Anda di halaman 1dari 40

UNIVERSITAS INDONESIA

MASALAH KESEHATAN YANG BERKAITAN DENGAN


BIOTERORISME

MAKALAH

OLEH:
KELOMPOK 3
ALIFIA DAARIY

1606953644

BOBBY JANUARI SARAGI

1606953732

ERLANGGA NAURIAN PUSPITO 1606953865


IRENE CHRISTINE

1606954035

NAFI' RUHMITA

1606954174

RORO ARUM SRI WIKARTI

1606954432

ZENITA EMERALDA

1606954672

PROGRAM STUDI SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
DEPOK
2016

UNIVERSITAS INDONESIA

MASALAH KESEHATAN YANG BERKAITAN DENGAN


BIOTERORISME

MAKALAH
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk melengkapi nilai mata kuliah Dasar
Kesehatan Lingkungan

OLEH:
KELOMPOK 3
ALIFIA DAARIY

1606953644

BOBBY JANUARI SARAGI

1606953732

ERLANGGA NAURIAN PUSPITO 1606953865


IRENE CHRISTINE

1606954035

NAFI' RUHMITA

1606954174

RORO ARUM SRI WIKARTI

1606954432

ZENITA EMERALDA

1606954672

PROGRAM STUDI SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
DEPOK
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulisan laporan penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk melengkapi nilai
semester ganjil pada mata kuliah Dasar Kesehatan Lingkungan. Tidak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada bapak Drs. A. Rahman M.Env. Selaku dosen mata
kuliah Dasar Kesehatan Lingkungan, serta orang tua dan teman-teman yang telah
memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami berharap, semoga makalah ini dapat memberikan sesuatu yang
bermanfaat bagi pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
jika terdapat kesalahan atau kekurangan dalam makalah ini.

Depok, November 2016

Penulis

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................


KATA PENGANTAR ............................................................................
DAFTAR ISI ..........................................................................................
DAFTAR TABEL ...................................................................................
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................

i
ii
iii
iv
v

1. PENDAHULUAN .............................................................................
1.1 Latar Belakang ............................................................................
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................

1
1
2

2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................


2.1 Pengertian Bioterorisme ...............................................................
2.2 Sejarah Bioterorisme ....................................................................
2.2.1 Perkembangan Peraturan Terhadap Perkembangan
Bioterorisme dan Pemakaian Agen Biologis Di Dunia ......
2.2.2 Perjalanan Konvensi dalam Senjata Biologis ....................
2.2.3 Bioterorisme dan Terorisme .............................................
2.3 Agen-Agen Bioterorisme ..............................................................
2.3.1 Klasifikasi Agen Berdasarkan Kategori ............................
2.3.2 Kriteria Senjata Biologis yang Sukses Digunakan dalam
Perang ..............................................................................
2.3.3 Masalah-Masalah Kesehatan Prioritas Berdasarkan Abjad
Yang Berkaitan dengan Bioterorisme ...............................
2.4 Pedoman Perencanaan Khusus Bioterorisme ...............................
2.4.1 Investigasi Epidemiologi ..................................................
2.5 Pengendalian Bioterorisme ..........................................................
2.5.1 Cara Mengendalikan dan Mencegah Bioterorisme ............
2.6 Peranan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian dalam
Menghadapi Bioterorisme ............................................................

3
3
3

3. PENUTUP .........................................................................................
3.1 Kesimpulan .................................................................................

32
32

4. DAFTAR PUSTAKA .......................................................................

34

iii

6
6
8
8
9
12
13
26
26
27
28
30

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kategori Potensi Agen Perang Biologis Berdasarkan Klasifikasi


Centers for Disease Control ....................................................................

iv

17

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sejarah Kejadian yang Melibatkan Senjata Biologis ...............


Gambar 2. Proses Penularan Smallpox ....................................................
Gambar 3. Kulit Penderita Smallpox yang Mengalami Lesi Akibat
Virus Variola .........................................................................
Gambar 4. Penderita Smallpox dari Hari ke Hari. .....................................

5
21
22
22

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Pada zaman dengan perkembangan teknologi yang pesat, penting untuk

mengetahui informasi terkait bioterorisme, penggunaan agen-agen biologi untuk


menyerang warga sipil. Dalam serangan bioterorisme, virus, bakteri, racun, atau
agen berbahaya lainnya dapat sengaja dibuat untuk menyebarkan penyakit atau
menyebabkan kematian pada orang, hewan, atau tanaman. Agen-agen tersebut
umum digunakan dan ditemukan di alam, tetapi mereka dapat bermutasi atau cukup
diubah dengan meningkatkan kemampuan mereka dalam menyebabkan penyakit,
membuat mereka resisten terhadap obat-obatan yang tersedia saat ini, atau untuk
meningkatkan kemampuan mereka untuk menyebar ke lingkungan. Agen-agen
biologis dapat menyebar melalui udara, air, atau melalui makanan. Teroris lebih
suka menggunakan agen biologis karena mereka sangat sukar untuk dideteksi dan
tidak menyebabkan penyakit selama beberapa jam hingga beberapa hari. Beberapa
agen bioterorisme, termasuk virus cacar, dapat dengan mudah menyebar dari orang
ke orang dan lain-lain, seperti anthrax, tidak bisa (Centers for Disease Control and
Prevention [CDC], 2008)
Bioterorisme adalah rencana yang menarik karena agen-agen biologis relatif
mudah dan murah untuk didapatkan, dapat dengan mudah disebarluaskan, dan
dapat menyebabkan ketakutan pada masyarakat dan kepanikan terhadap kerusakan
fisik disebabkan oleh agen-agen biologis tersebut. Bagaimanapun para petinggi
militer, telah mengakui bahwa sebagai aset militer, bioterorisme memiliki beberapa
keterbatasan; yang paling penting adalah kesulitan untuk menggunakan senjata
biologis dengan cara searah, yang hanya mempengaruhi musuh dan pasukan tidak
ramah. Namun, teknolog Bill Joy memperingatkan potensi kekuatan dari rekayasa
genetika yang mungkin terjadi karena disebabkan oleh bioteroris-bioteroris di masa
depan (Joy, 2007).
Bioterorisme belum banyak diuraikan pada buku-buku mikrobiologi
kedokteran. Hanya sedikit buku yang membahas bioterorisme. Apalagi buku-buku

mikrobiologi kedokteran berbahasa Indonesia. Artikel di media massa yang


membicarakan bioterorisme juga sangat sedikit. Hampir tidak ada yang
menyinggung meskipun hanya sekilas bioterorisme. Topik yang banyak ditulis
adalah tentang terorisme bukan tentang bioterorisme. Oleh karena itu, penulis akan
memulai tulisan ini dengan menguraikan beberapa hal yang berkaitan dengan
bioterorisme, termasuk masalah-masalah kesehatan yang kemudian disebabkan
oleh agen-agen bioterorisme.

1.2

Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari pembuatan makalah ini adalah:
a.

Apa pengertian dari bioterorisme?

b.

Bagaimana bioterorisme dapat terbentuk hingga kini, dan mengapa


teroris lebih memilih bioterorisme sebagaia senjata?

c.

Apa saja agen-agen penyebab penyab penyakit dari bioterorime?

d.

Apa

saja

masalah-masalah

kesehatan

yang

berkaitan

dengan

bioterorisme yang diprioritaskan?


e.

Bagaimana mengendalikan agen-agen bioterorisme?

f.

Sudah siapkan TNI dan Kepolisian Republik Indonesia menghadapi


bioterorisme?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Pengertian Bioterorisme
Bioterorisme adalah serangan yang sengaja dibuat dapat berupa virus, bakteri,

atau kuman lain (agen) yang digunakan untuk menyebabkan penyakit atau kematian
pada manusia, hewan, atau tanaman. Agen ini biasanya ditemukan di alam, namun
ada kemungkinan bahwa agen bisa diubah untuk meningkatkan kemampuan agen
menyebabkan penyakit, membuat tahan terhadap obat-obatan saat ini, atau untuk
meningkatkan kemampuan agen untuk menyebar ke lingkungan. Agen biologi
dapat menyebar melalui udara, melalui air, atau dalam makanan. Teroris memilih
menggunakan agen biologis karena mereka bisa sangat sulit untuk di deteksi dan
tidak menyebabkan penyakit selama beberapa jam sampai beberapa hari. Beberapa
agen bioterorisme, seperti virus cacar.
Bioterorisme berarti pemakaian mikroba sebagai sarana dalam terorisme.
Mikroba yang digunakan pada bioterorisme lebih populer di media massa dengan
sebutan senjata biologis (biological weapons atau bioweapons). Perang yang
melibatkan senjata biologis/mikroba disebut perang kuman (germ warfare) atau
biological warfare (Nester dkk., 2007 ; Tortora dkk., 2007). Dalam tulisan ini,
istilah mikroba dan senjata biologis dipergunakan secara bergantian. Sarana lain
yang dapat dipergunakan dalam terorisme misalnya senjata kimia, bom mobil,
senjata api, senjata nuklir, dan lainlain. Menurut Cinti dan Hanna (2007),
bioterorisme adalah penggunaan yang tidak bijak pada bakteri, virus, atau racun
terhadap manusia, hewan, atau tanaman dalam upaya untuk menyebabkan
kerusakan dan untuk menciptakan ketakutan. Jadi, yang dapat dimanfaatkan tidak
hanya mikroba namun bisa juga produk mikroba. Sebagai sasaran, tidak hanya
manusia, namun bisa juga hewan dan tumbuhan.

