Anda di halaman 1dari 26

TEORI RELATIVITAS KHUSUS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fisika Modern

Disusun oleh kelompok 1 :

1. Kiki Ayu Winarni (06101011001)


2. Rizal Shobirin (06101011016)
3. Syukron Khamzawi (06101011017)
Dosen Pengampu:

Drs. Imron Husaini, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS
PENDIDIKAN

KEGURUAN

DAN

ILMU

UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDERALAYA

Page 4

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Ilahi Rabbi atas
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Teori
Relativitas Khusus ini. Shalawat serta salam kami limpahkan kepada
junjungan alam Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, kepada
para sahabatnya dan kepada umatnya yang turut dan setia kepada
ajaran-Nya sampai akhir zaman.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Fisika Modern. Dan dalam menyusun makalah ini, kami ingin
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kami, kepada Bapak
Imron Husaini sebagai dosen mata kuliah Fisika Modern, juga tak lupa
kepada seluruh pihak yang telah ikut membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.
Dengan kerendahan hati, kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Besar harapan kami, semoga makalah ini bermanfaat,
khusunya bagi kami dan umumnya bagi pembaca serta diharapkan
makalah ini dapat bermanfaat bagi kepentingan dunia pendidikan.

Inderalaya, 23 September
2012
Penyusun

Page 4

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Perumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan dan Manfaat.....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................3
A. Prinsip Relativitas Galileo...........................................................................3
B. Percobaan Michelson-Morey.......................................................................6
C. Prinsip Relativitas Einstein..........................................................................9
D. Transformasi Lorentz...................................................................................16
BAB III PENUTUP..........................................................................................18
3.1.Kesimpulan.................................................................................................18
SOAL-SOAL DAN JAWABANNYA...............................................................19
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................22

Page 4

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pengalaman dan pengamatan kita seari-hari pasti selalu berhubungan
dengan benda-benda yang bergerak dengan kelajuan yang lebh kecil dari
kelajua cahaya. Hukum Newton tentang gerakan benda dirumuskan melalui
pengamatan dan penggambaran gerak benda, dan cara ini sangat berhasil
menggambarkan berbagai fenomena yang terjadi pada kelajuan cukup rendah.
Namun, cara ini gagal menggambarkan dengan tepat mengenai gerakan benda
yang memiliki kalajuan mendekati kelajuan cahaya.
Secara eksperimen, prediksi teori Newton dapat diuji pada kelajuan
tinggi dengan cara mempercepat elektron atau partikel bermuatan lainnya
melalui pemberian beda potensial listrik yang besar. Sebagai contoh, sebuah
elektron mungkin dapat dipercepat hingga keljuan 0,99c (dimana c adalah
kelajuan cahaya) dengan memberikan beda potensial (tegangan) beberapa juta
volt. Menurut mekanika Newton, jika beda potensial meningkat menjadi
empat kali, energi elektron menjadi empat kali lebih besar dan kelajuannya
menjadi dua kali lipat, yakni 1,98c. Namun, eksperimen menunjukkan
kelajuan elektron begitu juga berbagai kelajuan di alam semesta selalu
lebih kecil dari kelajuan cahaya, terlepas dari seberapa besarnya tegangan
pemercepat. Oleh karena benda tidak mungkin berada di atas batas kelajuan
cahay, mekanika Newton tentang gerak bertentangan dengan hasil eksperimen
modern dan jelas menjadi teori terbatas.
Pada tahun 1905, di usia sekitar 26 tahun, Einstein mengumumkan
teori relativitasnya. Mengenai teorinya itu, Einstein menulis:
Teori relativitas muncul karena kebutuhan, dari berbagai kontradiksi
yang serius dan mendalam di dalam teori lama yang kelihatanna tidak
ada jalan keluarnya. Kekuatan teori baru terletak pada konsistensi dan
kemudahan teori tersebut dalam memecahkan seluruh kesulitan
tersebut ...
Meskipun Einstein memberikan berbagai konstribusi penting lainnya
untuk ilmu pengetahuan, teori relativitas khusus mempresentasikan salah satu
pencapaian intelektual terbesar sepanjang masa, dengan teori ini, pengamatan
secara eksperimen dapat diprediksi dengan lebih baik, mulai dari kelajuan v =
0 hingga kelajuan yang mendekati kelajuan cahaya. Pada kelajuan rendah,
teori Einstein disederhanakan menjadi mekanika Newton tentang gerak
sebagai situasi pembatas. Sangatlah penting untuk mengetahui bahwa

Page 4

Einstein sedang menekuni tentang elektromagnetisme ketika ia


mengembangkan teori relativitasnya. Ia berhasil membuktikan kebenaran
persamaan Maxwell, dan dalam rangka menghubungkan persamaan tersebut
dengan postulatnya, ia memperoleh gagasan revolusioner bahwa ruang dan
waktu tidaklah mutlak.
Makalah ini memperkenalkan teori relativitas khusus, dengan
penekanan pada beberapa konsekuensinya. Teori khusus ini melingkupi
fenomena seperti perlambatan jam yang sedang bergerak dan pemendekan
suatu benda yang panjang yang sedang bergerak.

B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.

Bagaimana prinsip relativitas Galileo?


Bagaimana mekanisme percobaan Micelson-Morey?
Bagaimana prinsip relativitas Einstein?
Bagaimana Transformasi Lorentz?

C. Tujuan dan Manfaat


Tujuan:
1. Menjelaskan makna relativitas
2. Menjelaskan mekanisme percobaan
3. Menuliskan rumus
Manfaat:
1. Pembaca dapat memahamai pengertian relativ dan relativitas khusus
2. Pembaca dapat mendeskripsikan prinsip Michelson-Morey, relativitas
Einstein, dan prinsip transformasi Lorentz

