MAKALAH
OLEH:
KELOMPOK 3
ALIFIA DAARIY
1606953644
1606953732
1606954035
NAFI' RUHMITA
1606954174
1606954432
ZENITA EMERALDA
1606954672
UNIVERSITAS INDONESIA
MAKALAH
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk melengkapi nilai mata kuliah Dasar
Kesehatan Lingkungan
OLEH:
KELOMPOK 3
ALIFIA DAARIY
1606953644
1606953732
1606954035
NAFI' RUHMITA
1606954174
1606954432
ZENITA EMERALDA
1606954672
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulisan laporan penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk melengkapi nilai
semester ganjil pada mata kuliah Dasar Kesehatan Lingkungan. Tidak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada bapak Drs. A. Rahman M.Env. Selaku dosen mata
kuliah Dasar Kesehatan Lingkungan, serta orang tua dan teman-teman yang telah
memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami berharap, semoga makalah ini dapat memberikan sesuatu yang
bermanfaat bagi pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
jika terdapat kesalahan atau kekurangan dalam makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
i
ii
iii
iv
v
1. PENDAHULUAN .............................................................................
1.1 Latar Belakang ............................................................................
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................
1
1
2
3
3
3
3. PENUTUP .........................................................................................
3.1 Kesimpulan .................................................................................
32
32
34
iii
6
6
8
8
9
12
13
26
26
27
28
30
DAFTAR TABEL
iv
17
DAFTAR GAMBAR
5
21
22
22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pada zaman dengan perkembangan teknologi yang pesat, penting untuk
1.2
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari pembuatan makalah ini adalah:
a.
b.
c.
d.
Apa
saja
masalah-masalah
kesehatan
yang
berkaitan
dengan
f.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Bioterorisme
Bioterorisme adalah serangan yang sengaja dibuat dapat berupa virus, bakteri,
atau kuman lain (agen) yang digunakan untuk menyebabkan penyakit atau kematian
pada manusia, hewan, atau tanaman. Agen ini biasanya ditemukan di alam, namun
ada kemungkinan bahwa agen bisa diubah untuk meningkatkan kemampuan agen
menyebabkan penyakit, membuat tahan terhadap obat-obatan saat ini, atau untuk
meningkatkan kemampuan agen untuk menyebar ke lingkungan. Agen biologi
dapat menyebar melalui udara, melalui air, atau dalam makanan. Teroris memilih
menggunakan agen biologis karena mereka bisa sangat sulit untuk di deteksi dan
tidak menyebabkan penyakit selama beberapa jam sampai beberapa hari. Beberapa
agen bioterorisme, seperti virus cacar.
Bioterorisme berarti pemakaian mikroba sebagai sarana dalam terorisme.
Mikroba yang digunakan pada bioterorisme lebih populer di media massa dengan
sebutan senjata biologis (biological weapons atau bioweapons). Perang yang
melibatkan senjata biologis/mikroba disebut perang kuman (germ warfare) atau
biological warfare (Nester dkk., 2007 ; Tortora dkk., 2007). Dalam tulisan ini,
istilah mikroba dan senjata biologis dipergunakan secara bergantian. Sarana lain
yang dapat dipergunakan dalam terorisme misalnya senjata kimia, bom mobil,
senjata api, senjata nuklir, dan lainlain. Menurut Cinti dan Hanna (2007),
bioterorisme adalah penggunaan yang tidak bijak pada bakteri, virus, atau racun
terhadap manusia, hewan, atau tanaman dalam upaya untuk menyebabkan
kerusakan dan untuk menciptakan ketakutan. Jadi, yang dapat dimanfaatkan tidak
hanya mikroba namun bisa juga produk mikroba. Sebagai sasaran, tidak hanya
manusia, namun bisa juga hewan dan tumbuhan.
2.2
Sejarah Bioterorisme
Berawal pada tahun 1346 pasukan Mongol melawan kaum Caffa atau
paling brutal dan sadis, dimana agen biologi mulai dipakai untuk menjadi bagian
dari strategi perang. Pasukan ini menggunakan mayat dari orang orang yang
terinfeksi Yersinia pestis untuk peluru ketapel yang mengarah langsung ke kota dan
menyebarkan wabah The Black Death sehingga menjadi faktor dari kematian
penduduk pada waktu itu. Namun yang perlu diketahui, cara yang dilancarkan oleh
pasukan Mongol tidak berdampak besar dalam penyebaran wabah pes dari wilayah
Caffa ke daerah lain di Mediterania.
