Iufd
Iufd
1. Definisi
Ketiadaan janin pada berbagai tahap merupakan kematian janin.
Berdasarkan revisi tahun 2003 dari Prosedur Pengkodean Penyebab dari Kematian
Janin Berdasarkan ICD-10, Pusat Statistik Kesehatan Nasional mendefinisikan
kematian janin sebagai kematian yang terutama berkaitan dengan ekspulsi
komplet atau ekstraksi hasil konsepsi dari Ibu, pada durasi yang tidak dapat
diperkirakan di dalam masa kehamilan, dan merupakan terminasi kehamilan yang
tidak diinduksi. Kematian janin diindikasikan oleh adanya fakta setelah terjadi
ekspulsi atau ekstraksi, janin tidak bernafas atau menunjukkan tanda-tanda lain
dari kehidupan seperti detak jantung, pulsasi umbilical cord, atau gerakan yang
berarti dari otot-otot volunter. Detak jantung tidak termasuk kontraksi transien
dari jantung, respirasi tidak termasuk pernafasan yang sangat cepat atau
gasping. Pengertian ini kemudian diklasifikasikan sebagai kematian awal (<20
minggu kehamilan), pertengahan (20-27 minggu kehamilan) dan lambat (>28
minggu kehamilan) (Kliman, 2000).
IUFD (Intra Uterine Fetal Demise) merupakan kematian janin yang terjadi
tanpa sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna
(Uncomplicated Pregnancy). Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan
dan dianggap sebagai kematian janin jika terjadi pada janin yang telah berusia 20
minggu atau lebih, dan bila terjadi pada usia di bawah usia 20 minggu disebut
abortus. Sedangkan WHO menyebutkan bahwa yang dinamakan kematian janin
adalah kematian yang terjadi bila usia janin 20 minggu dan berat janin waktu lahir
diatas 1000 gram.
Pada dasarnya untuk membedakan IUFD dengan aborsi spontan, WHO dan
American College of Obstetricians and Gynaecologists telah merekomendasikan
bahwa statistik untuk IUFD termasuk di dalamnya hanya kematian janin intra
uterine dimana berat janin 500 gr atau lebih, dengan usia kehamilan 22 minggu
atau lebih. Tapi tidak semua negara menggunakan pengertian ini, masing-masing
negara berhak menetapkan batasan dari pengertian IUFD (Kliman, 2000)
2. Penyebab Kematian
Penyebab dari kematian janin intra uterine yang tidak dapat diketahui
sekitar 25-60%, insiden meningkat seiring dengan peningkatan usia kehamilan.
Pada beberapa kasus yang penyebabnya teridentifikasi dengan jelas, dapat
dibedakan berdasarkan penyebab dari faktor janin, maternal dan patologi dari
plasenta (Kliman, 2000).
a.
Faktor Ibu
1) Ketidakcocokan Rh darah Ibu dengan janin
Akan timbul masalah bila ibu memiliki Rh negatif, sementara ayah Rh
positif, sehingga janin akan mengikuti yang lebih dominan yaitu Rh
positif,
yang
berakibat
antara
ibu
dan
janin
akan
mengalami
Wanita yang hamil pada usia lanjut juga mudah mengalami masalah
diabetes. Ini dapat dikarenakan ibu dengan gaya hidup yang tidak
sehat, terlalu banyak konsumsi gula, dan jarang olah raga.
Kehamilan pada usia lanjut juga mungkin sukar untuk bersalin secara
normal.
8) Ruptur uteri
Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi
pada kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio
plasenta, dan gangguan pembekuan darah. Batasan perdarahan pada
kehamilan lanjut berarti perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu
sampai sebelum bayi dilahirkan, sedangkan perdarahan pada persalinan
adalah perdarahan intrapartum sebelum kelahiran.
