dan
Berkhasiat. Koran Jurnal Nasional. 27 September
2010.
Hariyadi P. Milk for Growing Kids : the Need of
Regulation. FoodReview Indonesia. Vol IV. Juli.
2010.

Daftar Buku/Prosiding/Catatan Kuliah/Penuntun


Praktikum (10 tahun terakhir)
No
1

Tahun
2014

2012

2010

2009

Penulis dan Judul


Hariyadi P. 2014. PrinsipPrinsip Proses Panas untuk
Industri Pangan. Penerbit PT
Dian Rakyat. Jakarta.
Hariyadi P, DewantiHariyadi R. 2012. Pedoman
Memproduksi Pangan yang
Aman. Penerbit PT Dian Rakyat.
Jakarta.
Hariyadi P, Suyatna NE, Hartati
A. 2010. Satuan Operasi Industri
Pangan. Penerbit Universitas
Terbuka. Jakarta.
Subarna, Kusnandar F, Adawiyah
DR, Wulandari N, Hariyadi
P, Syamsir E. 2009. Penuntun
Praktikum Teknik Pangan.
Department Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB.

| 76 |

Keterangan
Buku

Buku

Buku

Penuntun
Praktikum

No
5

Tahun
2009

2008

2008

2008

2008

10

2008

Penulis dan Judul


Nuraida L, Hariyadi P,
Dewanti-Hariyadi D,
Kusumaningrum HD, Pratiwi
DG, Immaningsih N. 2009.
Investing in Food Quality,
Safety, and Nutrition. SEAFAST
Center IPB.
Hariyadi P, Sukarno, Purnomo
EH, Sumarto. 2008. Ketahanan
Pangan sebagai fondasi
Ketahanan Nasional. Editor.
Prosiding Seminar Departemen
Keuangan RI dan SEAFAST
center, LPPM, IPB, Bogor.
Hariyadi P, Kusnandar F. 2008.
Prinsip Teknik Pangan. Penerbit
Universitas Terbuka, Jakarta.
Fardiaz D, Hariyadi P,
Apriyantono A, Nadia L. 2008.
KIMIA PANGAN. Penerbit
Universitas Terbuka, Jakarta.
Lilis Nuraida, Wulandari N,
Sukmawati Y, Hariyadi P. 2008.
Penelitian dan Pengembangan
untuk Mendukung Agribisnis
Kelapa Sawit Nasional.
Masyarakat Perkelapasawitan
Indonesia (MAKSI) dan
SEAFAST Center, LPPM,
Institut Pertanian Bogor.
Hariyadi P. 2008. Editor. Upaya
Peningkatan Keamanan, Mutu
dan Gizi Pangan melalui Ilmu
dan Teknologi. Southeast Asian
Food Science and Technology
(SEAFAST) Center, IPB, Bogor.

| 77 |

Keterangan
Prosiding

Prosiding

Buku
Buku

Prosiding

Buku

No
11

Tahun
2007

12

2006

13

2006

Penulis dan Judul


Hariyadi P. dan Andarwulan N.
2007. Menghentikan Peredaran
Pangan Bermasalah di Pasar
Konsolidasi Sistem Keamanan
Pangan di Indonesia. Priamedia,
Jakarta.
Hariyadi P, Martianto D, Arifin
B, Wijaya B, Winarno FG. 2006.
Rekonstruksi Kelembagaan
Sosial Penanganan dan
Pencegahan Rawan Pangan dan
Gizi Buruk, Prosiding Lokakarya
Nasional II Penganekaragaman
Pangan.Forum Kerja
Penganekaragaman Pangan dan
PT ISM Bogasari Flour Mills,
Jakarta.
Kusnandar F, Hariyadi P,
Syamsir E. 2006. Lecture
Note on Principles of Food
Engineering (Catatan Kuliah
Prinsip Teknik Pangan).
Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fateta-IPB.

