Anda di halaman 1dari 31

FARMASI FORENSIK

TUGAS KASUS
KAJIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TUPOKSI (TUGAS
POKOK FUNGSI) APOTEKER DALAM PELAKSANAAN PEKERJAAN
KEFARMASIAN DI INDUSTRI FARMASI (PRODUKSI OBAT)

Oleh :
Takzim

(1608611007)

Herlina Dedo

(1608611009)

I Gde Pasek Padmanaba

(1608611009)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2016

BAB I
PEMAPARAN KASUS
1.1 Kasus

Kronologi Penarikan Obat Anestesi Setelah 2 Kasus Pasien Meninggal


Jakarta-. (http://news.detik.com/) Dua orang pasien di RS Siloam Karawaci
meninggal dunia usai mendapat injeksi Buvanest Spinal. Kini, obat tersebut sudah
ditarik dari peredaran oleh pihak produsen, Kalbe Farma.
Kronologi meninggalnya dua pasien tersebut bermula pada tanggal 11
Februari 2015, kedua Buvanest Spinal. Satu pasien mendapat injeksi Buvanest
Spinal untuk tindakan Sectio Caesarea (operasi caesar). Sedangkansatu pasien lain
terkait dengan kasus urologi, dimana yang bersangkutan sedang melakukan cek
kandung kemih lewat uretra. Setelah pemberian injeksi tersebut, kedua pasien
mengalami kejang-kejang dan panas. Sumber lain juga mengatakan pasien
mengalami gatal-gatal.
Kemudian, pasien mendapatkan perawatan intensif di ICU. Kurang dari
waktu 24 jam, pada 12 Februari 2015, kedua pasien meninggal. Untuk pasien
operasi caesar diketahui sang bayi selamat. Pada tanggal 12 Februari 2015 itu

pula, Kalbe Farma menarik 2 produk yakni seluruh batch Buvanest Spinal 0,5%
Heavy 4 ml dan Asam Tranexamat Generik 500mg/Amp 5 ml dengan nomor
batch 629668 dan 630025. Dalam suratnya untuk Otoritas Jasa Keuangan, Kalbe
menyebut langkah ini sebagai komitmen untuk bertanggung jawab atas segala
produk dan layanannya.
Dihubungi detikHealth pada selasa (17/2/2015), Heppi Nurfianto, Kepala
Hubungan Masyarakat RS Siloam Karawaci membenarkan bahwa dua pasien di
RS Siloam Karawaci meninggal setelah mendapat suntikan salah satu dari obat
yang ditarik Kalbe.
Iya benar, meninggal setelah pemberian Buvanest Spinal. Ada 2 kasus,
obsgyn dan urologi. Kita sedang tunggu investigasi dari Kemenkes dan BPOM.
Paling dalam 1-2 hari ada hasilnya, kata Heppi.
Ada indikasi Buvanest yang disuntikkan berisi obat lain yakni Kalnex (Asam
Tranexamat). Buvanest merupakan injeksi yang mengandung Bupivacaine 5
mg/mL, sedangkan Asam Tranexamat merupakan obat untuk mengatasi
perdarahan. Keduanya merupakan obat injeksi dengan kemasan berbentuk ampul
dan vial.
1.2 Inti Kasus
Perusahaan Farmasi PT. Kalbe Farma Tbk. Menarik dua jenis obat anestesi
lokal yang digunakan dalam bedah urologi serta bedah sesar yakni batch Buvanest
Spinal 0,5% Heavy 4 ml dan Asam Tranexamat Generik 500mg/Amp 5 ml no.
629668 dan 630025 karena adanya indikasi tertukarnya zat aktif Bufanest Spinal
dengan Asam Tranexamat.
1.3 Analisa Kasus (5 W + 1 H)
Analisa kasus dilakukan dengan cara 5W+1H yang meliputi Apa (What),
Dimana (Where), Kapan (When), Siapa (Who) Mengapa (Why) dan Bagaimana
(How). Berikut adalah analisa kasus berdasarkan aspek Farmasi Forensik :
1. Apa yang terjadi (What)

