Anda di halaman 1dari 7

GAMBARAN KUALITAS FISIK DAN BAKTERIOLOGIS AIR SERTA KONDISI

FISIK SUMUR GALI DI KELURAHAN BITUNG KARANGRIA KECAMATAN


TUMINTING KOTA MANADO
Ira Y.T. Aramana*, Paul A.T.Kawatu*, Budi Ratag*, Jootje M.L. Umboh*
*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

ABSTRAK
Latar belakang: Sumur gali adalah salah satu konstruksi sumur yang paling umum
dan meluas dipergunakan untuk mengambil air tanah bagi masyarakat dan rumah-rumah
perorangan sebagai sumber air minum. Sumur gali sebagai sumber air bersih harus
ditunjang dengan syarat konstruksi dan syarat lokasi agar kualitas air sumur gali aman
sesuai aturan yang ditetapkan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran
kualitas fisik dan bakteriologis air serta kondisi fisik sumur gali. Metode penelitian:
Penelitian ini merupakan penelitian survei deskriptif yang dilaksanakan pada bulan
Agustus 2013 di Kelurahan Bitung Karangria Kecamatan Tuminting Kota Manado.
Adapun sampel dalam penelitian ini diambil secara total sampling yaitu 30 buah sumur gali
yang digunakan sebagai sumber air minum. Hasil penelitian: secara fisik air sumur gali
sudah memenuhi syarat kesehatan yakni tidak berbau, tidak berasa, dengan suhu air
bervariasi 27C - 29C. Untuk pemeriksaan bakteriologis air, semua (30) sampel tidak
memenuhi syarat dengan nilai MPN coliform 200/100 ml, 1100/100ml dan >2400/100 ml
sampel air. Dan untuk kondisi fisik sumur gali tidak memenuhi syarat, karena dari
keseluruhan item penilaian terdapat item yang tidak memenuhi syarat. Kesimpulan: Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas fisik air sumur gali sudah memenuhi syarat,
untuk kualitas bakteriologis tidak memenuhi syarat, dan untuk kondisi fisik sumur gali
tidak memenuhi syarat.
Kata kunci : Sumur Gali, Suhu, MPN Coliform

DESCRIPTION PHYSICAL AND BACTERIOLOGICAL QUALITY OF WATER


WELL DRILLING AND PHYSICAL CONDITION AT SUB-DISTRICT BITUNG
KARANGRIA DISTRICT TUMINTING MANADO CITY
Ira Y.T. Aramana*, Paul A.T.Kawatu*, Budi Ratag*, Jootje M.L. Umboh*
*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

ABSTRACT
Background: Dug well up is one of well construction that most commonly and
extending used to take ground water for society and individual house as source of drinking
waters. Dug well up as source of fresh water shall be propped by condition of construction
and that location requisite well water quality safe dig accords specified order. The
objective of research was to understanding the description physical and bacteriological
quality of water well drilling and physical condition Research Methods: This study is a
descriptive survey that was conducted in August 2013 at sub-district Bitung Karangria
District Tuminting Manado City. The samples in this study were taken in total sampling ie
30 sample dug wells used for drinking water. Research results: The results showed that
water physically dug wells already qualified healthcare that is odorless, tasteless, water
temperature varies by 27 C - 29 C. For bacteriological examination of water, all (30)
samples are not eligible to coliform MPN value of 200/100 ml, 1100/100 ml and> 2400/100
ml sample of water. And to the physical conditions of dug wells are not eligible, because
of the overall assessment items are items that do not qualify. Conclusion: This
observational result points out that waters physical quality dug wells have measured up,
for bakteriologis's quality ineligibility, and for physical well condition ineligible dig.
Keywords: Dug wells, Temperature, MPN Coliform

