Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gorontalo sampai saat ini belum bisa lepas dari berbagai macam permasalahan yang
berhubungan dengan penduduknya khususnya dalam bidang ekonomi. Perrmasalahan yang
harus segera dituntaskan pemerintah Gorontalo, diantaranya adalah menurunkan angka
kemiskinan yang saat ini masih mencapai 17,41 persen, angka pengangguran terbuka 4,18
persen, dan masih banyak permasalahan lainnya yang harus di tuntaskan khusunya dalam
bidang ekonomi. Gorontalo sebagai salah satu daerah di indonesia tidak luput dari
permasalahan ekonomi yang dihadapi indonesia saat ini yakni masalah ketenagakerjaan,
pengangguran, kenaikan harga (inflasi) yang sudah menjadi masalah pokok perekonomian
bangsa ini dan membutuhkan solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut agar
tidak menghambat langkah Negara Indonesia untuk menjadi negara yang lebih maju.
Meskipun dalam rangka mewujudkan Provinsi Gorontalo sebagai Provinsi agropolitan,
dengan berbagai upaya yang terus dilakukan yakni dengan melakukan berbagai macam
program pembangunan, diantaranya melalui perbaikan infrastruktur sebagai pilar pemacu
pembangunan, penyediaan sarana produksi pertanian, penyediaan dana penjamin,
peningkatan pertanian, memperlancar pemasaran dengan jaminan harga dasar dan lain lain,
persoalan umum ekonomi Gorontalo diatas belum dapat dituntaskan Pemerintah Gorontalo.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Masalah Ekonomi ?
2. Apa saja Masalah Ekonomi di Provinsi Gorontalo ?
3. Bagaimana cara mengatasi Permasalahan Ekonomi tersebut ?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Masalah Ekonomi
Masalah Ekonomi adalah masalah yang sering terjadi dalam kehidupan sehari hari
baik masalah dalam jual beli, tawar menawar ataupun ekspor impor. Dalam kehidupan
sekarang terutama di Indonesia terdapat beberapa masalah ekonomi yang terjadi diantaranya
Pengangguran, Kemiskinan, Harga, Profit, Inflasi, Hutang, Sistem Ekonomi, Ekonomi
politik, Kesejahteraan dan Pertumbuhan Ekonomi. Untuk lebih memahami masalah masalah
eonomi tersebut, saya akan menjelaskan satu persatu masalah ekonomi yang sering terjadi.
Inti dari masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan
manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang terbatas.
2.2 Masalah Ekonomi di Gorontalo
1. Rendahnya Pertumbuhan Ekonomi di Gorontalo

Pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah satu indikasi yang dapat
digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan daerah tersebut. Pertumbuhan
ekonomi dapat dilihat melalui tingkat produksi barang dan jasa yang dapat dihasilkan selama
satu periode tertentu.
Lambat dan turunnya pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi beberapa faktor salah
satunya naiknya harga minyak dunia. Kenaikan harga minyak dunia merupakan akibat
langkanya minyak mentah. Kelangkaan disebabkan menipisnya cadangan minyak serta
2

terhambatnya distribusi minyak. Kenaikan harga minyak menyebabkan harga barang pokok
lain ikut naik. Akibatnya, daya beli masyarakat menjadi berkurang dan terjadi penurunan
kegiatan ekonomi masyarakat.
2. Kemiskinan di Gorontalo
Pergeseran arah studi. Dalam banyak kasus, kemiskinan selalu dipandang dari
perspektif makro. Studi-studi kemiskinan pada umumnya lebih fokus pada aspek relasional
antara kebijakan makro dan kemiskinan, misalnya dampak subsidi BBM terhadap
kemiskinan, dampak BLT terhadap taraf hidup penduduk miskin, dampak kenaikan harga
beras terhadap angka kemiskinan, dan seterusnya.
Pembaharuan desain perencanaan. Pendekatan