Page 4

BAB II
PEMBAHASAN

A. PRINSIP RELATIVITAS GALILEO

Galileo mengatakan bahwa ruang dan waktu adalah mutlak. Sebuah


benda yang diam cenderung diam kecuali jika padanya dikenakan gaya luar.
Untuk menggambarkan suatu kejadian fisis, harus ditentukan kerangka
acuan luar. Kerangka acuan luar adalah sebuah sistem koordinat relatif
dimana pengukuran-pengukuran fisika dilakukan. Setiap percobaan yang
dilakukan dengan kerangka acuan barulah bermakna fisika apabila dapat
dikaitkan dengan percobaan semula yang dilakukan dalam kerangka acuan
mutlak, yaitu suatu sistem koordinat kartesius semesta yang padanya
tercantelkan jam-jam mutlak.
Akan tetapi, saat kita menguji asas ini dalam sebuah kerangka acuan
yang mengalami percepatan, seperti sebuah mobil yang erhenti secara
mendadak, atau sebuah komedi putar yang sangat cepat perputarannya, akan
didapati bahwa asas ini tidak berlaku. Jadi, hukum-hukum Newton tidak
berlaku untuk kerangka acuan yang mengalami percepatan kecuali
kerangka acuan yang bergerak dengan kecepatan tetap. Kerangka acuan ini,
disebut kerangka acuan inersia.
Tidak ada kerangka acuan inersia yang mutlak. Berarti sebuah
eksperimen yang dilakukan di dalam sebuah kendaraan yang kelajuannya
seragam akan identik dengan hasil eksperimen yang sama dilakukan di
dalam kendaraan yang diam. Hasil ini disebut prinsip relativitas Galileo.
Hukum-hukum mekanika harus sama di dalam semua kerangka
acuan inersia
Jika penumpang di dalam truk melempar bola lurus ke atas dan jika
pengaruh udara diabaikan, maka penumpang tersebut mengamati bahwa
bola bergerak dalam lintasan vertikal. Gerakan bolanya akan tampak sama
seperti jika bola dilempar oleh seseorang yang diam di atas permukaan
bumi. Hukum gravitasi universal dan persamaan gerak dengan percepatan
konstan tidak dipengaruhi oleh keadaan truk, apakah keadaan truk sedang
diam atau bergerak beraturan.
Bagaimana lintasan bola yang dilempar pengamat di dalam truk?
Pengamat di atas truk melihat lintasan bola sebagai parabola. Sementara itu,
pengamat dalam truk melihat bola bergerak dalam lintasan vertikal. Menurut

Page 4

pengamat di atas tanah, bola memiliki komponen horizontal dari kelajuan


yang besarnya sama dengan kelajuan truk. Meskipun kedua pengamat tidak
bersepakat mengenai pandangan mereka terhadap situasi tertentu, mereka
bersepakat mengenai kebenaran hukum Newton dan prinsip-prinsip klasik,
seperti kekekalan energi dan kekekalan momentum linear. Ini secara tidak
langsung menyatakan bahwa tidak ada eksperimen mekanika yang dapat
menentukan perbedaan antara kedua kerangka inersia. Satu-satunya yang
dapat ditentukan adalah gerak relatif antara kerangka yang satu dengan
kerangka lainnya.
Pembandingan pengamatan-pengamatan yang dilkuakan berbagai
kerangka lembam, memerlukan transformasi Galileo, yang mengatakan
bahwa kecepatan (relatif terhadap tiap kerangka lembam) mematuhi aturan
jumlah yang sederhana.
Andaikanlah seorang pengamat O, dalam sakah satu kerangka
lembam mengukur kecepatan sebuah benda v; maka pengamat O dalam
kerangka lembam lain, yang bergerak dengan kecepatan tetap u relatif
terhadap O akan mengukur bahwa benda yang sama ini bergerak dengan
kecepatan v = v u.
Transformasi kecepatan ini akan kita sederhanakan dengan memilih
sistem koordinat dalam kedua kerangka acuan sedemikian rupa sehingga
relatif u selalu pada arah x. Untuk kasus ini, transformasi Galileo menjadi:
vx = vx u
vy = vy
vz = vz
Tampak bahwa hanya komponen x kecepatan yang terpengaruh.
Dengan mengintegrasikan persamaan pertama kita peroleh
x = x ut
sedangkan diferensiasinya memberikan
d v ' x d vx
=
dt
dt
atau
ax = ax
Persamaan di atas memperlihatkan mengapa hukum-hukum Newton
tetap berlaku dalam kedua kerangka acuan itu. Selama u tetap (jadi du/dt =
0), kedua pengamat ini akan mengukur percepatan yang identik dan
sependapat pada penerapan F = ma.

Page 4

1. Kelajuan Cahaya
Apakah prinsip relativitas Galileo juga dapat diterapkan untuk
listrik, magnet, dan optika? Eksperimen menunjukkan bahwa jawabannya
tidak. Di mana Maxwell menunjukkan bahwa kelajuan cahaya di dalam
ruang bebas adalah c = 3 x 108 m/s. Para fisikawan tahun 1800-an
mengira bahwa gelombang cahaya bergerak melalui suatu medium yang
disebut eter dan kelajuan cahaya c hanya dalam sebuah kerangka mutlak
yang khusus pada keadaan diam relatif terhadap eter. Persamaan
transformasi kecepatan Galileo diperkirakan untuk berlakau dalam
pengamatan cahaya yang dilakukan oleh seorang pengamat di dalam suatu
kerangka yang bergerak dengan kecepatan v relatif terhadap kerangka eter
yang mutlak. Artinya, apabila cahaya bergerak sepanjang sumbu x dan
pengamat bergerak dengan kecepatan v sepanjang sumbu x, maka
pengamat akan mengukur cahaya memiliki kelajuan c v , bergantung
pada arah perjalanan pengamat dan cahaya.
Olh karena adanya suatu kerangka eter mutlak yag dipilih
menunjukkan bahwa cahaya adalah serupa dengan gelombang klasik
lainnya dan gagasan Newton mengenai kerangka mutlak adalah benar,
maka sangatlah penting untuk memastikan adanya kerangka eter tersebut.
Pada awal sekitar tahun 1880, para ilmuwan memutuskan untuk
menggunakan Bumi sebagai kerangka bergeraknya untuk mencoba
meningkatkan peluang mereka menentukan perubahan kecil dari kelajua
cahaya.
Sebagai para pengamat di atas Bumi, kita beranggapan bahwa kita
berada dalam keadaan diam dan kerangka eter mutlaknya mengandung
medium untuk perambatan cahaya bergerak ke arah kita dengan keljuan v.
Dengan menentukan kelajuan-kelajuan cahaya dalam keadaan ini, seperti
menentukan kelajuan pesawat antariksa yang melintas di dalam arus udara
yang sedang bergerak atau angin; sebagai akibatnya, kita berbicara tentang
angin eter yang berembus melalui peralatan yang dipasang di Bumi.
Suatu metode langsung untuk mengetahui keberadaan angin eter
adalah menggunakan sebuah peralatan yang dipasang di Bumi untuk
mengukur pengaruh agin eter terhadap kelajuan cahaya. Jika v adalah
kelajuan eter relatif terhadap Bumi, maka cahaya seharusnya memiliki
kelajuan maksmum c + v ketika cahaya merambat searah dengan
hembusan angin. Begitu pula kelajuan cahaya seharusnya bernilai
minimum c v ketika cahaya merambat dengan arah yang berlawanan
dengan arah angin, dan nilai tengahnya (c2 v2)1/2 adalah pada arah yang