PENDAHULUAN

Penyediaan air bersih menjadi salah


satu prioritas dalam perbaikan derajat
kesehatan masyarakat. Mengingat keberadaan
air sangat vital dibutuhkan oleh makhluk
hidup. Kehidupan di muka bumi ini hanya
dapat berlangsung dengan keberadaan air.
Seiring meningkatnya kepadatan penduduk
dan pesatnya pembangunan, maka kebutuhan
air pun semakin meningkat sehingga dituntut
tersedianya air yang sehat yang meliputi
pengawasan dan penetapan kualitas air untuk
berbagai kebutuhan dan kehidupan manusia
yang bertujuan untuk menjamin tercapainya
air minum maupun air bersih yang memenuhi
syarat kesehatan bagi seluruh lapisan
masyarakat. Banyak penduduk yang terpaksa
memanfaatkan air yang kurang bagus
kualitasnyadimana hal ini akan berakibat
kurang baik bagi kesehatan masyarakat pada
jangka pendek, kualitas yang kurang baik
dapat mengakibatkan muntaber, diare, kolera,
tipus, atau disentri. Hal ini dapat terjadi pada
keadaan sanitasi lingkungan yang kurang
baik. Bila air tanah dan air permukaan
tercemari oleh kotoran, secara otomatis
kuman -kuman tersebar ke sumber air yang
dipakai untuk keperluan rumah tangga. Untuk
menjamin tersedianya kualitas air yang
memenuhi syarat kesehatan, berbagai upaya
telah dilaksanakan oleh pemerintah maupun
masyarakat, antara lain pembangunan dan
perbaikan sarana air bersih atau air minum,
upaya pengawasan kualitas air dan
penyuluhan mengenai hubungan kesehatan
dengan tersedianya air yang memenuhi
persyaratan kesehatan (Suripin, 2004).
Sumur gali adalah satu konstruksi
sumur yang paling umum dan meluas
dipergunakan untuk mengambil air tanah bagi
masyarakat
kecil
dan
rumah-rumah
perorangan sebagai air minum. Sekitar 45%
masyarakat di Indonesia menggunakan sumur
sebagai sarana air bersih, dan dari 45% yang
menggunakan sarana sumur tersebut,
diperkirakan sekitar 75% menggunakan jenis
sumur gali (Chandra, 2007). Berdasarkan data
statistik 1995 (SUPAS 1995), prosentasi
banyaknya rumah tangga dan sumber air
minum yang digunakan diberbagai daerah di
Indonesia sangat bervariasi tergantung dari
kondisi geografisnya. Secara Nasional yakni
untuk penggunaan air ledeng (PAM) 16,08%,
air tanah dengan memakai pompa 11,61%, air
sumur gali 49,92%, mata air (sumber air)
13,92%. Dari data tersebut dapat dilihat