terkini

dalam

perencanaan

pembangunan lebih menekankan pada efisiensi dan efektifitas. Perencanaan tidak lagi
bertumpu pada apa yang akan dilakukan melainkan apa yang mau dicapai. Dalam ranah
perencanaan, ini disebut dengan perencanaan berbasis sasaran, atau biasa juga disebut
perencanaan berbasis kinerja (performance based planning).
Pergeseran cara pandang. Semakin kuat disadari bahwa masalah kemiskinan tidak
akan pernah selesai hanya karena menggunakan cara pandang ekonomi dan sosial. Dimensi
moral penting digunakan dalam memandang persoalan kemiskinan. Proses pembangunan
yang berlangsung selama ini telah melahirkan fenomena kemiskinan dengan ciri sosial-moral
yang amat kental, misalnya keterbelakangan, keterpencilan, ketidakberdayaan dan
ketersisihan. Ciri ini, bahkan seringkali dianggap sebagai derivasi paling buruk dari
fenomena kemiskinan. Ciri ini hanya bisa dieliminasi jika dimensi moral lebih dikedepankan
dalam memandang persoalan kemiskinan.
Adapun faktor penyebab kemiskinan di daerah Gorontalo diantaranya, kenaikan harga beras
dan Bahan Bakar Minyak (BBM) secara nasional seiring meningkatnya harga minyak dunia.
Rendahnya pendapatan perkapita, tingkat pendidikan, angka pengangguran yang tinggi serta
derajat kesehatan yang rendah.
Dengan pembengkakan angka kemiskinan di tahun 2009, pemerintah daerah Provinsi
Gorontalo bisa bernapas sedikit lega di tahun 2010. Pasalnya, jumlah dan persentase
penduduk miskin di Provinsi Gorontalo mengalami penurunan yang cukup impressif.
Menurut hasil kalkulasi BPS, jumlah penduduk miskin di Provinsi Gorontalo menurun
sebesar 3.731 orang, atau bergerak dari 224.617 orang pada tahun 2009 menjadi 220.886

orang pada tahun 2010. Dengan penurunan sebesar itu, persentase penduduk miskin saat ini
menjadi 23,19 persen, dari sebelumnya 25,01 persen.
Pencapaian ini menjadi semakin penting karena secara relatif telah menempatkan Provinsi
Gorontalo pada urutan kedua secara nasional yang mengalami penurunan persentase
penduduk miskin yang relatif paling besar, sesudah Provinsi Sulawesi Tenggara. Angka 23,19
persen juga merupakan angka terendah yang pernah dicapai oleh Provinsi Gorontalo sejak
daerah ini terbentuk pada tahun 2000.
Komparasi dengan tingkat kemiskinan nasional juga memberi impresi yang cukup menarik.
Meskipun tingkat kemiskinan di Provinsi Gorontalo relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
angka nasional, namun penurunan persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo
berlangsung relatif lebih cepat jika dibandingkan dengan nasional. Di tingkat nasional,
penurunan persentase penduduk miskin hanya bergerak dari 17,75 persen pada tahun 2006
menjadi 13,33 persen pada tahun 2009 atau menurun 4,42 point. Sedangkan di Provinsi
Gorontalo, bergerak dari 29,13 persen pada tahun 2006 menjadi 23,19 persen pada tahun
2010 atau menurun 5,94 point. Kecenderungan ini tentu saja baik bagi Provinsi Gorontalo.
Namun jika kecenderungan ini memiliki pola linear, maka Provinsi Gorontalo masih
membutuhkan waktu beberapa tahun lagi untuk bisa menyamai angka kemiskinan nasional.

Menurunnya jumlah penduduk miskin di Provinsi Gorontalo, sebagaimana dirilis BPS,


disebabkan oleh membaiknya nilai tukar petani, yaitu rasio penerimaan petani terhadap
pengeluaran petani. Pada tahun 2010, nilai tukar petani berada di atas 100, atau tepatnya
100,68 persen. Padahal tahun sebelumnya, nilai tukar petani berada di bawah 100, yaitu 99,10
persen, yang menyebabkan jumlah penduduk miskin meningkat pada tahun tersebut.
Jika demikian, nilai tukar petani tampaknya menjadi crusial point bagi upaya pengentasan
kemiskinan di Provinsi Gorontalo. Ini mudah dipahami karena proporsi terbesar penduduk
miskin di Provinsi Gorontalo bermukim di wilayah perdesaan (pada umumnya bekerja
sebagai petani dan nelayan), yaitu sebesar 91,50 persen, dan sisanya 8,50 persen tinggal di
wilayah perkotaan. Membaiknya atau memburuknya nilai tukar petani serta merta akan
menyebabkan penurunan atau peningkatan jumlah penduduk miskin. Fakta ini menyiratkan
bahwa untuk memperbaiki nilai tukar petani, sedikitnya ada dua hal yang perlu diupayakan:
pertama, peningkatan produktivitas dan pendapatan petani; dan kedua, penguatan daya beli
petani melalui pengendalian tingkat harga barang-barang konsumsi petani, terutama bahan
kebutuhan pokok.
4