Adanya laporan (kejadian) di media masa tentang korban meninggal


akibat penggunaan obat anestesi Bucanest Spinal PT. Kalbe Farma di RS Siloam
Karawaci pada bagian obsgyn dan Urologi.
Berdasarkan PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian pasal 4
bagian (a) Tujuan pengaturan Pekerjaan Kefarmasian untuk memberikan
perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau
menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian.
Berdasarkan Keputusan BPOM tentang CPOB Bab I Pasal 1.4 dan Bab 9
Pasal 9.7 maka perlu dilakukan tindak lanjut berupa penarikan segera produk yang
tidak memnuhi syarat tersebut dengan bekerjasama dengan BPOM dan pihak RS
Siloam.
Berdasarkan Keputusan BPOM tentang kriteria dan tata cara penarikan
obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan, maka penarikan obat
yang tidak memenuhi standar dan/atau pesyaratan dari peredaran pada kasus ini
berupa penarikan wajib kelas I karena telah menyebabkan efek serius pada
kesehatan (terkadi kasus kematian) karena adanya indikasi tertukarnya zat aktif
obat.
2. Dimana peristiwa itu terjadi (Where)
Bagian produksi industri PT. Kalbe Farma Tbk. bekerjasama dengan bagian
QA/QC.
3. Kapan terjadinya (When)
Kasus ini terjadi pada tanggal 11-12 Februari tahun 2015.
4. Siapa yang terlibat/bertanggungjawab (Who)
Bagian unit QC (Pengawasan Mutu) di industri PT. Kalbe Farma Tbk.
5. Mengapa peristiwa tersebut dapat terjadi (Why)
Beberapa penyebabnya adalah kemungkinan SOP yang tidak dilaksanakan
dengan benar dan sesuai prosedur, proses produksi yang dilakukan
kemungkinan secara inline atau offline process, kemungkinan tertukar pada
saat proses pengisian atau pelabelan ampul.
6. Bagaimana solusinya (How)
Berdasarkan Kep BPOM Bab 9 Pasal 9.13 Pelaksanaan Penarikan
Kembali produk yang bermasalah :

a. Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera setelah


diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai
reaksi yang merugikan;
b. Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, hendaklah
dihentikan dengan cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan
kembali dengan segera. Penarikan kembali hendaklah menjangkau sampai
tingkat konsumen;
c. Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi,
hendaklah menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali dilaksanakan
secara cepat, efektif dan tuntas.

BAB II
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR YANG HARUS DIKERJAKAN
APOTEKER DI INDUSTRI FARMASI
2.1 Flowchart Prosedur Produksi Obat Di Industri Farmasi

Gambar 1. Flowchart Prosedur Produksi Obat Di Industri Farmasi

2.2 Prosedur Produksi Obat Di Industri Farmasi


2.2.1 Perencanaan Produksi dari Unit PPIC

Unit PPIC merencanakan produksi dari skala tahunan dan merencanakan


kebutuhan dari produksi tersebut yang berdasarkan pada kebutuhan/permintaan
sesuai dengan kapasitas produksi yang dimiliki industri farmasi. Dari kebutuhan
tersebut maka unit PPIC dapat membuat rancangan anggaran yang diperlukan.
Dalam kegiatan perencanaan produksi serta pembuatan anggaran ini maka sangat
dibutuhkan ilmu Manajemen Farmasi yaitu forecasting kebutuhan di pasaran dan
marketing untuk pembuatan obat baru.
2.2.2 Pengadaan Unit Pengadaan
Unit Pengadaan akan meminta formula dari unit research and development
untuk dapat mengetahui bahan baku yang harus diadakan. Unit research and
development mengeluarkan formula dengan bahan baku. Alur pengadaan bahan
baku di Industri farmasi yaitu:
a. Perencanaan Jenis dan Jumlah Pengadaan Bahan Baku
b. Pemilihan Pemasok
c. Pembuatan Kontrak dengan Pemasok
Setelah memilih pemasok bahan baku, apoteker harus melaksanakan
kontrak pembelian dengan pemasok. Pembuatan dan analisis berdasarkan
kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk
menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau
pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara
Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas yang
menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Setelah
terjadinya kesepakatan antara apoteker pihak pengadaan dengan pemasok,
maka pemasok akan mengirimkan sampel bahan baku yang akan dipesan.
d.Pengujian Sampel Bahan Baku oleh Unit QA/QC

2.2.3 Pemesanan Bahan Baku oleh Unit Pengadaan

Apoteker yang berada dalam unit pengadaan harus mampu melaksanakan


impor bahan baku sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Apoteker harus
bisa melakukan prosedur impor yaitu:
Membuat surat Persetujuan Pemasukan Bahan Baku Obat yang di kirim ke

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).


Membuat surat keterangan impor (SKI) dengan melampirkan: sertifikasi
analisis, lembar data keamanan dan atau spesifikasi bahan (nomor batch,

kode produksi, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa).


Surat pernyataan tujuan penggunaan, faktur (invoice), packing list, dokumen
Certificate of Analysis (CoA) untuk setiap batch, invoice dan Air Way
Bill(AWB) atau Bill of Loading (BOL) dan bukti pembayaran Penerimaan

Negara Bukan Pajak (PNBP).


Sertifikat CPOB yang masih berlaku dari otoritas setempat. Dokumen
tersebut diupload ke aplikasi e-bpom atau diserahkan dalam bentuk hard
copy ke Kantor BPOM, kemudian BPOM akan meneruskan berkas
pemesanan ke pemasok bersangkutan.
(KBPOM, 2013)

2.2.4 Penerimaan dan Pelabelan Bahan Baku oleh Unit Pengadaan


Penerimaan bahan baku obat dilakukan oleh apoteker, dimana apoteker
harus memastikan bahwa kiriman bahan baku obat yang diterima benar. Hal itu
dilakukan dengan cara :
a. Mencocokkan surat pesanan dengan Faktur atau nota barang
b. Mencocokkan barang datang dengan faktur atau nota barang
c. Mencocokkan barang datang dengan surat pesanan
Selain itu apoteker juga harus mengecek kualitas barang seperti:
-

Expired date, memastikan barang yang datang tidak kadaluarsa.