Keterangan
Buku

Prosiding

Catatan
Kuliah

Daftar kegiatan sebagai Pembicara Undangan


(invited speaker) pada Seminar/Workshop (20122015)
No Tahun
1

2015

Judul Paper/
Seminar/Workshop
Introduction to Palm
Oil Processing/
Situation of Palm Oil
Industry in the World.

| 78 |

Tempat/
Keterangan
Waktu
Universidad
Penyaji
Jurez Autnoma
de Tabasco.
Mexico/3-6
Agustus 2015

No Tahun
2

2015

2015

2015

2015

Judul Paper/
Seminar/Workshop
Better Ingredientfor Better Value of
Foods/Seminar on
Creating Competitive
Advantage through
Food Ingredients.
Introduction to Risk
Analysis/Basic
Food Safety Risk
Assessment Training,
BPOM RI, ILSI SEAR
& SEAFAST Center.
Overview on AgriFood Processing &
SMEs in Indonesia/
WORKSHOP
Australia Indonesia
Center (AIC)-Food &
Agriculture Cluster.
Bahaya dan
Kontaminan Baru
dalam Pangan
Segar/Sosialisasi
Penganekaragaman
Konsumsi dan
Keamanan Pangan,
Wilayah I. Badan
Ketahanan Pangan,
Kementerian Pertanian
RI.

| 79 |

Tempat/
Waktu
Hotel Mulia,
Jakarta. 28 Mei,
2015

Keterangan
Penyaji

Seafast Center,
Penyaji
IPB, Bogor. 27
29 Mei 2015.

IPB-IIC, Bogor. , Penyaji


23-25 Feb 2015

Balibio,
Kementerian
Pertanian RI,
Bogor, 11
Februari 2015

Penyaji

No Tahun
6

2014

2014

2014

2014

Judul Paper/
Seminar/Workshop
Trend Perkembangan
Kemasan Pangan
& Kebutuhan
Pengawasannya/
Workshop
Pengembangan Road
Map Pengawasan
Kemasan Pangan,
BPOM RI.
Workshop Menggali
Nilai-Nilai Unggul
Tempe sebagai
Warisan Budaya
Indonesia dan Prospek
Pengembangannya.
International Life
Science Institute (ILSI)
Seminar on Scientific
Substantiation of
Claims.
Concern of
Developing Countries
on Phenomena of
Chasing Zero/USCCASIA CODEX
WORKSHOP.

| 80 |

Tempat/
Waktu
Ruang Sidang
Fakultas
Teknologi
Pertanian,
IPB.22
Desember 2014

Keterangan

Hotel Ibis,
Jakarta
4 Desember
2014

Moderator

Penyaji

Hotel Nusa Dua, Moderator


Bali, Indonesia,
November 22,
2014
Hotel Amaroosa, Penyaji
Bogor 23-25
September 2014

No Tahun
10 2014

11 2014

12 2014

13 2014

Judul Paper/
Seminar/Workshop
Pengembangan
Industri Pangan
Sebagai Strategi
Diversifikasi Dan
Peningkatan Daya
Saing Produk Pangan./
Seminar Nasional
Sains dan Teknologi
(SENASTEK)
2014,Universitas
Udayana.
Tanggapan terhadap
Draft Kurikulum PS
Teknologi Pangan,
Politeknik Negeri
Lampung/Lokakarya
Lurikulum
PS Teknologi Pangan,
Politeknik Negeri
Lampung.
Vitamin A Fotification
of Palm Cooking
Oil -Continuing
Controversy/
International Oil Palm
Conference(IOPC).
The Importance of
Food Safety: The
Role of Packaging/
Food Safe-Packaging
Seminar.

| 81 |

Tempat/
Keterangan
Waktu
Universitas
Penyaji
UdayanaDenpasar, Bali,
18-19 September
2014.

Politeknik
Negeri
Lampung,
Bandar
Lampung, 8 Juli
2014

Penyaji

Bali Nusa Dua


Convention
Center
(BNDCC) , 17
-19 Juni 2014 .

Penyaji

Jakarta, , May
20, 2014

Penyaji

No Tahun
14 2014

15 2014

15 2014

17 2013

18 2013

Judul Paper/
Seminar/Workshop
Perkembangan
Teknologi Nano
(Nanotechnology)
dan Aplikasinya di
Industri Pangan/
Seminar Update on
Nanotechnology in
Food Industries.
FSMA-Update &
Pengaruhnya bagi
Indonesia/Workshop,
BPOM RI.
Sensory
Characteristics as
Determinants of Food
Quality/Workshop
Aplikasi Teknologi
Flavor di Industri
Pangan.
Better Thermal
Processing:
Aseptic-Continuous
Processing/Seminar:
Advanced Thermal
Processing of Foods.
Tren Perkembangan
Riset Produk Olahan
kakao/Seminar
Nasional Teknologi
Kakao Dan Hasil
Perkebunan Lainnya.

| 82 |

Tempat/
Waktu
Jakarta, 9 Mei
2014

Keterangan

Jakarta, BPOM
RI, 30 April
2014)

Penyaji

Penyaji

Universitas
Penyaji
Bakrie, tgl 15-16
Januari 2014

Bogor, 10
Desember 2013

Penyaji

Nov 2013BBIHPMakassar

Penyaji

No Tahun
19 2013

20 2013

21 2013

22 2013

Judul Paper/
Seminar/Workshop
Analisis Risiko IsuIsu Baru (Emerging
Issues) Keamanan
Pangan Segar/
Workshop Koordinasi
Pananganan Keamanan
Pangan dalam jejaring
Keamanan Pangan
Nasional.
Development of
Forum or Institute
for Young Scientist/
Panel Discussion
Workshop:
Partnership and
networking to support
young scientist in
Southeast Asia region:
Scientists meet
society.
Teknologi Nano
di bidang Pangan/
Seminar Food Day
Festival.
Alergen PanganIsu mutakhir dan
relevansinya bagi
Industri Pangan
Indonesia/Seminar
Undersatanding &
Managing Allergens In
The Food Industry.

| 83 |

Tempat/
Waktu
Bogor, 12
November 2013

Keterangan

JAKARTA,
SEAMEO
RECFONUinveritas
Indonesia
November 7,
2013

Penyaji

Penyaji

Penyaji
Bogor,
Himitepa-Fateta,
IPB.
September 29,
2013
FOODREVIEW Penyaji
Seminar-26
September-2013

No Tahun
23 2013

24 2013

25 2013

26 2013

27 2013

Judul Paper/
Seminar/Workshop
Effect of Sterility (F0)
Value at Different
Canning Temperatures
on The Physical
Properties Of Canned
Gudeg/Asean Food
Conference 2013,
Singapore.
Effect of HeatMoisture-Treatment
on Morphology
and Crystallinity of
Tapioca/Asean Food
Conference 2013,
Singapore.
Food Technology
Curriculum of IFT/
Brainstorming session
at Food Technology
Programme, School of
Industrial Technology
Biotechnology of
Specialty Fats/
Seminar Nasional
Nutrigenomika dan
Masa Depan Teknologi
Pangan.
Optimasi Mutu dan
Umur Simpan Produk
Susu Cair/Seminar
Managing Shelf Life
Of Dairy Product.

| 84 |

Tempat/
Waktu
Singapore, 9 to
11 September
2013

Keterangan

Singapore, 9 to
11 September
2013

Penyaji

University
Sains Malaysia,
September 2013

Penyaji

Universitas
Atmajaya,
Jakarta, 27 Juni
2013

Penyaji

Penyaji

Bogor, Kamis 13 Penyaji


Juni 2013

No Tahun
28 2013

29 2013

30 2013

31 2012

32 2012

Judul Paper/
Seminar/Workshop
Global Food Safety
Issues & Its Relevance
to Indonesia/Seminar
Global Food Safety
Challenges for Food
Industry.
Beyond 2015Harnessing New
technologies for
Sustainable and
Safe Food Supply/
ILSI Annual General
Meeting 2013Singapore.
BTP-Bagaimana
Kaitannya dengan
Keamanan Pangan?/
Workshop PIPIMM
2013 Bahan
Tambahan Pangan
Pusat Informasi
Produk Industri
Makanan dan
Minuman (PIPIMM).
Promoting Food
Diversification In Asia
Pacific: Toward Better
Food Security/APEC
2013 Symposium,
Jakarta.
Food IrradiationOpprotunies and
Challenges/The 6thAsian Conference on
Food and Nutrition
Safety, Singapore.
| 85 |

Tempat/
Waktu
Bogor, 4 Maret
2013

Keterangan

ILSI Southeast
Asian Region,
Singapore, April
2013

Penyaji

PIPIMM,
Jakarta, 8
Februari 2013

Penyaji

Jakarta, 6
Desember 2012

Penyaji

Singapore.
November 2628, 2012

Penyaji

Penyaji

No Tahun
33 2012

34 2012

35 2012

Judul Paper/
Seminar/Workshop
Keamanan Pangan
Dalam Rangka
Peningkatan Daya
Saing Usaha Mikro,
Kecil Dan Menengah
Untuk Penguatan
Ekonomi Nasional/
Widyakarya Nasional
Pangan dan Gizi
X, Jakarta, 20-21
November 2012.
Local Based Food
Security: Toward
Food Sovereignty/The
19th Tri-University
International
Joint Seminar and
Symposium 2012,
BOGOR, Indonesia;
10/2012.
Iradiasi dan
Penyaji Keamanan
Pangan Peluang
Meningkatkan Daya
Saing Produk Ekspor
Indonesia/Focus
Group Discussion,
Pengembangan
Teknologi Irradiasi
di Indonesia.
Kemenristek.

| 86 |

Tempat/
Waktu
Jakarta, 20-21
November 2012

Keterangan

BOGOR,
Indonesia;
Oktober 21-26,
2012

Penyaji

Kemenristek,
Jakarta, 2012

Penyaji

Penyaji

No Tahun
36 2012

37 2012

38 2012

Judul Paper/
Seminar/Workshop
Tanggungjawab
Industri Pangan untuk
Pencapaian Populasi
Penduduk yang Aktif,
Sehat dan Produktif/
Diskusi Panel
KEHATI Ragam
Pangan dan Makanan
Olahan Indonesia,
Untuk Siapa?
Sanitary and
Phytosanitary Meaures
(SPS)& Technical
Barriers to Trade
(TBT)/Workshop
Sistem Manajemen
Keamanan Pangan
untuk Food Safety
Officer Badan POM
RI.
Mengelola Umur
Simpan Produk
Minuman/Seminar
Update on Beverages.

| 87 |

Tempat/
Waktu
8 November
2012. Ruang
Auditorium,
Gedung Film,
Jakarta

Keterangan

BPOM RI,
Jakarta 22-24
Oktober 2012

Penyaji

Bogor, 27
September 2012

Penyaji

Penyaji

No Tahun
39 2012

40 2012

41 2012
42 2012

Judul Paper/
Seminar/Workshop
Development of
National Food Industry
As a Strategy for
Food Diversification
In Indonesia/
APEC Workshop
The Potential of
Local resource and
Establishing Network
Among Agricultural
Research Centers on
Food Diversification,
Bogor.
Pembahasan
Pengembangan Sistem
Surveilan & Inspeksi
Pangan Modern
dalam Sistem SKPT:
Termasuk Penguatan
Laboratorium/
Workshop-I: Subtema
3 Wnpg X 2012: Mutu
Gizi, Konsumsi Dan
Keamanan Pangan.
Teknologi Pengolahan
Susu; Update./Seminar
Dairy Technology.
US-Indonesia
Academic
Partnerships: Lessons
Learned/Association
of International
Education
Administrators Annual
Conference.

| 88 |

Tempat/
Waktu
IPB-ICC
BOGOR,
Indonesia, 22
September 2012

Keterangan

LIPI Jakarta, 20
Juli 2012

Penyaji

Bogor, 5 Juni
2012

Penyaji

Penyaji

JW Marriott
Penyaji
Hotel,
Washington DC,
USA. February
19-22, 2012.

Daftar Kegiatan terkait CODEX


No
1
2

6
7
8

Nama Kegiatan CODEX


Keterangan
The 38th Session of the Codex
Anggota DELRI
Alimentarius Commission, CICG,
Geneva, Switzerland 6-11 July 2015.
The Fifteenth Meeting of the Asean Task Ketua DELRI
Force on Codex (ATFC), 3-5 June 2015,
Myanmar.
The 36th Session of the Codex Committee
on Nutrition and Foods for Special Dietary
Uses, Denpasar, Bali. 24-28 November
2014.
The 19th Session of the FAO/WHO
Coordinating
Committe
for
Asia
(CCASIA), Tokyo, Jepang, pada tanggal
3-7 November 2014.
The Twenty-first Session of the Codex
Committee on Food Import and Export
Inspection and Certification
Systems
(CCFICS) di Brisbane, Australia, pada
tanggal 13 17 Oktober 2014.
The Fourteenth Meeting of the Asean Task
Force On Codex (ATFC), 3-5 June 2014,
Singapore.
The 25th Session of the Codex Committee
on Processed Fruits and Vegetables, Bali,
Indonesia, 25 -29 October 2010.
The 16th Session of the FAO/WHO
Coordinating Committee for Asia
(CCASIA), Bali, 17 -21 November 2008.

| 89 |

Co-Chair

Anggota
DELRI
Ketua DELRI

Ketua Delegasi
RI (DELRI)
Co-Chair
Co-Chair

Daftar Paten
No
1

Judul
Mon- Diasilgliserol
dan Proses
Pembuatannya
Proses Sintesis
Mono- dan
Diasligliserol dari
PKO (palm kernel
oil) dengan cara
Gliserolisis Kimia
Proses Sintesis
Mono- dan DiAsilgliserol dari
Refined Bleached
Deodorized Palm
Oil (RBDPO)
dengan Cara
Gliserolisis Kimia
Aplikasi
Teknologi Proses
Thermal Untuk
Meningkatkan
Mutu, Keamanan
dan Keawetan
Asinan Bogor
Proses Produksi
Tepung Whey
Tahu dengan
teknik Pengeringan
Semprot.

Inventor
Andarwulan N,
Hariyadi P, Haryati
T, Triana RN,
Affandi AR.
Andarwulan,
N., Hariyadi, P.,
Haryati, T., Affandi,
A.R.

Keterangan
No. Reg/ID:
P00201106478
Tahun 2014
No. Reg/ID:
P00201000119
Tahun 2010

Hariyadi, P.,
No. reg/ID :
Haryati, T.,
P00200700556
Andarwulan, N, dan
Tanggal Pendaftaran :
Zaelani, A.
4 Oktober 2007

Hariyadi, P;
Budijanto, S;
Andarwulan,
N., Jamriati,
R; Ekayani, F;
Supriyadi, G;
Rubiyah
Hariyadi, P.,
Wulandari, N., Fajri,
I., Wijayanti, S,
Permana, A.W. dan
Risris Arisyanti,STP
Nurwanto

| 90 |

No. reg/ID:
P002002007920.
Tanggal Pendaftaran :
26/November/2002

No. reg/ID
P00200300629
Tanggal Pendaftaran:
08 December 2003

No
6

Judul
Inventor
Proses Produksi
Budijanto, S dan
Emulsifier dari
Hariyadi, P
Tandan Buah Segar
Kelapa Sawit
dengan Enzim
Lipase In Situ

Keterangan
No. reg/ID :
P00200100571
Tanggal Pendaftaran:
24 Juli 2001

Daftar Penghargaan
No
1

Tahun
2015

2014

2012

2012

2009

2003

2001

1994

Judul Penghargaan
Certified Food Scientist, Institute of Food
Technologist, USA
Recognization Award. International Life Science
Institute (ILSI), Southeast Asian Region.
Terpilih dan diangkat sebagai Anggota Akademi Ilmu
Pengetahuan Indonesia, Komisi Ilmu Rekayasa
Piagam Tanda Kehormatan Presiden RI. Satyalancana
Karya Satya 20 Tahun. Presiden RI, Susilo Bambang
Yudhoyono.
101 Inovasi Paling Prospektif (oleh Business
Inovation Center (BIC)- Kementerian Negara Riset
dan Teknologi Republik Indonesia), dengan judul
Proses Sintesis Mono- dan Di- asilgliserol (MDAG)
dari RBDPO dengan Cara Gliserolisis Kimia
(Pembuatan Emulsifier)
Training Fellowship on Post Harvest Technology,
Texas A&M University, TX and University of
Califormia at Davis, CA, USA
Piagam Tanda Kehormatan Presiden RI. Satyalancana
Karya Satya 10 Tahun. Presiden RI, Abdurrahman
Wahid.
Scholarship. The American Indonesian Cultural and
Educational Foundation.

| 91 |

No
9

Tahun
1990

Judul Penghargaan
Gamma Sigma Delta, the Honor Society of
Agriculture, Chapter University of Wisconsin.

Anda mungkin juga menyukai