Tampaknya, kinerja pengentasan kemiskinan yang cukup mengecewakan di tahun 2009, telah
memberi spirit dan energi bagi para pengambil kebijakan untuk bekerja lebih keras. Hasilnya
ternyata cukup menggembirakan. Namun pemberantan kemiskinan di daerah ini masih sangat
jauh dari kata selesai. Persentase penduduk miskin sebesar 23,19 persen bukanlah sebuah
angka yang kecil. Angka tersebut masih menempatkan Provinsi Gorontalo pada urutan
keempat terbesar secara nasional, sesudah Provinsi Papua (36,80%), Papua Barat (34,88%),
dan Maluku (27,74%). Angka ini juga masih memposisikan Provinsi Gorontalo pada tempat
teratas secara regional di Pulau Sulawesi.
Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi para pengambil kebijakan di Provinsi Gorontalo untuk
tidak terus merawat keberhasilan yang telah dicapai di tahun 2010 ini. Bahkan sejatinya,
keberhasilan tersebut harus dijadikan sebagai momentum untuk terus mengakselerasi
berbagai upaya menurunkan angka kemiskinan di daerah ini. Pemerintah daerah juga harus
bisa memastikan bahwa penanganan kemiskinan tetap berada pada jalur on the track.
Jika dilihat berdasarkan sebarannya di tahun 2011, persentase penduduk miskin di
provinsi Gorontalo terbesar berada di wilayah pedesaaan. Persentase penduduk miskin
yang berada di pedesaan adalah sebesar 90,27% sementara di perkotaan sebesar 9,73%
Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan diperlukan manajemen sumber daya lokal,
penerimaan fiskal yang berpihak pada masyarakat miskin, dan juga alokasi anggaran
pendidikan dan kesehatan yang proporsional dan berkeadilan.
Penanggulangan
Pada tingkatan makro, pemerintah daerah harus terus mengupayakan agar pertumbuhan
ekonomi tetap berada dikisaran 7% s/d 8% per tahun. Dengan laju pertumbuhan ekonomi
seperti itu, diharapkan kesempatan kerja bisa ditingkatkan dan angka pengangguran bisa
ditekan, sehingga pada gilirannya angka kemiskinan dapat diturunkan. Bersamaan dengan
upaya tersebut, tingkat kenaikan harga (inflasi), terutama untuk barang-barang konsumsi
rumah tangga penduduk miskin, perlu terus dikendalikan. Ini penting, bukan hanya untuk
mempertahankan daya beli masyarakat miskin, tetapi juga untuk menjaga posisi nilai
tukar penduduk miskin atas barang-barang konsumsi.

Pada tingkatan mikro, program-program yang diarahkan untuk mendorong peningkatan


produktivitas penduduk miskin harus terus diupayakan dan ditingkatkan intensitas dan
jangkauannya. Bersamaan dengan itu, upaya menurunkan beban pengeluaran penduduk
miskin tetap harus dilanjutkan, misalnya melalui pemberian bantuan pendidikan, bantuan
kesehatan, subsidi beras, bantuan perumahan, bantuan langsung tunai, dan berbagai bentuk
transfer payment lainnya.
Pada aspek fokus penanganan, program penanggulangan kemiskinan perlu diarahkan ke
wilayah-wilayah perdesaan, yang selama ini menjadi tempat bermukim sebagian besar
penduduk miskin. Perbaikan infrastruktur dasar perdesaan (seperti jalan desa, irigasi, air
bersih, listrik, dll.), peningkatan aksessibilitas terhadap sumberdaya, peningkatan layanan
dasar, pemberian skim kredit mikro, pemenuhan hak-hak dasar, dan sebagainya, merupakan
sejumlah program yang layak direkomendasikan di masa depan. Program semacam ini, di
banyak tempat, terbukti efektif mengurangi angka kemiskinan dan memperbaiki kualitas
hidup masyarakat.
Untuk sekedar referensi bagi pemerintah Gorontalo, di sejumlah negara telah dipraktekkan
berbagai bentuk intervensi pemerintah untuk mengurangi angka kemiskinan. Bentuk
intervensi dimaksud relatif disukai oleh para pengambil kebijakan karena mudah
diidentifikasi dan mempunyai implikasi kebijakan yang jelas, seperti: (1) memberikan
transfer payments, terutama dalam bentuk bantuan keuangan, jaring pengaman sosial,
jaminan sosial, dan berbagai bentuk subsidi pemerintah; (2) meningkatkan akses terhadap
kredit bagi penduduk miskin, terutama kredit mikro; (3) mengembangkan program padat
karya (public works programmes); (4) melakukan reformasi dan konsolidasi lahan (land
reforms); (4) memberikan berbagai bentuk pelatihan dan keterampilan (training and retraining schemes); (5) meningkatkan belanja pemerintah di bidang pendidikan; dan (6)
meningkatkan akses penduduk miskin terhadap berbagai layanan sosial, seperti kesehatan, air
bersih, listrik, sanitasi, dll. Mungkin beberapa bentuk intervensi di atas dapat direplikasi di
Provinsi Gorontalo, dengan sedikit modifikasi sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik
daerah.