2.2

Sejarah Bioterorisme
Berawal pada tahun 1346 pasukan Mongol melawan kaum Caffa atau

sekarang disebut Fodosia, Ukraina, pasukan Mongol melancarkan serangan yang

paling brutal dan sadis, dimana agen biologi mulai dipakai untuk menjadi bagian
dari strategi perang. Pasukan ini menggunakan mayat dari orang orang yang
terinfeksi Yersinia pestis untuk peluru ketapel yang mengarah langsung ke kota dan
menyebarkan wabah The Black Death sehingga menjadi faktor dari kematian
penduduk pada waktu itu. Namun yang perlu diketahui, cara yang dilancarkan oleh
pasukan Mongol tidak berdampak besar dalam penyebaran wabah pes dari wilayah
Caffa ke daerah lain di Mediterania.
Lebih jauh lagi penggunaan agen ini pada tahun 1937 di Jepang terdapat
seorang ilmuan yang mengusulkan dan meyakinkan pemerintah Jepang untuk
membuat program senjata kimia dan biologi. Sebuah unit bernama Unit 731
dibentuk, yang bertanggungjawab terhadap pembuatan senjata kimia dan biologi
milik Jepang sebelum dan sesudah Perang Dunia II.
Pada akhir tahun 1940, saat perang dunia ke II, Jepang sukses memulai
wabah di wilayah China, dengan melepaskan setidaknya 15 juta kutu bubonic
(dengan nama ilmiah Xenopsylla cheopsis) yang sudah di infeksi oleh Yersinia
pestis dari laboratorium dalam satu kali serangan udara. hal ini mengakibatkan
sebanyak 109 orang dikota Ningbo dilaporkan tewas akibat wabah yang disebarkan
tersebut.
Awal sejarah dari black death dengan vektor Bubonic flea berkembang
menjadi varietas yang dapat menjadi penyakit lain yang disebut pneumonic plague
yang disebabkan oleh pejanan aerosol langsung yang yang dihirup oleh manusia,

Gambar 1
Sejarah Kejadian yang Melibatkan Senjata Biologis

Sumber: Bisen. S, Prakash & Raghuvanshi, Ruchika. (2013). Emerging Epidemics


Management and Control. India : Ministry of Defense.

sangat infektif terhadap manusia dalam menyebabkan kesakitan dan kematian. Di


tahun 1985, negara Amerika Serikat dan Uni Soviet turut memakai peran agen
penyakit dalam peperangan. Yersinia Pestis dibawa oleh rudal kendali yang dapat
mentransmisikan agen melalui aerosol.
Agen Variola juga dapat dipakai untuk agen bioteror, tidak seperti penyakit
pes, variola secara langsung menyerang manusia tanpa perantara vektor, karena
bukan bersifal zoonotik, sehingga dipakai menjadi agen penyebab wabah pada
tahun 1763, saat pemberontakan kaum indian di Amerika Utara, pasukan inggris
memberikan selimut dan sapu tangan dari penderita yang terkena smallpox,
penderita yang terkena infeksi dari smallpox dapat menyebarkan ke individu
lainnya lewat udara, sehingga akibatnya besar karena hal ini menjadi sulit
terkendali hingga tahun 1970.

2.2.1 Perkembagan Peraturan terhadap Perkembangan Bioterorisme dan


Pemakaian Agen Biologis Di Dunia
Pada saat berlangsungnya Perang Dunia II, informasi tentang artikel-artikel
mengenai wabah yang disebabkan oleh agen yang dipakai sebagai agen biologis
meningkat pesat. Oleh karena isu tersebut, maka PBB dalam satuan UNODC
(United Nations Office on Drugs and Crime) membentuk Protokol Geneva 1949,
yang mengatur tentang penyalahgunaan agen biologis dan turunannya untuk
senjata. Lebih lanjut Protokol Geneva merupakan perjanjian internasional yang
mengatur tentang korban akibat konflik bersenjata, baik yang bertaraf internasional
maupun non internasional.

2.2.2 Perjalanan Konvensi dalam Senjata Biologi


Selama tahun 1960-an, kekhawatiran publik dan para ahli yang mengangkat
hal ini menjadi masalah internasional mengenai sifat yang tak terkendali,
ketidakpastian, dan risiko epidemiologi yang ditimbulkan, serta kurangnya
tindakan pengendalian epidemiologi untuk senjata biologis. Oleh karena itu,
Program Geneva yang sudah berjalan tersebut tentang program senjata biologi
berbagai negara dianggap tidak efektif dalam mengendalikan proliferasi senjata
biologis karena hanya meregulasi dalam menggunakan tapi tidak kepemilikan
senjata kimia, atau senjata biologi, serta pendistribusiannya.
Pada bulan Juli 1969, kemudian Inggris menyerahkan usulan kepada Komite
PBB tentang perlucutan senjata dalam melarang pengembangan, produksi, dan
penimbunan senjata biologis. Selanjutnya, proposal yang diajukan Inggris untuk
kontrol dan inspeksi, serta prosedur untuk diikuti dalam kasus pelanggaran. Tak
lama setelah pengajuan usulan Inggris, pada bulan September 1969, negara-negara
Pakta Warsawa di bawah pimpinan Uni Soviet mengajukan proposal serupa untuk
PBB. Namun, usulan ini tidak memiliki ketentuan untuk inspeksi. Dua bulan
kemudian, pada bulan November 1969, World Health Organization (WHO)
mengeluarkan laporan mengenai konsekuensi dalam penggunaan agen senjata
biologis.

Selanjutnya, pada tahun 1972 "Konvensi tentang Pelarangan Pengembangan,


Produksi, dan Penimbunan dari Bakteriologis (Biologis) dan Senjata Toksin"
dikenal sebagai BWC (Biological Weapon Convention) dikembangkan. Merupakan
perjanjian yang melarang pengembangan, produksi, dan penimbunan patogen atau
racun dalam jumlah yang tidak memiliki kation justifi untuk profilaksis, pelindung
atau tujuan damai lainnya Perjanjian ini disetujui oleh 103 negara, dan perjanjian
itu diratifikasi pada bulan April 1972. BWC mulai berlaku Maret 1975.
Secara singkat isi dari perjanjian BWC adalah sebagai berikut:
1.

Tidak pernah dalam keadaan apapun, memperoleh atau mempertahankan


senjata biologis.

2.

Menghancurkan atau mengalihkan tujuan damai senjata biologi dan sumber


daya terkait.

3.

Transfer untuk senjata biologis apapun, tidak untuk membantu dalam akuisisi
dan pelestarian.

4.

Mengambil langkah-langkah nasional yang diperlukan untuk pelaksanaan


BWC di pasar domestik.

5.

Konseling bilateral maupun multilateral pada isu-isu yang terkait dengan


pelaksanaan BWC.

6.

Membuat query di Dewan Keamanan PBB untuk menyelidiki dugaan


pelanggaran dari Konvensi dan menghormati keputusan selanjutnya.

7.

Membantu Serikat membahayakan pelanggaran BWC.

8.

Melakukan segala kemungkinan untuk mempromosikan penggunaan damai


ilmu biologi dan teknologi.
Ratifikasi BWC belum memiliki penandatanganan, sehingga wajib menahan

diri dari kegiatan yang justru akan mengalahkan tujuan dari perjanjian itu.
Kemudian ulasan konferensi ke BWC terus diadakan pada tahun 1981, 1986, 1991,
dan 1996. Penandatangan BWC diwajibkan untuk menyerahkan informasi kepada
PBB secara tahunan: fasilitas dimana penelitian pertahanan biologis sedang
dilakukan, konferensi ilmiah yang diadakan di fasilitas tertentu, pertukaran ilmuan
atau informasi, dan wabah penyakit.

