Nama Anggota :
1. Gading Nurantika ( 2061B0002 )
2. Dyah Ayu Rara Anggraini ( 2061B0010 )
3. Salsabila Santika Dea Zahwara ( 2061B0039 )
Di Industri farmasi dan distributor PBF harus terdapat prosedur/SOP untuk mock recall ini
dan harus diuji dievaluasi efektivitasnya. Di uji terhadap ketepatan waktu dan ketepatan jumlah
produk juga.Mock recall ini mencerminkan kecepatan dan ketepatan dalam penarikan produk.
Apabila mock recall ini bisa dilakukan secara cepat dan tepat maka bila suatu saat terjadi recall
(penarikan) produk jadi maka akan lebih cepat. Bila mock recall saja dilakukan lambat oleh
industri farmasi kemungkinan recall beneran akan lambat juga.
Industri farmasi harus melakukan secara rutin sehingga dapat menjadi bahan evaluasi ke
depan dalam penyempurnaan teknis recall. Kenapa ini penting ?
Karena industri farmasi dalam penarikan produk melibatkan berbagai pihak mulai dari
gudang penyimpanan obat, distributor, rumah sakit, apotek dan toko obat. Melihat panjangnya
rantai distribusi maka kemungkinan akan lama dalam penarikan. Sedangkan lama penarikan
menambah risiko terhadap keamanan obat yang di recall tersebut. Mock recall dilakukan berkala
dan rutin untuk melihat efektivitas dan efisiensi prosedur penarikan kembali suatu produk. Mock
recall ini berupa kegiatan simulasi penarikan kembali produk untuk mengevaluasi sistem
traceability (ketertelurusan) dalam menyediakan dokumentasi data produk.
Dilakukan penelusuran data terhadap beberapa produk yang sejenis dan memiliki alur
proses yang melewati target sistem uji dengan waktu produksi yang berbeda. Hal tersebut
dilakukan agar konsistensi data untuk pengujian sistem dapat terjaga dengan baik.
Setelah proses ini selesai, akan diketahui kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem
dan jumlah waktu yang dibutuhkan dalam menelusuri data produk. Tanpa adanya Mock recall,
industri tidak akan tahu kinerja dari sistemnya.
Kriteria Penarikan Produk
Penarikan kembali produk oleh Industri Farmasi dilakukan terhadap produk, yaitu:
a. Cacat kualitas, bisa dibedakan lagi menjadi dua, yaitu : cacat kualitas dari segi estetika dan
cacat kualitas dari segi teknis produksi. Cacat kualitas dari segi estetika adalah cacat kualitas
yang secara langsung tidak membahayakan pemakai tetapi oleh karena suatu sebab perlu
ditarik dari peredaran, misalnya : kerusakan label atau kemasan, pemasangan tutup botol yang
tidak sempurna, pengait botol infus yang kurang sempurna. Cacat kualitas dari segi teknis
produksi adalah cacat kualitas yang dapat menimbulkan resiko yang merugikan konsumen
bahkan dapat menyebabkan kematian, misalnya : salah bahan, salah kadar, salah label, dan
sebagainya.
b. Perintah dari pemerintah (BPOM) : hasil sampling BPOM menyatakan bahwa produk tidak
memenuhi spesifikasi yang ditetapkan atau terjadi perubahan peraturan tentang material yang
terkandung dalam produk (material dilarang atau jumlahnya dalam produk berubah).
c. Retur, merupakan pengembalian obat jadi ke pabrik yang dilakukan oleh distributor karena
adanya keluhan, kerusakan, kadaluarsa, masalah keabsahan, atau karena penyebab lain
mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan keraguan akan
keamanan produk, identitas, mutu, dan jumlah obat yang bersangkutan. Produk yang
dikembalikan selanjutnya akan dicek kelengkapan dokumennya, contohnya untuk retur karena
ED (Expired Date) dan recall harus ada surat pengantar dari gudang Pedangang Bedar Farmasi
(PBF) dan mencantumkan nama cabang atau nama customer, nama produk, nomor batch, ED,
dan kuantitas. Setelah di cek kelengkapannya, kemudian dilakukan pemeriksaan fisik produk
(diperiksa dan dihitung jumlahnya) lalu dibuat laporan berdasarkan data hasil pemeriksaan
fisik produk tersebut. Produk retur atau recall yang tidak memenuhi syarat (contoh: kuantitas
atau item didokumen lebih sedikit dibandingkan dengan fisik yang dikembalikan) selanjutnya
dimusnahkan. Proses pemusnahan produk yang tidak memenuhi syarat dilakukan oleh bagian
gudang. Pemusnahan sampel pertinggal yang dilakukan oleh petugas monitoring bagian
Compliance. Berita acara pemusnahan harus diketahui dan ditandatangani oleh perwakilan
Badan/balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Penarikan wajib (mandatory recall) merupakan penarikan yang diperintahkan oleh kepala
badan POM.