3. Pengangguran di Gorontalo
Secara umum pengangguran diartikan sebagai angkatan kerja yang tidak bekerja.
Pengangguran merupakan rantai masalah yang dapat menimbulkan beberapa permasalahan
pada suatu negara. Pengangguran disebabkan jumlah angkatan kerja yang tidak seimbang
dengan jumlah lapangan kerja/kesempatan kerja. Akibatnya, banyak angkatan kerja yang
tidak dapat terserap dalam lapangan pekerjaan sehingga menimbulkan pengangguran.
Berdasarkan Data dan Pusat Statistik Gorontalo Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Gorontalo Februari 2016 mencapai 3,88 Persen.

Jumlah angkatan kerja pada Februari 2016 mencapai 563.402 orang, bertambah 45.614
orang dari keadaan Agustus 2015 sebesar 517.788 orang, atau bertambah 29.390 orang

dari keadaan Februari 2015 sebesar 534.012 orang.


Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Februari 2016 mencapai 68,60 persen,
mengalami peningkatan bila dibandingkan TPAK Agustus 2015 sebesar 63,65 persen

atau TPAK Februari 2015 sebesar 66,37 persen.


Jumlah penduduk yang bekerja pada Februari 2016 sebesar 541.549 orang, bertambah
47.862 orang dari keadaan Agustus 2015 sebesar 493.687 orang, dan bertambah 23.862

orang dari keadaan Februari 2015 sebesar 517.687 orang.


Jumlah penganggur pada Februari 2016 sebesar 21.853 orang, berkurang 2.248 orang
dari keadaan Agustus 2015 sebesar 24.101 orang, atau bertambah 5.528 orang dari

keadaan Februari 2015 sebesar 16.325 orang.


Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari 2016 mencapai 3,88 persen (dari
angkatan kerja), mengalami penurunan dibandingkan TPT Agustus 2015 sebesar 4,65
persen atau mengalami peningkatan dibandingkan TPT Februari 2015 sebesar 3,06

persen.
Selama setahun terakhir (Februari 2015-Februari 2016), sektor yang mengalami
penurunan pekerja adalah sektor pertanian dan jasa kemasyarakatan, dengan penurunan

jumlah pekerja masing-masing sebesar 20.287 orang dan 11.154 orang.


Pada Februari 2016, jumlah penduduk yang bekerja sebagai buruh/karyawan sebesar
177.372 orang (32,75 persen), diikuti berusaha sendiri sejumlah 127.989 orang (23,63
persen), dan berusaha dibantu buruh tidak tetap sebanyak 84.928 orang (15,68 persen).

2.3 Cara mengatasi masalah ekonomi


7

Cara mengatasi masalah ekonomi diatas salah satunya melalui peningkatan kualitas SDM
atau peningkatan investasi menjadi lebih produktif.
Peran dan Fungsi Pemerintah di Bidang Ekonomi untuk mengatasi masalah tersebut ;
1. Fungsi stabilisasi, yaitu fungsi pemerintah dalam menciptakan kestabilan ekonomi,
sosial politik, hokum, pertahanan dan keamanan.
2. Fungsi alokasi, yaitu fungsi pemerintah sebagai penyedia barang dan jasa public,
seperti pembangunan jalan raya, gedung sekolah, penyediaan fasilitas penerangan,
dan telepon.
3. Fungsi distribusi, yaitu fungsi pemerintah dalam pemerataan atau distribusi
pendapatan masyarakat.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Inti dari masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan
manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang terbatas. Masalah
ekonomi pasti dihadapi oleh setiap daerah. Permasalahan utama ekonomi Provinsi
Gorontalo yakni rendahnya pertumbuhan ekonomi, kemiskinan dan pengangguran. Cara
mengatasi masalah ekonomi diatas salah satunya melalui peningkatan kualitas SDM atau
peningkatan investasi menjadi lebih produktif. Peran dan Fungsi Pemerintah di Bidang
Ekonomi untuk mengatasi masalah ekonomi tersebut.
3.2 Saran
Dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemerintah dan pihak-pihak yang
terkait seharusnya menganalisis terlebih dahulu dampak jangka panjang yang akan terjadi
di masyarakat. Kebijakan-kebijakan ekonomi yang baik seharusnya dapat memajukan
provinsi Gorontalo

DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Gorontalo#Ekonomi
http://humasprotokol.gorontaloprov.go.id/berita/wagub-buka-forum-konsultasi-publik-rkpd2016.html
http://dwianggraini2416.blogspot.co.id/2012/10/dimensi-kemiskinan-di-gorontalo.html
http://gorontalo.bps.go.id/
http://hedisasrawan.blogspot.co.id/2013/02/permasalahan-ekonomi-di-indonesia.html

10

Anda mungkin juga menyukai