Lebih jauh lagi penggunaan agen ini pada tahun 1937 di Jepang terdapat
seorang ilmuan yang mengusulkan dan meyakinkan pemerintah Jepang untuk
membuat program senjata kimia dan biologi. Sebuah unit bernama Unit 731
dibentuk, yang bertanggungjawab terhadap pembuatan senjata kimia dan biologi
milik Jepang sebelum dan sesudah Perang Dunia II.
Pada akhir tahun 1940, saat perang dunia ke II, Jepang sukses memulai
wabah di wilayah China, dengan melepaskan setidaknya 15 juta kutu bubonic
(dengan nama ilmiah Xenopsylla cheopsis) yang sudah di infeksi oleh Yersinia
pestis dari laboratorium dalam satu kali serangan udara. hal ini mengakibatkan
sebanyak 109 orang dikota Ningbo dilaporkan tewas akibat wabah yang disebarkan
tersebut.
Awal sejarah dari black death dengan vektor Bubonic flea berkembang
menjadi varietas yang dapat menjadi penyakit lain yang disebut pneumonic plague
yang disebabkan oleh pejanan aerosol langsung yang yang dihirup oleh manusia,
Gambar 1
Sejarah Kejadian yang Melibatkan Senjata Biologis
2.
3.
Transfer untuk senjata biologis apapun, tidak untuk membantu dalam akuisisi
dan pelestarian.
4.
5.
6.
7.
8.
diri dari kegiatan yang justru akan mengalahkan tujuan dari perjanjian itu.
Kemudian ulasan konferensi ke BWC terus diadakan pada tahun 1981, 1986, 1991,
dan 1996. Penandatangan BWC diwajibkan untuk menyerahkan informasi kepada
PBB secara tahunan: fasilitas dimana penelitian pertahanan biologis sedang
dilakukan, konferensi ilmiah yang diadakan di fasilitas tertentu, pertukaran ilmuan
atau informasi, dan wabah penyakit.
2.3
Agen-Agen Bioterorisme
Mikroba ideal untuk bioterorisme mempunyai karakteristik sangat handal,
dapat dibidikkan tepat ke sasaran, murah, awet, tidak begitu tampak, manjur, mudah
diperoleh, dan mudah diangkut (Lederberg, 2000 ; Lew, 2000). Sangat handal dan
manjur berarti mempunyai efek seperti yang diharapkan para teroris. Murah dan
mudah diperoleh bermakna harganya terjangkau dan bisa didapatkan tidak harus
dengan jalur legal. Tidak begitu tampak mengandung makna sulit diendus oleh
aparat intelijen.
Berbeda dengan senjata nuklir, senjata biologis punya banyak jenis.
Walaupun senjata kimia juga mempunyai banyak jenis (seperti gas sarin, gas VX,
sianida dan sebagainya), karena senjata biologis menggunakan agen hayati seperti
virus dan bakteri, jumlahnya cenderung bertambah dengan munculnya berbagai
macam penyakit infeksi fatal baru seperti virus Ebola, virus Lassa dan lain-lain.
Namun demikian, agen yang benar telah dipakai sebagai senjata biologis adalah
bakteri yang telah lama dikenal manusia, mudah didapatkan di alam dan tidak sulit
penanganannya. Bacillus anthracis, penyebab penyakit anthrax adalah pilihan
utama dan telah terbukti dipakai dalam kejadian di Amerika baru-baru ini maupun
coba dibuat di Rusia serta Irak.
Selain itu, bakteri yang mematikan dan tercatat sebagai agen senjata biologis
adalah Yersinia pestis penyebab penyakit pes, Clostridium botulinium yang
racunnya menyebabkan penyakit botulism, Francisella tularensis (tularaemia) dan
lain-lain. Di lain pihak, karena bakteri-bakteri patogen itu sudah dikenal lama,
pengobatannya sudah diketahui dengan berbagai antibiotika dan pencegahannya
dapat dilakukan dengan vaksinasi.
untuk
kesiapan kesehatan
masyarakat.
Ciri-ciri penyakit yang ditimbulkan oleh mikroba kelas ini adalah mudah
menular, mortalitas tinggi, dan dapat menimbulkan keresahan sosial yang
hebat.
B. Kategori B
Agen ini adalah prioritas tertinggi kedua karena:
di bawah Kelas A.
