Anda di halaman 1dari 11

REFLEKSI KASUS

AMENORE SEKUNDER

Diajukan Kepada :
dr. Adi Pramono , Sp. OG

Disusun Oleh :
Anita Dwi Rachmawati
(20110310066)

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD TIDAR KOTA MAGELANG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017

HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan kasus:

AMENORE SEKUNDER
Disusun Oleh:
Anita Dwi Rachmawati
(20110310066)

Telah dipresentasikan pada

Januari 2017

dan telah disetujui oleh :

Dosen Pembimbing

dr. Adi Pramono, Sp.OG

REFLEKSI KASUS

I.

PENGALAMAN
Seorang wanita P0A0 usia 14 tahun datang membawa Surat Rujukan dari
Poli Anak dengan keluhan belum menstrulasi sejak bulan Desember 2015. Pasien
mengaku sudah 12 bulan belum mendapatkan menstruasi sejak mens yang pertama.
Sebelumnya pasien menstruasi 1x pada usia 13 tahun dengan lama menstruasi 5 hari,
jumlah darah diakui normal. Pasien belum menikah maupun berhubungan suami istri.
Mual muntah pada pagi hari (-), payudara terasa kencang (-). Pasien sedang dalam
pengobatan penyakit Epilepsi dengan obat rutin Depacote 250 mg sejak 1 tahun yang
lalu. Pemeriksaan Vital Sign di dapat TD 130/80 mmHg, nadi 88x/menit, RR

20x/menit, suhu 36,4, dari pemeriksaan fisik di dapat TFU tidak teraba dan tidak
terdapat nyeri tekan pada abdomen. Dokter lalu melakukan pemeriksaan USG
dan tidak ditemukan adanya kelainan. Advice dari dokter diberikan
Norethisterone 5 mg diminum 1 kali sehari dan dievaluasi saat pasien menstruasi.
II.

MASALAH YANG DIKAJI


1. Apa yang dimaksud dengan Amenore Sekunder, dan apa penyebabnya ?
2. Bagaimana penangananan pada Amenore Sekunder?

III.

ANALISIS MASALAH
Menstruasi adalah siklus teratur peluruhan lapisan rahim akibat interaksi hormon
yang diproduksi oleh hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. Hipotalamus, hipofisis,
dan ovarium membentuk axis HPO, dengan regulasi hormon dan reaksi umpan
balik.

Hipotalamus, terletak di sistem saraf pusat, melepaskan gonadotropin-releasing


hormone (GnRH) terus menerus, yang diangkut ke hipofisis anterior, di mana ia
mengikat reseptor GnRH untuk menstimulasi gonadotropin. Sebagai respon terhadap
rangsangan oleh GnRH, sel-sel ini mengeluarkan gonadotropin follicle-stimulating
hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). Selanjutnya, hormon ini merangsang
ovarium untuk mensintesis dan mengeluarkan hormon steroid. Pelepasan hormon melalui
axis (HPO) hipotalamus-hipofisis-ovarium diatur dengan umpan balik negatif hormon
steroid pada gonadotropin di hipofisis anterior dan inhibisi langsung pada tingkat
hipotalamus. Stimulasi dan inhibisi negatif melengkapi jalur antara hipotalamus,
hipofisis, dan ovarium. Setiap gangguan axis ini dapat mengakibatkan amenorea.
Amenorrhea terjadi jika hipotalamus dan pituitari gagal dalam memberikan
stimulasi gonadotropin pada ovarium, sehingga produksi estradiol tidak memadai dan
atau terjadi kegagalan ovulasi dan kegagalan produksi progesteron. Amenorrhea juga
dapat terjadi jika ovarium gagal menghasilkan jumlah estradiol yang cukup meskipun
stimulasi gonadotropin normal oleh hipotalamus dan hipofisis. Dalam beberapa kasus,
hipotalamus, hipofisis, dan ovarium semua dapat berfungsi normal, namun amenore dapat
terjadi karena kelainan uterus seperti perlekatan dalam rongga endometrium, defek pada
serviks, septum uteri, dan hymen imperforata.
Amenorea sekunder adalah seorang wanita usia reproduksi yang pernah
mengalami haid namun haid berhenti tiga bulan berturut-turut. Penyebabnya sesuai
dengan fisiologi haid, maka ada empat kompartemen yang mengalami gangguan sehingga
terjadi amenorea, yaitu :
I.