2.2.3 Bioterorisme dan Terorisme


Senjata biologis sering disebut sebagai senjata nuklir orang miskin (Gould,
1997). Biaya maupun teknologi yang diperlukan untuk membuat senjata biologis
jauh lebih rendah dan mudah dibanding senjata nuklir atau kimia. Walaupun
demikian, efek penghancuran massanya tidak kalah hebat dibanding kedua senjata
tadi. Menurut perhitungan Office of Technology Assessment di Kongres Amerika
pada tahun 1993, 100 kg spora Bacillus anthracis yang disebarkan di atas ibukota
Washington bisa menimbulkan korban 3 juta jiwa. Dalam kenyataannya,
penyebaran bakteri serupa dari instalasi pembuatan senjata biologis Rusia di kota
Yekaterinburg pada tanggal 2-3 April 1979 telah menelan korban tewas 'puluhan
ribu jiwa' di daerah sekitarnya menurut laporan Union for Chemical Safety, walau
laporan resmi pemerintah hanya 66 orang (Graeves, 1999).
Salah satu alasan penting pemakaian mikroba oleh teroris adalah alasan
finansial. Bioterorisme relatif efesien dibandingkan metoda lain. Efisien dalam arti
biaya murah dan menimbulkan dampak yang sangat hebat. Dampak yang sangat
hebat dapat berupa jumlah korban yang banyak ataupun kepanikan yang luar biasa
dari sasara bioterorisme. Salah satu keunggulan pemakaian mikroba adalah dampak
yang terjadi sulit dikendalikan dan sangat susah untuk diprediksi.

2.3

Agen-Agen Bioterorisme
Mikroba ideal untuk bioterorisme mempunyai karakteristik sangat handal,

dapat dibidikkan tepat ke sasaran, murah, awet, tidak begitu tampak, manjur, mudah
diperoleh, dan mudah diangkut (Lederberg, 2000 ; Lew, 2000). Sangat handal dan
manjur berarti mempunyai efek seperti yang diharapkan para teroris. Murah dan
mudah diperoleh bermakna harganya terjangkau dan bisa didapatkan tidak harus
dengan jalur legal. Tidak begitu tampak mengandung makna sulit diendus oleh
aparat intelijen.
Berbeda dengan senjata nuklir, senjata biologis punya banyak jenis.
Walaupun senjata kimia juga mempunyai banyak jenis (seperti gas sarin, gas VX,
sianida dan sebagainya), karena senjata biologis menggunakan agen hayati seperti
virus dan bakteri, jumlahnya cenderung bertambah dengan munculnya berbagai

macam penyakit infeksi fatal baru seperti virus Ebola, virus Lassa dan lain-lain.
Namun demikian, agen yang benar telah dipakai sebagai senjata biologis adalah
bakteri yang telah lama dikenal manusia, mudah didapatkan di alam dan tidak sulit
penanganannya. Bacillus anthracis, penyebab penyakit anthrax adalah pilihan
utama dan telah terbukti dipakai dalam kejadian di Amerika baru-baru ini maupun
coba dibuat di Rusia serta Irak.
Selain itu, bakteri yang mematikan dan tercatat sebagai agen senjata biologis
adalah Yersinia pestis penyebab penyakit pes, Clostridium botulinium yang
racunnya menyebabkan penyakit botulism, Francisella tularensis (tularaemia) dan
lain-lain. Di lain pihak, karena bakteri-bakteri patogen itu sudah dikenal lama,
pengobatannya sudah diketahui dengan berbagai antibiotika dan pencegahannya
dapat dilakukan dengan vaksinasi.

2.3.1 Klasifikasi Agen Berdasarkan Kategori


CDC membagi agen-agen dalam bioterorisme ke dalam tiga kategori sebagai
A, B, atau C:
A. Kategori A
Kategori ini merupakan agen dengan prioritas risiko tinggi terhadap
keamanan nasional. Agen prioritas tinggi ini termasuk organisme atau racun
karena:
- Mudah menyebar atau menular dari manusia ke manusia;
- Menghasilkan tingkat kematian yang tinggi dan memiliki potensi untuk
dampak kesehatan masyarakat;
- Menyebabkan kepanikan publik dan gangguan sosial;
- Mereka

memerlukan tindakan khusus

untuk

kesiapan kesehatan

masyarakat.
Ciri-ciri penyakit yang ditimbulkan oleh mikroba kelas ini adalah mudah
menular, mortalitas tinggi, dan dapat menimbulkan keresahan sosial yang
hebat.
B. Kategori B
Agen ini adalah prioritas tertinggi kedua karena:

Cukup mudah untuk menyebar;

Menghasilkan tingkat penyakit moderat dan tingkat kematian yang rendah;

Membutuhkan tambahan spesifik kapasitas laboratorium CDC dan


ditingkatkan pemantauan penyakit.
Penyakit yang ditimbulkan dan dampak yang diakibatkan kelas ini sedikit

di bawah Kelas A.
C. Kategori C
Agen prioritas tertinggi yang ketiga, termasuk patogen yang muncul yang
bisa direkayasa untuk penyebaran di masa depan karena:
- Mudah tersedia;
- Mudah diproduksi dan menyebar;
- Mereka memiliki potensi untuk morbiditas dan tingkat kematian yang tinggi
dan berdampak pada kesehatan utama.
Penyakit yang ditimbulkan dan dampak yang ditimbulkan kelas ini di bawah
Kelas B.

Tabel 1
Kategori Potensi Agen Perang Biologis Berdasarkan Klasifikasi Centers
for Disease Control

Kategori
A

Karakteristik

Penyakit dan Agen Kausatifnya

Agen dengan risiko tertinggi

Anthrax (Bacillus anthracis), pes

bagi keamanan nasional karena

(Yersinia pestis), cacar (Variola

1. Agen-agen ini dapat dengan utama), monkeypox, tularemia


mudah disebarluaskan atau (Francisella

tularensis),

ditularkan dari manusia ke botulinum toksin (Clostridium


manusia;

botulinum),

virus

demam

2. Memiliki potensi kematian hemoragik, seperti Marburg dan


yang tinggi

virus Ebola

10

3. Memiliki

potensi

menyebabkan

untuk

masyarakat

panik dan gangguan sosial


4. Perlu tindakan khusus untuk
umum kesiapan.
B

Agen-agen

ini

menimbulkan

Brucellosis

(Brucella

spp.),

risiko tertinggi kedua karena:

Glanders (Burkholderia mallei)

1. Mereka cukup mudah untuk

dan melioidosis (Burkholderia

menyebarkan;

pseudomallei),

2. Memiliki

morbiditas

moderat

dan

kematian

demam

(Coxiella burnetii), psittacosis


(Chlamydia psittaci)

rendah;
3. Mereka

membutuhkan

Penyakit

yang

dan

melalui

makanan

pengawasan yang lebih baik.

enterik)

kapasitas

diagnostik

ditularkan
(patogen

Salmonella spp., Shigella spp.,


Escherichia

coli

Staphylococcus

dan
aureus),

ancaman pasokan air (kolera


[Vibrio cholerae],
Cryptosporidiosis
[Cryptosporidium parvum],
C

Agen-agen

ini

merupakan virus

Nipah,

patogen yang bisa direkayasa demam

Hantaviruses,

kuning,

sindrom

untuk penyebaran yang luas pernapasan akut, H1N1 (flu), HIV


karena mereka:
1. Mudah tersedia;

/ AIDS, virus Wes Nile, demam


berdarah,

Kyasanur

Penyakit

2. Mudah untuk diproduksi hutan, tick-borne ensefalitis,


dan disebarkan;

tuberkulosis resisten multi obat


(Mycobacterium tuberculosis)

11

3. Memiliki potensi morbiditas


tinggi dan mortalitas.
Sumber: Rotz LD, Khan AS, Lillibridge SR, Ostroff SM, Hughes JM. 2002.
Public health assessment of potential biological terrorism agents.
Emerg Infect Dis 8:225230.

2.3.2 Kriteria Senjata Biologis yang Sukses Digunakan dalam Perang


Senjata biologis yang efektif, harus ada beberapa persyaratan yang optimal
sehubungan dengan agen, populasi sasaran, dan agresor (Spencer dan Wilcox,
1993).
A. Kriteria Agen
Berikut kriteria agen dalam senjata biologis:
-

Harus sangat kuat dan konsisten menghasilkan efek yang diinginkan dari
kematian atau penyakit.

Harus sangat menular dan menjadi infektif dalam dosis rendah.

Memiliki waktu inkubasi yang singkat dan dapat diprediksi untuk


mengembangkan penyakit.

Harus sulit untuk diidentifikasi dalam populasi target.

Sesuai untuk produksi massal (banyak), disimpan, dan dibuat sebagai senjata
(konversi agen hayati ke dalam bentuk yang kemudian dapat digunakan
sebagai senjata).

Penyebarannya efisien dan harus tetap stabil selama dan setelah penyebaran.

Memiliki kekuatan rendah setelah dikirimkan.

Sebagai tambahan juga harus mampu:

Menginfeksi lebih dari satu jenis sasaran (manusia dan hewan baik) melalui
lebih dari satu portal masuk.

Disebarkan dengan berbagai cara.

Menyebabkan efek psikologis yang diinginkan.

B. Kriteria Populasi Sasaran


Kriteria populasi sasaran dalam penggunaan senjata biologis antara lain:

12

Memiliki jumlah sedikit atau tidak ada kekebalan alami terhadap agen.

Tidak memiliki akses ke imunoprofilaksis atau terapi.

C. Kriteria Penyerang
Kriteria penyerang yang menggunakan senjata biologis harus memiliki sarana
untuk melindungi atau mengobati pasukan sendiri atau penduduk terhadap agen.

2.3.3 Masalah-Masalah Kesehatan Prioritas Berdasarkan Abjad yang


Berkaitan dengan Bioterorisme
Ada empat mikroba yang lazim digunakan pada bioterorisme. Empat
mikroba tersebut adalah Bacillus anthracis, Clostridium botulinum, Yersinia pestis,
dan virus cacar (Nester dkk., 2007). Masih banyak mikroba lain yang dapat
dimanfaatkan sebagai senjata biologis meskipun frekuensi pemakaiannya lebih
jarang. Mikroba tersebut adalah virus Ebola, virus influenza, Virus Penyebab
Demam Lassa, Salmonella, Mycobacterium tuberculosis dan Virus Penyebab
Ensefalitis.
Berikut ini adalah masalah-masalah kesehatan yang disebabkan oleh
keempat mikroba yang lazim digunakan dalam bioterorisme:
A. Antrax
Anthrax adalah penyakit menular yang serius yang disebabkan oleh bakteri
gram positif berbentuk batang dengan ukuran panjang 3-5 mikrometer, dan lebar 11,2 mikrometer, yang dikenal sebagai Bacillus anthracis. Anthrax dapat ditemukan
secara alami di dalam tanah dan biasanya mempengaruhi hewan domestik dan liar
di seluruh dunia.
Bahaya agen tersebut karena agen biologinya memiliki racun dan mempunyai
risiko terbesar jika terjadi penyalahgunaan yang disengaja dengan potensi yang
signifikan untuk korban massal atau dampak buruk pada perekonomian,
infrastruktur kritis, atau kepercayaan publik, dan menimbulkan ancaman parah
terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat.
Kenapa dipakai sebagai bioterorisme? Karena Bacillus anthracis, bakteri
yang menyebabkan anthrax, akan menjadi salah satu agen biologis yang paling

13

mungkin untuk digunakan. Agen biologis kuman yang dapat jatuh sakit atau
membunuh orang, ternak, atau tanaman. Anthrax adalah salah satu agen yang paling
mungkin untuk digunakan karena:

Spora antraks mudah ditemukan di alam, dapat diproduksi di laboratorium,


dan dapat bertahan untuk waktu yang lama di lingkungan.

Anthrax membuat senjata yang baik karena bisa dilepaskan dengan tenang
dan tanpa ada yang mengetahui.

Spora mikroskopis bisa dimasukkan ke dalam bubuk, semprotan, makanan,


dan air.

Begitu kecil, tidak dapat terlihat, dicium, atau dirasakan.

Tanda dan Gejala


Terdapat tiga jenis antrax, masing-masing dengan tanda dan gejala yang
berbeda. Dalam kebanyakan kasus, gejala berkembang dalam waktu tujuh hari
setelah terpapar oleh bakteri.
Berikut adalah 3 jenis anthrax dengan tanda dan gejalanya:

Anthrax kulit (Cutaneous anthrax)


Anthrax jenis ini masuk ke dalam tubuh melalui luka pada kulit dan menjadi

jenis paling umum dari anthrax. Anthrax kulit juga paling ringan dan dengan
pengobatan yang tepat jarang berakibat fatal.
Tanda dan gejala anthrax kulit meliputi:
-

Kulit yang bengkak dan benjol serta gatal menyerupai gigitan serangga yang
cepat berkembang menjadi sakit dengan pusat bengkak berwarna kehitaman;

Pembengkakan pada kelenjar getah bening dekat area yang terkena.

Anthrax gastrointestinal
Anthrax jenis ini terjadi saat seseorang memakan daging tidak matang dari

hewan yang terinfeksi. Tanda dan gejala anthrax gastrointestinal meliputi:


-

Mual

Muntah, yang sering disertai darah pada tahap lanjut penyakit

Kehilangan nafsu makan

Demam

14

Diare parah disertai darah pada tahap akhir penyakit

Sakit tenggorokan dan kesulitan menelan

Leher bengkak

Anthrax Inhalasi (inhalation anthrax)


Anthrax inhalasi terjadi ketika seseorang menghirup spora anthrax dan menjadi

jenis yang paling mematikan.


Tanda dan gejala awal antrax inhalasi meliputi:
-

Gejala seperti flu, seperti sakit tenggorokan, demam ringan, kelelahan dan
nyeri otot yang dapat berlangsung beberapa jam atau beberapa hari

Ketidaknyamanan pada dada. Seiring penyakit semakin berkembang, gejala


akan meliputi:

Demam tinggi

Kesulitan bernapas

Shock

Meningitis (peradangan otak)

Sumsum tulang belakang yang berpotensi mengancam nyawa

B. Botullism
Botulism adalah penyakit kelumpuhan saraf yang disebabkan oleh sifat
neurotoksin dari bakteri bernama Clostridium botulinum, dan sesekali dari versi
langka Clostridium butyricum dan Clostridium baratii. Bakteri-bakteri ini
merupakan jenis bakteri anaerob dan juga bakteri pembentuk spora. Terdapat 3
jenis botulism yang umum ditemukan, yaitu:

Botulism yang ditularkan melalui makananterjadi ketika seseorang menelan


makanan yang mengandung racun botulinum. Botulism jenis ini merupakan
masalah darurat kesehatan masyarakat karena makanan yang terkontaminasi
racun botulinum mungkin masih ada dan akan dikonsumsi oleh orang lain.
Gejalanya akan muncul dalam 6 jam sampai 10 hari (biasanya antara 12 atau
36 jam) setelah memakan makanan yang mengandung racun tersebut. Makanan
yang paling sering menjadi sumber botulism adalah makanan kaleng, terutama
yang dikemas dengan cara tidak benar.

15

Botulism pada bayiterjadi pada sejumlah kecil bayi-bayi rentan yang di


saluran pencernaannya, khususnya di usus, mengandung spora C. botulinum
yang kemudian bercambah dan menghasilkan racun.

Botulism karena lukaterjadi ketika luka seseorang terinfeksi oleh spora C.


botulinum yang menghasilkan racun. Pengguna obat-obatan terlarang suntikan
merupakan kelompok berisiko terhadap botulism jenis ini.

Selain ke-3 jenis botulism di atas, terdapat pula 2 jenis botulism yang jarang
ditemukan, yaitu:

Botulism toksemia usus (atau kolonisasi usus)yang merupakan jenis


botulism, yang sangat jarang ditemukan, yang terjadi pada orang dewasa
dengan penyebab dan rute penyakit yang sama dengan botulism pada bayi.

Botulism iatrogenikdapat terjadi karena ketidaksengajaan over dosis racun


botulism.

Racun botulinum telah menjadi perhatian karena berpotensi menjadi agen


senjata biologis sejak Perang Dunia ke-2. Tidak cukup hanya menjadi agen senjata
biologis, racun botulinum pun berpotensial menjadi senjata bioterorisme karena
sifat toksisitasnya yang sangat parah, mudah diproduksi dan diantar. Pada seranganserangan bioterorisme, racun ini digunakan dalam bentuk aerosol dengan tujuan
para sasaran akan menghirupnya atau bisa pula dimasukkan ke dalam makanan.
Gejala-gejala botulism adalah penglihatan ganda, penglihatan kabur, kelopak
mata terkulai, bicara tidak jelas, kesulitan menelan, mulut kering, dan kelemahan
otot-otot penggerak tubuh, yang biasanya menyerang bahu terlebih dahulu,
kemudian lengan atas, lengan bawah, lalu anggota gerak bawah. Kelumpuhan otototot pernapasan juga dapat terjadi dan bisa menyebabkan seseorang lama-kelamaan
berhenti bernapas kemudian mati, kecuali ia memakai alat bantu pernapasan. Bayibayi dengan botulism akan terlihat lesu, sulit makan, mengalami konstipasi, dan
memiliki tonus otot rendah serta tenaga menangisnya lemah.
Respons efektif terhadap pelepasan racun botulinum yang disengaja akan
bergantung pada diagnosis tepat waktu, pelaporan kasus, dan investigasi
epidemiologi. Orang-orang yang mempunyai kemungkinan mengidap botulism

16

harus diobservasi, dan mereka yang memiliki gejala botulism membutuhkan


antitoksin dan penanganan pendukung, seperti alat bantu pernapasan, jika
diperlukan. Antitoksin yang diberikan di awal perjalanan penyakit akan efektif
dalam

mengurangi

tingkat

keparahan

gejala

botulism,

bahkan

dapat

menyelamatkan nyawa penderitanya.

C. Brucellosis
Brucellosis adalah infeksi zoonosis dari hewan peliharaan dan liar yang
disebabkan oleh genus Brucella. Biasanya mengenai sapi, domba, kambing, dan
ruminansia lainnya, menyebabkan aborsi, kematian janin, dan infeksi genital.
Manusia yang terinfeksi apabila kontak dengan hewan yang terinfeksi, kotoran,
darah, urin, atau dengan menelan produk susu yang tidak dipasteurisasi.
Penyakit ini dapat mengembangkan berbagai gejala, demam, malaise, dan
nyeri otot. Penyakit ini sering menjadi kronis, dan korban mungkin kambuh, bahkan
setelah mengambil perawatan yang tepat. Karena kemudahan transmisi oleh aerosol
spesies Brucella mungkin berguna sebagai agen bioterorisme. Brucella spp
ukurannya kecil, non-motile, non-sporulating, aerobik, coccobacilli gram-negatif
diklasifikasikan ke dalam enam spesies, masing-masing memiliki kecenderungan
karakteristik untuk menginfeksi

spesies binatang tertentu. Tapi hanya empat

spesies, Brucella melitensis, Brucella suis, Brucella abortus, dan Brucella canis
dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Perkiraan dosis sekitar 10 sampai 100
sel bakteri yang diperlukan untuk menyebabkan penyakit pada manusia.
Hewan dapat menyebarkan Brucella selama aborsi septik, pada saat
pemotongan, dan lewat susu. Sedangkan penyakit ini jarang ditularkan dari manusia
ke manusia. Spesies Brucella bisa masuk tubuh mamalia melalui kulit yang lecet
atau luka, konjungtiva, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Organisme ini
dapat melakukan replikasi intraseluler serta ekstraseluler di jaringan tubuh. Ini
cepat dicerna oleh leukosit polimorfonuklear, yang biasanya gagal untuk
membunuh mereka dan kemudian lebih lanjut phagocytiz oleh makrofag pada
jaringan limfoid dan akhirnya melokalisasi dalam kelenjar getah bening, hati,
limpa, sendi, ginjal, dan sumsum tulang.

17

Ada berbagai manifestasi klinis brucellosis. Pasien umumnya dapat muncul


secara akut, sistemik,

infeksi kronis berbahaya; atau peradangan lokal. masa

inkubasi mulai dari 3 hari sampai beberapa bulan. Pasien biasanya menunjukkan
beberapa gejala seperti demam, malaise, berkeringat, kelelahan, anoreksia/nafsu
makan menurun, dan otot atau sendi sakit, serta sering terjadinya gejala
neuropsikiatri seperti depresi, sakit kepala. Selain itu, infeksi tulang (termasuk
tulang belakang), sendi (monoarticular atau polyarticular), atau saluran urogenital
dapat menyebabkan nyeri lokal. Kadang-kadang batuk dan nyeri dada. Gejala
biasanya berlangsung 3 sampai 6 bulan dan kadang-kadang lebih lama dari satu
tahun.

D. Plaque
Plague atau pes atau sampar adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Yersinia pestis (Y. Pestis). Berdasarkan aspek klinis pes dapat dibedakan
atas beberapa tipe yaitu tipe bubonik, septikemik, pneumonik, meningeal, dan
kutaneal (Triwibowo, 2007).
-

Tipe bubonik merupakan kasus terbanyak (sekitar 75%) pasien pes. Ditandai
adanya bubo, yaitu limfadenitis yang tampak besar dengan diameter 2-5 cm
disertai adanya edema dan eritema di sekitarnya. Bubo ini 70% terdapat di
daerah inguinal atau femoral, karena gigitan pinjal lebih banyak terjadi di kaki.
Pada anak-anak bubo dapat ditemukan di daerah aksila atau servikal. Bila
terjadi supurasi, eksudat yang mengandung Yersinia pestis dapat mengalir
keluar secara spontan setelah 1-2 minggu dan diikuti oleh proses resorbsi
(Triwibowo, 2007).
Febris merupakan gejala awal dan suhu dapat mencapai lebih dari 41oC,
disertai takikardia, gejala-gejala neurologis seperti konvulsi sampai koma,
gejala gastrointestinal berupa vomitus, konstipasi ataupun diare (Triwibowo,
2007). Bakteri Yersinia pestis mempunyai kemampuan membentuk
endotoksin. Hal ini dapat menimbulkan keadaan toksemia yang bila berat akan
mengakibatkan koagulasi intravaskuler (KID) dengan ditemukan gejalagejala
perdarahan di saluran napas, saluran makan, saluran kencing serta rongga-

18

rongga badan. Walaupun tipe bubonik pada umumnya menunjukkan gejalagejala berat tetapi ada juga kasus-kasus yang ringan disebut pestis minor.
Komplikasi yang dapat menjadi sebab kematian adalah septikemia dengan
gejala-gejala berat, pneumonia sekunder dengan sputum berdarah dan yang
jarang diketemukan antara lain adalah kegagalan faal jantung (Triwibowo,
2007).
-

Pada tipe septikemik tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe dan gejala yang
timbul akibat septikemia biasanya terjadi dalam waktu yang singkat berupa
pucat, lemah, delirium atau stupor sampai koma. Penderita dapat meninggal
dunia pada hari pertama sampai ketiga stelah timbulnya gejala febris. Kenaikan
suhu badan hanya terjadi secara ringan (Triwibowo, 2007).

Tipe pneumonik umumnya diawali dengan gejala-gejala kelemahan badan,


sakit kepala, vomitus, febris, dan frustasi. Batuk, sesak napas, disertai sputum
yang produktif dan cair, berbeda dengan pneumonia lobaris yang
mengeluarkan sputum kental dengan warna seperti karat. Gangguan kesadaran
dapat timbul sejak awal dan penderita dapat meninggal dunia pada hari ke-4
dan ke-5 (Triwibowo, 2007).

Tipe meningeal merupakan komplikasi tipe bubonik yang terjadi pada hari ke7 sampai ke-9. Gejala-gejala seperti meningitis berupa keluhan sakit kepala,
neck stiffness, dan tanda Kernig positif. Dapat berlanjut dengan konvulsi dan
koma. Dalam cairan lumbal dapat ditemukan Yersinia pestis (Triwibowo,
2007).

Pada tipe kutaneal terdapat papula, pustula, karbunkel, ataupun purpura yang
dapat meluas menjadi bersifat nekrotik. Keadaan ini dapat berlanjut menjadi
gangren terutama di daerah tungkai dan menimbulkan warna kehitam-hitaman
(black death) (Triwibowo, 2007).

Penyebab Pes
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis ini dapat menular ke
manusia, dan dapat terjadi melalui berbagai cara. Salah satunya melalui perantara
kutu yang sebelumnya menggigit hewan pengerat yang terinfeksi, seperti tikus,

19

anjing padang rumput, tupai, bajing, atau kelinci. Selain itu, penyakit ini juga dapat
menyebar dari kotoran ke mulut (fecal-oral transmission), melalui droplet batuk
atau bersin, dan akibat kontak secara langsung dengan pemilik wabah, baik manusia
atau hewan. Pes pada manusia juga dapat berasal dari cakaran kucing atau anjing
piaraan yang telah terinfeksi, termasuk melalui luka yang terkena darah hewan yang
terinfeksi. Hewan piaraan juga dapat terinfeksi wabah ini akibat memakan tikus
yang sudah terinfeksi wabah pes.
Risiko seseorang terkena pes akan lebih besar apabila orang tersebut berada
atau pernah mengunjungi area-area yang memiliki kasus wabah pes. Seorang dokter
hewan dan asistennya, serta orang-orang yang sering beraktivitas di luar ruangan,
memiliki risiko terkena pes yang cukup besar.

Pengobatan Pes
Pes atau sampar (black plague) ditangani menggunakan antibiotik, misalnya
gentacimin dan ciprofloxacin. Bila tidak segera diobati, bubonic plague bisa
berkembang ke jenis lain yang lebih parah.
Selain antibiotik, biasanya pasien septicemic plague dan pneumonic
plaguemembutuhkan cairan infus, oksigen, dan terkadang juga membutuhkan alat
bantu pernapasan. Kemungkinan isolasi bisa diterapkan pada pasien yang
mengidap pneumonic plague untuk mencegah penyebaran terjadi. Tenaga medis,
perawat, dan siapa saja yang berhubungan dengan penderita pneumonic
plague dapat dimonitor kesehatannya, serta diberikan antibiotik sebagai tindakan
pencegahan.

E. Smallpox
Smallpox atau cacar disebakan oleh virus variola, virus tersebut terkenal paling
infektif

dari

anggotaanggota

Poxvirus,

keluarga

Poxviridae,

genus

Orthopoxvirus. Penyakit ini hanya dapat berdampak pada manusia dan sumber
penularannya tidak melalui perantara host atau vektor lainnya untuk menyebarkan
virus tersebut.