C. Kategori C
Agen prioritas tertinggi yang ketiga, termasuk patogen yang muncul yang
bisa direkayasa untuk penyebaran di masa depan karena:
- Mudah tersedia;
- Mudah diproduksi dan menyebar;
- Mereka memiliki potensi untuk morbiditas dan tingkat kematian yang tinggi
dan berdampak pada kesehatan utama.
Penyakit yang ditimbulkan dan dampak yang ditimbulkan kelas ini di bawah
Kelas B.
Tabel 1
Kategori Potensi Agen Perang Biologis Berdasarkan Klasifikasi Centers
for Disease Control
Kategori
A
Karakteristik
tularensis),
botulinum),
virus
demam
virus Ebola
10
3. Memiliki
potensi
menyebabkan
untuk
masyarakat
Agen-agen
ini
menimbulkan
Brucellosis
(Brucella
spp.),
menyebarkan;
pseudomallei),
2. Memiliki
morbiditas
moderat
dan
kematian
demam
rendah;
3. Mereka
membutuhkan
Penyakit
yang
dan
melalui
makanan
enterik)
kapasitas
diagnostik
ditularkan
(patogen
coli
Staphylococcus
dan
aureus),
Agen-agen
ini
merupakan virus
Nipah,
Hantaviruses,
kuning,
sindrom
Kyasanur
Penyakit
11
Harus sangat kuat dan konsisten menghasilkan efek yang diinginkan dari
kematian atau penyakit.
Sesuai untuk produksi massal (banyak), disimpan, dan dibuat sebagai senjata
(konversi agen hayati ke dalam bentuk yang kemudian dapat digunakan
sebagai senjata).
Penyebarannya efisien dan harus tetap stabil selama dan setelah penyebaran.
Menginfeksi lebih dari satu jenis sasaran (manusia dan hewan baik) melalui
lebih dari satu portal masuk.
12
Memiliki jumlah sedikit atau tidak ada kekebalan alami terhadap agen.
C. Kriteria Penyerang
Kriteria penyerang yang menggunakan senjata biologis harus memiliki sarana
untuk melindungi atau mengobati pasukan sendiri atau penduduk terhadap agen.
13
mungkin untuk digunakan. Agen biologis kuman yang dapat jatuh sakit atau
membunuh orang, ternak, atau tanaman. Anthrax adalah salah satu agen yang paling
mungkin untuk digunakan karena:
Anthrax membuat senjata yang baik karena bisa dilepaskan dengan tenang
dan tanpa ada yang mengetahui.
jenis paling umum dari anthrax. Anthrax kulit juga paling ringan dan dengan
pengobatan yang tepat jarang berakibat fatal.
Tanda dan gejala anthrax kulit meliputi:
-
Kulit yang bengkak dan benjol serta gatal menyerupai gigitan serangga yang
cepat berkembang menjadi sakit dengan pusat bengkak berwarna kehitaman;
Anthrax gastrointestinal
Anthrax jenis ini terjadi saat seseorang memakan daging tidak matang dari
Mual
Demam
14
Leher bengkak
Gejala seperti flu, seperti sakit tenggorokan, demam ringan, kelelahan dan
nyeri otot yang dapat berlangsung beberapa jam atau beberapa hari
Demam tinggi
Kesulitan bernapas
Shock
B. Botullism
Botulism adalah penyakit kelumpuhan saraf yang disebabkan oleh sifat
neurotoksin dari bakteri bernama Clostridium botulinum, dan sesekali dari versi
langka Clostridium butyricum dan Clostridium baratii. Bakteri-bakteri ini
merupakan jenis bakteri anaerob dan juga bakteri pembentuk spora. Terdapat 3
jenis botulism yang umum ditemukan, yaitu:
15
Selain ke-3 jenis botulism di atas, terdapat pula 2 jenis botulism yang jarang
ditemukan, yaitu:
16
mengurangi
tingkat
keparahan
gejala
botulism,
bahkan
dapat
C. Brucellosis
Brucellosis adalah infeksi zoonosis dari hewan peliharaan dan liar yang
disebabkan oleh genus Brucella. Biasanya mengenai sapi, domba, kambing, dan
ruminansia lainnya, menyebabkan aborsi, kematian janin, dan infeksi genital.
Manusia yang terinfeksi apabila kontak dengan hewan yang terinfeksi, kotoran,
darah, urin, atau dengan menelan produk susu yang tidak dipasteurisasi.