Susunan saraf pusat /Hipotalamus


a. Amenorea hipotalamik
Adalah

suatu

sindroma

klinis

yang

ditandai

dengan

amenorea,

hipoestrogenisme dan serum gonadotropin normal atau rendah.. Kelainan ini ditandai
dengan pola sekresi berdenyut GnRH endogen yang abnormal oleh karena gangguan
fungsional mekanisme saraf (sistim neurotransmiter pusat). Neurotransmiter yang
turut mempengaruhi sekresi GnRH adalah opioid endogen seperti beta endorphin.
Selama siklus menstruasi yang normal terbukti terjadi peningkatan kadar beta
endorphin mencapai maksimal pada saat pre ovulasi dan akan mengalami penurunan

segera setelah terjadi ovulasi. Peningkatan sekresi opioid diduga menyebabkan terjadi
amenorea hipotalamik pada beberapa wanita, karena blokade pada reseptor opiat
terbukti meningkatkan frekuensi dan amplituda sekresi LH. Pada wanita dengan
amenorea hipotalamik, sekresi LH yang berfluktuasi tersebut tidak cukup untuk
merangsang terjadinya ovulasi maupun folikulogenesis. Sekresi GnRH dipengaruhi
juga oleh norepinephrine. Diduga opiat endogen menekan rangsangan norepinephrine
pada neuron hipotalamus untuk mensekresi GnRH.
Gaya hidup yang sering dihubungkan dengan terjadinya amenorea hipotalamik
seperti olah raga, stres dan penurunan berat badan terbukti merangsang perubahan
kadar beta endorphin plasma yang akan mempengaruhi neuron yang mensekresi
GnRH pada hipotalamus.
Penanganan

amenorea

hipotalamik

dapat

diobati

dengan

konseling,

psikoterapi, misalnya dengan miminimalkan stresor lingkungan dan mengubah gaya


hidup serta penggunaan obat-obat psikofarmaka. Pemberian estrogen dan progesteron
siklik dapat diberikan agar wanita tersebut tetap berfungsi sebagai wanita.
b. Anoreksia Nervosa
Suatu gangguan tingkah laku yang berat dimana terjadi perubahan endokrin
sekunder sebagai akibat gangguan psikologis dan gizi, ditandai oleh malnutrisi yang
berat dan hipogonadotropisme. Penanganan psikiatrik dengan psikoterapi dan obatobatan antidepresan serta perawatan di rumah sakit.
c. Amenorea pada atlet
Amenorea terjadi oleh karena aktifitas fisik yang berat dan terjadi kehilangan
berat badan. Umumnya kelainan menstruasi ini akan hilang dengan mengurangi
aktifitas fisik dan kembali keberat badan alami.
II. Hipofisis (Amenorea hipofisis)
Kecurigaan adanya tumor hipofise meningkat bila dalam pemeriksaan
dijumpai tanda

klinis akromegali (karena sekresi hormon pertumbuhan yang

berlebihan) dan penyakit Cushings (karena sekresi ACTH yang berlebihan).


Amenorea dan atau galaktorea dapat mengawali tanda klinis akromegali dan penyakit
Cushings. Sebagian besar penderita dengan adenoma hipofise mengalami penurunan

kadar gonadotropin karena tekanan tumor pada hipofise dan peningkatan sekresi
prolaktin.
Amenorea karena kadar prolaktin yang tinggi terjadi karena hambatan sekresi
pulsatil GnRH oleh prolaktin. Terapi yang diberikan adalah pengangkatan tumor atau
supresi sekresi prolaktin dengan pemberian dopamin agonis (bromokriptin).
Bromokriptin akan berikatan dengan reseptor dopamin dan akan bekerja menyerupai
fungsi dopamin menghambat sekresi prolaktin.
a.

Sindroma Amenorea Galaktorea


Merupakan kumpulan gejala klinis berupa amenorea dengan atau tanpa

galaktorea sebagai akibat peningkatan kadar prolaktin. Prolaktin dihasilkan di anterior


hipofisis dan pengeluaranya dipengaruhi oleh prolactin inhibiting factor (PIF).
Hiperprolaktinemia terajadi karena PIF tidak berfungsi pada keadaan-keadaan sebagai
berikut : sekresi PIF berkurang karena gangguan hipotalamus, obat-obatan yang
menghambat kerja PIF (fenotiazin, transquilizer atau psikofarmaka lain), estrogen,
domperidone, simetidin, kerusakan system vena portal hipofisis, prolaktinoma dan
hipertiroid. Sebagai akibat hiperprolaktinemia menyebabkan sekresi FSH dan LH
berkurang, berkurangnya sensitivitas ovarium terhadap FSH dan LH, memicu
produksi air susu. Hiperprolaktinemia yang berkepanjangan akan menyebabkan atrofi
sel-sel hipofisis penghasil gonadotropin.
Diagnosis sindroma amenorea galaktorea adalah berdasarkan timbulnya gejala
klinis amenorea dengan atau tanpa galaktorea, keluhan sakit kepala dan gangguan
penglihatan. Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai serum prolaktin diatas
normal( > 5 25 ng/ml), apabila serum prolaktin > 100 ng/ml kemungkinan dijumpai
prolaktinoma. Bila diduga prolaktinoma maka dapat dilakukan uji provokasi, antara
lain :
1. Uji dengan TRH : pemberian 100 500 ug TRH intravena tidak menunjukkan

perubahan kadar prolaktin maka kemungkinan suatu prolaktinoma.


2. Uji dengan simetidin : apabila pemberian 200 mg simetidin IV tidak
menimbulkan peningkatan prolaktin.
3. Uji dengan domperidon : pemberian domperidon 10 mg iv tidak menyebabkan
peningkatan prolaktin.
Jenis Pemeriksaan

Kadar Prolaktin

Tanpa prolaktinoma

Prolaktinoma
Uji TRH

Tidak meningkat

Meningkat 4-14 kali

Uji Simetidin

Tidak meningkat

Meningkat di atas kadar


normal

Uji Domperidon

Tidak meningkat

Meningkat 8-11 kali

Obat yang paling banyak digunakan pada sindroma amenorea galaktorea


adalah bromokriptin dengan dosis 1 x 2,5 mg pada kadar prolaktin 25 40 ng/ml atau
2 x 5 mg pada kadar prolaktin 50 ng/ml. Pemberiaan bromokriptin harus dilakukan
pengawasan yang baik sehingga kadar prolaktin serum tidak berada dibawah nilai
normal yang dapat mengganggu fungsi korpus luteum. Efek samping bromokriptin
yang

sering

timbul

adalah

mual,

pusing

dan

hipotensi.

Pada

penderita

hiperprolaktinemia tanpa galaktorea maka pemberian bromokriptin tidak akan


memberi efek apapun.
b. Amenorea hipogonadotrop dengan atau tanpa tumor hipofisis
Bila hormon FSH, LH dan prolaktin normal, penyebabnya adalah insufisiensi
hipotalamus hipofisis yang bisa disebabkan tumor hipofisis dan untuk
membuktikannya perlu pemeriksaan radiologik.
c. Amenorea hipergonadotrop
Bila hormon FSH dan LH tinggi, prolaktin normal maka penyebab amenorea
adalah di ovarium oleh karena insufisiensi ovarium, misalnya pada menopause
prekok. Selanjutnya perlu dilakukan biopsi ovarium melalui laparoskopi.
III. Amenorea Ovarium
Penyebab amenorea pada ovarium adalah tidak terbentuknya kedua ovarium
atau hipogenesis ovarium seperti pada sindroma Turner, pengangkatan kedua
ovarium, ovarium polikistik, insufisiensi ovarium karena radiasi, sindroma ovarium
resisten gonadotropin, tumor ovarium dan beberapa gangguan ekstragonad yang
mengganggu fungsi ovarium, seperti : gangguan fungsi tiroid, diabetes mellitus,
kekurusan (underweight), kegemukan (overweight), trauma psikogen. Penderita
amenorea ovarium umumnya infertile dengan gambaran seks sekunder kurang
terbentuk.

Pengobatan untuk menekan sekresi FSH dapat diberikan estrogen dan


progesteron atau estrogen saja secara siklik.
IV. Amenorea akibat gangguan di saluran keluar kelamin wanita dan uterus
Penyebab amenorea adalah aplasia uteri dan vagina, uterus hipoplasi, kelainan
congenital, atresia serviks, atresia cavum uteri, kerusakan endometrium akibat
kuretase, infeksi dan obat-obatan. Pada kasus atresia himen darah haid tidak dapat
keluar, sehingga dapat terjadi pengumpulan darah haid di vagina (hematokolpos) atau
di uterus (hematometra) atau di tuba (hematosalping).
a. Asherman Syndrome
Sindroma yang terjadi karena destruksi endometrium serta tumbuhnya
perlekatan pada dinding kavum uteri sebagai akibat kerokan yang berlebihan,
biasanya pada abortus atau postpartum. Penderita biasanya menderita amenorea
sekunder, selain dapat terjadi abortus, dismenorea, hipomenorea dan infertilitas.
Penanganan sindroma asherman adalah melepaskan perlekatan dengan dilatasi
serta kuretase atau histeroskopi dengan menghilangkan perlekatan memberi hasil
yang lebih baik dan untuk mencegah perlekatan berulang dengan pemasangan IUD
atau pediatric foley catether , serta pemberian antibiotika spectrum luas dan estrogen
selama dua bulan.
b. Mullerian anomali atau agenesis
Kelainan perkembangan tuba mulleri baik total atau sebagian. Keadaan ini
perlu difikirkan pada penderita amenorea tanpa riwayat perdarahan pervaginam.
c. Feminisasi testikular
Ditandai amenorea primer, tidak ada uterus dan tidak adanya rambut pubis dan aksila.