9) Kematian Ibu
Jika terjadi kematian ibu, sudah jelas janin juga akan mengalami
kematian, dikarenakan fungsi tubuh yang seharusnya menopang
pertumbuhan janin, tidak lagi ada.
b. Faktor Janin
1) Gerakan Sangat Berlebihan
Gerakan bayi dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama jika
terjadi gerakan satu arah saja dapat membahayakan kondisi janin. Hal ini
dikarenakan gerakan yang berlebihan ini akan menyebabkan tali pusar
terpelintir. Jika tali pusar terpelintir, maka pembuluh darah yang
mengalirkan darah dari ibu ke janin akan tersumbat. Gerakan janin yang
sangat liar menandakan bahwa kebutuhan janin tidak terpenuhi.
2) Kelainan kromosom
Bisa juga disebut penyakit bawaan, misalnya kelainan genetik
berat (trisomi). Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya baru
terdeteksi pada saat kematian sudah terjadi, yaitu dari hasil otopsi janin.
Hal ini disebabkan karena pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam
kandungan beresiko tinggi dan memakan biaya banyak.
3) Kelainan bawaan bayi
Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidrops fetalis,
yakni akumulasi cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi
dalam rongga dada bisa menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung
menjadi sangat berat akibat dari banyaknya cairan dalam jantung sehingga
tubuh bayi mengalami pembengkakan atau terjadi kelainan pada paruparunya.
4) Malformasi janin
Pada janin yang mengalami malformasi, berarti pembentukan organ
janin tidak berlangsung dengan sempurna. Karena ketidaksempurnaan
inilah
suplai
yang
dibutuhkan
janin
tidak
terpenuhi,
sehingga
sehingga
sirkulasi
plasenta
juga
tidak
lancar.
Jika
Faktor Palsenta
1)
Perlukaan cord
2)
3)
4)
Vasa Previa
d.
Faktor Resiko
Berikut ini beberapa faktor resiko terjadinya kematian janin intra uteri
(Kliman, 2000) :
Infertilitas Ibu
Usia Ayah
Obesitas
3. Patologi Anatomi
Janin yang meninggal intra uterin biasanya lahir dalam kondisi maserasi.
Kulitnya mengelupas dan terdapat bintik-bintik merah kecoklatan oleh karena
absorbsi pigmen darah. Seluruh tubuhnya lemah atau lunak dan tidak bertekstur.
Tulang kranialnya sudah longgar dan dapat digerakkan dengan sangat mudah satu
dengn yang lainnya. Cairan amnion dan cairan yang ada dalam rongga
mengandung pigmen darah. Maserasi dapat terjadi cepat dan meningkat dalam
waktu 24 jam dari kematian janin. Dengan kata lain, patologi yang terjadi pada
IUFD dapat terjadi perubahan-perubahan sebagai berikut:
a) Rigor mortis (tegang mati)
Berlangsung 2 jam setelah mati, kemudian janin menjadi lemas sekali.
b) Stadium maserasi I
Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh-lepuh ini mula-mula berisi cairan
jernih kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah janin
mati.
c) Stadium maserasi II
Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat.
Terjadi setelah 48 jam janin mati.
d) Stadium maserasi III
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah janin mati. Badan janin sangat lemas
dan hubungan antar tulang sangat longgar. Terdapat edema di bawah kulit.
4. Tanda dan Gejala
Pada wanita yang diketahui mengalami kematian janin intra uterine
(IUFD), pada beberpa hari berikutnya mengalami penurunan ukuran payudara.
Tanda-tanda lain yang juga dapat ditemukan adalah sebagai berikut:
1) Tidak ada gerakan janin. Pada umumnya, ibu merasakan gerakan janin
pertama pada usia kehamilan 18 minggu (pada multipara) atau 20 minggu
(pada primipara). Gerakan janin normalnya minimal 10 kali sehari.
2) Gerakan janin yang sangat hebat atau sebaliknya, gerakan janin yng
semakin pelan atau melemah.
3) Ukuran abdomen menjadi lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pada
saat kehamilan normal dan tinggi fundus uteri menurun atau kehamilan
yang tidak kunjung besar, dicurigai bila pertumbuhan kehamilan tidak
sesuai bulan.
