Anda di halaman 1dari 6

TUGAS PENARIKAN PRODUK (RECALL)

Nama : Yuli Safitri


Npm 2243700428
Perguruan Tinggi : Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
Memenuhi Tugas : apt. Andriningrum Samoko, S.Farm,
M.Si.

Penarikan Kembali Produk adalah suatu proses penarikan dari satu atau beberapa bets
atau seluruh bets produk tertentu dari rantai distribusi karena keputusan bahwa produk tidak
layak lagi diedarkan karena tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan,
khasiat, mutu, dan label. Penarikan produk merupakan cara efektif untuk melindungi
publik/konsumen dari risiko produk yang membahayakan. Penarikan produk dapat diinisiasi
oleh pabrik pembuat obat, pedagang besar farmasi atau Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM). Recall di industry farmasi ini baik sukarela maupun wajib harus dilaporkan
Republik Indonesia (BPOM).
Berdasarkan sifat, recall dibagi menjadi 2:

1. Penarikan wajib (mandatory recall)


Penarikan wajib (mandatory recall) merupakan penarikan yang diperintahkan
oleh kepala badan POM. Penarikan ini sifatnya wajib dan disampaikan oleh BPOM ke
industri farmasi melewati surat. Surat intinya berisi perintah penarikan suatu produk obat
dengan nomer batch dan diberi batas maksimal tanggal penarikannya. Dalam surat,
industri farmasi diminta melaporkan hasil penarikan ke BPOM.
Contoh surat penarikannya adalah sebagai berikut:
Kasus dan Alasan Penarikan

a. Penarikan produk sirup obat yang mengandung Etilenglikol (EG) dan


Dietilenglikol (DEG).
Penarikan produk obat sirup yang mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan
Dietilen Glikol (DEG) yang melebihi ambang batas, terdapat dalam produk Termorex
Sirup produksi PT. Konimex dengan Nomor Izin Edar (NIE) BBL7813003537A1,
kemasan dus, botol plastic @60 ml dan Unibebi Cough Sirup (obat batuk flu) produksi
Uversal Pharmaceutical industries dengan Nomor Izin Edar (NIE) DTL.7226303037A1.
Berdasarkan persyaratan BPOM yang mengacu pada Farmakope Indonesia, jika
penggunaan (dosis) melewati ambang batas tertentu maka akan jadi berbaya dan
berakibat fatal. dalam peracikan obat serbuk paracetamol sebagai bahan aktif untuk
dijadikan obat sirup, perlu dilarutkan untuk menjadi cair dengan senyawa pelarut. Dalam
prosesnya, apoteker perlu menambahkan pemanis dan obat stabil dalam waktu
lama. Beberapa
tambahan itu bisa mengalami reaksi kimia sehingga muncul etilen glikol dan dietilen
glikol. Asal, tidak melebihi batas ambang dan selama ada dibawah batas ambang,
konsumsinya aman.
Batas ambang cemaran EG dan DEG yang diperbolehkan adalah kurang dari 0,5
mg/kgBB, dan sediaan farmasi yang terbukti memiliki cemaran di atas ambang setelah
pengujian bertahap diputuskan untuk ditarik dari peredaran dan perusahaan produksinya
dikenai pasal normatif Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 pasal 196 tentang
Kesehatan (BPOM RI, 2022)
Menurut (Dasopang et al., 2023), dampak yang muncul bila tubuh terkena
cemaran EG dan DEG adalah asidosis metabolik dan mulai bereaksi setelah 72 jam
pasca paparan. Hal itu diperkuat oleh pernyataan (Vikram & Wulandari, 2021) bahwa
etilen glikol bereaksi setelah 24 hingga 72 jam dan berpotensi menyebabkan kerusakan
pada epitel tubulus ginjal karena bersifat nefrotoksik.
Daftar produk- produk obat sirup yang dilakukan penarikan :
2. Penarikan mandiri (voluntary recall)
Penarikan mandiri (voluntary recall) merupakan penarikan yang diprakarsai oleh
Pemilik Izin Edar. Penarikan ini sifatnya sukarela yang dilakukan oleh pembuat produk
(farmasi/makanan) tanpa adanya perintah dari BPOM. Ini dilakukan oleh pabrik
pembuat dengan alasan keselamatan pasien/konsumen dan juga untuk menghindari
kerugian yang lebih besar. Bila dirasa produk yang rusak dan berbahaya, BPOM dapat
mengeluarkan mandatory recall setelah industri farmasi melakukan penarikan sukarela.
Ini pernah terjadi pada produk Buvanest Spinal pada tahun 2015 lalu. Penarikan
dilakukan dikarenakan terjadi kasus kematian akibat adanya pemberian Buvanest Spinal
di RS Siloam. Dari hasil investigasi oleh BPOM di Fasilitas Produksi Kalbe Farma
terjadi potensi mix up (tertukar) antara Buvanest Spinal dengan Asam Tranexamat.
Contoh surat penarikannya adalah sebagai berikut:

Kasus dan Alasan Penarikan

b. Penarikan produk Buvacanest Spinal 0,5 % Heavy 4 ml injeksi yang tercampur


( Mix Up ) dengan Asam Traneksamat
Kesalahan pemberian obat dari Bupivacaine menjadi asam traneksamat
menyebabkan 2 orang pasien meninggal di rumah sakit Siloam Karawaci,
Tanggerang. Dalam kasus ini satu orang pasien mendapat injeksi Buvanest untuk
tindakan operasi Caesar, sedangkan pasien yang satunya diberikan obat tersebut
terkait dengan kasus
urologi, setelah ,menerima injeksi kedua paisen mengalami gatal-gatal dan pasien
mendapatkan perawatan intensif di ICU. Kedua pasien tersebut meninggal karena
pasien telah mengalami resistensi obat atau penolakan terhadap obat yang diberikan.
Kasus ini melibatkan salah satu perusahaan farmasi yaitu PT. Kalbe Farma dan
RS Siloam Tanggerang. Kemungkinan penyebab yang terjadi adalah tertukarnya
label kemasan pada kedua obat tersebut, adanya medication error dan human error
dirumah sakit,dan yang terakhir adanya tindak criminal oleh orang atau sekelompok
orang tertentu baik dari pihak RS atau Kalbe yang memasukan ampul tersebut
kedalam produk Buvanest.
Kemudian setelah kasus ini BPOM membekukan izin edar Buvanest Spinal dan
Asam Traneksamat serta untuk sementara waktu menghentikan proses fasilitas
produksi untuk larutan injeksi. BPOM melakukan audit dan investigasi ke PT. Kalbe
Farma Tbk, dan menemukan adanya potensi mix up, dari sampel yang telah diteliti
kemasan Buvanest Spinal memang berisi Asam Traneksamat yaitu obat anti
pendarahan.
Kejadian ini hanya terjadi di satu RS, sedangkan obat tersebut didistribusikan
keseluruh wilayah Indonesia, sehingga potensi tertukarnya label pada saat produksi
sangat besar dikarenakan bentuk ampul yang sama dan CPOB pada PT. Kalbe Farma
tidak sepenuhnya sama dengan apa yang diinginkan oleh BPOM.
Oleh karena itu sebagai pelaku usaha berupaya bertanggung jawab memberikan
ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/ atau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsibarang atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan seperti yang
tertera pada pasal 19 ayat 1. BPOM juga tidak teliti dalam memberikan izin edar, hal
ini terlihat dari kemasan ampul yang pelabelanya tidak lengkap namun tetap lolos
registrasi.
Sehubungan dengan kasus tersebut PT. Kalbe Farma mendapat surat peringatan
dari BPOM yaitu, tidak menggunakan injeksi Buvanest Spinal dan Asam
Traneksamat sampai investigasi dan pemeriksaan yang dilakukan oleh BPOM selesai
dilakukan. Apoteker penanggung jawab industry farmasi PT. Kalbe Farma
melakukan penghentian distribusi dan melakukan penarikan kembali injeksi
Buvanest Spinal 0,5% dan Asam Traneksamat, dan juga melaporkan hasilnya kepada
BPOM.

Anda mungkin juga menyukai