bahwa penggunaan air minum terbanyak


adalah berasal dari air sumur gali yaitu sebesar
49,92%.
Menurut penelitian WHO, penyakit
yang timbul akibat krisis air antara lain kolera,
hepatitis, polymearitis, typoid, disentrin
trachoma, scabies, malaria, yellow fever, dan
penyakit cacingan. Di Indonesia, 423 per
1.000 penduduk semua usia kena diare, dan
setahun dua kali diare menyerang anak di
bawah 5 tahun. Diare yang disertai muntah
sering disebut muntah-berak (muntaber),
gejalanya biasanya buang air terus-menerus,
muntah, dan kejang perut. Jika tak bisa diatasi
dengan gaya hidup sehat dan lingkungan yang
bersih, bisa lebih jauh terkena tifus dan kanker
usus, yang tak jarang menyebabkan kematian
(Tempo, 2011).
Berdasarkan survei awal yang
dilakukan, Kelurahan Bitung Karangria`
merupakan wilayah yang penduduknya pada
umumnya masih menggunakan air sumur gali
(SGL) dalam penyediaan air bersih sehariharinya. Hal ini disebabkan oleh karena belum
semua masyarakat di daerah tersebut
memperoleh air PT Air sebagai sumber air
bersih maupun air minum. Berdasarkan hasil
survei pendahuluan ke daerah tersebut,
penulis melihat kondisi fisik air secara visual
kelihatan jernih akan tetapi keberadaan sumur
gali (SGL) yakni jarak sumur gali terhadap
sumber
pencemaran
masih
sangat
memprihatinkan, begitu juga dengan kindisi
fisik sumur gali yang secara umum masih
terlihat tidak memenuhi syarat sehingga
mempunyai
resiko
tinggi
terjadinya
pencemaran kualitas air baik yang berasal dari
jamban, sampah dan dari air buangan
lainnya.Berdasarkan uraian diatas, maka
penulis tertarik ingin mengetahui gambaran
kualitas air yaitu kualitas fisik, bakteriologis
air, dan kondisi fisik sumur gali di Kelurahan
Bitung Karangria Kota Manado.
Berdasarkan hal di atas, maka tujuan
umum penelitian ini adalah untuk mengetahui
gambaran kualitas air yaitu kualitas fisik,
bakteriologis air, dan kondisi fisik sumur gali
di Kelurahan Bitung Karangria Kota Manado.
METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian survey
deskriptif, di Kelurahan Karangria Kecamatan
Tuminting Kota Manado pada bulan Agustus
2013.

Populasi penelitian adalah semua sumur


gali di Kelurahan Bitung Karangria berjumlah
30 sumur. Jumlah sampel pada penelitian ini
adalah total populasi yang berjumlah 30
sumur.
Pengumpulan data dilakukan dengan
pemeriksaan suhu, bau dan rasa air. Penyajian
data yang digunakan dalam penelitian ini
disajikan dalam bentuk tabel, dilengkapi
persentase, yang disertai narasi tentang
kualitas fisik dan bakteriologis air sumur gali
serta kondisi fisik air sumur gali.

fisik pada semua sumur gali yang diteliti tidak


memenuhi syarat yang ditetapkan.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan dari 30 sampel air secara fisik sudah
memenuhi syarat. Dari hasil pemeriksaan
yang dilakukan pada kualitas suhu air sumur
gali di Kelurahan Bitung Karangria
menunjukkan bahwa suhu pada air sumur gali
100 % telah memenuhi syarat, dimana semua
suhu dari sampel air sumur gali masih berkisar
3C suhu udara, yaitu 27C - 29C pada suhu
udara 30C. Sehingga nilai standar suhu
menjadi berkisar pada 27C - 33C. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Budiarti dkk ( 2009 ) suhu sebaiknya sejuk
atau tidak panas terutama agar tidak terjadi
pelarutan zat kimia yang ada pada air yang
dapat membahayakan kesehatan. Suhu air
sumur gali dapat bervariasi dan tergantung
faktor adanya pencemaran, misalnya
pembuangan air limbah yang mencemari air
dapat
menyebabkan
kenaikan
temperatur/suhu perairan seperti air sumur
gali, hal ini sejalan dengan Sutrisno (1996),
dimana suhu perairan yang diteliti meningkat
oleh akibat zat-zat yang berasal dari limbah
yang mencemari air. Kenaikan suhu
menyebabkan penurunan oksigen terlarut dan
organisme dalam air dapat berkembang pada
suhu optimum tertentu serta pada suhu tinggi
zat beracun sangat aktif sehingga berbahaya
bagi kesehatan (Soemirat, 2002).
Kualitas bakteriologis air sumur gali yang
menjadi sampel dalam penelitian ini dibagi
menjadi dua kriteria yaitu: (i) memenuhi
syarat apabila total coliform < 50/100 mil air,
(ii) tidak memenuhi syarat apabila total
coliform > 50/100 ml air. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan di Kelurahan
Bitung Karangria, dari ke 30 sampel sumur
gali tidak ada satupun yang memenuhi syarat,
hasil menunjukkan angka bervariasi bahkan
sebagian besar menunjukkan angka coliform
yang tinggi yaitu >2400 walaupun secara
umum segi konstruksi sumur gali sudah
kelihatan baik dan memenuhi syarat.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan,
peneliti mengasumsikan bahwa keberadaaan
bakteri coliform dalam air sumur gali yang
terdapat di Kelurahan Bitung Karangria
kemungkinan disebabkan oleh kondisi fisik
sumur gali yang tidak memenuhi syarat
konstruksi yaitu lokasi pembuatan sumur gali

HASIL PENELITIAN
Tabel 4.1 Kualitas Fisik Air Sumur Gali
Kualitas FisikAir
n
%
Ket
Sumur Gali
Suhu
30
100 MS
Bau
30
100 MS
Rasa
30
100 MS
Dari Tabel 4.1 , dapat dilihat bahwa dari ke
30 sampel sumur gali secara fisik yaitu suhu,
bau, dan rasa air sudah memenuhi syarat,
dengan suhu di kisaran 3C.
Tabel 4.2 Kualitas Air Sumur Gali
Kualitas Air
n
%
Sumur Gali
MS
0
0
TMS
30
100
Total
30
100
Berdasarkan
hasil
laboratorium
menunjukan bahwa kualitas air sumur gali
keseluruhan adalah tidak baik yaitu sebanyak
30 sampel air sumur gali (100%) dengan
angka total coliform> 50 per 100 ml yang
tidak memenuhi syarat (TMS) sedangkan
kualitas air yang baik dengan angka kuman
(total coliform)< 50 per 100 ml yang
memenuhi syarat (MS) tidak ada.
Tabel 4.3 Kondisi Fisik Sumur Gali
Kualitas Fisik
n
%
Sumur Gali
MS
0
0
TMS
30
100
Total
30
100
Kondisi fisik sumur gali dikategorikan
memenuhi syarat, apabila semua kriteria atau
variabel dalam penelitian ini memenuhi
syarat. Berdasarkan hasil penelitian kondisi

yang dekat dengan sumber pencemaran


seperti jamban, genangan air, letak timba,
serta tidak adanya drainase pada sumur gali.
Hal tersebut yang memungkinkan air yang
dihasilkan dapat terkontaminasi oleh bahanbahan kontaminan yang mengandung
bakteriologi.
Hasil pemeriksaan laboratorium 100 % air
sumur gali yang digunakan sebagai sumber air
minum di Kelurahan Bitung Karangria tidak
memenuhi syarat kesehatan atau melebihi
baku mutu. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan, dapat dilihat bahwa untuk dinding
sumur gali yang diteliti menunjukkan hasil 80
% yang berarti bahwa sebagian besar dinding
sumur gali sudah memenuhi syarat. tingginya
80 cm.
Fungsi dinding parapet selain untuk
keselamatan pengguna sumur, berfungsi juga
untuk mencegah masuknya bahan pencemar
ke dalam sumur. Setelah dilakukan penelitian
menunjukkan hasil bahwa 76,6% sumur gali
yang diteliti sudah memiliki dinding parapet
yang memenuhi syarat, dan sisanya 23,3%
tidak memenuhi syarat. Bibir sumur gali yang
memenuhi syarat kesehatan adalah bibir
sumur gali yangmempunyai ketinggian 80 cm
dari permukaan tanah dan terbuat dari bahan
yang kedap air, yang bertujuan agar air sumur
gali terhindar dari pencemaran dan tidak
membahayakan bagi seseoranng yang akan
mengambil air sumur gali. Bibir sumur gali
yangtidak memenuhi syarat kesehatan berarti
bibir sumur gali kedap air tapi tingginya
kurang dari 80 cm, atau kedap air akan tetapi
tingginya kurang dari 80 cm, atau tidak
memiliki bibir sumur sama sekali.
Untuk lantai sumur menunjukkan hasil
83,3% sumur gali yang diperiksa sudah
memiliki lantai sumur yang diplester,
panjang1 meter, dan kemiringan 10%. Lantai
sumur gali yang memenuhi syarat kesehatan
adalah lantai sumur gali yang lebarnya
minimal 1 meter dari tepi bibir sumur gali dan
terbuat dari bahan-bahan yang kedap air yang
bertujuan agar air limbah yang berasal dari
sumur gali tidak merembes lagi kedalam
sumur gali. Lantai sumur gali yang tidak
memenuhi syarat kesehatan seperti lantai
kedap air akan tetapi lebarnya kurang dari 1
meter dari sumur gali dapat menyebabkan air
yang sudah digunakan tergenang disekitar
sumur gali dan merembes masuk kembali
kedalam sumur menyebabkan terjadi
pencemaran air sumur gali.

Adapun hasil penelitian dari 30 sumur


gali terdapat 23 sumur gali atau 76,6 % yang
sudah
memiliki
drainase.
Hal
ini
menunjukkan
bahwa
sebagian
besar
masyarakat sudah mengetahui pentingnya
drainase atau SPAL yang bertujuan agar
terhindar dari genangan air terutama air sisa
buangan. Hal ini berbeda dengan penelitian
Polimengo (2012) dimana untuk SPAL pada
sebagian
masyarakat
di
Kecamatan
Patilanggio Gorontalo belum memenuhi
syarat karena sebagaian besar masih belum
mengetahui tentang pentingnya pengadaan
SPAL. Tutup sumur gali juga menjadi hal
penting untuk menjaga kualitas air sumur gali,
karena tutup sumur gali yang rapat dapat
mencegah pencemaran serta menghindari
resiko kecelakaan. Hasil penelitian dari 30
buah sumur gali terdapat 17 atau 56,6%
sumur gali yang oleh pemiliknya diberi
penutup dan 13 buah sumur gali atau 43,3%
tidak diberi penutup.
Sumur
gali
dalam
penelitian
menggunakan timba sebagai alat untuk
mengambil air. Penggunaan timba dapat
memperbesar resiko pencemaran dalam air
sumur gali. Apalagi dalam penggunaanya
hanya diletakkan di sembarang tempat yang
kontaminasi dengan tanah atau sumber
pencemar lain. Perletakkan timba di lantai
ataupun di sembarang tempat setelah
penggunaan dapat
memperbesar resiko
pencemaran pada sumur gali melalui timba
(Chandra, 2006). Berdasarkan hasil penelitian
dari 30 sampel sumur gali hanya terdapat 4
buah sumur gali atau 13,3% yang letak
timbanya digantung, dan dalam jumlah yang
banyak yaitu 26 buah sumur gali atau 86,6%
letak timbanya tidak digantung, dan hanya
diletakkan di bibir sumur atau di lantai sumur.
Hal-hal penting lainnya yaitu sumber-sumber
pencemaran seperti septic tank, kandang
ternak, genangan air, tempat pembuangan
sampah yang harus berjarak 11 meter dari
sumur gali. Dari tabel yang telah disajikan
dapat diketahui bahwa jarak sumur gali
dengan septic tank yang tidak memenuhi
syarat adalah 96,7% atau 29 buah sumur gali
dari 30 sampel yang diperiksa. Hal ini
disebabkan karena jarak jamban berada pada
radius < 11 meter terhadap sumur gali, hal ini
tentunya bertolak belakang dengan ketentuan
yang diatur yakni sebaiknya jarak dengan
jamban 11 meter. Pada jarak < 11 meter
sumur gali bisa terkontaminasi dengan

kotoran manusia (tinja), yang mengandung


bakteri patogen yakni Escherichia Coli (E.
Coli), penyebab penyakit bawaan air water
borne disease yakni diare (Mansauda, 2010).
Untuk jarak sumur gali dengan sumber
pencemaran lain seperti kandang ternak yang
memenuhi syarat terdapat 23 buah sumur gali
atau 76,6%, dan terdapat 7 buah sumur gali
atau 23,3% yang tidak memenuhi syarat. Dan
untuk jarak sumur gali dengan genangan air,
yang memenuhi syarat hanya 8 buah sumur
gali atau 26,6% dan yang tidak memenuhi
syarat 22 buah sumur gali atau 73,3%. Adapun
jarak minimal 11 meter ini bertujuan agar
sumur gali terhindar dari berbagai macam
pencemaran yang mungkin dapat merembes
ke sumur. Jarak sumur gali yangtidak
memenuhi
syarat
kesehatan
sangat
memungkinkan berkembang biaknya bakteri
patogen yang menyebabkan terjadinya
penyakit yang ditularkan melalui air.
Bila diamati dari segi konstruksi
sumur gali tersebut serta jarak dengan
sumber-sumber pencemaran sumur gali di
Kelurahan Bitung Karangria masih banyak
yang belummemenuhi syarat kesehatan, hal
ini sangat potensial bagi perkembangan
penyakit seperti diare, penyakit kulit, saluran
pencernaan dan penyakit-penyakit yang dapat
ditularkan oleh airlainnya. Menurut asumsi
peneliti bahwa konstruksi sumur gali yang
tidak memenuhi syarat disebabkan oleh
banyak faktor diantaranya adalah aspek
pengetahuan yang dimiliki pemilik sumur
terhadap konstruksi dan dampak sumur gali
yang tidak memenuhi syarat. Hal ini sejalan
dengan Joeharno (2008) dimana indikasi tidak
terpenuhinya syarat bakteriologis air sumur
gali dikarenakan ketidaktahuan masyarakat
tentang kandungan bakteriologis dalam air
sehingga sumber air ini masih tetap
dipergunakan.
Sumur gali yang memenuhi syarat
kesehatan tentunya telah memiliki semua
syarat konstruksi sumur gali seperti yang
ditetapkan. Apabila sumur gali sudah
memenuhi persyaratan tersebut, harapannya
kualitas air sumur seperti kualitas fisik, kimia
serta bakteriologisnya akan terjaga serta
terhindar dari pencemaran, dan ada proteksi
terhadap kualitas air. Walaupun masyarakat
Kelurahan Bitung Karangria selalu memasak
air yang digunakan untuk keperluan minum,
namun kemungkinan pencemaran terhadap
manusia dari air tetap ada. Karena air sumur

tersebut digunakan juga untuk keperluan


lainnya seperti mencuci peralatan dapur dan
makan maupun untuk mencuci bahan
makanan yang dimakan tanpa dimasak
terlebih dahulu sehingga pencemar yang telah
ada di air masuk kedalam tubuh melalui cara
pencucian tadi, bukan saja dari air minum. Hal
ini tentu saja diharapkan agar proporsi rumah
tangga yang mengolah air sebelum
dikonsumsi bisa naik atau bertambah karena
Proporsi RT yang mengolah air sebelum
diminum di Indonesia adalah sebesar 70,1
persen. Dari 70,1 persen RT yang melakukan
pengolahan air sebelum diminum, 96,5
persennya melakukan pengolahan dengan
cara dimasak. Cara pengolahan lainnya adalah
dengan dijemur di bawah sinar matahari/solar
disinfection (2,3%), menambahkan larutan
tawas (0,2%), disaring dan ditambah larutan
tawas (0,2%) dan disaring saja (0,8%),
(Riskesdas 2013).
Kondisi fisik sumur gali yang tidak
memenuhi syarat, jika salah satu variabel
dalam penelitian ini tidak memenuhi syarat
yang ditetapkan. Dalam peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 416 Tahun (1990)
mengemukakan kualitas air yang aman harus
sesuai persyaratan yang diatur. Bertitik tolak
dari peraturan ini, kondisi fisik sumur gali
mempengaruhi kualitas air sumur gali yang
dipergunakan. Dengan demikian melihat
uraian kondisi fisik sumur gali di Kelurahan
Bitung
Karangria
maka
peneliti
menyimpulkan bahwa kondisi fisik sumur gali
di Kelurahan Bitung Karangria, tidak
memenuhi syarat.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa untuk kualitas
fisik air sumur gali sudah memenuhi syarat,
untuk kualitas bakteriologis tidak memenuhi
syarat, dan untuk kondisi fisik sumur gali
tidak memenuhi syarat.
SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat
disarankan untuk:
1. Dilakukan upaya penyuluhan kepada
masyarakat pengguna sumur gali
mengenai pentingnya kondisi fisik sumur
gali terutama lokasi pembuatan sumur
gali agar 11 m dari jamban atau sumber
pencemar, serta penyuluhan tentang
pemasakan air hingga mendidih oleh

petugas kesehatan dari instansi Kesehatan


setempat.
2. Diperlukan perhatian dan kerjasama dari
masyarakat dan pemerintah dalam upaya
perbaikan kondisi fisik sumur gali
sehingga dapat tersedianya kondisi fisik
sumur gali dengan kualitas dan kuantitas
yang memenuhi syarat kesehatan.
3. Perlu diadakan pemeriksaan air sumur
secara berkala, baik kualitas fisik,
bakteriologis, dan kimia air oleh petugas
kesehatan yang berkompeten.

2009/07/14/survei-penduduk-antarsensus-supas/) di akses 07 November


2013
Sarudji, D. 2006. Kesehatan Lingkungan,
Surabaya : Media Ilmu Prestasi.
Sutrisno T, 2006. Teknologi Penyediaan Air
Bersih. Jakarta : Rineka Cipta.
Suyono, dkk, 2010. Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC.
Suripin, 2004. Pelestarian Sumber Daya
Tanah dan Air. Yogyakarta: Andi.
Tempo, 2011. Penyakit Akibat Krisis air
Bersih. (http://www.tempo.co/read/news/
2011/09/07/060354927/30-Penyakit-Ini-Akibat-Krisis-Air-Bersih)
diakses
tanggal 07 November 2013

DAFTAR PUSTAKA

Budiarti, A. 2009. Kajian Kualitas Air Sumur


Sebagai Sumber Air Minum di Kelurahan
Gubug Kecamatan Gubug Kabupaten
Grobogan.
Fakultas
Kedokteran
Universitas Diponegoro. Semarang,
Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan
Lingkungan. Yogyakarta : Andi.
Joeharno, 2008. Kualitas Air Berdasarkan
Konstruksi Sumur Gali (SGL) di Wilayah
kerja Puskesmas Antang Kota Makassar
Tahun
2008
(http://blogjoeharno.blogspot.com/
2008/05/kualitas-air-sumur-gali-sgl.html)

diakses tanggal 12 April 2014


Mansauda, A. 2010. Faktor-Faktor Yang
Berhubungan
Dengan
Kandungan
Escherichia Pada Air Sumur Gali di
Kelurahan
Tuminting
Kecamatan
Tuminting Kota Manado, Sinopsis
Disertasi Program Pasca Sarjana.
Universitas Sam Ratulangi Manado.
Peraturan Menteri Kesehatan
No
416/Menkes/Per/IX/1990
Tentang
Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas
Air
Polimengo, Y. 2012. Uji Kandungan
Bakteriologis Pada Air Sumur Gali Di
Tinjau Dari Konstruksi Sumur Di Desa
Sukamakmur Kecamatan Patilanggio
Kabupaten Pahuwato, 2012
Riset Kesehatan Dasar, 2013, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian
Kesehatan
Republik
Indonesia
tahun
2013
(http://depkes.go.id/
downloads/riskesdas2013/Hasil%20Risk
esdas%202013.pdf) diakses tanggal 29
April 2014.
SUPAS (Survei Penduduk Antar Sensus),
2009. (http://matilampu.wordpress.com/

Anda mungkin juga menyukai