20

Oleh karena sifatnya yang mudah ditrasnsmisikan melalui udara, dan penularan
juga dapat dilakukan dengan kontak antara orang sakit kepada individu lainnya
serta mempunyai rata-rata tingkat mortalitas yang tinggi (20 40%) sehingga agen
ini sangat cocok apabila penggunaannya dipakai dalam media bioteroris. Variola
virus dapat bertahan dan stabil dalam kondisi lingkungan luar dengan kata lain
infektivitasnya dan virulensi dari virus ini tidak berubah.
Untuk penyebaran virus dengan aerosolisasi, virus tertahan dan bereplikasi di
dalam sistem pernafasan. Setelah melewati masa inkubasi antara 7 hingga 17 hari,
variola virus akan menyebar melalui darah (primary viremia) melewati pembuluh
di sekitar sistem respirator menuju organ limfe untuk bereplikasi kembali. Virus
akan menyebar kembali melalui darah (secondary viremia) menuju pembuluh kecil
di dekat kulit dan menimbulkan inflamasi dikulit disebut pox.
Gambar 2
Proses Penularan Smallpox

Sumber: Riedel, S. (2004). Biological Warfare and Bioterorism: A Historical


Review. Baylor University Medical Center Proceedings. 17(4):400406
Gejala Klinis Cacar atau Smallpox
Telah diketahui, terdapat dua macam tipe gejala dari variola virus yaitu, variola
major dan variola minor. Variola major adalah jenis strain yang mempunyai tingkat
virulensi yang paling tinggi dan berakibat paling parah, diketahui dari jumlah ratarata mortalitas akibat variola major adalah sekitar 30 persen di kelompok individu

21

yang tidak di vaksinasi, dan sekitar 3 persen dalam kelompok individu yang sudah
divaksinasi. Untuk jenis variola minor menimbulkan gejala dan akibat yang lebih
ringan, diketahui hanya sekitar 1 persen mortalitas dalam kelompok individu yang
tidak mendapat vaksin.
Smallpox merupakan agen yang paling berpengaruh terhadap morbiditas dan
mortalitas masyarakat dunia hingga tahun 1980 ketika World Health Organization
(WHO) telah mengumumkan pembasmian virus smallpox. WHO mencanangkan
program vaksin berkala dalam rentang waktu 3 sampai 5 tahun untuk
menanggulangi dari terjangkitnya smallpox. Program vaksinasi oleh WHO
dianggap berhasi dengan kejadian wabah terakhir di Somalia pada tahun 1977.

Gambar 3
Kulit Penderita Smallpox yang Mengalami Lesi Akibat Virus Variola

Sumber:google.co.id/search

Gambar 4
Penderita Smallpox dari Hari ke Hari

Sumber: CDC.smallpox

22

Perkembangan Smallpox Dimasa Sekarang


Sekarang, virus ini terisolasi hanya pada dua tempat. Yang pertama di CDC
(Center for Disease Control and Prevention), Amerika dan yang kedua di Vektor
Institute, Russia. Virus ini sebenarnya belum betul-betul musnah, bahkan terisolir
di dua negara adidaya, tidak heran kalau ada kekhawatiran virus yang terisolir
tersebut kelak dijadikan senjata biologis ataupun bioterorisme.

F. Tularemia
Tularemia adalah penyakit zoonosis yang disebabkan bakteri Francisella
tularensis. Penyakit ini ditemukan oleh G. W. McCay di Tulare County, California,
pada tahun 1911 dengan kasus manusia pertama dikonfirmasi di 1914.
Pada tahun 1921, Edward Francis menjelaskan bahwa transmisinya oleh
lalat melalui darah yang terinfeksi dan menyebabkan tularemia. Penyakit ini dapat
tertular melalui kontak dengan bulu, inhalasi atau menelan air yang terkontaminasi
atau melalui gigitan serangga. F. tularensis biasanya masuk ke dalam tubuh inang
melalui kulit atau melalui mukosa selaput mata, saluran pernapasan, atau saluran
pencernaan.
Eksperimental dengan injeksi subkutan yaitu minimal 10 organisme virulen
dan 10 sampai 50 organisme dengan aerosol dapat menyebabkan infeksi pada
manusia. Pada inokulasi, F. tularensis kemudian dicerna oleh dan memperbanyak
diri dari makrofag. Tubuh melakuka pertahanan terhadap F. tularensis melalui
mekanisme sel T-independent yang muncul awal setelah infeksi (<3 hari), dan
mekanisme sel-dependent T muncul kemudian (> 3 hari) setelah infeksi.
Penyakit ini biasanya ditandai dengan demam, kulit lokal atau ulserasi selaput
lendir, limfadenopati regional, dan kadang-kadang pneumonia, yang selanjutnya
disertai oleh ulkus kulit yang biasanya terjadi pada sekitar 60 persen pasien. ulkus
ini umumnya lesi tunggal sekitar 0,4-3 cm. Ada perubahan dalam lokasi lesi karena
lesi terkait dengan infeksi yang didapat dari mamalia vektor biasanya terletak pada
ekstremitas atas, sedangkan lesi terkait dengan infeksi dari vektor arthropoda
biasanya terletak di ekstremitas bawah. F. tularensis telah dianggap sebagai agen
biowarfare penting karena infektivitas yang tinggi pada udara. Orang menghirup

23

udara yang terinfeksi akan mengalami penyakit pernafasan parah, termasuk


pneumonia dan infeksi sistemik jika tidak ditangani dengan baik.

G. Viral Hemoragic Fevers


Viral hemorrhagic fevers atau demam berdarah karena virus mengacu pada
sekelompok penyakit yang disebabkan oleh beberapa famili virus RNA
bersampul lipidberbeda, beberapa di antaranya adalah:
1. Famili filoviridae, yang spesies-spesiesnya dapat menyebabkan demam
berdarah hebat pada manusia dan hewan primata. Sejauh ini hanya 2 spesies
dari famili virus yang telah teridentifikasi, yakni Marburgvirus and Ebola
virus;
2. Famili arenaviridae (virus Lassa, Lujo, Guanarito, Machupo, Junin, Sabia, dan
Chapare);
3. Famili bunyaviridae (virus demam Rift Valley (RVF), virus demam berdarah
Crimean-Congo (CCHF), dan hantavirus yang menyebabkan demam berdarah
dengan gangguan ginjal (HFRS);
4. Famili flaviviridae (virus DBD, demam kuning, demam berdarah Omsk, virus
Kyasanur Forest, dan Alkhurma); dan
5. Famili paramyxoviridae (genus henipavirus; yang terdiri dari 2 spesies:
Hendravirus dan Nipahvirus. Virus-virus ini telah berhasil diisolasi dari
manusia, kelelawar, kuda, dan babi).
Secara umum, istilah demam berdarah digunakan untuk menggambarkan
sindrom multisistem fatal (banyak organ tubuh yang mengalami dampaknya).
Karateristik dari penyakit ini adalah terjadinya kerusakan keseluruhan sistem
vaskular dan kemampuan tubuh untuk regulasi dirinya sendiri pun terganggu.
Meskipun beberapa virus demam berdarah menyebabkan penyakit ringan, banyak
pula dari virus ini yang menyebabkan penyakit parah mengancam nyawa.
Rute penularan bervariasi berdasarkan virus tertentu. Beberapa virus demam
berdarah menyebar dari orang ke orang melalui kontak langsung dengan individu
yang terinfeksi, cairan tubuh, atau mayat atau karena kontrol infeksi di rumah sakit

