Anda di halaman 1dari 19

Farmakologi Obat

Infertilitas
dr. Dewi Pangestuti, M.Biomed
Farmakologi dan Terapi
FK UISU
Infertilitas

 Pasangan suami istri yang telah menikah selama satu


tahun dan sudah melakukan hubungan seksual tanpa
menggunakan alat kontrasepsi, tetapi belum memiliki
anak (Sarwono, 1999)
 Kondisi dimana pasutri belum mampu memiliki anak
walaupun sudah melakukan hubungan seksual sebanyak
2-3 kali dalam seminggu meskipun tanpa menggunakan
kontrasepsi jenis apapun dalam kurun waktu satu tahun
(Djuwantono, et al,2008)
Terapi Farmakologi
Infertilitas
1. Infertilitas karena gangguan Ovulasi
2. Infertilitas terkait kondisi hiperprolaktinemia
3. Infertilitas idiopatik
1. Infertilitas karena
gangguan ovarium
Menurut WHO ada 3 kelompok gangguan ovulasi
 Kelompok I : Kegagalan pituitari hipotalamik (amenore
hipotalamik Atau hipogonadisme hipogonadotropik
 Kadar gonadotropin (FSH dan LH) rendah, kadar
prolaktin normal, kadar estrogen rendah.
 Meliputi ±10% dari seluruh gangguan ovulasi.
 Kegagalan pengembangan folikel menghasilkan)amenore
hipoestrogenik.
1. Infertilitas karena gangguan ovarium
 Kelompok 2 : Disfungsi pituitari hipotalamik
 Kadar gonadotropin terganggu, kadar estrogen normal.
 Meliputi ±85% dari seluruh gangguan ovulasi.
 Gangguan ovulasi pada kelompok ini
menyebabkanoligomenore/amenore anovulatori, didominasi olehwanita
dengan ovarium polikistik.
 Sebesar 80-90% wanita oligomenore dan 30%wanita amenore
mempunyai ovarium polikistik.
 Sebagian besar wanita kelompok ini mempunyai ovarium polikistik
disertai dengan gejala-gejala yang relevan, seperti gangguan siklus
menstruasi, obesitasdan hirsutisme (sebagai manifestasi
hiperandrogenisme), jerawat atau kebotakan yang dipengaruhi oleh
hormon androgen). Kondisi ini disebut PCOS (polycystic ovary
syndrome).
 PCOS adalah suatu kondisi dimana ovarium meng-hasilkan folikel-folikel
yang lebih kecil daripada normal namun tidak mengalami ovulasi secara
teratur.
1. Infertilitas karena
gangguan ovarium
 Kelompok 3 : Kegagalan ovarium
 Kadar gonadotropin tinggi dengan hipogonadisme dan
kadar estrogen rendah.
 Meliputi ±4-5% dari seluruh gangguan ovulasi.
1. Infertilitas karena
gangguan ovarium
 Kelompok gangguan 1  di terapi dengan hormon pelepas-
gonadotropin pulsatif (pulsatile Gn-RH), atau golongan
gonadotropin,terutama yang mengandung
luteinizinghormone (LH).
 Kelompok gangguan 2  diterapi dengan antiestrogen
yaitu klomifensitrat atau tamoksifen sebagai lini pertama
sampai dengan 12 bulan. Bila klomifen sitrat tidak bisa
menginduksi ovulasi, alternatif yang dapat diberikan adalah
golongan gonadotropin, yaitu human menopausal
gonadotropin (hMG) dan follicle stimulating hormone (FSH).
Pada pasien yang tidak respon dengan terapi lini pertama
dan mempunyai indeks massa tubuh (IMT)>25kg/m2 atau
obesitas dapat diberikan kombinasi klomifen dan metformin
untukmenginduksi ovulasi.
 Antiestrogen
 Klomipen sitrat dan tamoksipen sitrat
 Bekerja dengan jalan menghambat kerja estrogen pada
hipotalamus.
 Klomifen berikatan dengan reseptor estrogen di hipotalamus
dalam waktu cukup lama sehingga menghambat daur ulang
reseptor dan menyebabkan makin sedikitnya reseptor yang
tersedia untuk berikatan dengan estrogen, sehingga efek
estrogen pada hipotalamus terhambat. Akibatnya sekresi GnRH
menjadi meningkat dan menyebabkan peningkatan sekresi
hormon-hormon gonadotropin dari kelenjar hipofisis (FSH,
LH). Peningkatan kadar gonadotropin akan memacu
pertumbuhan folikel ovarium, dan proses-proses selanjutnya
yang dikenal sebagai proses ovulasi.
 DOSIS PEMBERIAN OBAT :
Infertilitas pada wanita : 50 mg per hari dosis tunggal
selama 5 hari, dimulai pada hari ke-5 siklus menstruasi,
biasanya ovulasi terjadi pada 6-10 hari setelah
pemberian dosis terakhir. Apabila ovulasi belum terjadi,
dosis dapat ditingkatkan menjadi 100 mg per hari dosis
tunggal selama 5 hari dimulai pada hari ke-30.
 Infertilitas pada pria: 50 per hari selama 40-90 hari,
peningkatan jumlah sperma dapat diketahui setelah 4-5
minggu pemakaian.
 Amenorrhae: 50 mg per hari dosis tunggal, dapat
dimulai kapan saja
 KONTRA INDIKASI
Kehamilan dan kista ovarium, insufisiensi fungsi hati,
gangguan metabolisme bilirubin, gangguan organik pada
kelenjar hipofisis, disfungsi adrenal, disfungsi tiroid,
hipersensitivitas terhadap klomifen.