4) Bunyi jantung anak tidak terdengar
5) Palpasi janin menjadi tidak jelas
6) Pergerakan janin tidak teraba oleh tangan pemeriksa
7) Pada foto roentgen dapat terlihat:
dan
Tanda
Kadang-Kadang Ada
janin Syok
Diagnosa Kemungkinan
Solusio plasenta
Nyeri
hilang
perut
Uterus tegang/kaku
Perdarahan pervaginam
sesudah
tidak terdengar
hamil
22
minggu
Gerakan janin dan DJJ
Syok
tidak ada
Perdarahan
Ruptura uteri
Abdomen nyeri
Bagian-bagian
janin
teraba
janin
Gerakan
DJJ
abnormal
(<100/menit
atau
>180/menit)
Gerakan janin/
DJJ
hilang
Tinggi
fundus
uteri
berkurang
Pembesaran
berkurang
uteri
5.
ditegakkan. Pada satu penelitian, penundaan kelahiran lebih dari 24 jam setelah
terdiagnosis dihubungkan dengan peningkatan terjadinya masa anxietas
dibandingkan dengan wanita yang kelahirannya diinduksi dalam waktu 6 jam
(Kliman, 2000).
Ketika janin berada di dalam uterus selama 3-4 minggu, level fibrinogen
bisa turun yang dapat menyebabkan koagulopati. Hal ini sangat jarang terjadi
pada kehamilan tunggal karena penegakan diagnosa dan induksi yang dilakukan
lebih awal. Pada beberapa kasus kehamilan kembar, tergantung dari tipe
plasentasi, induksi setelah kematian kedua janin mungkin dapat menghambat
perkembangan janin menjadi matur. Pada kasus ini beberapa spesialis anak tidak
merekomendasikan untuk memeriksakan koagulasi darah. Secara umum, resiko
berkembangnya disseminated intravascular coagulopathy sangat jarang (Kliman,
2000).
Kematian janin awal dapat ditangani dengan pemberian laminaria diikuti
oleh dilatasi dan ekstraksi. Pada wanita dengan kematian janin sebelum usia
kehamilan kurang dari 28 minggu, induksi dapat dilakukan dengan menggunakan
prostaglandin E2 vaginal suppositoria (10-20 mg tiap 4-6 jam), misoprostol
pervaginal atau per oral (400 mcg tiap 4-6 jam), dan/atau oxytocin (terutama bagi
wanita dengan sectio caessaria). Pada wanita dengan kematian janin pada usia
kehamilan setelah 28 minggu, harus menggunakan dosis yang lebih rendah. The
American College of Obstetricians and Gynaecologists mengatakan bahwa untuk
induksi kelahiran prostaglandin E2 dan misoprostol hendaknya tidak digunakan
pada wanita denga riwayat sectio caessaria karena resiko terjadinya ruptur uteri
(Kliman, 2000).
Penanganan rasa nyeri pada pasien dengan induksi kelahiran untuk kasus
kematian janin lebih mudah ditangani dibandingkan dengan pasien dengan janin
yang masih hidup. Narkotik dengan dosis yang lebih tinggi bermanfaat untuk
pasien, dan pemberian morfin biasanya cukup efektif untuk pengendalian rasa
nyeri (Kliman, 2000).
Jika kematian janin intra uterine telah jelas ditemukan, pasien harus
diberitahukan secara berhati-hati dan dihibur. Pertimbangkan untuk menunda
prosedur evakuasi janin untuk membiarkan pasien menyesuaikan secara
psikologis terhadap kematian janin tersebut. Penundaan tersebut juga mempunyai
keuntungan tambahan dengan memberikan kesempatan pada serviks untuk lebih
siap. Jika persalinan tidak terjadi segera setelah kematian janin, terutama pada
kehamilan lanjut, koagulopati maternal dapat terjadi, walaupun keadaan ini jarang
terjadi sebelum 4-6 minggu setelah kematian janin. Setelah 3 minggu, lakukan
pemeriksaan koagulasi yang termasuk hitung trombosit, kadar fibrinogen, waktu
protrombin, partial tromboplastin time (PTT), dan analisis produk degradasi
fibrinogenserta lakukan secara serial. Berikan immunoglobulin rhesus pada semua
gravida rhesus negatif kacuali ayah janin diketahui pasti dengan rhesus negatif.
Berikan dosis kecil (30g) pada trimester I dan dosis penuh pada kehamilan akhir.
2.
3.
Jika janin telah mati dalam waktu yang cukup lama, ukuran rahim menurun
cukup banyak untuk memungkinkan evakuasi dengan penyedotan dapat dilakukan
dengan aman. Pemeriksaan
keadaan
koagulasi, seperti yang telah disebutkan,Ditemukan kehamilan
Ditemukan
janin tunggal
harus dilakukan. Jika keadaan tersebut ditemukan, atasilah koagulopati dan
lanjutkan dengan evakuasi. Kira-kira 80% akan memasuki persalinan dalam dua
Pertimbangkan untuk menunda intervensi dengan alasan psikologis untuk memberikan waktu pada gravida melakukan penyesuaian diri dan membi
Amati dipakai
absorpsi janin
yang telah mati. Amati k
atau tiga minggu. Jika timbul koagulopati, heparin dapat
untuk
Jika terjadi koagulopati, pertimbangkan pengobatan dengan heparin untuk memperbaiki gangguan koagulasi dan melakuka
Penanganan Umum
Penanganan Khusus
Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin,
atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya
sehingga tidak diobati.
didampingi
oleh
orang
terdekatnya.
Yakinkan
bahwa
besar
Pilihlah cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif,
perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.
Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah
pecah, waspada koagulopati.
Hitung trombosit
Kadar fibrinogen
Waktu protrombin (PT)
Partial Thromboplastin Time (PTT)
Produk Degrdasi Fibrin (FDP)
Ultrasonografi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Sirkulasi
Riwayat penyakit: hipertensi essensial, penyakit vaskular.
Integritas Ego
Secara labil, ansietas, takut, syok, tidak percaya, depresi.
Eliminasi
Nefritis kronis.
Keamanan
Pemajanan pada agen-agen toksis atau teratogenik.
Riwayat kejadian traumatik.
Adanya penyakit inflamasi, penyakit hubungan seksual, atau pemajanan
pada penyakit menular seperti rubella, sitomegalovirus, herpes aktif.
Ketuban pecah dini.
Abnormalitas plasenta/tali pusat yang terlihat pada kelahiran.
Inkompatibilitas ABO.
Seksualitas
Tumor fibrosa uterus (leiomioma), atau abnormalitas lainnya dari organ
reproduktif ibu.
Kejadian kelahiran traumatic, komplikasi intrapartum.
Penyuluhan/Pembelajaran
Melaporkan penyalahgunaan pengobatan.
Obat atau alkohol.
Riwayat keluarga tentang kondisi genetik.
Diagnosa Keperawatan
1. Berduka berhubungan dengan kematian janin/bayi.
Tindakan/Intervensi Keperawatan :
Tindakan/Intervensi
Mandiri
Berikan ruang pribadi
Rasional
bila
oleh
perawat.
perawatan.
dan
Beri
perbaiki
kesalahan
untuk
mendengarkan tidak
percaya.
Reaksi
ini
dapat
secara efektif
mengganggu pemberian informasi.
Tentukan makna kehilangan terhadap Luas dan durasi respon berduka dapat
kedua anggota pasangan. Perhatikan tergantung pada makna kehilangan.
bagaimana
kuatnya
pasangan
komunikasi
mendengar
terapeutik segera
secara
selesai,
akan
mengganggu
kemampuan
dalam
Perhatikan keyakinan religius dan latar merupakan hal yang individual, dan
belakang budaya.
berduka.
jika
kemampuan
dalam
nafsu
makan,
dan
personal.
Pola
tidur
mungkin
menimbulkan
terganggu,
kelelahan
ketidakmampuan
lanjut
dan
untuk
mengatasi distress.
Beri
bantuan
dalam
melakukan Menunjukkan
perhatian
dan
berduka.
Kolaborasi
Hubungi tokoh agama, sesuai keinginan Untuk pemberian nasehat dari segi
keluarga.
proses berduka.
Konseling atau terapi mungkin perlu
pada kasus berduka patologis untuk
membantu individu mengidentifikasi
kemungkinan
penyebab
reaksi
Mengidentifikasi
kebutuhan
peran/ikatan keluarga.
Tindakan / Intervensi Keperawatan :
dan
sumber
utuk
memelihara
Tindakan/Intervensi
Rasional
Mandiri
Evaluasi situasi keluarga saat ini dan Anggota
keluarga
memberikan
koping,
dan
keluarga
depresi,
merasa
koping.
Ajarkan
perasaan
verbal
diskusi
dengarkan
isyarat
atau
marah.
kenormalan perasaan.
tua
mungkin
takut
untuk
marah
adalah
normal
dapat
diperlukan
karena
kehilangan.
aktivitas baru.
Berikan informasi dan bantu orang tua Kematian anak memerlukan perubahan
menghadapi
situasi,
perawatan diri dan kebutuhan berduka kematian anak pertama, fungsi orang
serta tanggung jawab menjadi orang tua yang terjadi hanya berduka. Bila
tua.
ada
anak
lain,
orang
tua
dapat
3.
Tindakan/intervensi keperawatan:
Tindakan/Intervensi
Rasional
Mandiri
Tentukan persepsi diri dan pasangan Kehilangan
sebagai
individu
Evaluasi
respon
dan
orang
keluarga
kehamilan
yang
mempengaruhi
kemungkinan
Berikan
sering
secara
perasaan
langsung
diri
menghancurkan
dan
harga
kesempatan
dengan
seksama,
dan
penguatan
positif
ketidakberdayaan
dan
ketidakadekuatan.
untuk Membantu dalam koping kesedihan
Kurang
perinatal
Intervensi/tindakan keperawatan:
Tindakan/Intervensi
Rasional
Mandiri
Kaji kesiapan dan kemampuan keluarga Respon emosional dapat mempengaruhi
untuk
menyerap
dan
memahami kemampuan
untuk
mendengar
informasi.
memproses informasi
Identifikasi prioritas keluarga dalam Keluarga
mempunyai
memberikan informasi.
dan
perbedaan
genetik.
Identifikasi persepsi klien / pasangan Ketidakakuratan persepsi perlu dikaji
tentang
kejadian,
dan
valid diulangi.
3.5 Evaluasi
Hal terpenting yang dilakukan sebagai langkah lanjutan dari kasus kematian
janin intra uterine adalah pemeriksaan otopsi pada janin. Keputusan untuk
melakukan otopsi harus didiskusikan trelebih dahulu oleh orang tua, dalam hal ini
KIE sangat diperlukan. Pada orang tua yang tidak menginginkan otopsi lengkap
maka evaluasi kematian janin yang sangat terbatas harus didiskusikan dengan
keluarganya. Meskipun sangat jarang dapat ditawarkan penggunaan MRI yang
dapat memberikan informasi sebagai evaluasi kematian janin apabila otopsi tidak
dapat dilakukan (San, 2007).
Plasenta dan membrannya harus diperiksa juga secara teliti, termasuk kultur.
Analisa kromosom dari sample cairan amnion, darah janin dan jaringan (kulit
janin atau fascia lata) harus diketahui apakah janin dismorfik, memiliki retardasi
pertumbuhan, hidrofik atau memiliki anomali atau tanda lain dari kelainan
kromosom. Analisa kromosom terutama harus dilakukan pada kematian janin
kehamilan kembar khususnya dengan riwayat kematian janin pada trimester kedua
atau ketiga (San, 2007).
DAFTAR PUSTAKA
Achdiat, C.M.2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:EGC
Andra. 2007. Ruptur Uteri: Uterus Robek, Nyawa Ibu dan Bayi Melayang.
http://www.kafemuslimah.com/article_detail.php?id=1161.Diakses tanggal
3 April 2009 pukul 15.00 WIB
2008.
Kehamilan
Multiple/Kembar.
http://www.gemari.or.id/file/