24

yang tidak memadai (contohnya filovirus, arenavirus, dan virus CCHF). Beberapa
yang lainnya merupakan penyebaran zoonosisyang dapat terjadi melalui
beberapa hal berikut ini:
1. Hewan ternak, melalui penyembelihan atau konsumsi dagung mentah atau
susu yang tidak dipasteurisasi dari hewan yang terinfeksi (virus CCHF, RVF,
Alkhurma);
2. Hewan liar, kemungkinan melalui penjagalan atau konsumsi hewan yang
terinfeksi (virus Ebola, Marburg);
3. Hewan pengerat, seperti tikus (arenavirus, hantavirus) melalui inhalasi udara
atau kontak dengan benda-benda yang terkontaminasi oleh kotorannya;
4. Spesies reservoir lainnya, seperti kelelawar (virus Ebola, Marburg); dan
5. Transmisi melalui vektor yang terjadi melalui gigitan nyamuk (virus RVF)
atau kutu (virus CCHF, Omsk, Kyasanur Forest, Alkhurma), atau dengan
membunuh kutu yang terinfeksi.
Walaupun beberapa dari virus demam berdarah ini biasanya disebarkan
melalui vektor, hampir semua virus (kecuali DBD) dapat disebarkan melalui
aerosol; morbiditas dan dengan mortalitas yang tinggi terhadap manusia maupun
hewanmenjadikan agen ini berpotensial sebagai senjata bioterorisme.
Gejala-gejala umum demam berdarah ini adalah demam tinggi, kelelahan dan
badan terasa lemas, pusing, nyeri otot, tulang atau sendi, dan seringkali disertai
perdarahan (dapat berupa ruam-ruam petechiae atau ekimosismirip seperti
memar; namun perdarahan itu sendiri jarang sekali mengancam nyawa. Terdapat
pula gejala-gejala gastrointestinal yang dapat terlihat dan sering ditemui, berupa
diare, muntah, sakit perut. Kerusakan endotel vaskular akan mengarah pada
keadaan shock dan edema pulmonal, sertabiasanyakerusakan hati.
Tanda-tanda yang terlihat dari virus HFRS meliputi gagal ginjal; virus CCHF
meliputi ekimosis dan lebam; virus demam Lassa meliputi kehilangan fungsi
pendengaran, anasarka (edema seluruh tubuh) dan shock pada bayi baru lahir; serta
virus demam Lassa dan lymphocytic choriomeningitis meliputi keguguran dan cacat
lahir. Beberapa virus disertai pula oleh hasil abnormal dari pemeriksaan

25

laboratorium yang meliputi meningkatnya enzim hati, jumlah sel darah putih dan
trombosit menurun.

2.4

Pedoman Perencanaan Khusus Bioterorisme


Sebuah agen biologis dalam keadaan gas aerosol merupakan agen terbesar

potensi penyebaran luas dan dampak dalam skala besar. Di beberapa negara, agen
biologis telah direkayasa untuk penyebaran optimal. Di bekas Uni Soviet pada
tahun 1979 di Sverdlosk (sekarang dikenal dengan nama pra-Soviet Ekaterinburg),
66 orang tewas ketika sejumlah kecil senjata Bacillus anthracis dirilis dengan
sengaja dari sebuah pabrik senjata biologis.

2.4.1 Investigasi Epidemiologi


Dalam melakukan persiapan secara menyeluruh, pegawai Departemen
Kesehatan harus ingat bahwa peristiwa bioterorisme kemungkinan besar akan
menyebabkan kasus yang tidak biasa dari suatu penyakit atau kematian. Seorang
ilmuwan fisika, dokter hewan, teknisi laboratorium, atau pengawasan petugas entri
data mungkin penting untuk dideteksi dini.
Dua tujuan jangka panjang pengawasan terkait dengan kesiapan bioterorisme
adalah respon yang dideteksi secara dini dari suatu peristiwa dan meningkatkan
pelacakan penyakitnya dalam populasi selama tanggap darurat. Data-data
pengendalian harus dikaitkan dengan pihak yang berwenang dan kelompok yang
tidak biasa dalam menyelidiki kasus yang tidak biasa dari pemanfaatan layanan
kesehatan dari penyakit atau kematian. Perencanaan pengawasan harus dengan rinci
membahas bagaimana informasi pengendalian akan diselidiki dan bagaimana
informasi ini akan dikaitkan dengan pejabat tanggap darurat lainnya di tingkat
masyarakat dan nasional.
Setelah kejadian, respon darurat yang tepat untuk epidemi akan
membutuhkan peningkatan aktivitas pengawasan dalam mengelola wabah dan
untuk memantau perkembangan. Perencanaan mungkin melibatkan beberapa orang
untuk menambah kegiatan pengawasan dan tenaga kerja pengawasan, pelaporan
aktif, dan peningkatan kapasitas manajemen informasi. Rencana tanggap negara

26

terorisme harus mencakup pertimbangan dalam memanfaatkan sistem pengawasan


lainnya, seperti Epi-X dan Penyakit Elektronik Pengendalian Sistem Nasional.

2.5

Pengendalian Bioterorisme
Dalam hal insiden terorisme, dalam serangan teroris rahasia tertentu,

komunitas kesehatan masyarakat akan memiliki peran khusus dalam mencegah


penyakit dan cedera. Seperti penyakit menular, deteksi dini dari serangan teroris
dan pengendalian konsekuensinya bergantung pada sistem kesehatan publik yang
kuat dan fleksibel di tingkat lokal, negara bagian, dan tingkat federal dan di
kewaspadaan petugas kesehatan di seluruh bangsa yang mungkin pertama yang
mengamati dan melaporkan penyakit yang tidak biasa atau cedera.
Untuk

pegawai Departemen Kesehatan Masyarakat

secara

efektif

mempersiapkan departemen mereka untuk menanggapi suatu peristiwa terorisme


yang sebenarnya atau terancam, departemen harus mampu:
-

Mengidentifikasi jenis peristiwa yang mungkin terjadi dalam komunitas


mereka;

Kegiatan perencanaan darurat di muka untuk memastikan respon yang


terkoordinasi dengan konsekuensi dari peristiwa yang kredibel;

Kemampuan Building diperlukan untuk merespons secara efektif terhadap


konsekuensi dari peristiwa-peristiwa;

Mengidentifikasi jenis atau sifat dari suatu peristiwa ketika itu terjadi;

Menerapkan respon direncanakan dengan cepat dan efisien;

Memulihkan dari insiden itu.

Untuk memenuhi kemampuan ini, Departemen Kesehatan harus mengembangkan


Kunci Elemen Kesiapan berikut untuk Tanggap Terorisme:
-

Analisis Bahaya;

Perencanaan Tanggap Darurat;

Pengawasan Kesehatan dan Epidemiologi Investigasi;

Diagnosis Laboratorium dan Karakterisasi;

Manajemen Konsekuensi.

27

2.5.1 Cara Mengendalikan dan Mencegah Bioterorisme


Rencana strategis Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
didasarkan pada lima area fokus berikut, dengan masing-masing fokus menyatukan
pelatihan dan penelitian:

Kesiapan dan Pencegahan


Deteksi, diagnosis, dan pengurangan penyakit dan cedera yang disebabkan

oleh terorisme biologi dan kimia merupakan proses yang kompleks yang
melibatkan banyak mitra dan kegiatan. Memenuhi tantangan ini akan
membutuhkan kesiapan darurat khusus di seluruh kota dan negara. CDC akan
memberikan panduan kesehatan masyarakat, dukungan, dan bantuan teknis untuk
lembaga-lembaga lokal dan kesehatan masyarakat negara ketika mereka
mengembangkan rencana kesiapsiagaan yang terkoordinasi dan protokol/tata
laksana respon. CDC juga akan menyediakan alat-alat self-assessment untuk
kesiapan terorisme, termasuk standar kinerja, simulasi serangan, dan latihan
lainnya. Selain itu, CDC akan mendorong dan mendukung penelitian terapan untuk
mengembangkan alat yang inovatif dan strategi untuk mencegah atau mengurangi
penyakit dan cedera yang disebabkan oleh terorisme biologi dan kimia.

Deteksi dan Pengawasan


Deteksi dini sangat penting untuk memastikan respon yang cepat untuk

serangan biologis atau kimia, termasuk pemberian obat-obatan profilaksis


(pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit), penangkal kimia, atau vaksin.
CDC akan menggabungkan pengawasan untuk penyakit dan cedera akibat
terorisme biologi dan kimia ke dalam sistem pengendalian penyakit dengan
mengembangkan mekanisme baru untuk mendeteksi, mengevaluasi, dan
melaporkan kejadian mencurigakan yang mungkin mewakili tindakan teroris
rahasia. Sebagai bagian dari upaya ini, CDC dan negara bagian dan lembaga
kesehatan lokal akan membentuk kemitraan dengan personil garis depan medis di
bagian gawat darurat rumah sakit, fasilitas perawatan di rumah sakit, pusat-pusat
kontrol racun, dan kantor-kantor lain untuk meningkatkan deteksi dan pelaporan

28

cedera dijelaskan dan penyakit sebagai bagian mekanisme pengawasan rutin untuk
terorisme biologi dan kimia.

Diagnosis dan Karakterisasi Biologi dan Kimia Agen


CDC dan mitranya akan menciptakan jaringan respon laboratorium

bertingkat untuk bioterorisme (LRNB). Jaringan yang akan menghubungkan


laboratorium klinis untuk lembaga kesehatan masyarakat di semua negara,
kabupaten, wilayah, dan kota-kota yang dipilih dan kabupaten dan negara yang
memiliki fasilitas yang dapat menganalisis agen biologis. Sebagai bagian dari upaya
ini, CDC akan mentransfer teknologi diagnostik untuk laboratorium kesehatan
negara dan lain-lain yang akan melakukan pengujian awal. CDC juga akan
membuat di rumah cepat-tanggap dan teknologi canggih (RRAT) laboratorium.
Laboratorium ini akan menyediakan alat-alat diagnostik dengan dukungan
konfirmasi dan referensi bagi tim respon terorisme. Jaringan ini akan mencakup
laboratorium kimia regional untuk mendiagnosis paparan bahan kimia dan
mengadakan hubungan dengan departemen lain (misalnya, Badan Perlindungan
Lingkungan, yang bertanggung jawab untuk pengambilan sampel lingkungan).

Tanggapan
Sebuah respon kesehatan masyarakat yang komprehensif untuk peristiwa

teroris biologi atau kimia melibatkan penyelidikan epidemiologi, pengobatan, dan


profilaksis untuk orang yang terkena dampak, dan inisiasi pencegahan penyakit atau
tindakan dekontaminasi lingkungan. CDC akan membantu negara bagian dan lokal
lembaga kesehatan dalam mengembangkan sumber daya dan keahlian untuk
menyelidiki kejadian yang tidak biasa dan penyakit yang tidak dapat dijelaskan.
Dalam peristiwa serangan teroris yang diketahui, CDC akan berkoordinasi dengan
lembaga federal lainnya sesuai dengan Keputusan Presiden Pemberi Instruksi
(PDD) 39. PDD 39 menunjuk Federal Biro Invesitasi sebagai lembaga yang
memimpin rencana krisis dan biaya dengan Federal Badan Manajemen Darurat
memastikan bahwa manajemen respon federal cukup untuk menanggapi
konsekuensi terorisme. Jika diminta oleh lembaga kesehatan negara, CDC akan

29

mengerahkan tim respon untuk menyelidiki penyakit yang tidak dapat dijelaskan
atau mencurigakan atau agen etiologi yang tidak biasa dan memberikan konsultasi
on-site (secara langsung) mengenai manajemen medis dan pengendalian penyakit.
Untuk menjamin ketersediaan, pengadaan, dan pengiriman pasokan medis,
perangkat, dan peralatan yang mungkin dibutuhkan untuk menanggapi penyakit
teroris yang disebabkan atau cedera, CDC akan mempertahankan persediaan
farmasi nasional.

Sistem Komunikasi
Kesiapan untuk mengurangi konsekuensi kesehatan masyarakat terorisme

biologi dan kimia tergantung pada kegiatan koordinasi antara perawatan kesehatan
profesional dengan tenaga kesehatan masyarakat di seluruh daerah yang memiliki
akses setiap menit pada informasi darurat. Komunikasi yang efektif dengan publik
melalui media massa juga akan penting untuk membatasi kemampuan teroris 'untuk
menginduksi kepanikan publik dan mengganggu kehidupan sehari-hari. Selama 5
tahun ke depan, CDC akan bekerja sama dengan lembaga kesehatan negara bagian
dan lokal untuk mengembangkan sistem komunikasi yang akan mendukung
surveilans penyakit, pemberitahuan cepat dan pertukaran informasi mengenai
wabah penyakit yang mungkin berhubungan dengan bioterorisme, diseminasi hasil
diagnostik dan informasi kesehatan darurat, dan koordinasi kegiatan tanggap
darurat. Melalui jaringan ini dan mekanisme yang sama, CDC akan memberikan
pelatihan terkait terorisme ke ahli epidemiologi dan laboratorian, responden
darurat, personel gawat darurat dan penyedia perawatan kesehatan garis depan
lainnya, dan kesehatan serta keselamatan anggota.

2.6

Kesiapan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian dalam


Menghadapi Bioterorisme
Sampai saat ini, dari informasi yang dipublikasikan di media massa, TNI

mempunyai sebuah satuan khusus untuk menghadapi serangan senjata biologis.


Satuan tersebut bernama Kompi Nubika (Kompi Nuklir, Biologi, dan Kimia).
Apabila dilihat dari namanya, satuan ini tidak hanya dipersiapkan untuk

30

menghadapi serangan senjata biologis. Satuan ini juga dipersiapkan untuk


mengadapi serangan nuklir dan senjata kimia.
Masih belum jelas apakah Detasemen Penanggulangan Teror Komando
Pasukan Khusus (Dengultor Kopassus) TNI Angkatan Darat, Detasemen Bravo
Pasukan Khas TNI Angkatan Udara (Denbravo Paskhasau), dan Detasemen Jala
Mengkara (Denjaka) Korps Marinir TNI Angkatan Laut mempunyai kemampuan
menghadapi bioterorisme. Juga masih belum jelas apakah Detasemen Khusus 88
Antiteror (Densus 88 Antiteror) Polri mempunyai unit khusus ataupun kemampuan
untuk menghadapi bioterorisme. Meskipun demikian, banyak pihak yakin bahwa
Federal Bureau of Investigation (FBI) Amerika Serikat dan Australian Federal
Police (Polisi Australia) kedua lembaga ini aktif melatih Densus 88 pasti siap
berbagi ilmu dengan Densus 88 dalam bidang kontra-bioterorisme.
Selain dari bagian pengamanan secara fisik, harus diadakan pengamanan
secara imunologik terhadap ancaman bioterorisme.

31

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. Bioterorisme adalah serangan yang sengaja dibuat dapat berupa virus,
bakteri, atau kuman lain (agen) yang digunakan untuk menyebabkan
penyakit atau kematian pada manusia, hewan, atau tanaman.
b. Bioterorisme sudah digunakan sejak Perang Dunia ke-2 dan lebih banyak
disebar melalui udara (menggunakan aerosol).
c. Bioterorisme digunakan oleh teroris atau pada saat perang karena cara
mendapatkan agennya yang mudah dan murah, selain itu dampak yang
terjadi sulit dikendalikan dan sangat susah untuk diprediksi.
d. CDC membagi agen-agen dalam bioterorisme ke dalam tiga kategori
sebagai A, B, atau C.
e. Kategori A merupakan agen dengan prioritas risiko tinggi terhadap
keamanan nasional. Ciri-ciri penyakit yang ditimbulkan oleh mikroba kelas
ini adalah mudah menular, mortalitas tinggi, dan dapat menimbulkan
keresahan sosial yang hebat. Contohnya masalah kesehatan yang
ditimbulkan anthrax, pes (Yersinia pestis), cacar, tularemia, botulinum
toksin, virus demam hemoragik, seperti Marburg dan virus Ebola.
f. Kategori B merupakan agen penyebabCara penyakit dengan prioritas
tertinggi kedua, contoh masalah kesehatan yang ditimbulkan adalah
Brucellosis, demam Q, dan lain-lain.
g. Kategori C merupakam agen prioritas tertinggi yang ketiga, termasuk
patogen yang muncul yang bisa direkayasa untuk penyebaran di masa
depan. Contoh masalah kesehatan yang ditimbulkan adalah virus Nipah,
Hantaviruses, demam kuning, sindrom pernapasan akut, H1N1 (flu), HIV /
AIDS, dan lain-lain.
h. Ada empat mikroba yang lazim digunakan pada bioterorisme. Empat
mikroba tersebut adalah Bacillus anthracis, Clostridium botulinum,
Yersinia pestis, dan virus cacar.

32

i.

Dalam hal insiden terorisme, dalam serangan teroris rahasia tertentu, ahliahli kesehatan masyarakat akan memiliki peran khusus dalam mencegah
penyakit dan cedera.

j.

Terdapat 5 fokus cara pengendalian dan mencegah bioterorisme antara lain:


kesiapan dan pencegahan, deteksi dan pengawasan, diagnosis dan
karakterisasi biologi dan kimia agen, tanggapan, dan sistem komunikasi.

k. TNI mempunyai sebuah satuan khusus untuk menghadapi serangan senjata


biologis yang bernama Kompi Nubika (Kompi Nuklir, Biologi, dan Kimia).

33

DAFTAR PUSTAKA
Sudibya, Akhmad. (20 Desember 2011). Sekilas Tentang Bioterorisme. Jurnal:
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Diakses 15 Novemember 2016 dari
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol%20Edisi%20Khusus%2
0Desember%202011/SEKILAS%20TENTANG%20%20BIOTERORISM
E.pdf.
Centers for Disease Control and Prevention. Bioterrorism. Diakses 15 November
2016 dari https://emergency.cdc.gov/bioterrorism/.
Bisen. S, Prakash & Raghuvanshi, Ruchika. (2013). Emerging Epidemics
Management and Control. India : Ministry of Defense.
Centers for Disease Control and Prevention. (Juli 2001). The Public Health
Responseto Biological and Chemical Terrorism Interim Planning Guidance
for State Public Health Officials. Amerika Serikat: Health And Human
Services Department.
Riedel, S. (2004). Biological Warfare and Bioterorism : A Historical Review.
Baylor University Medical Center Proceedings. 17(4):400406.
Friend, M. (2006). Dissease Emergence and Resurgence : The Wildlife - Human
Connection. Amerika Serikat: Geological Survey.

34

Anda mungkin juga menyukai