Penyakit ini dapat mengembangkan berbagai gejala, demam, malaise, dan
nyeri otot. Penyakit ini sering menjadi kronis, dan korban mungkin kambuh, bahkan
setelah mengambil perawatan yang tepat. Karena kemudahan transmisi oleh aerosol
spesies Brucella mungkin berguna sebagai agen bioterorisme. Brucella spp
ukurannya kecil, non-motile, non-sporulating, aerobik, coccobacilli gram-negatif
diklasifikasikan ke dalam enam spesies, masing-masing memiliki kecenderungan
karakteristik untuk menginfeksi
spesies, Brucella melitensis, Brucella suis, Brucella abortus, dan Brucella canis
dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Perkiraan dosis sekitar 10 sampai 100
sel bakteri yang diperlukan untuk menyebabkan penyakit pada manusia.
Hewan dapat menyebarkan Brucella selama aborsi septik, pada saat
pemotongan, dan lewat susu. Sedangkan penyakit ini jarang ditularkan dari manusia
ke manusia. Spesies Brucella bisa masuk tubuh mamalia melalui kulit yang lecet
atau luka, konjungtiva, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Organisme ini
dapat melakukan replikasi intraseluler serta ekstraseluler di jaringan tubuh. Ini
cepat dicerna oleh leukosit polimorfonuklear, yang biasanya gagal untuk
membunuh mereka dan kemudian lebih lanjut phagocytiz oleh makrofag pada
jaringan limfoid dan akhirnya melokalisasi dalam kelenjar getah bening, hati,
limpa, sendi, ginjal, dan sumsum tulang.
17
inkubasi mulai dari 3 hari sampai beberapa bulan. Pasien biasanya menunjukkan
beberapa gejala seperti demam, malaise, berkeringat, kelelahan, anoreksia/nafsu
makan menurun, dan otot atau sendi sakit, serta sering terjadinya gejala
neuropsikiatri seperti depresi, sakit kepala. Selain itu, infeksi tulang (termasuk
tulang belakang), sendi (monoarticular atau polyarticular), atau saluran urogenital
dapat menyebabkan nyeri lokal. Kadang-kadang batuk dan nyeri dada. Gejala
biasanya berlangsung 3 sampai 6 bulan dan kadang-kadang lebih lama dari satu
tahun.
D. Plaque
Plague atau pes atau sampar adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Yersinia pestis (Y. Pestis). Berdasarkan aspek klinis pes dapat dibedakan
atas beberapa tipe yaitu tipe bubonik, septikemik, pneumonik, meningeal, dan
kutaneal (Triwibowo, 2007).
-
Tipe bubonik merupakan kasus terbanyak (sekitar 75%) pasien pes. Ditandai
adanya bubo, yaitu limfadenitis yang tampak besar dengan diameter 2-5 cm
disertai adanya edema dan eritema di sekitarnya. Bubo ini 70% terdapat di
daerah inguinal atau femoral, karena gigitan pinjal lebih banyak terjadi di kaki.
Pada anak-anak bubo dapat ditemukan di daerah aksila atau servikal. Bila
terjadi supurasi, eksudat yang mengandung Yersinia pestis dapat mengalir
keluar secara spontan setelah 1-2 minggu dan diikuti oleh proses resorbsi
(Triwibowo, 2007).
Febris merupakan gejala awal dan suhu dapat mencapai lebih dari 41oC,
disertai takikardia, gejala-gejala neurologis seperti konvulsi sampai koma,
gejala gastrointestinal berupa vomitus, konstipasi ataupun diare (Triwibowo,
2007). Bakteri Yersinia pestis mempunyai kemampuan membentuk
endotoksin. Hal ini dapat menimbulkan keadaan toksemia yang bila berat akan
mengakibatkan koagulasi intravaskuler (KID) dengan ditemukan gejalagejala
perdarahan di saluran napas, saluran makan, saluran kencing serta rongga-
18
rongga badan. Walaupun tipe bubonik pada umumnya menunjukkan gejalagejala berat tetapi ada juga kasus-kasus yang ringan disebut pestis minor.
Komplikasi yang dapat menjadi sebab kematian adalah septikemia dengan
gejala-gejala berat, pneumonia sekunder dengan sputum berdarah dan yang
jarang diketemukan antara lain adalah kegagalan faal jantung (Triwibowo,
2007).