Penarikan ini sifatnya wajib dan disampaikan oleh BPOM ke industri farmasi melewati surat.
Surat intinya berisi perintah penarikan suatu produk obat dengan nomer batch dan diberi batas
maksimal tanggal penarikannya. Dalam surat, industri farmasi diminta melaporkan hasil
penarikan ke BPOM. Di Indonesia sendiri semua jenis recall tidak disiarkan ke publik kecuali
produk yang sudah sampai ke media massa. Berbeda dengan di Amerika Serikat semua produk
baik pbat maupun makanan bila terdapat recall atau peringatan dipublikasikan di website
resmi FDA (Food and Drug Administration).
Penarikan mandiri (voluntary recall) merupakan penarikan yang diprakarsai oleh Pemilik Izin
Edar.
Penarikan ini sifatnya sukarela yang dilakukan oleh pembuat produk (farmasi/makanan) tanpa
adanya perintah dari BPOM. Ini dilakukan oleh pabrik pembuat dengan alasan keselamatan
pasien/konsumen dan juga untuk menghindari kerugian yang lebih besar. Bila dirasa produk
yang rusak dan berbahaya, BPOM dapat mengeluarkan mandatory recall setelah industri
farmasi melakukan penarikan sukarela. Ini pernah terjadi pada produk Buvanest Spinal pada
tahun 2015 lalu. Penarikan dilakukan dikarenakan terjadi kasus kematian akibat adanya
pemberian Buvanest Spinal di RS Siloam. Dari hasil investigasi oleh BPOM di Fasilitas
Produksi Kalbe Farma terjadi potensi mix up (tertukar) antara Buvanest Spinal dengan Asam
Tranexamat.
Penanganan Produk Recall
Penarikan Kembali Produk Kelas I/kategori kritikal dimaksudkan untuk produk jadi yang apabila
digunakan dapat mengakibatkan kematian, cacat permanen, cacat janin, atau efek yang serius
terhadap kesehatan. Penarikan Produk Kelas I/kategori kritikal mencakup diantaranya:
a. Tidak memenuhi syarat keamanan.
b. Terkontaminasi mikroba pada sediaan steril.
c. Terkontaminasi bahan kimia yang menyebabkan efek serius terhadap kesehatan.
d. Label tidak sesuai dengan kandungan dan/atau kekuatan zat aktif.
e. Tercampur dengan obat lain dalam satu wadah.
f. Multikomponen dengan kandungan zat aktif yang salah.
Penarikan Kembali Produk Kelas II/kategori mayor dimaksudkan untuk produk jadi yang apabila
digunakan dapat mengakibatkan penyakit atau pengobatan keliru yang menimbulkan efek
sementara bagi kesehatan dan dapat pulih kembali. Penarikan Produk Kelas II/kategori mayor
mencakup diantaranya:
a. Tidak ada jaminan sterilitas pada proses pembuatan sediaan steril.
b. Label tidak lengkap atau salah cetak terkait khasiat dan/atau mutu.
c. Brosur atau leaflet salah informasi atau tidak lengkap.
d. Terkontaminasi mikroba pada sediaan nonsterile sesuai persyaratan dan/atau spesifikasi.
e. Terkontaminasi kimia atau fisika (zat pengotor atau partikulat yang melebihi batas,
kontaminasi silang)
f. Obat tidak memenuhi spesifikasi potensi, kadar, derajat keasaman (pH) sediaan steril,
pemerian, kadar air, atau parameter stabilitas lain.
Penarikan Kembali Produk Kelas III/kategori minor dimaksudkan untuk produk jadi yang
tidak menimbulkan bahaya signifikan terhadap kesehatan dan tidak termasuk dalam penarikan
produk jadi kategori kritikal dan mayor. Penarikan Produk Kelas III/kategori minor mencakup
diantaranya:
a. Label tidak lengkap atau salah cetak terkait selain keamanan, khasiat, dan/atau mutu.
b. Tidak memenuhi spesifikasi volume terpindahkan, atau derajat keasaman (pH) sediaan
nonsteril.
c. Kemasan rusak yang dapat memengaruhi keamanan, khasiat, dan/atau mutu.
d. Tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan selain pada Penarikan Kelas I dan Kelas II.