Pemeriksaan secara visual kualitas kemasan, produk (utuh, warna, dan bau),
memastikan tidak terjadi perubahan selama proses pengiriman.

Suhu waktu datang, untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, memastikan
stabilitas tidak berubah selama proses pengiriman barang hingga barang
datang

Pada

proses

penerimaan

bahan

baku

obat

juga

perlu

adanya

pendokumentasian bahan yang datang, meliputi:


-

Nama Perusahaan

Nama Bahan/ Pengemas

Nomer Batch

Tanggal penerimaan

Jumlah Bahan

Nama Pemasok

Paraf penerima bahan

Gambar 2. Catatan Penerimaan Bahan Baku Awal Parasetamol


ditandatangani oleh Kepala Gudang Bahan
Jika telah sesuai, bagian pembelian membuat surat bukti titipan barang
sementara (BTBS) dan diberi label kuning sebagai tanda bahwa barang tersebut
berstatus karantina.
Label yang menunjukkan status bahan baku ditempel oleh personil yang
ditunjuk oleh kepala bagian pengawasan mutu. Untuk mencegah kekeliruan, label
tersebut hendaknya berbeda dengan label yang digunakan oleh pemasok (misal

dengan mencantumkan nama atau logo perusahaan). Bila status bahan mengalami
perubahan, maka label penunjuk status juga harus diubah.
2.2.5 Pengujian Kembali untuk Memastikan Mutu Bahan Baku Sebelum di
Produksi oleh Unit QA/QC
Setelah proses pendokumentasian bahan baku yang diterima dilakukan
proses pengujian ulang terhadap bahan baku. Sebelum bahan baku masuk gudang
bagian QC akan melakukan pemeriksaan. Bahan baku yang diperiksa dimasukkan
ke daerah karantina (diberi rantai kuning/diberi label Quarantined berwarna
kuning) hingga dikeluarkan pernyataan released dari QC. Gudang akan
mengirimkan slip penerimaan barang ke departemen QC. Berdasarkan slip yang
diterima, bagian pengawasan mutu (QC) mengambil sampel bahan awal yang
akan diperiksa kemudian diberi label putih, yang menyatakan sampel sudah
diambil oleh bagian pengawasan mutu dan sedang diperiksa. Setiap bahan baku
yang masuk harus dilengkapi dengan sertifikat analisa yang akan digunakan
sebagai acuan dalam pemeriksaan bahan.
Sampel bahan baku diambil dengan menggunakan alat thief sampler untuk
sampel padat dan dip tubes untuk sampel bahan cair dan setengah padat. Prosedur
pemeriksaan terhadap bahan baku berpedoman pada FI dan buku acuan lain yang
sudah dibuatkan SOP nya dan dimasukkan dalam Prosedut Tetap (ProTap). Dalam
produksi sediaan tablet parasetamol bahan baku yang digunakan dalam proses
produksi yaitu bahan API (Active Pharmaceutical Ingredient) parasetamol, bahan
pengisi, bahan penghancur, lubrikan, serta bahan pengikat. Pemeriksaan yang
dilakukan meliputi pemeriksaan organoleptis (bentuk, rasa, warna), pemeriksaan
secara kimia (kuantitatif, pH) serta pemeriksaan secara fisika (kelarutan, bobot
jenis, viskositas, titik lebur, kadar air) seperti pengujian sampel sebelumnya dan
kondisi laboratorium yang sesuai dengan ISO 17025 namun tambah pengujian
yang dilakukan yaitu pengujian bahan kemas.
Bagian QA Inspection bertanggung jawab melakukan pemeriksaan bahan
kemas. Pemeriksaan bahan kemas dilakukan pada rubber stopper, cap, alu-foil,
botol, label, primary box dan master box, yang meliputi pemeriksaan ukuran,

komposisi warna, jumlah lapisan untuk alu-foil, kejelasan dan kesesuaian tulisan,
ukuran (panjang, lebar, diameter, dan tebal), berat atau keseragaman berat, serta
kerusakan dan kebocoran dengan metode sampling military standard. Pola
pengambilan sampel bahan pengemas dilakukan dengan memperhatikan hal
berikut: jumlah yang diterima, mutu yang dipersyaratkan, sifat bahan (bahan
pengemas primer dan/atau bahan pengemas cetak), metode produksi dan
pengetahuan tentang pelaksanaan sistem Pemastian Mutu dipabrik pembuat bahan
pengemas berdasarkan audit. Jumlah unit sampel yang diperiksa sesuai dengan
jumlah yang ditetapkan dalam pola pengambilan sampel. Apabila jumlah unit
yang ditemukan cacat sama atau kurang dari angka numerik pelulusan maka lots
atau bets bersangkutan diluluskan. Apabila jumlah unit yang ditemukan cacat
sama atau lebih dari angka numerik penolakan maka lot atau bets bersangkutan
ditolak.
Setelah bahan baku diuji dan dinyatakan released maka dalam waktu yang
sama rantai segera dilepas oleh petugas QC dan petugas gudang menempelkan
label Released (hijau), sedangkan barang yang ditolak QC diberi label Rejected
(merah) dan dipindahkan ke lokasi reject atau ditolak.Penetapan status (ditolak
atau diluluskan) berdasarkan hasil pemeriksaan. Pelulusan ataupun penolakan
harus dibuat secara tertulis dan dikomunikasikan kepada bagian terkait, misalnya
produksi, pembelian, logistik dan sebagainya. Diberikan tanda pelulusan atau
penolakan secara fisik pada kemasan bahan tersebut dan dicatat pada sistem
dokumen yang digunakan.Bahan awal yang diterima harus mempunyai label
identitas dan label status yang jelas. Dapat juga diberikan label, keamanan, label
penanganan yang disarankan, label tempat penyimpanan, informasi tentang alat
pelindung yang harus dipakai dan sebagainya.Label tersebut tidak boleh menutupi
label identitas asli bahan awal.

2.2.6 Pemindahan Bahan Baku Lulus Uji ke Gudang Penyimpanan


Untuk bahan yang lolos uji diberi label hijau oleh bagian laboratorium
pengujian dan dibuat bon penerimaan.

Bahan baku yang telah lulus uji akan dibawa ke gudang dan disimpan pada
area penyimpanan dengan kondisi penyimpanan sebagai berikut:
-

Kebersihan dan hygiene.


Kelembaban (kelembaban relatif tidak lebih dari 60%).
Suhu harus berada dalam batasan yang diterima (8-25C)
Bahan dan material yang disimpan tidak boleh bersentuhan langsung dengan

lantai.
Jarak antar bahan mempermudah pembersihan dan inspeksi.
Pallet harus disimpan dalam kondisi yang bersih dan terawat

2.2.7 Pereturan Bahan Baku Tidak Lolos Uji


Apabila hasil pemeriksaan ulang laboratorium (HPL) tidak lulus maka
bahan baku diberi label merah dan diberi tulisan DITOLAK kemudian
dikembalikan ke pemasok disertai dengan surat pengembalian dan sesuai dengan
kesepakatan pada kontrak.
Apoteker menginformasikan kepada pemasok bahwa ada bahan baku
yang tidak lulus uji sehingga harus dilakukan pengembalian/pereturan sesuai
dengan kesepakatan kerja dalam kontrak selama kontrak tersebut masih berlaku.
Apoteker menyiapkan dokumentasi yang lengkap tentang kondisi bahan baku
yang ditolak (hasil pengujian dari unit QC dengan acuan standar Farmakope
Indonesia). Pereturan bahan baku disertai dengan surat pengembalian.
2.2.8 Perintah Produksi oleh PPIC
PPIC mengeluarkan Manufacturing Order (MO) sebagai perintah produksi
kepada departemen Produksi beserta Material Requirement Document (MRD)
yang ditujukan untuk gudang sebagai permintaan barang untuk kegiatan
produksi.Setelah barang ditimbang oleh pihak dispensary, bagian gudang
mengeluarkan Manufacturing Issue (MI) yang selanjutnya diserahkan ke
Departemen Produksi. Maka produksi akan dilaksanakan sesuai rencana. Proses
produksi sediaan steril sesuai dengan SOP masing-masing industri.
2.2.9 Proses Produksi Sediaan Steril Non Betalaktam

Proses produksi sediaan steril non-betalaktam dimulai dengan pencucian


wadah (ampul/vial) dibawah LAF, yang dilakukan sehari sebelumnya dengan
menggunakan WFI (Water For Injection). Setelah dicuci, wadah disterilisasi
menggunakan oven(suhu 215oC; 2 jam), sedangkan alat-alat non gelas seperti
rubber stopper dan flip off disterilisasi menggunakan autoklaf (121oC; 1 jam).
Proses penimbangan dan peracikan sediaan steril yang akan disterilisasi
akhir dilakukan di bawah LAF dengan latar ruang kelas D. Proses peracikan
terdiri dari proses pelarutan dan pencampuran bahan obat yang telah ditimbang.
Setelah itu dilakukan filtrasi dengan prefilter 0,45 m dan absolut filter 0,2 m.
Kemudian dilakukan pengambilan sampel oleh IPC untuk pemeriksaan pemerian,
pH, dan kadar zat aktif. Setelah released, dilanjutkan dengan pengisian ke dalam
wadah primer yang dilakukan di kelas A dengan latar ruang B. Selanjutnya,
produk disterilisasi akhir dengan autoklaf dengan suhu 1210C, tekanan 1 atm
selama 1 jam. Untuk produk dry injection, pengisian dilakukan di ruang isolator
dalam ruang steril dengan RH 27% dan suhu rendah ( 25 oC ) Seluruh gas yang
diperlukan pada proses produksi di ruang steril harus terlebih dahulu difiltrasi
dengan absolut filter 0,2 m.
Setelah sterilisasi selesai maka QA/QC akan melakukan sampling untuk
pemeriksaan pH, pemerian, kadar dan sterilitas. Proses selanjutnya adalah
inspeksi, yang dilakukan secara manual dengan melihat partikel-partikel pengotor
berupa benang, pecahan kaca dan kotoran hitam. Inspeksi lain berupa
penyeleksian terhadap seal-cap yang rusak, bocor, mulut vial yang pecah ketika
di-seal cap dan vial yang kotor sebelum dilakukan pengemasan sekunder. Alur
kegiatan produksi sediaan steril non betalaktam dapat dilihat pada gambar5.

Gambar 3. Bagan alur produksi sediaan steril non betalaktam

Setelah produksi selesai, obat jadi dikirim ke gudang obat jadi dengan
dokumen Manufacturing Receipt (MR) sebagai pernyataan Pengiriman Hasil
Produksi (PHP). Distributor memesan obat jadi dengan Purchase Order (PO)
distributor. Kemudian akuntan membuat Sales Order (SO) berdasarkan PO dan
gudang mengeluarkan Delivery Order (DO) sebagai dokumen pengeluaran
barang, kemudian barang pesanan dikirim ke distributor.

BAB III
INVESTIGASI KASUS
3.1 Flowchart Kasus

Gambar 4. Flowchart Kasus


Apabila terjadi kasus pada post market produk maka langkah yang
dilakukan Industri farmasi adalah melakukan penarikan produk. Setelah dilakukan
penarikan produk maka selanjutnya melakukan penelusuran pada dokumen
produksi produk untuk mencara kesalahan. Apabila terbuksi terjadi kesalahan
pada proses produksi maka produk dalam satu batch produksi dimusnakan dan
apabila tidak terbukti terjadi kesalahan pada proses produksi maka harus
dibuktikan bahwa tidak terjadi kesalan pada proses produksi dengan
menggunakan dokumen produksi produk.
3.2 Penyelesaian Kasus
3.2.1 Penarikan Kembali Produk (Recall)
Berdasarkan Kep BPOM tentang CPOB Bab 1 Pasal 1.4 dan Bab 9 pasal
9.7 maka perlu dilakukan tindak lanjut berupa penarikan segera produk yang
tidak memenuhi syarat tersebut dengan bekerjasama dengan BPOM dan pihak RS
Berdasarkan Kep BPOM tentang kriteria dan tata cara penarikan obat yang tidak
memenuhi standar dan/atau persyaratan, Penarikan Obat yang tidak memenuhi
standar dan/atau persyaratan dari peredaran berupa Penarikan wajib.

Mekanisme penarikan kembali produk obat menurut Peraturan Kepala


BPOM HK.04.1.33.12.11.09938 tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Cara
Penarikan Obat yang Tidak Memenuhi Standar dan/atau Persyaratan :
No.

Tahap Kegiatan

1.

Inisiasi Penarikan
a. Penarikan Wajib:
Kepala BPOM menerbitkan surat
perintah penarikan obat TMS,
termasuk investigasi cakupan obat
TMS dan penyebabnya serta tindakan
perbaikan dan pencegahan kepada
Pemilik Izin Edar dengan tembusan
kepada seluruh
unit
pelaksana
teknis (UPT) BPOM di seluruh
Indonesia dalam waktu:
1) tidak lebih dari 1x24 jam untuk
penarikan kelas I;
2) 5 hari kerja untuk penarikan
kelas II; dan
3) 7 hari kerja untuk penarikan
kelas III;
setelah obat tersebut ditetapkan
sebagai obat TMS.
b. Penarikan Sukarela
Pemilik Izin Edar melaporkan tentang
penarikan sukarela obat TMS kepada
Kepala BPOM dalam waktu:
1) tidak lebih dari 1x24 jam untuk
penarikan kelas I;
2) 5 hari kerja untuk penarikan
kelas II; dan
3) 7 hari kerja untuk penarikan
kelas III.
setelah obat tersebut ditetapkan
sebagai obat TMS.
Kepala BPOM melakukan kajian
risiko terhadap laporan tersebut antara
lain kelas penarikan obat TMS yang
dilaporkan Pemilik Izin Edar.
Kepala BPOM dapat menerbitkan

BPOM
(Pusat)

UPT BPOM
Setempat

Pemilik
Izin Edar

2.

3.

4.

hasil
kajian
tersebut
dan
memerintahkan investigasi cakupan
obat TMS dan penyebabnyaserta
tindakan perbaikan dan pencegahan
kepada Pemilik Izin Edar dengan
tembusan ke seluruh UPT BPOM di
seluruh Indonesia.
Laporan
Inisiasi
Penarikan
olehPemilik Izin Edar
Pemilik
Izin
Edar
melaporkan
penghentian distribusi dan progress
penarikan obat TMS kepada Kepala
BPOM dengan tembusan kepada UPT
BPOM setempat (di mana lokasi
industri farmasi berada) dalam waktu:
a. tidak lebih dari 3 x 24 jam setelah
menerima surat dari Kepala BPOM
sebagaimana
dimaksud
dalam
angka 1 untuk Inisiasi Penarikanuntuk
kelas I;
b. tidak lebih dari 5 hari kerja untuk
kelas II; dan
c. tidak lebih dari 10 hari kerja untuk
kelas III.
Laporan Progress Investigasi
Pemilik Izin Edar melaporkan progress
investigasi, termasuk namun tidak
terbatas pada, cakupan obat TMS dan
penyebabnya
Apakah hasil investigasi oleh PemilikIzin
Edar menyatakan obat TMS?
Y =Penarikan dilanjutkan ke tahap
pemusnahan;
N= Diputuskan tindak lanjutterhadap obat
yang telah ditarik,berdasarkan kajian
risiko olehBadan POM
Monitoring obat TMS di Peredaran UPT
BPOM setempat di seluruh Indonesia
melakukan
monitoring terhadap
keberadaan obat TMS yang diperintahkan
untuk
ditarik
dari peredaran dan
melaporkan
hasilnya kepada Kepala
BPOM.