Page 4

tegak lurus dengan angin eter. Jika Matahari diasumsikan diam di dalam
eter,maka kelajuan angin eter akan sama dengan kelajuan orbit Bumi
mengelilingi Matahari, yang besarnya kira-kira 3 x 10 4 m/s. Oleh karena c
= 3 x 108 m/s, sangatlah penting untuk menentukan perubahan kelajuan
sebesar 1 per 104 untuk pengukuran di dalam arah yang searah atau
berlawanan arah angin. Meskipun suatu perubahan itu dapat diukur secara
eksperimen, selrh percobaan untuk menetukan perubahan dan membuat
keadaan angin eter (keberadaan kerangka mutlak) terbukti merupakan
usaha yang sia-sia.
Prinsip relativitas Galileo hanya mengacu pada hukum-hukum
mekanika. Jika diasumsikan bahwa hukum listrik dan magnitisme sama di
dalam kerangka inersia, maka paradoks mengenai kelajuan chaya akan
otomatis muncul. Kita dapat menyadari pada persamaan-persamaan
Maxwell bhwa kelajuan cahaya selalu tetap yaitu c = 3 x 10 8 m/s pada
semua kerangka inersia, suatu hasil yang jelas-jelas kontradiktif dengan
transformasi kecepatan Galileo. Menurut relativitas Galileo, kelajuan
cahaya seharusnya tidak sama di dalam semua kerangka inersia.

B. PERCOBAAN MICHELSON-MORLEY

Gejala gelombang secara umum dapat didefenisikan sebagai


rambatan gangguan periodik melalui zat perantara. Perambatan gelombang
ini berlangsung, bergantung pada gaya-gaya yang bekerja antarpartikel zat
perantaranya. Oleh karena itu, tidak mengherankan mengapa setelah segera
setelah Maxwell memperlihatkan bahwa kehadiran gelombang
elektromagnet diramalkan berdasarkan persamaan-persamaan elektromagnet
klasik, para fisikawan segera melakukan berbagai upaya untuk mempelajari
sifat zat perantara yang berperan bagi perambatan gelombang elektromagnet
ini. Zat perantara ini disebut eter, namun karena zat ini belum pernah
teramati dalam percobaan, maka dipostulatkan bahwa ia tidak bermassa dan
tidak tampak, tetapi mengisi seluruh ruang, dan fungsi satu-satunya untuk
merambatkan gelombang elektromagnet.
Konsep eter ini sangat menarik karena; pertama, sulit untuk
membayangkan bagaimana sebuah gelombang dapat merambat tanpa
memerlukan zat perantara bayangkan gelombang tanap air; kedua,
pengertian dasar eter ini berkaitan erat dengan gagasan Newton tentang
ruang mutlak eter dikaitkan sistem koordinat semesta agung. Dengan
demikian, keuntungan sampingan yang akan diperoleh dari penyelidikan
terhadap eter ini adalah bahwa dengan mengamati gerak bumi mengarungi
eter, akan terungkap pula gerak bumi relatif terhadap ruang mutlak.

Page 4

Percobaan awal yang paling saksama untuk mendapatkan bukti


kehadiran eter dilakukan pada tahun 1887 oleh fisikawan Amerika, Albert
A. Michelson dan rekannya E.W. Morley. Mereka menggunakan
interferometer Michelson.

Dalam percobaan ini, seberkas cahaya monokromatik dipisahkan menjadi


dua berkas yang dibuat melewati dua lintasan berbeda dan kemudian
diperpadukan kembali. Karena adanya perbedaan panjang lintasan yang ditempuh
kedua berkas, maka akan dihasilkan suatu pola interferensi.
Anggaplah interferometer pada gambar bergerak dari kanan ke kiri dengan
kecepatan v relatif terhadap eter. Kemudian relatif terhadap interferometer ada
angin eter dengan kecepatan ini dari kiri ke kanan. Kita mula-mula menghitung
waktu t1 untuk cahaya, yaitu waktu yang dibutuhkan cahaya untuk menempuh
jarak dari pengamat ke cermin A dan kembali ke pengamat, dan waktu t 2 adalah
waktu untuk menempuh jarak dari pengamat ke cermin B dan kembali, dan
dianggap bahwa kecepatan cahaya relatif terhadap bumi (dan di sini terhadap
interferometer). Dalam alat Michelson-Morey kedua cermin A dan B adalah tetap
dalam posisi. Panjang L1 dan L2 adalah sama, maka:
L1 = L2 = L.
Jika c adalah kecepatan cahaya yang relatif terhadap eter maka kecepatan
sinar 1 relatif terhadap interferometer, bila sinar ini bergerak dari pengamat ke
cermin A adalah (c + v) dan waktu yang dibutuhkan adalah L/ (c + v). Sinar yang
dipantulkan dari A merambat berlawanan arah dengan angin eter, kecepatannya
relatif terhadap interferometer adalah (c - v), dan waktu yang dibutuhkan untuk
menempuh jarak L adalah L/(c - v). Jumlah waktu untuk perjalanan keliling
adalah:

Page 4

t1 =

L
L
2 cL 2 L
v2
+
= 2 2=
1 2
c+ v cv c v
c
c

( )

Lintasan sinar 2, relatif terhadap interferometer, tegak lurus pada angin


eter. Dalam perjalanan dari pengamat ke B, sinar itu harus bergerak lambat
menentang arus, dengan kecepatan relatif terhadap eter. Resultan kecepatan ini
dan kecepatan v adalah tegak lurus pada angin eter dan besarnya adalah
c 2v 2 . Kecepatan ketika kembali adalah juga c 2v 2 dan waktu t2 untuk
perjalanan keliling adalah:
2 1/ 2

t2 =

( )

2L
2L
v
=
1 2
2
2
c
c v c

Perbedaan waktu perjalanan untuk sinar 1 dan 2 adalah


x

perbedaan lintasannya

adalah c

v2
2
c

v2
2
c

, dan

, sehingga:

[( ) ( ) ]

x =2 L 1

t 1 t 2= t

1/ 2

Sekarang umpamakan interferometer berputar 900 dari posisinya, atau


sebesar sudut sedemikian rupa sehingga angin eter pada diagram adalah vertikal.
(Alat Michelson dipasang pada dasar yang berat supaya stabil, dan terapung i atas
air raksa sehingga dapat bergerak dengan mudah). Maka sinar 1 dan 2 bertukar
x '
peranan dan beda lintasan
adalah:

[( ) ( ) ]
2 1 /2

x =

v
2 L 1 2
c

2 1

v
1 2
c

Sebagai akibat dari perputaran, beda lintasan berubah sebesar

x x'

Perubahan satu panjang gelombang menyebabkan perubahan satu rumbai


memotong garis referensi bila dilihat dengan teleskop, sehingga perubahan rumbai
m
yang diharapkan
adalah:
m=

[( ) ( ) ]

x x ' 2 L
v2
=
2 1 2

2 1

v2
c2

1/ 2

Page 4

Jika v kecil dibandingkan dengan c, maka perbandingan v2/c2 sangat kecil


dan aproksimasi yag baik adalah:
v2
1 2
c

( )

v2
=1+ 2 ,
c

v2
1 2
c

1 /2

( )

v2
=1+ 2 .
2c

Kemudian aproksimasi ini menjadi:


m=

2 L v2
c2 .

Umpama kecepatan v adalah kecepatan orbit bumi mengelilingi matahari


kira-kira 3 x 104 m/dt. Maka:
v2
=108 .
2
2c
Dengan memantulkan sinar 1 dan 2 bolak-balik beberapa kali, panjang L
menjadi ekivalan dengan 11 m. Perubahan rumbai yang diharapkan untuk panjang
gelombang cahaya hijau = 5,5 x 10-7 adalah:
m=

2 11 m
108=0.4
7
,
5.5 10

atau sebanyak empat sepersepuluh rumbai. Perubahan yang diiliki Michelson dan
Morley lebih kecil dari seperseratus rumbai, dan mereka berkesimpulan bahwa
pada kenyataannya, pada batas-batas penyelidikan yang tidak pasti ini, perubahan
adalah nol, dengan mengabaikan kecepatan orbit bumi yang nampakanya relatif
diam terhadap eter. Hasil ini merupakan teka-teki, dan masa kini penyelidikan
Michelson-Morey ini sangat berarti sebagai hasil negatif yang pernah didapat.
Berbagai upaya dilakukan untuk menjelaskan hasil negatif dari eksperimen
Michelson-Morey, dan untuk menyelamatkan konsep kerangka eter dan
transformasi kecepatan Galileo untuk cahaya. Seluruh proposal yang dihasilkan
dari upaya-upaya ini telah dibuktikan salah. Tidak ada eksperimen dalam sejarah
fisika yang pernah sebegitu beraninya menjelaskan suatu ketiadaan hasil
penelitian yang diperkirakan seperti eksperimen Michelson-Morey. Einsteinlah
yang memecahkan persoalan tersebut pada tahun 1905 dengan teori relativitas
khusus yang digagasnya.

C. PRINSIP RELATIVITAS EINSTEIN

Page 4

Kita telah memastikan bahwa kelajuan eter terhadap bumi tidak


mungkin diukur, dan bahwa persamaan transformasi kecepatan Galileo gagal
menjelaskan kasus yang melibatkan cahaya. Einstein mengajukan sebuah
teori yang benar-benar menghilangkan kesulitan-kesulitan tersebut dan pada
waktu yang bersamaan, sepenuhnya mengubah anggapan kita mengenai ruang
dan waktu. Ia mendasarkan teori khususnya mengenai relativitas pada dua
postulat:
1. Prinsip relativitas: Hukum-hukum fisika harus sama di dalam semua
kerangka acuan inersia.
2. Kelajuan cahaya selalu konstan: Kelajuan cahaya di dalam ruang hampa
udara memiliki nilai yang tetap, c = 3 x 10 8 m/s, di dalam semua
kerangka inersia, tanpa memperhatikan kelajuan pengamat maupun
kelajuan sumber yang memancarkan cahaya
Postulat pertama menegaskan bahwa semua hukum fisika yang
berhubungan dengan mekanika, listrik serta magnet, optika, termodinamika,
dan lain-lain adalah sama di dalam semua kerangka acuan yang bergerak
dengan kelajuan konstan relatif terhadap satu sama lain. Postulat ini
merupakan generalisasi menyeluruh dari prinsip relativitas Galileo, yan
ghanya mengacu pada hukum-hukum mekanika. Dari sudut pandang
eksperimental, prinsip relativitas Einstein memiliki pengertian bahwa
berbagai jenis eksperimen (pengukuran kelajuan cahaya, sebagai contoh)
yang dilakukan di dalam laboratorium ang dia harus memberika hasil yang
sama ketika dilakukan dalam laboratorium bergerak denga kelajuan konstan
relatif terhadap yang diam. Oleh karena itu, tidak ada kerangka acuan inersia
yang diutamakan, dan tidak mungkin bagi kita untuk mendeteksi suatu
gerakan mutlak.
Perlu diperhatikan bahwa postulat 2 disyaratkan oleh postulat 1: jika
kelajuan cahaya tidak sama di dalam semua kerangka inersia, maka
pengukuran kelajuan-kelajuan yang berbeda akan membuat kita membedakan
berbagai kerangka inersia; ebagai akibatnya, kita dapat mengindetifikasikan
suatu kerangka mutlak yang diutamakan. Hal ini bertentangan dengan
postulat 1.
Meskipun demikan eksperimen yang dilakukan Michelson-Morley
dilakukan sebelum Einstein menerbitkan karyanya mengenai relativitas,
tidaklah jelas apakah Einstein mengetahui perincian eksperimen tersebut atau
tidak. Meskipun demikian, hasil negatif dari eksperimen tersebut dapat
dipahami melalui teori Einstein. Menurut prinsip relativitas, dasar- dasar
asumsi eksperimen Michelson-Morley tidakla benar. Saat mencoba
menjelaskan hasil-hasil yang diperkirakan, kita menetapkan bahwa ketika
cahaya merambat melawan angin eter, kelajuannya adalah c v, sesuai
dengan persamaan transformasi kecepatan Galileo. Akan tetapi, jika keadaan
gerak dari pengamat tidak berpengaruh pada nila yang ditemukan untuk
kelajuan cahaya, maka kita akan selalu mengukur bahwa nilainya adalah c.

Page 4

Demikian juga, cahaya mengalami perambatan balik setelah terjadi


pemantulan dari cermin dengan kelajuan c, bukan c + v. Dengan demikian,
gerakan bumi tidak memengaruhi pola rumbai yang diamati dalam
eksperimen Michelson-Morley, dan hasil negatif tersebut seharusnya adalah
hasil yang diperkirakan.
Jika kita menerima teori relatvitas Einstein, maka kita harus
menyimpulkan bahwa gerak relatif menjadi tidak penting saat kita mengukur
kelajuan cahaya. Pada saat yang sama, kita akan memahami bahwa kita harus
mengubah anggapan umum mengenai ruang dan waktu serta harus siap
menerima konsekuensi yang mengejutkan.

1. Konsekuensi Teori Relativitas Khusus


Pada saat kita menelah beberapa akibat dari relativtas ini, kita
membatasi pembahasan kita pada konsep keserentaka, selang waktu, dan
panjang. Ketiganya berbeda dalam mekanika relativistik dengan mekanika
Newton. Sebagai contoh, dalam mekanika relativistik, jarak antara dua
titik dan selang waktu antara dua kejadian bergantung pada kerangka
acuan di mana keduanya diukur. Hal ini berarti, dalam mekanika
relativistik, tidak ada yang disebut dengan panjang mutlak atau selang
waktu mutlak. Terleih juga, kejadian-kejadian di tempat berbeda, yang
diamati terjadi pada saat bersamaan dalam satu kerangka, belum tentu
akan diamati terjadi serentak dalam kerangka lain yang begerak secara
beraturan relatif terhadap kerangka yang pertama.

a. Keserantakan dan relativitas waktu


Einstein merencanakan ekperimen pemikiran berikut ini untuk
mengilustrasikan gagasan relativitas. Sebuah gerbong mengangkut
barang bergerak dengan kelajuan seragam, dua kilatan petir
menyambar ujung-ujungnya, kemudian meninggalkan bekas tanda
pada gerbong barang dan di atas tanah. Bekas tanda di gerbong
ditandai dengan A dan B sedankan di atas tanah ditandai dengan A
dan B. Seorang pengamat O di atas gerbong berada di tengah-tengah
antara A dan B, dan seorang pengamat O berada di atas tanah di
antara A dan B. Kejadian-kejadian yang direkam oleh pengamat adalah
sambaran dua kilatan petir pada gerbong barang.
Sinar-sinar chaya dipancarkan dari arah A dan B pada saat
sambaran petir mencapai pengamat O pada waktu yang sama.
Pengamat ini menyadari bahwa sinyal-sinyal tersebut berkelajuan

Page 4

sama serta menempuh jarak sama, dan dengan yakin menyimpulkan


bahwa kejadian A dan B terjadi secara bersamaan. Sekarang perhatikan
kejadian yang sama, seperti yang ditinjau oleh pengamat O. Setelah
sinyal mencapai pengamat O, pengamat O telah bergerak. Dengan
demikian, sinyal O melihat sinyal dari B sebelum meliat sinyal dari
A. Menurut Einstein, dua pengamat pasti mendapati bahwa cahaya
merambat pada kelajuan yang sama. Oleh karena itu, pengamat O
menyimpulkan bahwa kilatnya menyambar bagian depan gerbong
seelum menyambar bagian belakangnya.
Eksperimen pemikiran ini dengan jelas mendemonstrasikan
bahwa dua kejadian yang terlihat serentak bagi pengamat O tampak
tidak serentak bagi pengmat O. Dengan kata lain, dua kejadian yang
terjadi secara serentak di dalam satu kerangka acuan, secara umum
tidak serentak di dalam kerangka kedua yang begerak relatif terhadap
kerangka pertama. Artinya, keserentakan bukanlah konsep mutlak,
melainkan bergantung pada keadaan gerak pengamatnya.
Eksperimen pemikiran ini Einstein ini menunjukkan bahwa
kedua pengamat tidak sepakat mengenai keserentakan dari kedua
kejadian tersebut. Ketidakpastian ini, bagaimanapun juga, bergantung
pada waktu transit cahaya terhadap para pengamat, dan oleh karena itu,
tidak mendemonstrasikan pemahaman yang lebih mendalam menganai
relativitas. Pada kenyataanya, seluruh efek-efek relativistik yang akan
kita bahas dari sekarang akan mengasumsikan bahwa kita
mengabaikan perbedaan yang disebabkan oleh waktu transit dari
cahaya terhadap pengamat.

b. Pengembungan waktu
Kita dapat mengilustrasikan bahwa pengamat-pengamat di
dalam keragka inersia yang berbeda-beda dapat mengukur selang
waktu yang bebeda antara sepasang kejadian melalui anggapan bahwa
kendaraan bergerak ke kanan dengan kelajuan v. Sebuah cermin
diletakkan di langit-langit kendaraan, seorang pengamat O yang diam
di dalam kerangka berada di dalam kendaraan sambil memegang senter
sejauh d di bawah cermin. Pada suatu saat, senter memancarkan pulsa
cahaya yang arahanya menghadap cermin (kejadian 1), dan pada saat
lainnya setelah dipantulkan dari cermin, pulsa sampai disenter kembali
(kejadian 2). Pengamat O membawa sebuah jam dan
tp
menggunakannya untuk mengukur selang waktu
antara kedua
kejadian ini. (indeks p artinya proper, atau wajar). Oleh karena pulsa
cahaya memiliki kelajuan c, maka selang waktu yang dibutuhkan oleh
pulsa untuk merambat dari O ke cermin dan kembali lagi adalah

Page 4

t p=

jarak yang ditempuh 2 d


=
kelajuan
c

Sekarang perhatikan pasangan kejadian yang sama yang


ditinjau oleh pengamat O di dalam kerangka kedua. Menurut pengamat
ini, cermin dan senter bergerak ke kanan dengan kelajuan v, dan
akibatnya rangkaian kejadiannya tampak benar-benar berbeda. Setelah
cahaya dari senter mencapai cermin, cermin telah bergerak ke kanan
pada jarak v t /2 , di mana t adalah selang waktu yang
dibutuhkan cahaya untuk merambat dari O ke cermin dan kembali lagi
kendaraannya bergerak, jika cahayanya mencapai cermin maka cahaya
tersebut harus meninggalkan senter pada suatu sudut yang dibentuk
terhadap arah vertikal. Dengan membandingkan 2 kejadiannya, kita
lihat bahwa cahayana pasti merambat lebih jauh di kejadian 2 daripada
di 1. Perhatikan bahwa kedua pengamat tidak mengetahui bahwa
dirinya bergerak. Masing-masing berada pada keadaan diam di dalam
kerangka inersianya.
Berdasarkan postulat kedua dari teori relativitas khusus, kedua
pengamat pasti menggunakan c sebagai kelajuan cahaya. Oleh karena
itu cahaya merambat lebih jauh menurut O, ini berarti selang waktu
t yang diukur oleh O lebih panjang daripada selang waktu t p
yang diukur O. Untuk memperoleh hubungan antara kedua selang
waktu ini, maka baik bagi kita untuk menggunakan segitiga siku-siku.
Teorema Pythagoras memberikan
c t 2 v t 2 2
=
+d
2
2

( ) ( )
Kita cari t
t=

2d
=
c 2v 2

2d

c 1

v2
c2

t p=2 d /c

Oleh karena

, kita dapat merumuskan hasil ini sebagai

rumus penggembungan waktu


t=

tp

v
1 2
c

= t p

Page 4

dimana
=

v2
c2

Oleh karena

selalu lebih besar dari 1, hasil ini menyatakan


bahwa selang waktu t yang diukur oleh pengamat yang bergerak
relatif terhadap sebuah jam adalh lebih panjang daripada selang waktu
tp
yang diukur oleh pengamat diam relatif terhadap jam tersebut.
tp

Selang waktu

disebut dengan selang waktu wajar (proper).

Secara umum, selang waktu wajara adalah selang waktu antara dua
kejadian yang diukur oleh seorang pengamat yang melihat kejadiankejadian tersebut terjadi pada titik yang sama di dalam ruang.
c. Paradoks anak kembar
Suatu akibat yang menarik dari penggembungan waktu disebut
paradoks anak kembar. Perhatikan sebuah eksperimen yang melibatkan
sepasang anak kembar bernama Speedo dan Goslo. Ketika mereka
sama-sama berusia 20 tahun, Speedo si petualang merencanakan
perjalanan nekatnya ke Planet X, yang berjarak 20 tahun cahaya dari
Bumi. (perhatikan bahwa 1 tahun cahaya adalah jarak yang ditempuh
cahaya di dalam ruang angkasa selama 1 tahun). Selanjutnya, pesawat
antariksa Speedo mampu mencapai kelajuan 0,95c. Pada saat ia
kembali ke Bumi, Speedo terkejut mendapati bahwa usia Goslo sudah
bertambah 42 tahun dan sekarang sudah berusia 62 tahun. Sementara
itu, usia Speedo hanya bertambah 13 tahun.
Dari kerangka acuan Goslo, dirinya berada di dalam keadaan
diam, sedangkan saudaranya meluncur dengan kelajuan tinggi
menjauhinya kemudian kembali lagi. Menurut Speedo, dirinya tidak
bergerak, sedangkan Goslo dan Bumi pergi menjauhinya kemudian
kembali lagi. Hal ini mengantarkan kita pada sesuatu yang tampaknya
kontradiktif, yang diakibatkan oleh sifat simetri yang sepertinya
berlaku pada pengamatan kita. Siapa yang akan tampak lebih tua?
Situasi dalam permaslahan ini sebenarnya tidak simetris. Untuk
mencari jalan keluar dari sesuatu yang nampaknya paradoks, ingat
bahwa teori relativitas khusus menggambarkan pengamatanpengamatan yang dilakukan di dalam kerangk-kerangka inersia yang
bergerak relatif terhadap satu sama lainnya. Speedo, si petualang
angkasa, pasti mengalami sejumlah percepatan selama perjalanan
karena ia harus membakar mesin roketnya untuk memperlambat dan

Page 4

bergerak kembali ke Bumi. Sebagai akibatnya, kelajuannya tidak


selalu seragam sehingga ia tidak berada dalam satu kerangka saja. Oleh
karena it, sebenarnya tidak terdapat paradoks hanya Goslo, yang
hanya berada pada satu erangka inersia, dapat membuat prediksi yang
tepat berdasarkan relativitas khusus. Selama tahun-tahun yang dilalui
Goslo, bagi Speedo waktu hanya berlalu sekitar 4 bulan.
Hanya Goslo, yang berada dalam kerangka inersia tunggal,
dapat menerapkan rumus penggembungan waktu yang sederhana
untuk perjalanan Speedo. Dengan demikian, Goslo mendapati bahwa
jika usianya bertambah 42 tahun, usia Speedo hanya bertambah (1
v2/c2)-1/2 (42 tahun) = 13 tahun. Jadi, menurut Goslo, Speedo
menghabiskan waktu 6,5 tahun meluncur ke Planet X dan 6,5 tahun
kembali lagi ke Bumi sehingga jumlah waktu peluncuran adalah 13
tahun, sesuai dengan pernyataan kita sebelumnya.

d. Pemendekan panjang

Jarak yang terukur antara dua titik juga bergantung pada


kerangka acuannya. Panjang wajar Lp dari suatu benda adalah panjang
yang diukur oleh seseorang yang diam relatif terhadap bendanya.
Panjang suatu benda yang diukur oleh seseorang dalam kerangka
acuan yang sedang bergerak relatif terhadap bendanya selalu lebih
kecil daripada panjang wajarnya. Efek ini dikenal sebagai pemendekan
panjang.
Kita bayangkan sebuah pesawat sedang meluncur dengan
kelajua v dari satu bintang ke bintang lainnya. Ada dua pengamat: satu
berada di Bumi dan yang lain berada di dalam pesawat. Pengamat yang
diam di Bumi (dan diasumsikan relatif diam terhadap kedua bintang)
mengukur jarak antara kedua bintang sebagai panjang wajar L p.
Menurut pengamat tersebut, selang waktu yang dibutuhkan pesawat
t=L p / v
untuk me;akukan perjalanannya adalah
. Jalur lintasan
antara kedua bintang yang dilalui pesawat tersebut terjadi pada posisi
yang sama untuk penjelajah ruang angkasa. Dengan demikian,
tp
penjelajah ruang ngkasa mengukur selang waktu wajar
. Oleh
karena penggembungan wakt, selang waktu wajar dihubungkan dengan
t p=t /
selang waktu terukur di Bumi, yaitu
. Oleh karena

Page 4

penjelajah ruang angkasa mencapai bintang kedua dengan waktu


tp
, ia menyimpulkan bahwa jarak L antara kedua bintang adalah
L=v t p=v

Oleh karena panjang wajar adalah


L=

L p=v t

, maka kita peroleh

Lp
v2
=L p 1 2

Dimana

v2
c2

adalah faktor yang lebih kecil daripada satu.

Apabila suatu objek memiliki panjag wajar Lp ketika diukur oleh


seorang pengamat yang diam relatif terhadap objek tersebut, maka
ketika objek tesebut bergerak dengan kelajuan v sejajar panjangnya,
maka panjangnya yang terukur akan lebih pendek, sesuai dengan rumus
v2 L
L=L p 1 2 = p .

e. Efek doppler relativistik


Akibat penting dari penggembungan waktu adalah pergeseran
frekuensi untuk cahaya yang dipancarkan oleh atom-atom yang
bergerak, dibandingkan dengan cahaya yang dipancarkan oleh atomatom yang bergerak, dibandingkan dengan cahaya yang atom-atomnya
diam. Pada kasus bunyi, gerakan dari sumber relatif terhadap medium
perambatan dapat dibedakan dari gerakan pengamat relatif terhadap
mediumnya. Gelombang cahaya haruslah dianlisis secara berbeda
karena gelombang cahaya tidak memerlukan medium untuk merambat
dan karena tidak ada metode untuk membedakan gerakan sumber
cahaya dari gerakan pengamat.
Jika sumber cahaya dan pengamat saling mendekati dengan
kelajuan relatif v, frekuensi fp yang diukur pengamat adalah

Page 4

1+ v /c
f p=
f
1v /c s
dimana fs adlah frekuensi sumber yang diukur pada kerangka diamnya.
Perhatikan bahwa persamaan pergeseran Doppler relativistik, tidak
seperti persamaan pergeseran Doppler untuk bunyi, hanya bergantung
pada kelajuan relativ v dari sumber dan pengamat serta berlaku untuk
kelajuan relatif hingga sebesar c. Seperti ang telah diperkirakan,
prediksi persamaanya fp > fs ketika sumber dan pengamat saling
mendekat.

D. TRANSFORMASI LORENTZ

Telah kita lihat bahwa transformasi Galileo mengenai koordinat,


waktu, dan kecepatan tidak taat asas dengan kedua postulat Einstein.
Meskipun transformasi Galileo sesuai dengan akal sehat kita, ia tidaklah
memberi hasil yang sesuai dengan berbagai percobaan pada laju tinggi,
seperti yang akan kita ilustrasikan. Oleh karena itu, kita memerlukan
seperangkat persamaan transformasi baru yang dapat meramalkan berbagai
efek relativistik seperti penyusutan panjang, pemuluran waktu, dan efek
dopler relativistik. Juga bahwa kita mengetahui transformasi Galileo berlaku
baik pada laju rendah, transformasi baru ini haruslah memberikan hasil yang
sama seperti transformasi Galileo apabila laju relatif antara O dan O adalah
rendah.
Transformasi yang memenuhi persyaratan ini dikenal sebagai
Transformasi Lorentz dan, seperti halnya transformasi Galileo, ia mengaitkan
koordinat dari suatu peristiwa (x, y, z, t) sebagaimana diamati oleh kerangka
acuan O dengan koordinat peristiwa yang sama (x, y, z, t) yang diamati
dari kerangka acuan O yang sedang bergerak dengan kecepatan u terhadap O.
Seperti di depan, kita menganggap bahwa gerak relatifnya adalah sepanjang
arah x atau x, positif (bergerak menjauhi O).
Bentuk persamaan transformasi Lorentz ini adalah sebagai berikut:
x'=

xut
1u 2 /c2

y'= y
'

z =z

Page 4

u2
)x
c2
'
t=
1u2 /c 2
t (

(Jika O bergerak menuju O, gantikan u dengan u). Untuk


menerapkan transformasi Lorentz ini, perlu diperhatikan catatan berikut: bila
O mencatat suatu peristiwa yang diamatinya memiliki koordinat (x, y, z, t),
maka O, yang sedang bergerak dengan laju u terhadap O, mencatat peristiwa
yang sama itu memiliki koordinat (x, y, z, t). Sistem persamaan di atas
dengan demikian memperkenankan kita untuk membandingkan kedua
penggambaran yang bersangkutan. Mengenai hubungan antara O dan
peristiwanya, kita tidak membuat anggapan-anggapan khusus apa pun
sebagai contoh, objek yang koordinat sesaatnya diberikan oleh peristiwa (x, y,
z, t) tidaklah perlu berada dalam keadaan diam relatif terhadap O.

Page 4

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dua dalil dasar dari teori relativitas khusus adalah:
Hukum fisika arus sama dalam semua kerangka acan inersia.
Kelajuan cahaya di ruang hampa udara bernilai sama, c = 3 x 10 8
m/s, dalam seluruh kerangka inersia, terlepas dari besar kelajuan
pengamat atau kelajuan sumber yang memancarkan cahaya
tersebut.
Tiga konsekuensi teori relativitas khusus adalah:

Kejadian yang diukur serentak oleh seorang pengamat tidak harus


diukur serentak oleh pengamat lainnya yang bergerak relativ
terhadap pengamat pertama.
Jam yang bergerak relativ terhadap pengamat diukur berdetak lebih
1
=
v2
lambat dengan faktor perlambatan
1 2 . Fenomena ini
c

disebut pengembungan waktu.


Panjang benda yang bergerak diukur memendek pada arah
geraknya dengan faktor pemendekan

1/ = 1

v2
2
c . Fenomena

ini disebut pemendekan panjang.


Untuk memenuhi dalil-dalil relativitas khusus, persamaan transformasi
Galileo harus digantikan oleh persamaan trnsformasi Lorentz:
x'=

xut
1u 2 /c2

'

y =y

Page 4

z ' =z
u2
)x
c2
'
t=
1u2 /c 2
t (

SOAL-SOAL DAN JAWABANNYA

1. Dua buah mobil melaju dengan laju tetap disepanjang jalan lurus dalam
arah yang sama. Mobil A bergerak dengan laju 60 km/jam, sedangkan
mobil B 40 km/jam. Masing-masing laju ini diukur relatif terhadap
seorang pengamat di tanah. Berapakah laju mobil A terhadap mobil B?
Pemecahan:
Misalkan O adalah pengamat di tanah yang mengamati mobil Abergerak
dengan laju v = 60 km/jam. Anggaplah O bergerak dengan mobil B
dengan laju u = 40 km/jam. Maka:
v = v u = 60 40 = 20 km/jam

2. Gunakanlah

transformasi Lorentz untuk


2
2
penyusutan panjang, L=L 1u /c .

menurunkan

pernyataan

Penyelesaian:
Pengukuran sebuah objek memerlukan dua pengamatan koordinat kedua
ujung objek tersebut. Misalka objek itu kita anggap diam dalam sistem
koordinat S, dan menurut pengukuran O (dalam sistemS), koordinat kedua
ujung objek itu adalah x1 = 0 dan x2 = L. (karena objek itu diam terhadap
O, maka kedua pengamatan ini tidak perlu dilakukan secara serempak x 1
dan x2 tidak akan berubah terhadap waktu). Menurut pengukuran O,
masing-masing ujung objek itu memiliki koordinat x 1 (pada t1) dan x2
(pada t2), jadi L = x2 x1. Agar O dapat mengukur panjang objek
secara benar, maka x1 dan x2 haruslah diukur secara serempak, karena
objek itu bergerak relatif terhadap O; yakni, t 2 = t1. Jadi, dengan

Page 4

menggunakan persamaan pada penjelasaan di atas, diperoleh tabel nilainilai berikut:

Peristiwa 1

Pengamat O Pengamat O
x1 = 0
x 1' =( x 1ut 1 )/ 1u2 /c 2
pada t1
u2
'
t 1 = t 1( 2 ) x 1 / 1u2 /c 2
c

Peristiwa 2

x2 = L
pada t2

x 2' =( x 2ut 2)/ 1u2 /c 2


'

t 2 = t 2(

L' =x ' 2x '1=

u
L' =

]
]

u
2
2
) x 2 / 1u / c
2
c

( x 2ut 2 )(x1 ut 1 )

1u2 / c 2

t
( 2t 1 )

1u2 /c 2

1u 2 /c 2

di sini kita telah mempergunakan x2 x1 = L. Juga, dari persamaan bagi


t2.

[ ( )][
t 2

'

t ' 2t 1=0=
0=

1u

1u 2 /c2

(t 2t 1 )
2

u2
u2
x

t
(
) x1
2
1
c2
c2

/c

u
L
2
c 1u 2 /c2

Penyisipan (t2 t1) dari pernyataan ini ke dalam persamaan bagi L di atas,
dan penggabungan suku-sukunya memberikan
L' =L 1u 2 /c2

Page 4

3. Sebuah truk pengangkut bergerak dengan kelajuan konstan. Jika


penumpang di dalam truk melempar bola lurus ke atas dan jika pengaruh
udara diabaikan, maka pengamat tersebut melihat bolanya bergerak
vertikal ke atas. Sedangkan pengamat di atas tanah melihat bola itu
bergerak parabola. Pengamat yang mana yang melihat lintasan bola yang
benar?
Penyelesaian:
Keduanya sama-sama benar karena pengukuran kedua pengamat tersebut
berbeda.

4. Seorang pengawas antarplanet mencatat laporan berikut lewat komunikasi


elktronik dari sebuah pesawat antariksa yang sedang melewatinya: Ketika
sebuah pesawat lain mendekat, saya kendalikan pesawat saya sedemikian
rupa sehingga tepat sejajar disisinya. Kemudian, tepat pada penunjukan
waktu tertentu, saya melihat bahwa kedua jung pesawat kami tepat segaris,
seperti yang saya perlihatkan dalam gambar sketsa ini. Pada saat itu saya
menembakkan dua berkas sinar laser dari bagian haluan dan buritan
pesawat saya, yang saya arahkan pada haluan dan buritan pesawat yang
sedang melewati saya itu. Seperti anda ketahui, penembakan bekas sinar
laser terjadi secara serempak menyilangi haluan dan buritan pesawat
merupakan tanda ucapan perdamaian dan perssahabatan yang telah
disepakati bersama. Tetapi, pesawat tersebut teernyata tidak memberi
tanggapan yang bersahabat, malahan balik menembaki pesawat saya
sehingga pesawat saya rusak berat. Analisalah peristiwa ini dari sudut
pandang pesawat kedua.
:
Penyelesaian:
Perlu diingat bahwa dari kerangka acuan pesawat A, panjang pesawat A
adalah panjang sejatinya dan semua objek ang bergerak relatif
terhadapnya, panjangnya memendek. Jadi, meskipun kedua pesawat itu
tampak sama panjang dari sudut pndang A, ini semata-mata menurut
kerangka acuan milik A panjang sejati pesawat A tampak sama panjang
dengan panjang tersusutkan dari pesawat B. Oleh karena itu, jelas bahwa
panjang sejati pesawat B haruslah lebih besar daripada panjang sejati
pesawat A). Tentu saja, dari kerangka acuan B, kebalikannya juga berlaku
panjang pesawat B adalah panjang sejatinya sedangkan panjang pesawat
B akan memberikan laporan sebagai berikut: Ketika sebuah pesawat lain
berpapasan dengan pesawat saya, ia menembakkan sinar laser menyilangi
haluan pesawat saya. Beberapa saat kemudian, ia menembakkan lagi
seberkas sinar laser menyilagi buritan pesawat saya. Karena pesawat yang
lewat itu tampak lebih pendek daripada pesawat saya, haluan dan buritan
kami tidak mungkin segaris secara serempak, jadi kedua berkas sinar laser

Page 4

itu seharusnya tidak boleh ia tembakkan secara srempak sebagai tanda


ucapan selamat. Karena itu, saya balik menembakinya.
5. Misalkan astronot dibayar berdasarkan lamanya waktu yang mereka
habiskan pada saat melakukan perjalanan luar angkasa. Setelah melakukan
perjalanan panjang dengan kelajuan mendekati kecepatan cahaya, apakah
seorang awak akan memilih untuk dibayar berdasarkan (a) jam di bumi (b)
jam di pesawat antaariksa (c) yang manapun sama saja.
Penyelesaian:
Jika waktu tugas mereka didasarkan pada jam di Bumi, mereka akan
menerima upah yang lebih besar. Selang waktunya lebih kecil bagi
astronot daripada di Bumi.

DAFTAR PUSTAKA

Beiser, Arthur. 1981. Konsep Fisika Modern. Jakarta: Erlangga.


Jewett, Serway. 2004. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jakarta: Salemba Teknika.
Krane, K.S. 1983. Modern Physics. New York: Jonh Willey and Sons.
Zemansky, Sears. 1981. Fisika untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.

Page 4

Anda mungkin juga menyukai