IV. DOKUMENTASI

I.

II.

IDENTITAS
Nama
: Nn WR
Umur
: 14 tahun
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
: Pelajar
Status perkawinan : Belum menikah
Agama
: Islam
Alamat
: Malanggaten RT 4 RW 11, Rejo Utara, Magelang Tengah

ANAMNESIS (13 Agustus 2016 jam )


1. Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan belum menstruasi sejak bulan Desember 2015.
2. Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang wanita P0A0 usia 14 tahun datang membawa Surat Rujukan dari Poli
Anak dengan keluhan belum menstrulasi sejak bulan Desember 2015. Pasien
mengaku sudah 12 bulan belum mendapatkan menstruasi sejak mens yang pertama.
Sebelumnya pasien menstruasi 1x pada usia 13 tahun dengan lama menstruasi 5
hari, jumlah darah diakui normal. Pasien belum menikah maupun berhubungan
suami istri. Mual muntah pada pagi hari (-), payudara terasa kencang (-). Pasien
sedang dalam pengobatan penyakit Epilepsi dengan obat rutin Depacote 250 mg
sejak 1 tahun yang lalu
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit asma

: disangkal

Riwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat penyakit diabetes mellitus

: disangkal

Riwayat penyakit epilepsi

: disangkal

Riwayat penyakit Hepatitis

: disangkal

Riwayat penyakit jantung

: disangkal

Riwayat penyakit lain

: (+) epilepsi

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat hamil kembar

: disangkal

Riwayat asma

: disangkal

Riwayat jantung

: disangkal

Riwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat DM

: disangkal

Riwayat gangguan jiwa

: disangkal

5. Riwayat Perkawinan

Belum menikah
6. Riwayat Haid

Menarche
: 13 tahun
Siklus
:Lamanya
: 5 hari
Jumlah
: 2-3 pembalut dalam sehari
HPHT
: 3 Desember 2015
7. Riwayat Obstetri : 8. Riwayat Keluarga Berencana
Pasien tidak pernah menggunakan KB
III.

PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran

: Compos Mentis

Vital Sign

: T : 130/80 mmHg
N : 88x/menit

BB : 60 kg
TB : 155 cm

t : 36,4 0C
Kepala

RR : 20x/menit
: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Thorax

: Jantung dan pulmo dalam batas normal

Ektremitas

: edema tungkai (-/-), varises (-/-)

I. STATUS OBSTETRI
Abdomen :
Inspeksi

: Abdomen bagian bawah tidak tampak mengalami pembesaran, tidak

ada tanda-tanda peradangan, bekas operasi (-).


Palpasi
: TFU tidak teraba, nyeri tekan (-)

IV.

LAMPIRAN

Hasil USG : kesan gambaran dalam batas normal


DIAGNOSIS

V.

P0A0 14 tahun dengan Amenorhea Sekunder


SIKAP

VI.

Pemberian Norelut (Norethisterone) 5 mg 1 kali 1 per oral

DAFTAR PUSTAKA

Conningham, F. Gery, DKK. 2006. Obstetri Williams. Jakarta: EGC


Sastrawinata, Sulaeman. 2003. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi, E/2. Jakarta:
EGC
Santana, Daniel. 2007. Kamus Lengkap Kedokteran. Jakarta: Mega Aksara
Speroff L, Glass R H, Kase N G, 1993. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility, 5
th

edition, William & Wilkins, Philadelphia. 401 454.

Baziad A, Surjana E J, 1993. Pemeriksaan dan Penanganan Amenorea, edisi pertama, KSERI,
Jakarta, 35 56.
Scherzer W J, Clamrock H, 1996. Amenorea, Novaks Gynecology, 12
Wilkins, Baltimore, 809 831.

th

edition, William &

Anda mungkin juga menyukai