-
Pada tipe septikemik tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe dan gejala yang
timbul akibat septikemia biasanya terjadi dalam waktu yang singkat berupa
pucat, lemah, delirium atau stupor sampai koma. Penderita dapat meninggal
dunia pada hari pertama sampai ketiga stelah timbulnya gejala febris. Kenaikan
suhu badan hanya terjadi secara ringan (Triwibowo, 2007).
Tipe meningeal merupakan komplikasi tipe bubonik yang terjadi pada hari ke7 sampai ke-9. Gejala-gejala seperti meningitis berupa keluhan sakit kepala,
neck stiffness, dan tanda Kernig positif. Dapat berlanjut dengan konvulsi dan
koma. Dalam cairan lumbal dapat ditemukan Yersinia pestis (Triwibowo,
2007).
Pada tipe kutaneal terdapat papula, pustula, karbunkel, ataupun purpura yang
dapat meluas menjadi bersifat nekrotik. Keadaan ini dapat berlanjut menjadi
gangren terutama di daerah tungkai dan menimbulkan warna kehitam-hitaman
(black death) (Triwibowo, 2007).
Penyebab Pes
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis ini dapat menular ke
manusia, dan dapat terjadi melalui berbagai cara. Salah satunya melalui perantara
kutu yang sebelumnya menggigit hewan pengerat yang terinfeksi, seperti tikus,
19
anjing padang rumput, tupai, bajing, atau kelinci. Selain itu, penyakit ini juga dapat
menyebar dari kotoran ke mulut (fecal-oral transmission), melalui droplet batuk
atau bersin, dan akibat kontak secara langsung dengan pemilik wabah, baik manusia
atau hewan. Pes pada manusia juga dapat berasal dari cakaran kucing atau anjing
piaraan yang telah terinfeksi, termasuk melalui luka yang terkena darah hewan yang
terinfeksi. Hewan piaraan juga dapat terinfeksi wabah ini akibat memakan tikus
yang sudah terinfeksi wabah pes.
Risiko seseorang terkena pes akan lebih besar apabila orang tersebut berada
atau pernah mengunjungi area-area yang memiliki kasus wabah pes. Seorang dokter
hewan dan asistennya, serta orang-orang yang sering beraktivitas di luar ruangan,
memiliki risiko terkena pes yang cukup besar.
Pengobatan Pes
Pes atau sampar (black plague) ditangani menggunakan antibiotik, misalnya
gentacimin dan ciprofloxacin. Bila tidak segera diobati, bubonic plague bisa
berkembang ke jenis lain yang lebih parah.
Selain antibiotik, biasanya pasien septicemic plague dan pneumonic
plaguemembutuhkan cairan infus, oksigen, dan terkadang juga membutuhkan alat
bantu pernapasan. Kemungkinan isolasi bisa diterapkan pada pasien yang
mengidap pneumonic plague untuk mencegah penyebaran terjadi. Tenaga medis,
perawat, dan siapa saja yang berhubungan dengan penderita pneumonic
plague dapat dimonitor kesehatannya, serta diberikan antibiotik sebagai tindakan
pencegahan.
E. Smallpox
Smallpox atau cacar disebakan oleh virus variola, virus tersebut terkenal paling
infektif
dari
anggotaanggota
Poxvirus,
keluarga
Poxviridae,
genus
Orthopoxvirus. Penyakit ini hanya dapat berdampak pada manusia dan sumber
penularannya tidak melalui perantara host atau vektor lainnya untuk menyebarkan
virus tersebut.
20
Oleh karena sifatnya yang mudah ditrasnsmisikan melalui udara, dan penularan
juga dapat dilakukan dengan kontak antara orang sakit kepada individu lainnya
serta mempunyai rata-rata tingkat mortalitas yang tinggi (20 40%) sehingga agen
ini sangat cocok apabila penggunaannya dipakai dalam media bioteroris. Variola
virus dapat bertahan dan stabil dalam kondisi lingkungan luar dengan kata lain
infektivitasnya dan virulensi dari virus ini tidak berubah.
Untuk penyebaran virus dengan aerosolisasi, virus tertahan dan bereplikasi di
dalam sistem pernafasan. Setelah melewati masa inkubasi antara 7 hingga 17 hari,
variola virus akan menyebar melalui darah (primary viremia) melewati pembuluh
di sekitar sistem respirator menuju organ limfe untuk bereplikasi kembali. Virus
akan menyebar kembali melalui darah (secondary viremia) menuju pembuluh kecil
di dekat kulit dan menimbulkan inflamasi dikulit disebut pox.
Gambar 2
Proses Penularan Smallpox
21
yang tidak di vaksinasi, dan sekitar 3 persen dalam kelompok individu yang sudah
divaksinasi. Untuk jenis variola minor menimbulkan gejala dan akibat yang lebih
ringan, diketahui hanya sekitar 1 persen mortalitas dalam kelompok individu yang
tidak mendapat vaksin.
Smallpox merupakan agen yang paling berpengaruh terhadap morbiditas dan
mortalitas masyarakat dunia hingga tahun 1980 ketika World Health Organization
(WHO) telah mengumumkan pembasmian virus smallpox. WHO mencanangkan
program vaksin berkala dalam rentang waktu 3 sampai 5 tahun untuk
menanggulangi dari terjangkitnya smallpox. Program vaksinasi oleh WHO
dianggap berhasi dengan kejadian wabah terakhir di Somalia pada tahun 1977.
Gambar 3
Kulit Penderita Smallpox yang Mengalami Lesi Akibat Virus Variola
Sumber:google.co.id/search
Gambar 4
Penderita Smallpox dari Hari ke Hari
Sumber: CDC.smallpox
22
F. Tularemia
Tularemia adalah penyakit zoonosis yang disebabkan bakteri Francisella
tularensis. Penyakit ini ditemukan oleh G. W. McCay di Tulare County, California,
pada tahun 1911 dengan kasus manusia pertama dikonfirmasi di 1914.
Pada tahun 1921, Edward Francis menjelaskan bahwa transmisinya oleh
lalat melalui darah yang terinfeksi dan menyebabkan tularemia. Penyakit ini dapat
tertular melalui kontak dengan bulu, inhalasi atau menelan air yang terkontaminasi
atau melalui gigitan serangga. F. tularensis biasanya masuk ke dalam tubuh inang
melalui kulit atau melalui mukosa selaput mata, saluran pernapasan, atau saluran
pencernaan.
Eksperimental dengan injeksi subkutan yaitu minimal 10 organisme virulen
dan 10 sampai 50 organisme dengan aerosol dapat menyebabkan infeksi pada
manusia. Pada inokulasi, F. tularensis kemudian dicerna oleh dan memperbanyak
diri dari makrofag. Tubuh melakuka pertahanan terhadap F. tularensis melalui
mekanisme sel T-independent yang muncul awal setelah infeksi (<3 hari), dan
mekanisme sel-dependent T muncul kemudian (> 3 hari) setelah infeksi.
Penyakit ini biasanya ditandai dengan demam, kulit lokal atau ulserasi selaput
lendir, limfadenopati regional, dan kadang-kadang pneumonia, yang selanjutnya
disertai oleh ulkus kulit yang biasanya terjadi pada sekitar 60 persen pasien. ulkus
ini umumnya lesi tunggal sekitar 0,4-3 cm. Ada perubahan dalam lokasi lesi karena
lesi terkait dengan infeksi yang didapat dari mamalia vektor biasanya terletak pada
ekstremitas atas, sedangkan lesi terkait dengan infeksi dari vektor arthropoda
biasanya terletak di ekstremitas bawah. F. tularensis telah dianggap sebagai agen
biowarfare penting karena infektivitas yang tinggi pada udara. Orang menghirup
23
24
yang tidak memadai (contohnya filovirus, arenavirus, dan virus CCHF). Beberapa
yang lainnya merupakan penyebaran zoonosisyang dapat terjadi melalui
beberapa hal berikut ini:
1. Hewan ternak, melalui penyembelihan atau konsumsi dagung mentah atau
susu yang tidak dipasteurisasi dari hewan yang terinfeksi (virus CCHF, RVF,
Alkhurma);
2. Hewan liar, kemungkinan melalui penjagalan atau konsumsi hewan yang
terinfeksi (virus Ebola, Marburg);
3. Hewan pengerat, seperti tikus (arenavirus, hantavirus) melalui inhalasi udara
atau kontak dengan benda-benda yang terkontaminasi oleh kotorannya;
4. Spesies reservoir lainnya, seperti kelelawar (virus Ebola, Marburg); dan
5. Transmisi melalui vektor yang terjadi melalui gigitan nyamuk (virus RVF)
atau kutu (virus CCHF, Omsk, Kyasanur Forest, Alkhurma), atau dengan
membunuh kutu yang terinfeksi.
Walaupun beberapa dari virus demam berdarah ini biasanya disebarkan
melalui vektor, hampir semua virus (kecuali DBD) dapat disebarkan melalui
aerosol; morbiditas dan dengan mortalitas yang tinggi terhadap manusia maupun
hewanmenjadikan agen ini berpotensial sebagai senjata bioterorisme.
Gejala-gejala umum demam berdarah ini adalah demam tinggi, kelelahan dan
badan terasa lemas, pusing, nyeri otot, tulang atau sendi, dan seringkali disertai
perdarahan (dapat berupa ruam-ruam petechiae atau ekimosismirip seperti
memar; namun perdarahan itu sendiri jarang sekali mengancam nyawa. Terdapat
pula gejala-gejala gastrointestinal yang dapat terlihat dan sering ditemui, berupa
diare, muntah, sakit perut. Kerusakan endotel vaskular akan mengarah pada
keadaan shock dan edema pulmonal, sertabiasanyakerusakan hati.
Tanda-tanda yang terlihat dari virus HFRS meliputi gagal ginjal; virus CCHF
meliputi ekimosis dan lebam; virus demam Lassa meliputi kehilangan fungsi
pendengaran, anasarka (edema seluruh tubuh) dan shock pada bayi baru lahir; serta
virus demam Lassa dan lymphocytic choriomeningitis meliputi keguguran dan cacat
lahir. Beberapa virus disertai pula oleh hasil abnormal dari pemeriksaan
25
laboratorium yang meliputi meningkatnya enzim hati, jumlah sel darah putih dan
trombosit menurun.
2.4
potensi penyebaran luas dan dampak dalam skala besar. Di beberapa negara, agen
biologis telah direkayasa untuk penyebaran optimal. Di bekas Uni Soviet pada
tahun 1979 di Sverdlosk (sekarang dikenal dengan nama pra-Soviet Ekaterinburg),
66 orang tewas ketika sejumlah kecil senjata Bacillus anthracis dirilis dengan
sengaja dari sebuah pabrik senjata biologis.
26
2.5
Pengendalian Bioterorisme
Dalam hal insiden terorisme, dalam serangan teroris rahasia tertentu,
secara
efektif
Mengidentifikasi jenis atau sifat dari suatu peristiwa ketika itu terjadi;
Analisis Bahaya;
Manajemen Konsekuensi.
27
oleh terorisme biologi dan kimia merupakan proses yang kompleks yang
melibatkan banyak mitra dan kegiatan. Memenuhi tantangan ini akan
membutuhkan kesiapan darurat khusus di seluruh kota dan negara. CDC akan
memberikan panduan kesehatan masyarakat, dukungan, dan bantuan teknis untuk
lembaga-lembaga lokal dan kesehatan masyarakat negara ketika mereka
mengembangkan rencana kesiapsiagaan yang terkoordinasi dan protokol/tata
laksana respon. CDC juga akan menyediakan alat-alat self-assessment untuk
kesiapan terorisme, termasuk standar kinerja, simulasi serangan, dan latihan
lainnya. Selain itu, CDC akan mendorong dan mendukung penelitian terapan untuk
mengembangkan alat yang inovatif dan strategi untuk mencegah atau mengurangi
penyakit dan cedera yang disebabkan oleh terorisme biologi dan kimia.
28
cedera dijelaskan dan penyakit sebagai bagian mekanisme pengawasan rutin untuk
terorisme biologi dan kimia.
Tanggapan
Sebuah respon kesehatan masyarakat yang komprehensif untuk peristiwa
29
mengerahkan tim respon untuk menyelidiki penyakit yang tidak dapat dijelaskan
atau mencurigakan atau agen etiologi yang tidak biasa dan memberikan konsultasi
on-site (secara langsung) mengenai manajemen medis dan pengendalian penyakit.
Untuk menjamin ketersediaan, pengadaan, dan pengiriman pasokan medis,
perangkat, dan peralatan yang mungkin dibutuhkan untuk menanggapi penyakit
teroris yang disebabkan atau cedera, CDC akan mempertahankan persediaan
farmasi nasional.
Sistem Komunikasi
Kesiapan untuk mengurangi konsekuensi kesehatan masyarakat terorisme
biologi dan kimia tergantung pada kegiatan koordinasi antara perawatan kesehatan
profesional dengan tenaga kesehatan masyarakat di seluruh daerah yang memiliki
akses setiap menit pada informasi darurat. Komunikasi yang efektif dengan publik
melalui media massa juga akan penting untuk membatasi kemampuan teroris 'untuk
menginduksi kepanikan publik dan mengganggu kehidupan sehari-hari. Selama 5
tahun ke depan, CDC akan bekerja sama dengan lembaga kesehatan negara bagian
dan lokal untuk mengembangkan sistem komunikasi yang akan mendukung
surveilans penyakit, pemberitahuan cepat dan pertukaran informasi mengenai
wabah penyakit yang mungkin berhubungan dengan bioterorisme, diseminasi hasil
diagnostik dan informasi kesehatan darurat, dan koordinasi kegiatan tanggap
darurat. Melalui jaringan ini dan mekanisme yang sama, CDC akan memberikan
pelatihan terkait terorisme ke ahli epidemiologi dan laboratorian, responden
darurat, personel gawat darurat dan penyedia perawatan kesehatan garis depan
lainnya, dan kesehatan serta keselamatan anggota.
2.6
30
31
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. Bioterorisme adalah serangan yang sengaja dibuat dapat berupa virus,
bakteri, atau kuman lain (agen) yang digunakan untuk menyebabkan
penyakit atau kematian pada manusia, hewan, atau tanaman.
b. Bioterorisme sudah digunakan sejak Perang Dunia ke-2 dan lebih banyak
disebar melalui udara (menggunakan aerosol).
c. Bioterorisme digunakan oleh teroris atau pada saat perang karena cara
mendapatkan agennya yang mudah dan murah, selain itu dampak yang
terjadi sulit dikendalikan dan sangat susah untuk diprediksi.
d. CDC membagi agen-agen dalam bioterorisme ke dalam tiga kategori
sebagai A, B, atau C.
e. Kategori A merupakan agen dengan prioritas risiko tinggi terhadap
keamanan nasional. Ciri-ciri penyakit yang ditimbulkan oleh mikroba kelas
ini adalah mudah menular, mortalitas tinggi, dan dapat menimbulkan
keresahan sosial yang hebat. Contohnya masalah kesehatan yang
ditimbulkan anthrax, pes (Yersinia pestis), cacar, tularemia, botulinum
toksin, virus demam hemoragik, seperti Marburg dan virus Ebola.
f. Kategori B merupakan agen penyebabCara penyakit dengan prioritas
tertinggi kedua, contoh masalah kesehatan yang ditimbulkan adalah
Brucellosis, demam Q, dan lain-lain.
g. Kategori C merupakam agen prioritas tertinggi yang ketiga, termasuk
patogen yang muncul yang bisa direkayasa untuk penyebaran di masa
depan. Contoh masalah kesehatan yang ditimbulkan adalah virus Nipah,
Hantaviruses, demam kuning, sindrom pernapasan akut, H1N1 (flu), HIV /
AIDS, dan lain-lain.
h. Ada empat mikroba yang lazim digunakan pada bioterorisme. Empat
mikroba tersebut adalah Bacillus anthracis, Clostridium botulinum,
Yersinia pestis, dan virus cacar.
32
i.
Dalam hal insiden terorisme, dalam serangan teroris rahasia tertentu, ahliahli kesehatan masyarakat akan memiliki peran khusus dalam mencegah
penyakit dan cedera.
j.
33
DAFTAR PUSTAKA
Sudibya, Akhmad. (20 Desember 2011). Sekilas Tentang Bioterorisme. Jurnal:
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Diakses 15 Novemember 2016 dari
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol%20Edisi%20Khusus%2
0Desember%202011/SEKILAS%20TENTANG%20%20BIOTERORISM
E.pdf.
Centers for Disease Control and Prevention. Bioterrorism. Diakses 15 November
2016 dari https://emergency.cdc.gov/bioterrorism/.
Bisen. S, Prakash & Raghuvanshi, Ruchika. (2013). Emerging Epidemics
Management and Control. India : Ministry of Defense.
Centers for Disease Control and Prevention. (Juli 2001). The Public Health
Responseto Biological and Chemical Terrorism Interim Planning Guidance
for State Public Health Officials. Amerika Serikat: Health And Human
Services Department.
Riedel, S. (2004). Biological Warfare and Bioterorism : A Historical Review.
Baylor University Medical Center Proceedings. 17(4):400406.
Friend, M. (2006). Dissease Emergence and Resurgence : The Wildlife - Human
Connection. Amerika Serikat: Geological Survey.
34