5.

Laporan Hasil Penarikan dan Progress


Tindakan Perbaikan dan Pencegahan oleh
Pemilik Izin Edar
Pemilik Izin Edar melaporkan hasil
penarikan obat TMS, investigasi cakupan
obat TMS dan penyebabnya, serta
tindakan perbaikan dan pencegahan
kepada Kepala BPOM dengan tembusan
kepada UPT BPOM setempat, di mana
lokasi industri
farmasi berada.

6.

Evaluasi oleh Badan POM


Kepala BPOM melakukan evaluasi
terhadap efektivitas penarikan obat TMS
dan hasil investigasi oleh Pemilik Izin
Edar, serta menerbitkan surat hasil
evaluasi tersebut kepada Pemilik Izin
Edar dengan tembusan kepada UPT
BPOM setempat, di mana lokasi
industri farmasi berada.
Pemusnahan Obat TMS
Pemilik Izin Edar memusnahkan obat
TMS (baik dari hasil penarikan maupun
yang masih terdapat di persediaan
termasuk sampel pertinggal) disaksikan
oleh petugas Badan POM setempat, di
mana lokasi industri farmasi berada,
selambat- lambatnya 15 hari kerja setelah
seluruh obat TMS hasil penarikan
diterima dan melaporkan hasilnya ke
Kepala BPOM tembusan UPT BPOM
Setempat (di mana lokasi industri
farmasi berada)
Laporan Pemusnahan Obat TMSoleh
Badan POM Setempat
UPT BPOM setempat, di mana lokasi
industri farmasi berada, melaporkan
pemusnahan obat TMS kepada Kepala
Badan POM
Evaluasi oleh Badan POM
Kepala BPOM melakukan evaluasi

7.

8.

9.

terhadap laporan tindakan perbaikan dan


pencegahan serta pemusnahan obat TMS
dari Pemilik Izin Edar, serta menerbitkan
hasil akhir evaluasi tersebut kepada
Pemilik Izin Edar tembusan UPT Badan
POM Setempat (di mana lokasi industri
farmasi berada).
Keterangan :
: Koordinasi

: Proses

: Tembusan

: Dokumen

: Tindak Lanjut terhadap obat yang telah ditarik, berdasarkan


kajian
resiko oleh BPOM
: Lanjut ke halaman berikut atau dari halaman sebelumnya
: Akhir Proses
Berikut merupakan Standar Operasional Prosedur penarikan kembali
produk di Industri Farmasi :

PT.
KALBE
FARMA

STANDARD
OPERASIONAL
PROCEDUR (SOP)

No. Dokumen :
................................

PENARIKAN
KEMBALI OBAT
(RECALL)

Halaman : 1 dari 2
Revisi : 00

Tgl. Revisi : Tgl Berlaku : ..........

1. Tujuan :
Untuk menjelaskan mengenai bagaimana dan sebab-sebab obat yang
sudah beredar ditarik kembali karena dianggap merugikan konsumen.
2. Bahan/alat : laporan hasil pemeriksaan, Certificate of analysis
3. Kualifikasi Personil : karyawan yang ditunjuk
4. Prosedur :
4.1Alasan Penarikan Kembali
4.1.1 Cacat Kualitas
1. Cacat kualitas yang secara langsung tidak membahayakan
pemakai, tetapi perlu ditarik dari peredaran, misal
kerusakanlabel/kemasan, pemasangan tutup botol yang
tidak sempurna.

2. Cacat kualitas dari segi teknik produksi adalah cacat


kualitas yang dapat menimbulkan resiko yang merugikan
konsumen, misalnya salah isi, salah kadar, salah label.
4.1.2 Reaksi Merugikan Dari Obat
Reaksi merugikan dari obat adalah reaksi yang menimbulkan
reaksi yang serius terhadap kesehatan atau terjadi
peningkatan frekuensi efek samping obat yang dikeluhkan
oleh perorangan atau suatu lembaga.
4.2Pemarakarna Penarikan Kembali
Penarikan kembali obat jadi dapat diprakarsai oleh :
4.2.1 Produsen
4.2.2 Pemerintah (BPOM)
4.3Tingkat Penarikan Kembali Obat
Tingkat penarikan obat jadi ditentukan berdasarkan luas dan
jauhnya obat tersebut beredar di pasaran :
Tingkat 1 : bila obat baru mencapai distributor
Tingkat 2 : bila obat dudah mencapai sub distributor/daerah
Tingkat 3 : bila obat sudah didistribusikan dan sudah mencapai
saraba pelayanan obat seperti apotek, rumah sakit,
poliklinik dan toko obat.
Tingkat 4 : bila obat telah didistribusikan secara luas dan telah
mencapai konsumen seperti dokter, dokter gigi, serta
pemakai akhir yaitu pasien.
4.4Tindakan Pengamanan Pendahuluan
Dengan adanya laporan keluhan terhadap produk yang memiliki
cacat kualitas teknik atau reaksi merugikan yang beresiko tinggi
terhadap kesehatan manusia, maka bagian pemasaran harus
segera mengambil tindakan pengamanan berupa pembekuan
peredaran
obat
yang
dikeluhkan
dengan
cara
segera
menginformasikan tindakan tersebut melalui telepon, fax, email
dan surat edaran tergantung tinggi resiko dan tingkat penarikan.

Dibuat oleh :

Diperiksan oleh :

Disetujui oleh :

Paraf

Paraf

Paraf

Manager Logistik

MR

PT.
KALBE
FARMA

STANDARD
OPERASIONAL
PROCEDUR (SOP)

Direktur
Operasional
Halaman : 2 dari 2

No. Dokumen :
................................

PENARIKAN
KEMBALI OBAT
(RECALL)

Revisi : 00

Tgl. Revisi : Tgl Berlaku : ..........

4.5Pelaksanaan Penarikan Kembali


4.5.1 segera setelah ada keputusan penarikan kembali obat dari
produsen
(tegantung
tingkat
penarikan
obat),
informasikan/tulis surat resmi trntang penarikan obat ke
cabang-cabang untuk dapat segera menarik obat-obat yang
dimaksud dari pelanggan-pelanggan di cabang.
4.5.2 Keluarkan obat dari stok jika masih ada stok di gudang
4.5.3 Segera kirimkan ke produsen
4.5.4 Buat
laporan
penerimaan
obat
dan
berita
acara
pengembalian obat kepada produsen oleh bagian gudang
4.5.5 Buat laporan pelaksanaan penarikan obat ke pabrik dilakukan
oleh PJF cabang dan kirimkan obat yang ditarik kembali ke
gudang
4.5.6 Tetapkan maksimal dalam waktu 7x24 jam laporan
pengembalian obat kepada produsen dari cabang di copy
corfirm ke kantor pusat via email/email hasil scan, fax dan
konfirmasi via telepon
4.5.7 Laporkan kegiatan penarikan kembali obat oleh PJF kepada
pemerintah (BPOM) yang diketahui oleh Manager Logistik
dan Direksi
4.5.8 Arsipkan laporan penarikan kembali obat dan pengembalian
obat kepada produsen pada odner terpisah.

Dibuat oleh :

Diperiksan oleh :

Disetujui oleh :

Paraf

Paraf

Paraf

Manager Logistik

MR

Direktur
Operasional

3.2.2 Proses Produksi


Pada kasus diduga terjadi kesalahan pada proses produksi sediaan
Buvanest Spinal 0,5% Heavy 4 ml dan Asam Tranexamat Generik 500mg/Amp 5
ml dengan nomor batch 629668 dan 630025 yang tertukar pada proses pengisian
sediaan (Filling) atau pada saat pelabelan.
Berikut merupakan Proses produksi sediaan steril di PT. Kalbe Farma :

Gambar 5. Proses produksi sediaan steril di PT. Kalbe Farma


Proses produksi sediaan steril di PT. Kalbe Farma dilakukan dengan proses
inline menggunakan mesin otomatis, mulai dari pencampuan zat aktif sampai
dengan pelabelan dan pengepakan dilakukan secara otomatis tanpa offline dalam
satu bacth produksi pada hari yang sama. Sehingga kemungkinan tertukarnya
zat aktif maupun kesalahan pelabelan tidak mungkin terjadi. Dimana selama
proses produksi maupun setelah produk obat jadi dilakukan IPC oleh bagian QC
dan dilakukan pembersihan dan sterilisasi ruangan untuk persiapan produksi
bacth yang berikutnya maupun produksi sediaan yang lain.
3.2.3 Dokumen Produksi Produk (BPOM RI, 2012)
Untuk menyelidiki kegagalan produk diperlukan dokumen-dokumen
seperti : dokumen produksi induk, dokumen prosedur pengolahan induk, dokumen
prosedur pengemasan induk, dokumen catan pengolana batch, dan dokumen
catatan pengemasan induk.
1. Dokumen Produksi Induk

Gambar 6 .Dokumen Produksi Induk

Dokumen Produksi induk memuat :


a. Bagian umum yang memuat jenis kemasan, pernyataan tentang stabilitas
produk, tindakan pengamanan selama penyimpanan serta tindakan
pengamanan lain yang perlu dilaksanakan selama pengolahan dan
pengemasan.
b. Komposisi atau formula untuk tiap-tiap satuan unit maupun contoh untuk
satu batch yang digunakan.
c. Daftar lengkap bahan baku
d. Spesifikasi bahan baku

e.
f.
g.
h.

Daftar lengkap bahan pengemas


Spesifikasi bahan pengemas
Daftar peralatan yang dipakai selama pengolahan dan pengemasan.
Pengawasan dalam proses yang dilaksanakan selama pengolahan

danpengemasan
i. Masa pakai produk
2. Dokumen Prosedur Pengolahan Induk

Gambar 7. Dokumen Prosedur Pengolahan Induk


Dokumen Prosedur Pengolahan Induk mencakup :
a. Nama dan kekuatan produk serta pemerian bentuk sediaan
b. Daftar lengkap bahan baku, dengan menyebutkan nama serta kode yang
spesifik yang menunjukkan karakteristik mutu, misalnya monografi
rujukan
c. Pernyataan mengenai pemakaian jumlah bahan baku yang dilebihkan dan
telah diperhitungkan.
d. Banyaknya sisa produk yang boleh ditambahkan kedalam batch
berikutnya. Pernyataan mengenai bobot atau ukuran teoritis yang
diperbolehkan pada tahap pengolahan tertentu.
e. Pernyataan mengenai hasil teoritis dan batas persentase hasil nyata yang
diperoleh selama pengolahan.
f. Lokasi pengolahan dan peralatan yang digunakan.
3. Dokumen Prosedur Pengemasan Induk

Gambar 8. Dokumen Prosedur Pengemasan Induk


Dokumen Prosedur Pengemasan Induk memuat tentang :
a. Nama, bentuk sediaan dan kekuatan serta pemerian produk ruahan
b. Daftar lengkap wadah, tutup dan bahan pengemas termasuk label, dan
penandaan lainnya.
c. Prosedur rekonsiliasi antara produk ruahan dan bahan pengemas yang
dikeluarkan.
d. Lokasi pengemasan dan peralatan yang digunakan.
4. Dokumen Catatan Pengolahan Batch

Gambar 9. Dokumen Catatan Pengolahan Batch


Dokumen Catatan Pengolahan Batch memuat mengenai :
a. Nomor batch
b. Tanggal mulai dan tanggal selesai pengolahan
c. Identitas setiap peralatan utama serta identitas jalur dan lokasi yang
digunakan.
d. Bobot dan volume sebenarnya dari masing-masing bahan baku yang
digunakan selama pengolahan serta paraf petugas yang menimbang dan
e.
f.
g.
h.
i.

petugas yang melaksanakan pemeriksaan ulang.


Banyaknya sisa produk yang digunakan (bila ada)
Catatan tentang pelaksanaan pembersihan alat dan ruangan
Hasil dan pengawasan selama proses dan uji laboratorium
Hasil nyata dan persentase terhadap hasil teoritis dari tahapan yang kritis.
Pengambilan contoh yang dilakukan selama pengolahan beserta

jumlahnya.
j. Paraf operator dan supervisor yang melakukan atau mengawasi setiap
langkah pengolahan.

k. Rincian penyimpangan dari prosedur pengolahan induk dan persetujuan


terhadap penyimpangan tersebut.
l. Persetujuan yang dilengkapi tanggal oleh yang berwenang bahwa semua
langkah pengolahan telah dilaksanakan sebagai prosedur pengolahan induk
dan penjelasan tentang penyimpangan proses serta variasi hasil
m. Penyellidikan terhadap kegagalan proses atau ketidaksesuaian dengan hasil
nyata.

5. Dokumen Catatan Pengemasan Induk

Gambar 10. Dokumen Catatan Pengemasan Induk


Dokumen Catatan Pengemasan Induk memuat mengenai:
a. Nomor batch

b. Tanggal mulai dan tanggal selesai pengemasan


c. Identitas peralatan utama, jalur dan lokasi yang digunakan
d. Jumlah nyata dari masing-masing bahan pengemas dan produk ruahan
yang digunakan disertai paraf petugas yang menghitung dan memeriksa
e.
f.
g.
h.

ulang
Hasil pengawasan dalam proses
Catatan tentang pelaksanaan pembersihan alat yang digunakan
Pemeriksaan kesiapan jalur pengemasan
Hasil nyata dan persentase terhadap hasil teoritis dan lama penyelesaian

pengemasan.
i. Contohbahankemas yang telahdicap dan catatan pemeriksaannya
j. Pengambilan contoh selama proses dan jumlahnya
k. Paraf petugas yang melaksanakan dan mengawasi setiap tahapan
l.
m.
n.
o.

pengemasan.
Catatan tentang rekonsiliasi dan disposisi bahan yang tidak terpakai
Hasil pengujian obat jadi
Penyelidikan terhadap kegagalan proses atau ketidaksesuaian hasil nyata
Contoh bahan pengemas

DAFTAR PUSTAKA
BPOM RI. 2012. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan
Pengawasan Obat dan Makanan.
BPOM RI. 2011. Peraturan Kepala BPOM RI Nomor. HK.04.1.33.12.11.09938
tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Cara Penarikan Obat yang Tidak
Memenuhi Standar dan/atau Persyaratan. Jakarta: Balai Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia.
Kronologi Penarikan Obat Anestesi Setelah 2 Kasus Pasien Meninggal Jakarta-.
Sumber: (http://news.detik.com/).

Anda mungkin juga menyukai