 EFEK SAMPING
Pembesaran ovarium, rasa tidak nyaman di bagian
abdominal atau pelvis, nyeri pada payudara, menstruasi
dengan perdarahan lebih banyak, ruam kulit (hot
flushes), produksi urin meningkat, mual, muntah,
gelisah, imsomnia, sakit kepala, depresi.
 INTERAKSI OBAT
Efek klomifen akan berkurang jika digunakan bersama dengan
danazol. Efek estrogen akan berkurang jika digunakan bersama
dengan klomifen.
 Klomifen dapat meningkatkan kadar tiroksin dan TBG (thyroxine-
binding globulin) serum.
 Klomifen tidak boleh diberikan pada wanita yang hamil.
 Tidak boleh diberikan pada ibu yang sedang menyusui. Klomifen
dapat mengurangi produksi ASI.
 PERINGATAN
Pemakaian terbatas, hanya pada kasus tertentu saja. Jika
kehamilan tidak juga terjadi setelah 6 tahap pemberian lanjutan,
maka kemungkinan terapi ini tidak berhasil, terapi sebaiknya
dihentikan.
 Hipersensitivitas terhadap klomifen dapat berupa Ovarian
hyperstimulation syndrome (OHSS), yang dicirikan antara lain
dengan pembesaran ovariaum, sakit atau nyeri abdomen, mual,
muntah, diare, dyspnea, dan oliguria, mungkin juga disertai
dengan terjadinya ascites, pleural effusion, hipovolemia,
ketidakseimbangan elektrolit, hemoperitoneum, dan
tromboembolism.
 hipersensitivitas terhadap klomifen dapat berbentuk gangguan
penglihatan, biasanya penglihatan menjadi kabur, jika ini terjadi
terapi juga harus dihentikan.
 Gonadotropin
 merupakan Hormon-hormon glikoprotein yang dihasilkan dan
disekresi oleh anterior pituitari, chorion, dan plasenta.
 Termasuk dalam kelompok gonadotropin antara lain FSH dan LH
yang disekresi oleh anterior pituitari, serta human chorionic
gonadotropin (hCG) yang disekresi oleh chorion dan plasenta.
 Sediaan yang mengandung gonadotropin antara lain: human
menopausal gonadotropin (hMg atau menotropin), FSH
rekombinan (follitropin α ),LH rekombinan (lutropin α), dan hCG
rekombinan (choriogonadotropin ). Human menopausal
gonadotropin (hMg).
 Gonadotropin digunakan untuk gangguan ovulasi Kelompok 2 WHO
yang tidak berhasil diatasi dengan klomifen sitrat atau
tamoksifen.
 hMg bekerja secara langsung pada ovarium untuk
mengembangkan dan mematangkan folikel serta
merangsang ovulasi.
 Cara kerja FSH dan LH sama dengan hMg, yaitu
mematangkan folikel sehingga memulai terjadinya ovulasi
 hCG bekerja memicu terjadinya ovulasi dengan
meningkatkan sekresi LH secara cepat dalam jumlah
besar pada pertengahan siklusmenstruasi. Oleh karena
itu, hCG baru digunakan pada saat folikel sudah matang.
 hCG diberikan setelah pemberian obat-obat yang
mematangkan folikel seperti hMg, FSH, atau klomifen.
 Diberikan melalui rute injeksi
2. Infertilitas terkait kondisi
hiperprolaktinemia

 Mekanisme hiperprolaktinemia menyebabkan infertilitas


belum diketahui dengan pasti.
 Agonis dopamin seperti bromokriptin dan cabergolin
digunakan untuk mengobati gangguan fertilitas akibat
hiperprolaktinemia
2. Infertilitas terkait kondisi
hiperprolaktinemia

 Bromokriptin
 Agonis reseptor D2 pertama yang digunakan dalam
penanganan kasus hiperprolaktinemia
 Derivat ergot terhidrogenasi dengan aktivitas agonistik
pada reseptor dopamin D2 dan agonis parsial pada
reseptor D1.
 Menghambat pelepasan prolaktin dengan menstimulasi
reseptor dopamin pasca sinaps di hipotalamus secara
langsung. Dimana hipotalamus melepaskan dopamin,
yang merupakan hormon yang menginhibisi pelepasan
prolaktin, sehingga pelepasan prolaktin terhambat.
2. Infertilitas terkait kondisi
hiperprolaktinemia

 Beberapa efek samping. :


Mual, muntah, diare, sembelit, keram perut nyeri ulu hati,
kehilangan selera makan, sakit kepala, lemah otot,
kelelahan, pusing,mengantuk, gangguan tidur, depresi
 Kontraindikasi:
Hipertensi tidak terkontrol, riwayat penyakit arteri
koroner atau kondisi kardiovaskuler berat lainnya atau
gangguan psikiatrik berat.
3. Infertilitas idiopatik

 Infertilitas idiopatik terjadi pada sekitar 40% wanita dan


8-28% pasangan infertil.
 Obat yang dapat digunakan untuk kondisi ini adalah
klomifen sitrat.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai