Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH FISIKA MODERN

TEORI RELATIVITAS KHUSUS

Relativitas Klasik dan Postulat Einstein tentang TRK

Kelompok 6 :
ANGGOTA : 1. ARDILA SAFITRI ( 14033074)

2. HERI YANTO ( 14033031)

3. SEPNA GITNITA (14033060 )

4. YOSI FEBRIANI ( 14033024)

5. YULIA HERLINA PUTRI (14033043)

PRODI : PENDIDIKAN FISIKA A

DOSEN PEMBIMBING : Dr. Hj. DJUSMAINI DJAMAS, M.Si

SILVI YULIA SARI, S.Pd, M.Pd

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik, serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan baik.
Salawat dan salam untuk Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari
kejahiliyahan kepada peradapan yang berilmu pengetahuan dan berakhlak mulia.
Makalah ini berisi materi-materi yang berkaitan dengan teori relativitas khusus yakni
transformasi Galileo, kerangka acuan mutlak, prinsip relativitas khusus Einstein dan
transformasi Lorentz. Makalah ini ditulis dalam rangka memenuhi tugas perkuliahan Fisika
Modern Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, baik itu
dalam penyajian maupun penggunaan referensi sehingga diharapkan kritik dan saran dari Ibu
Dr. Hj Djusmaini Djamas, M.Si dan Ibu Silvi Yulia Sari,S.Pd M,Pd selaku dosen mata kuliah
Fisika Modern demi perbaikan dan kesempurnaan pemahaman yang kami dapatkan dalam
pembuatan tugas-tugas lainnya. Demikian makalah ini disusun semoga bermanfaat bagi
semua pihak.

Padang, Februari 2016

Hormat kami,

(Kelompok 6)

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………………………2

Daftar Isi………………………………………………………………………………….3

BAB I. PENDAHULUAN ...............................................................................................4

1.1 Latar belakang........................................................................................................4


1.2 Rumusan masalah...................................................................................................4
1.3 Tujuan penulisan.....................................................................................................5

BAB II. KAJIAN TEORI ................................................................................................6

2.1 Transformasi Galileo..............................................................................................6


2.2 Kerangka acuan mutlak........................................................................................11
2.3 Prinsip relativitas khusus Einstein........................................................................22
2.4 Transformasi Lorentz…………………………………………………………...25

BAB III. PENUTUP.......................................................................................................29

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………..29

3.2 Saran……………………………………………………………………………29

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................30

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Teori Relativitas Einstein adalah teori yang sangat terkenal, tetapi sangat sedikit
yangkita pahami. Utamanya, teori relativitas ini merujuk pada dua elemen berbeda yang
bersatuke dalam sebuah teori yang sama: relativitas umum dan relativitas khusus. Kedua teori
ini diciptakan untuk menjelaskan bahwa gelombang elektrimagnetik tidak sesuai dengan
gerak Newton.

Gelombang elektromagnetik dibuktikan bergerak pada kecepatan yang konstan, tanpa


dipengaruhi gerakan sang pengamat. Inti pemikiran dari kedua teori ini adalah bahwa dua
pengamat yang bergerak relatif terhadap masing-masing akan mendapatkan waktu dan
interval ruang yang berbeda untuk kejadian yang sama, namun isi hukum fisika akan terlihat
oleh keduanya. Teori relativitaskhusus telah diperkenalkan dulu, dan kemudian berdasar atas
kasus-kasus yang lebih luasdiperkenalkan teori relativitas umum.

Cahaya dan gelombang elektromagnetik yang terlepas dari reaksi fusi dan fisi
bisa bergerak leluasa dalam media plasma, sehingga akhirnya tercerai-berai ke segala
penjuru,yang salah satunya sampai ke bumi. Oleh pengamat di bumi, panjang gelombang
cahayatampak ditangkap retina mata, sehingga tampaklah benda langit itu bersinar.

Namun dalam hal ini penting pula mengetahui bagaimana hubungan antara
teorirelativitas enstein dengan menghitung jarak benda langit terhadap titik acuan yaitu pusat
tatasurya kita yaitu matahari. Menghitung jarak benda langit khususnya planet dan satelit lain
terhadap suatu titik acuan dapat pula dilakukan dengan menerapkan rumus relativitasenstein.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep relativitas klasik?


2. Bagaimana transformasi Galileo tentang teori Relativitas Khusus ?
3. Bagaimana postulat Einstein tentang Teori Relativias Khusus?
4. Bagaimana prinsip relativitas khusus Einstein ?
4
1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui tentang konsep relativitas klasik.


2. Mengetahui transformasi Galileo tentang teori relativitas khusus.
3. Mengetahui postulat Einstein tentang Teori Relativitas Khusus.
4. Mengetahui prinsip relativitas khusus Einstein

5
BAB II

KAJIAN TEORI

A. RELATIVITAS KLASIK
2.1 TRANSFORMASI GALILEO

Relativitas klasik (yang diperkenalkan pertama kali oleh Galileo Galilei dan
didefinisikan ulang oleh Sir Isaac Newton) mencakup transformasi sederhana diantara benda
yang bergerak dan seorang pengamat pada kerangka acuan lain yang diam (inersia). Jika
kamu berjalan di dalam sebuah kereta yang bergerak, dan seseorang yang diam diatas tanah
(di luar kereta) memperhatikanmu, kecepatanmu relatif terhadap pengamat adalah total dari
kecepatanmu bergerak relatif terhadap kereta dengan kecepatan kereta relatif terhadap
pengamat. Jika kamu berada dalam kerangka acuan diam, dan kereta (dan seseorang yang
duduk dalam kereta) berada dalam kerangka acuan lain, maka pengamat adalah orang yang
duduk dalam kereta tersebut.

Pandangan paham Newton tentang alam memberi suatu kerangka nalar dasar yang
membantu kita memahami sejumlah besar gejala alam. Pandangan tentanng alam ini, yang
sebenarnya berasal dari Galileo, mengatakan bahwa ruang dan waktu adalah mutlak. Juga
dikemukakan bahwa setiap percobaan yang dilakukan dalam kerangka acuan (pengamatan)
kita barulah bermakna fisika apabila dapat dikaitkan dengan percobaan serupa yang
dilakukan dalam kerangka acuan mutlak, yaitu sistem koordinat kartesius semesta yang
padanya tercantelkan jam-jam mutlak. Sebagai contoh, pernyataan yang lazim dikenal
sebagai asas kelembaman (inersia) Galileo, mengatakan bahwa sebuah benda yang diam
cenderung diam kecuali jika padanya dikenakan gaya luar.

Jika anda mencoba menguji asas ini dalam sebuah kerangka acuan yang mengalami
percepatan, seperti sebuah mobil yang berhenti secara mendadak, atau sebuah komidi putar
yang sangat cepat perputarannya, akan anda dapati bahwa asas ini tidak berlaku (dilanggar).
Jadi, hukum-hukum Newton (termasuk asas kelembaman) tidak berlaku dalam kerangka

6
acuan yang mengalami percepatan, kecuali dalam kerangka acuan yang bergerak dengan
kecepatan tetap. Kerangka acuan (yang bergerak dengan kecepatan tetap) ini, disebut
kerangka lembam (inersial).

Peristiwa-peristiwa yang diamati dari berbagai kerangka lembam dapat tampak


berbeda bagi masing-masing pengamat dalam tiap kerangka itu. Tetapi, mereka semua akan
sependapat bahwa hukum-hukum Newton, kekekalan energi, dan seterusnya, tetap berlaku
dalam kerangka acuan mereka. Pembandingan pengamatan-pengamatan yang dilakukan
dalam berbagai kerangka lembam,memerlukan transformasi Galileo, yang mengatakan
bahwa kecepatan (relative terhadap tiap kerangka lembam) mematuhi aturan jumlah yang
paling sederhana.

Transformasi Galileo. Relativitas berhubungan dengan dua kerangka acuan yang


saling bergerak dengan kecepatan konstan. Perhatikan gambar

Pada sudut pandang klasik atau Galileo, jika terdapat dua kerangka acuan yang saling
bergerak dengan kecepatan konstan misalkan S dan S′ yang masing-masing dicirikan dengan
sumbu koordinat yang ditunjukkan Gambar di bawah.

7
Ket.Gambar: Kerangka acuan S bergerak ke kanan dengan kecepatan v relatif terhadap
kerangka S. Sumbu x dan x' saling berimpitan, dan diasumsikan kerangka S′ bergerak ke
kanan (arah x) dengan kecepatan v relatif terhadap S. Untuk menyederhanakan, diasumsikan
bahwa acuan O dan O' dari kedua kerangka acuan saling berimpit pada t = 0.

Sekarang, dimisalkan terjadi sesuatu di titik P yang dinyatakan dalam koordinat x ', y ',
z' dalam kerangka acuan S' pada saat t'. Bagaimana koordinat P di S ? Perlu diketahui, karena
S dan S' mula-mula berimpitan, setelah t, S' akan bergerak sejauh vt'. Pada gambar tampak
bahwa.

O’P = OP – OO’

O’P adalah koordinat x’, OP adalah koordinat x, dan OO’ = v t, sehingga persamaan
di atas menjadi

x' = x – v t

Koordinat y dan z dari benda tidak berubah karena kerangka acuan S’ dibatasi hanya
bergerak sepanjang sumbu X, dan tidak pada sumbu Y dan Z. oleh karena itu

y' = y,

z' = z

8
Jadi, transformasi Galileo untuk koordinat dan waktu adalah

.....................................................(2.1-1)

Transformasi kebalikannya adalah

.....................................................(2.1-2)

Jika titik P pada Gambar di atas menunjukkan sebuah benda yang bergerak, maka
komponen vektor kecepatannya di S' dimisalkan ux', uy', uz'. Diperoleh:

Untuk memperoleh transformasi Galileo untuk kecepatan, persamaan (5.1-1) kita


diferensialkan terhadap waktu.maka komponen vektor kecepatannya di S' dimisalkan ux', uy',
uz'. Diperoleh:

x' = x – v t

dx'/dt = , dx/dt = ux, dan,

Jika pada t1' partikel berada di x1′ dan sesaat kemudian, t2 berada di x2′, diperoleh:

9
Jadi, kecepatan P seperti terlihat dari S akan memiliki komponen ux, uy, dan uz.
Untuk komponen yang berhubungan dengan komponen kecepatan di S' diperoleh:

sehingga kita peroleh transformasi Galileo untuk kecepatan adalah:

ux = ux' + v

uy = uy' (2.1-3)

uz = uz'

Di sini, ux' adalah komponen kecepatan benda sejajar sumbu X',

uy' adalah komponen kecepatan benda sejajar sumbu Y',

uz' adalah komponen kecepatan benda sejajar sumbu Z'.

transformasi Galileo untuk percepatan kita peroleh dengan mendeferensialkan

Persamaan (2.1-3) terhadap waktu.

ux' = ux – v
10
dux'/dt = ax', dux/dt = ax, dan dv/dt = 0 sebab v konstan, sehingga kita peroleh:

ax' = ax

dengan cara yang sama, kita peroleh: ax' = ay, az' = az

Jadi, transformasi Galileo untuk percepatan adalah:

ax' = ax

ay' = ay .....................................................(5.1-5)

az' = az

dari persamaan (2.1-5) dapat kita simpulkan bahwa F' = ma' sama dengan F = ma,
sebab a' = a. sekali lagi tampak bahwa hukum-hukum mekanika berlaku sama, baik pada
kerangka acuan S' ataupun kerangka acuan S. ini adalah sesuai dengan prinsip relativitas
Newton yang telah ditanyakan sebelumnya.

2.2 KERANGKA ACUAN MUTLAK

Kerangka acuan adalah suatu perspektif dari mana suatu sistem diamati. Dalam bidang
fisika, suatu kerangka acuan memberikan suatu pusat koordinat relatif terhadap seorang
pengamat yang dapat mengukur gerakan dan posisi semua titik yang terdapat dalam sistem,
termasuk orientasi obyek di dalamnya.

Suatu benda dikatakan bergerak apabila kedudukan benda itu berubah terhadap suatu
titik acuan atau kerangka acuan. seorang pengemudi yang duduk di atas kursi mobil dikatakan
bergerak apabila kerangka acuannya adalah penonton di garis start. Sedangkan, pengemudi
yang duduk di atas kursi mobil dikatakan diam apabila kerangka acuannya adalah mobil.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada benda yang bergerak mutlak, yang ada
hanyalah gerak relatif.
11
Sebuah benda akan dikatakan bergerak jika posisi benda itu mengalami perubahan
terhadap suatu titik yang dianggap sebagai acuan atau disebut juga kerangka acuan. Benda
dikatakan diam apabila posisi benda itu terhadap kerangka acuannya tidak berubah. Bila kita
mengamati lingkungan sekitar kita, salah satunya ketika kita duduk di mobil yang sedang
berjalan dan melewati orang yang sedang berdiri di pinggir jalan. Bagi orang yang dipinggir
jalan, kita akan dikatakan bergerak karena kerangka acuannya adalah orang tersebut.

Sebaliknya kita dikatakan diam bila kerangka acuannya adalah mobil. Dari contoh
tersebut ada dua jenis kerangka acuan yaitu kerangka acuan yang diam(orang) dan kerangka
acuan yang bergerak (mobil). Dengan demikian keadaan diam atau bergerak merupakan
konsep relatif yang tergantung pada kerangka acuan pengamat. Peristiwa-peristiwa yang
diamati dari berbagai kerangka dapat tampak berbeda dari masing-masing pengamat dari tiap
kerangka itu.

Terdapat dua jenis kerangka acuan, yaitu: kerangka acuan inersia dan non-inersia.
Jenis yang pertama adalah jenis kerangka acuan yang telah diisyaratkan oleh prinsip
relativitas Newtonian.

1. Kerangka acuan inersia

Suatu kerangka acuan inersia bertranslasi dengan suatu kecepatan konstan, yang
berarti kerangka acuan itu tidak berotasi (hanya bertranslasi) dan pusat koordinatnya bergerak
dengan kecepatan konstan di sepanjang sebuah garis lurus (dengan kecepatan tetap, tanpa
adanya komponen percepatan). Dalam kerangka acuan inersia, berlaku hukum pertama
Newton (inersia) dan juga hukum gerak Newton.

Beberapa cara untuk mendeskripsikan secara singkat suatu kerangka acuan inersial.
Suatu kerangka acuan inersial adalah suatu kerangka acuan yang :

 bergerak dengan kecepatan konstan.


 tidak bergerak dipercepat.
 di mana hukum inersia berlaku.
 di mana hukum gerak Newton berlaku.

12
 di mana tidak terdapat gaya-gaya fiktif.

2. Kerangka acuan non-inersia

Suatu kerangka acuan non-inersia, sebagai contoh mobil yang bergerak melingkar,
atau komidi putar yang sedang berputar, berakselerasi atau/dan berputar. Hukum pertama
Newton tidak berlaku dalam kerangka acuan non-inersial, yang terlihat dengan adanya
percepatan pada obyek tanpa adanya gaya yang menyebabkannya dalam kerangka acuan
tersebut. Kecepatan konstan saja tidak cukup untuk membuat suatu kerangka acuan menjadi
kerangka acuan inersia, ia juga harus bergerak dalam garis lurus. Gerak berputar atau
melengkung akan menyebabkan kerangka acuan tidak lagi menjadi inersia dikarenakan
munculnya percepatan sentripetal.

Beberapa cara singkat untuk mendeskripsikan kerangka acuan non-inersia, yaitu, suatu
kerangka acuan non-inersia adalah suatu kerangka acuan yang :

 kecepatannya berubah (berubah dipercepat, diperlambat atau bergerak dalam lintasan


tidak lurus, --berbelok-belok--).
 dipercepat.
 di mana hukum inersia tidak lagi berlaku.
 di mana muncul gaya-gaya fiktif agar hukum gerak Newton tetap berlaku.

Contoh dari kerangka acuan inersia :

1) Kerangka acuan yang bergerak lurus beraturan

13
Ilustrasi dalam contoh ini adalah seorang pengamat sedang berada di atas sebuah
bus yang bergerak lurus beraturan ( ) terhadap pengamat lain yang diam di
suatu tempat. Sebuah obyek di-jatuhbebas-kan di atas bis. Kedua pengamat harus
mengukur jarak tempuh dan waktu tempuh yang sama (dari posisi awal dijatuhkan sampai
mencapai atap bis) karena kedua pengamat dilihat dari yang lainnya berada pada kerangka
acuan inersial.

Contoh kerangka acuan non-inersia :

2) Pegas dalam lift

Contoh sederhana kerangka acuan non-inersial adalah apabila suatu kerangka


acuan bergerak lurus dipercepat atau bergerak melingkar (rotasi).

14
Suatu contoh sederhana kerangka acuan non-inersia adalah kerangka acuan yang
diletakkan dalam suatu lift dipercepat (baik ke atas maupun ke bawah)

Suatu benda dan pegas diletakkan di dalam lift untuk membuktikan hal tersebut.
Pengamat adalah pengamat dalam lift yang tidak bergerak terhadap obyek berupa
suatu massa dan pegas, sedangkan pengamat adalah pengamat yang diam terhadap tanah.
Bila lift merupakan suatu kerangka acuan inersial ( ) maka panjang pegas adalah sama
seperti panjang pegas mula-mula.

Akan tetapi bila lift dipercepat maka panjang pegas akan berubah. Pengamat akan
menyaksikan suatu gaya fiktif bekerja pada pegas yang menyebabkan panjangnya berubah,
padahal tidak ada gaya yang dikenakan padanya. Lain halnya dengan pengamat yang
dengan jelas melihat mengapa pegas dapat berubah panjangnya. Hal ini dikarenakan lift yang
bergerak dipercepat memberikan gaya normal kepada pegas sehingga panjangnya berubah.

3) Gerak melingkar

15
Gerak melingkar merupakan contoh sederhana lain dari suatu tempat di mana
peletakan suatu kerangka acuan padanya akan menyebabkan kerangka acuan menjadi non-
inersia [6], walapun gerak melingkar yang dimaksud memiliki kecepatan putar tetap (gerak
melingkar beraturan). Kecepatan putaran tetap adalah kecepatan linier yang diubah selalu
arahnya setiap saat (dipercepat) dengan teratur, jadi pada dasarnya adalah suatu gerak berubah
beraturan.

Dalam gerak melingkar baik yang vertikal, horisontal maupun di antaranya, terdapat
perbedaan pengamatan antara pengamat yang diam di atas tanah dengan pengamat yang
bergerak bersama obyek yang diamati , Pengamat dengan jelas melihat adanya
gaya tarik menuju pusat yang selalu mengubah arah gerak obyek sehingga bergerak melingkar
(tanpa adanya gaya ini obyek akan terlempar keluar, hukum inersia Newton), akan tetapi
tidak menyadari hal ini. tidak mengerti mengapa ia tidak jatuh (meluncur) padahal ia
membuat sudut dengan arah vertikal. Dalam kasus ini timbul gaya fiktif yang seakan-akan
menahan pengamat sehingga tidak jatuh.

A. Kerangka Acuan mutlak

Kerangka acuan merupakan suatu titik awal yang digunakan untuk menetukan suatu
benda bergerak atau tidak. Apabila kita megukur jarak, perpindahan, kecepatan, dan kelajuan
tetunya kita memerlukan suatu kerangka acuan. Karena gerak sediri bersifat relatif sehingga
kerangka acuan mutlak diperlukan dalam menentukan suatu benda bergerak atau tidak.
Misalnya teguh berangkat kesekolah naik mobil dihantar oleh bapaknya. Ketika diperjalan

16
teguh melihat Agnes yang berdiri dipinggir jalan sedang menunggu bus sekolah. Teguh
dikatakan bergerak apabila kerangka acuan yag digunakan adalah Agnes yang berdiri di
pinggir jala menunggu bus. Sedangkan jika kerangka acuan yang digunakan adalah mobil
maka Teguh tidak bisa dikatakan bergerak. Karena Teguh diam duduk manis didalam mobil.
Sering kita meyatakan misalnya mengedarai motor degan kecepatan 40 km/jam. Hal ini yang
digunakan sebagai kerangka acuanya adalah bumi kita.

B. Posisi
Posisi atau sering disebut kedudukan menyatakan letak suatu benda pada waktu
tertentu terhadap kerangka acuan. Dalam ilmu fisika posisi suatu benda sering digambarakan
dengan sumbu koordinat untuk menyatakan posisi, jarak, dan perpidahan suatu benda yang
bergerak. Sumbu koordinat terdidri dari dua sumbuy yaitu sumbu x dan sumbu y. Dimana
masing-masing sumbu terdidri dari sumbu positif dan sumbu negatif. Sumbu x positif terletak
disebalah kanan titik nol, sedangkan sumbu x negatif terletak disebelah kiri titik nol. Sumbu y
positif terletak di atas titik nol, sedangka sumbu y negatif terletak di bawah titik nol. Misalnya
Vino mengendarai mobil ke arah utara sejauh 100 meter dari sekolah. Maka dapat dinyatakan
bahwa posisi Vino berubah terhadap kerangka acauan sekolah. Dapat dilihat pada gambar
dibawah ini sebagai berikut :

Posisi Vino 100 meter ke utara dari sekolah

17
Vino memulai perjalanan dari sekolah maka kita menganggap sekolah merupakan
kerangka acuan. Dalam sumbu koordinat, posisi sekolah diibaratkan oleh titik 0 pada sumbu
koordinat. Sesuai arah mata angin arah utara sejajar dengan sumbu y positif, arah timur sejajar
dengan sumbu x positif, arah selatan sejajar dengan sumbu y negatif, dan arah barat sejajar
dengan sumbu x negatif.

C. Teori Absolutivitas

Teori Absolutivitas dalam buku ini lahir pada mulanya berdasarkan pada pemikiran
terhadap hasil ekperimen yang telah dilakukan oleh dua Fisikawan Amerika Serikat, yaitu
J.C. Hafele dan R.E. Keating pada tahun 1971 untuk membuktikan kebenaran
teoripemuluran waktu (time dilatation) yang dikemukakan oleh Albert Einstein pada
tahun 1905 tentang Relativitas. Mereka memiliki 12 jam atom Cesium yang sangat teliti.
Empat buah jam atom Cesium diletakkan di pangkalan Naval Observatory di Washington
D.C., empat buah jam atom Cesium lainnya di letakkan di dalam pesawat jet dengan arah ke
barat dan empat buah jam atom Cesium dibawa dalam pesawat jet ke arah timur. Kedua
pesawat jet diberangkatkan dalam waktu bersamaan mengelilingi bumi. Karena kelajuan
pesawat jet jauh lebih kecil daripada kecepatan cahaya, efek pemuluran waktu sangatlah kecil.
Akan tetapi jam atom Cesium ini memiliki ketilitian kira-kira + 10-9 s, sehingga efek ini
dapat diukur. Jam atom berada di angkasa selama 45 jam, dan selang waktu yang diukurnya
dibandingkan dengan jam atom standar yang disimpan di Bumi. Setelah dibandingkan dengan
akurat, pesawat yang terbang ke arah timur terlambat 59 nanosekon dan pesawat jet yang
terbang ke arah barat mengalami ketherlambatan 273 nanosekon. Hasil eksperimen
menunjukkan adanya perbedaan selang waktu antara jam atom Cesium dalam 2 pesawat jet
dengan jam atom di Bumi. Besar perbedaan selang waktu tersebut sesuai dengan perkiraan
relativitas pemuluran waktu, yaitu jam atom Cesium dalam pesawat jet yang terbang dengan
kecepatan tinggi setalah dibandingkan dengan jam atom Cesium di Naval Observatory adalah
LEBIH LAMBAT.

Apa yang sangat penting dari hasil eksperimen ini?. Penting sekali hasil
eksperimen tersebut sebagai bukti ilmiah kebenaran Teori Absolutivitas yang menunjukkan

18
keberadaan kerangka acuan mutlak dan bersifat universal dimana segala sesuatu dapat
dikatakan bergerak atau tidak berdasarkan kerangka acuan mutlak ini.

Dari hasil eksperimen yang dilakukan J.C. Hafele dan R.E. Keating membuktikan
adanya efek pemuluran waktu dan sekaligus memecahkan persoalan paradoks kembar.
Berdasarkan persamaan Relativitas Khusus untuk Dilatasi waktu karena jam atom Cesium
yang berada dalam pesawat jet mengalami keterlambatan berarti bahwa lebih muda usianya
dibandingkan jam atom yang diletakkan di Laboratorium. Apa yang terjadi dalam fakta ilmiah
tersebut bukanlah sebaliknya yaitu jam atom di laboratorium lebih lambat dari pada jam atom
pada pesawat jet. Ini menunjukkan adanya kerangka acuan mutlak yang bersifat universal
yang tidak lain adalah bumi itu sendiri. Dalam banyak kasus, yang paling sering dijadikan
contoh adalah paradoks kembar.

Misalkan dua kejadian A dan B terjadi pada kedudukan yang sama dalam suatu
kerangka acuan. Selang waktu antara dua kejadian tersebut, Δt0 = tB – tA, diukur oleh
sebuah jam O yang diam terhadap kejadian. Selang waktu, Δt0, yang diukur oleh jam yang
diam terhadap kejadian (jam dan kejadian berada dalam kerangka acuan yang sama) disebut
selang waktu sejati (proper time). Jika selang waktu kejadian A dan B ini diukur oleh jam O’
yang bergerak dengan kecepatan v terhadap kejadian (kerangka acuan jam tidak sama dengan
kerangka acuan kejadian), maka selang waktu ini disebut selang waktu relativistik (diberi
lambang Δt). Sehingga akan selalu diperoleh bahwa selang waktu relativistik LEBIH LAMA
(atau lebih lambat) daripada selang waktu sejati, ditulis Δt > Δt0 sehingga sama dengan
persamaan relativitas pemuluran waktu.

Contoh dari penjelasan ini misalkan Hasan dan Husain adalah anak kembar yang
umurnya sama yaitu 20 tahun. Hasan pergi ke luar angakasa selama 30 tahun menggunakan
pesawat jet dengan kecepatan yang sangat tinggi mendekati cahaya. Setelah kembali ke bumi,
Hasan terkejut karena mendapati Husain telah berubah menjadi sangat tua berusia 50 tahun
sementara dirinya hanya bertambah 10 tahun sehingga usianya 30 tahun. Jadi, menurut
kerangka acuan bumi, Husain telah pergi selama 30 tahun sedangkan menurut Hasan sendiri
baru merasa pergi selama 10 tahun. Letak paradoknya adalah kebalikannya, yaitu: Bagaimana
seandainya kerangka acuannya dibalik dimana Hasan yang berada di dalam pesawat jet
19
menganggap dirinya diam karena sebagai kerangka acuan gerak sedangkan Husain yang
berada di bumi bergerak menjauhinya ke luar angkasa selama 30 tahun, bukankah seharusnya
Husain mendapati dirinya lebih muda karena baru berusia 30 tahun sedangkan Hasan akan
lebih tua berusia 50 tahun?. Lalu manakah yang benar?.

Untuk mengetahui manakah yang benar-benar akan terjadi, maka haruslah


dilakukan eksperimen untuk membuktikan keadaan tersebut. Untuk gambaran ideal
menciptakan sebuah pesawat jet dengan kecepatan cahaya sangatlah mustahil dan tidak akan
pernah mungkin dapat dilakukan. Dan yang dapat dilakukan adalah dengan merubah variasi
dari variabel kecepatan menjadi rekayasa variasi waktu dengan cara menciptakan sebuah jam
atom dengan ketelitian yang sangat tinggi. Dan inilah yang ingin dilakukan J.C. Hafele dan
R.E. Keating dalam eksperimen pembuktian pemuliran waktu di atas. Dan hasilnya adalah
jam atom Cesium dalam pesawat jet telah mengalami perlambatan daripada jam atom yang
berada di dalam laboratorium dan bukan sebaliknya.

Oleh karenanya, berdasarkan pemikiran terhadap hasil ekperimen tersebut


ditetapkanlah Teori Absolutivitas Pertama sebagai berikut:

” Bumi adalah kerangka acuan absolut (mutlak) dimana hukum fisika adalah sama
untuk seluruh kerangka acuan inersia terhadap bumi dan berlaku universal terhadap seluruh
gerak di alam semesta”.

Teori Absolitivitas pertama ini menyatakan bahwa Bumi adalah kerangka acuan
mutlak dimana segala sesuatu dinyatakan diam atau bergerak bergantung pada kerangka
acuan mutlak Bumi ini. Oleh karenanya hukum-hukum fisika adalah sama terhadap suatu
benda yang diam atau bergerak dalam kerangka acuan inersia yang diam terhadap bumi.

Sebagai contoh pada benda yang diam adalah bahwa sebuah bus yang diam di
terminal berdasarkan kerangka acuan mutlak (absolut) Bumi adalah diam juga menurut orang
yang duduk di terminal karena orang tersebut memiliki kerangka acuan inersia terhadap
Bumi, yaitu kecepatannya 0 km/jam.

20
Sebagai contoh pada benda bergerak adalah sebuah bus yang bergerak dengan
kecepatan 40 km/jam dari terminal berdasarkan kerangka acuan mutlak (absolut) Bumi adalah
sama besarnya dengan kecepatan bus menurut kerangka acuan inersia orang yang duduk di
terminal, yaitu 40 km/jam.

Karena Bumi sebagai kerangka acuan mutlak yang bersifat universal, maka seluruh
gerakan apapun pada benda yang bersifat mikroskopis seperti gerakan elektron, proton,
neutron, atom dan sebagainya maupun benda makroskopis seperti gerak mobil, pesawat,
bulan, planet-planet, matahari, galaksi dan benda langit lainnya haruslah dinyatakan oleh
kerangka acuan mutlak bumi ini.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dimengerti bahwa partikel muon yang


tercipta di atmosfer atas berada pada ribuan km di atas permukaan bumi ketika dalam
perhitungan terhadap waktu hidup (life time) seharusnya telah musnah sebelum mencapai
permukaan air laut, adalah partikel muon yang bergerak. Dan tidak akan mungkin dapat
dibalik, yaitu menganggap partikel Muon yang dianggap sebagai kerangka acuan yang diam
sedangkan bumi yang bergerak mendekatinya dengan kecepatan mendekati cahaya 0,998 m/s.

Demikian pula seorang yang berada di dalam bus yang bergerak terhadap bumi
ketika melihat ke pohon-pohon di tepi jalan, maka yang sesungguhnya bergerak adalah bus
dan bukan pepohonannya yang bergerak meskipun penumpang menganggap dirinya sebagai
kerangka acuan relativistik. Akan tetapi sebagai konsekuensi teori Absolutivitas pertama di
atas maka tidak ada lagi kerangka acuan relatifistik dan tidak ada pula yang dinamakan gerak
relatif.

Demikian pula ketika di pagi hari tampak matahari terbit dari timur, naik di atas
kepala lalu tenggelam di ufuk barat, sesungguhnya yang bergerak adalah matahari sedangkan
bumi dalam keadaan diam tidak bergerak karena sebagai kerangka acuan absolut yang
universal.

21
B. POSTULAT EINSTEIN TENTANG TRK
2.3 PRINSIP RELATIVITAS KHUSUS EINSTEIN

Pada intinya teori relativitas adalah teori tentang medan yang melanjutkan
perkembangan teori medan Faraday dan Maxwell. Teori medan menekankan kemulusan
ruang dan waktu. Dalam teori relativitas, ruang dan waktu tidak melompat-lompat, tetapi
mengalir secara malar (continue). Sebaliknya, teori kuantum, justru berbicara tentang
ketidakmalaran (discontinue). Sebutir partikel tidak boleh mengubah energinya secara malar,
melainkan melompat-lompat. Bisa dikatakan bahwa kedua pendekatan ini bertolak belakang
(Gerry, 2004).
Teori medan elektromagnetik Faraday yang kemudian dikembangkan oleh Maxwell
pada 1865, masih mengganggu para ilmuwan masa itu. Sumber gangguan tersebut adalah eter
sebagai zat perantara gelombang elektromagnetik. Eter sebagai medium rambat gelombang
elektromagnetik mempunyai sifat yang sulit dibayangkan secara fisika meski secara
matematis dapat dijelaskan secara gemilang. Semestinya eter bertabiat sebagai zat padat
karena cahaya adalah gelombang transversal. Jenis gelombang ini tidak dapat meramat dalam
medium fluida (gas atau cairan).
Berdasarkan pengamatan, eter sebegitu halus sampai-sampai tidak menghambat Bumi
yang bergerak di dalamnya kendati sosoknya samar-samar, para ilmuwan menerima ide eter.
Oleh karena itu, salah satu tantangan utama fisika di penghujung abad ke-19 adalah
menjernihkan pemahaman tentang eter sesuai persamaan Maxwell.
Dalam konteks persoalan ini, kecepatan cahaya c jadi perkara. Dalam teori Maxwell, c
adalah kecepatan pengamat yang bergeming dalam eter. Pada dasawarsa 1880-an Albert
Abraham Michelson dan Edward Williams Morley menyelidiki ketergantungan kecepatan
cahaya terhadap kecepatan pengamat.
Gagasan mereka adalah membandingkan kecepatan cahaya di dua arah yang berbeda,
pada posisi siku-siku. Jika kecepatan cahaya bernilai tetap relatif terhadap eter, maka
pengukuran seharusnya mengungkapkan kecepatan cahaya yang berbeda-beda, tergantung

22
arah gerak cahaya. Tapi Michelson dan Moerley tak mendapat perbedaan (Stephen Hawking
& Leonard Mlodinow, 2010).
Ahli fisika Belanda Hendrik Antoon Lorentz menawarkan penjelasan untuk penemuan
Michelson dengan mengandaikan adanya seutas gaya antar-molekul yang bekerja searah
dengan “hembusan eter”. Gaya ini, menurut Lotentz, secara fisik dapat memendekkan salah
satu kaki alat pengukuran Michelson. Oleh karena itu kecepatan cahaya akan terukur sama ke
semua arah terhadap angin eter, walaupun menurut Lorentz sebenarnya berbeda.
Dari sinilah awal lahirnya teori relativitas yang dipopulerkan oleh Albert Einstein.
Dalam teori relativitas khusus (Special Theory of Relativity), subjek yang menjadi fokus
adalah kerangka acuan yang universal, yaitu kerangka yang padanya hukum gerak Newton
berlaku. Sedangkan teori relativitas umum berkaitan dengan situasi yang lebih rumit dimana
kerangka acuannya mengalami percepatan gravitasi. Kedua teori tersebut dibuat untuk
menjelaskan bahwa gelombang elektromagnetik tidak sesuai dengan teori relativitas klasik
yang didasari konsep Galileo Galilei dan didefenisikan kembali oleh Sir Isasc Newton melalui
teori relativitas geraknya.

Teori Relativitas Khusus (TRK)


Konsep teori relativitas khusus Einstein yaitu tingkah laku benda yang terlokalisasi
dalam kerangka acuan inersia, umumnya hanya berlaku pada kecepatan yang mendekati
kecepatan cahaya.

Pada tahun 1905, Albert Einstein mempublikasikan beberapa makalahnya yang salah
satunya berjudul,“On the Electrodynamics of Moving Bodies (Elektrodinamika Benda
Bergerak)”. Makalah tersebut menyajikan teori relativitas khusus berdasarkan dua
postulatnya:

1. Postulat/prinsip Relativitas: Hukum-hukum fisika dapat dinyatakan dalam persamaan


yang berbentuk sama dalam semua kerangka acuan yang bergerak dengan kecepatan
tetap satu dengan yang lainnya.
2. Postulat Kelajuan Cahaya: Kelajuan cahaya dalam ruang hampa sama besar untuk
semua pengamat, tidak bergantungdari keadaan gerak pengamat itu.
23
Hadirnya kedua postulat tersebut memunculkan teori-teori baru. Pada postulat yang
pertama tersebut menyatakan ketiadaan kerangka acuan universal. Apabila hukum fisika
berbeda untuk pengamat yang berbeda dalam keadaan gerak relatif, maka kita dapat
menentukan mana yang dalam keadaan “diam” dan mana yang “bergerak” dari perbedaan
tersebut. Akan tetapi karena tidak ada kerangka acuan universal, perbedaan itu tidak terdapat,
sehingga muncullah postulat ini (Beiser.1987).

Postulat pertama menekankan bahwa prinsip Relativitas Newton berlaku untuk semua
rumus Fisika, tidak hanya dalam bidang mekanika, tetapi pada hukum-hukum Fisika lainnya.

Sedangkan postulat yang kedua sebagai konsekuensi dari postulat yang pertama,
sehingga kelihatannya postulat kedua ini bertentangan dengan teori Relativitas Newton dan
transformasi Galileo tidak berlaku untuk cahaya. Postulat kedua, adalah sebuah konsekuensi
dari foton yang tak bermassa bergerak dengan kecepatan c pada ruang hampa. Dalam postulat
ini Einstein menyatakan bahwa kelajuan cahaya dalam ruang hampa sama besar untuk semua
pengamat, tidak tergantung dari gerak pengamat. Artinya laju cahaya tetap c = 3 10 8 m/s
walaupun diamati oleh pengamat yang diam maupun oleh pengamat yang sedang bergerak,
dan tidak ada benda yang kelajuannya = laju cahaya. selang waktu pengamatan antara
pengamat yang diam dengan pengamat yang bergerak relatif terhadap kejadian yang diamati
tidak sama (t ≠ t’). Menurut Einstein besaran kecepatan, waktu, massa, panjang adalah
bersifat relatif. Untuk dapat memasukkan konsep relativitas Einstein diperlukan transformasi
lain,yaitu transformasi Lorentz.

Dengan dasar dua postulat tersebut dan dibantu secara matematis dengan transformasi
Lorentz, Einstain dapat menjelaskan relativitas khusus dengan baik. Hal terpenting yang perlu
dijelaskan dalam transformasi Lorentz adalah semua besaran yang terukur oleh pengamat diam dan
bergerak tidaklah sama kecuali kecepatan cahaya. Besaran -besaran yang berbeda itu dapat dijelaskan
seperti dibawah.

24
2.4 TRANSFORMASI LORENTZ

Pada tahun 1905, Einstein mengusulkan suatu pendekatan sederhana terhadap masalah
yang timbul dalam percobaan Michelsen Morley. Diajukannya dua buah postulat mendasar
yang dewasa ini telah meningkat statusnya menjadi asas Relativitas Khusus.

1. Hukum-hukum fisika mempunyai bentuk yang sama di dalam setiap kerangka acuan
inersial.
2. Laju cahaya di ruang hampa adalah sama besarnya di semua kerangka inersial, tidak
bergantung dari gerak sumber maupun pengamatannya.
Alih bentuk Galileo menyatakan bahwa laju cahaya tidak sama untuk kerangka acuan
inersial yang berbeda. Hal ini bertentangan dengan asas kedua, oleh karna itu alih bentuk
Galileo harus dikoreksi, betuk yang sesuai agar kedua terpenuhi memerlukan bahwa selang
waktu dan jarak ruang tidak lagi bersifat mutlak. Modifikasi kaedah yang berlaku diharapkan
berbentuk :
𝑥 ′ = 𝜏 (𝑥 − 𝛼𝑡) (1)

Karena titik 0’ yang mempunyai koordinat x’ = 0 bergerak dengan kecepatan V terhadap 0,


maka x = Vt sehingga pengisian nilai-nilai pilihan ini ke dalam pers (1) memberikan 𝑜 =
𝜏 ( 𝑉𝑡 − 𝛼𝑡) atau α = V.

Karena sifat isotropi ruang, ada persamaan yang tetap dipertahankan, dan ada yang
dimodifikasi yaitu :

𝑡 ′ = 𝜏 ′ (𝑡 − 𝜕𝑡) (2)

Misalnya pada saat t = 0, seawaktu 0 berimpit dengan 0’, dari titik ini dipancarkan
gelombang cahaya/ electromagnetic radial ke luar. Karena laju cahaya di S dan S’ sama
dengan c, maka pada saat t, fron gelombang yang berbentuk permukaan bola ditinjau dari S
dan S’ pada saat t dan 𝑡 ′ = 𝜏 ′ (𝑡 − 𝜕𝑡) memenuhi persamaan

𝑥2 + 𝑦2 + 𝑧2 = 𝑐2 𝑡2 (3)

𝑥 ′2 + 𝑦 ′2 + 𝑧 ′2 = 𝑐 ′2 𝑡 ′2 (4)

25
Jika persamaan terdahulu dengan a = V dan persamaan (2) disubstitusi ke dalam
persamaan (4), diperoleh

(𝜏 2 − 𝑐 2 𝜏 ′2 𝜕 2 )𝑥 2 + 𝑦 2 + 𝑧 2 = (𝑐 2 𝜏 ′2 − 𝑉 2 𝜏 2 ) 𝑡 2 + 2 (𝑉𝜏 − 𝑐 2 𝜏 ′2 𝜕)𝑥𝑡 (5)

Persamaan (3) dan (5) haruslah identik, sehingga didapatkan hubungan

𝜏 2 − 𝜏 ′2 𝜕 2 𝑐 2 = 1 (6)

𝑐 2 𝜏 ′2 − 𝜏 2 𝑉 2 = 𝑐 2 (7)

2(𝑉𝜏 − 𝜏 2 𝜕𝑐 2 ) = 0 atau 𝜏 2 𝜕𝑐 = 𝜏𝑉/𝑐 (8)

Dari ketiga persamaan yang menghubungkan ketiga parameter 𝜏. 𝜏 ′ dan 𝜕, dapat dijabarkan
rumus-rumus

𝑉2
𝜏. 𝜏 ′ = 1/√1 − 𝑐 2 (9)

𝜕 = 𝑉 /𝑐 2 (10)

Dengan demikian diperoleh kaedah transformasi baru untuk koordinat ruang waktu yang
memenuhi kedua asas relativitas Einstain yaitu :

𝑥−𝑉𝑡 ′
𝑥′ = 𝑉2
(11)
√(1− 2
𝑐

𝑦′ = 𝑦 ; 𝑧′ = 𝑧 (12)

𝑉
𝑡− 2 𝑥
𝑡′ = 𝑐
𝑉2
(13)
√(1− 2
𝑐

Alih bentuk di atas disebut alih bentuk Lorents. Alih bentuk baliknya(invers
transform) diperoleh dengan mengganti “aksen” “bukan akses” dan sebaliknya serta
mengganti V dengan –V sehingga dihasilkan

26
𝑥 ′ −𝑉𝑡 ′
𝑥= 𝑉2
(14)
√(1− 2
𝑐

𝑦 = 𝑦′ ; 𝑧 = 𝑧′ (15)

𝑉
𝑡 ′− 2 𝑥′
𝑐
𝑡= 𝑉2
(16)
√(1− 2
𝑐

Untuk laju V << c, alihragam Loents kembali menjadi alihbebtuk Galileo.

Differensial pers (11) adalah

𝑑𝑥 ′ = 𝜏 (𝑑𝑥 − 𝑉𝑑𝑡) (17)

𝑑𝑦 ′ = 𝑑𝑦 ; 𝑑𝑧 ′ = 𝑑𝑧 (18)

𝑉
𝑑𝑡 ′ = 𝜏 (𝑑𝑡 − 𝑑𝑥) (19)
𝑐2

Dengan demikian diperoleh kaedah transformasi untuk kecepatan

𝑑𝑥 ′ 𝑑𝑥−𝑉𝑑𝑡
= 𝑉 (20)
𝑡′ 𝑑𝑡− 2 𝑑𝑥
𝑐

Pembilang dan penyebut dalam persamaan (20) dibagi dengan dt dan dengan
𝑑𝑥 ′ 𝑑𝑥
mengganti dengan 𝑉𝑥 ′ serta dengan 𝑉𝑥 , diperoleh
𝑑𝑡 ′ 𝑑𝑡

𝑉𝑥 −𝑉
𝑉𝑥 ′ = 𝑉𝑉 (21)
1− 2𝑥
𝑐

Dengan cara serupa untuk komponen ke arah sumbu komponen kea rah sumbu X dan
Z diperoleh alih- bentuk berikut

𝑉2
𝑉𝑦 √1− 2
𝑉𝑦 ′ = 𝑐
𝑉𝑉𝑥 (22)
1−
𝑐2

27
𝑉2
𝑉𝑧 √1− 2
𝑉𝑧 ′ = 𝑐
𝑉𝑉𝑥 (23)
1−
𝑐2

Dengan menggunakan persamaan (21) dapat dijabarkan kaedah transformasi bagi 𝑉 2 yang
berbentuk

𝑉2 𝑉2 𝑉2 𝑉.𝑣
√1 − 𝑐 2 = √{(1 − 𝑐 2 ) (1 − 𝑐 2 )}/(1 − 𝑐2
) (24)

Dari persamaan (24) Nampak bahwa apabila v = c, maka 𝑣 ′ pun = c, dengan asas
relativitas II bahwa laju cahaya di semua kerangka inersial bernilai c.

Telah disebutkan di muka bahwa untuk laju V yang dapat diabaikan terhadap laju
cahaya c, alihbentuk Lorents kembali menjadi alihentuk Galileo. Untuk laju V yang tidak
dapat diabaikan lagi terhadap c, pembahasan masalah kinematika harus menggunakan
alihbentuk Lorentz. Situasi demikian sering disebut sebgai situasi relativistic.
(Kusminarto.1992: 7-10).

28
BAB III

PENUTUPAN
1.1. Kesimpulan

a. Transformasi Galileo menyatakan relativitas berhubungan dengan dua


kerangka acuan yang saling bergerak dengan kecepatan konstan.
b. Kerangka acuan adalah suatu perspektif dari mana suatu sistem diamati. Suatu
kerangka acuan memberikan suatu pusat koordinat relatif terhadap seorang
pengamat yang dapat mengukur gerakan dan posisi semua titik yang terdapat
dalam sistem, termasuk orientasi obyek di dalamnya.
c. Teori relativitas khusus bersandar pada dua postulat.Postulat pertama,prinsip
relativitas,menyatakan bahwa hukum fisika dapat dinyatakan dalam persamaan
yang terbentuk sama dalam semua kerangka acuan yang bergerak dengan
kecepatan tetap satu dengan yang lainnya,postulat ini menyatakan ketiadaan
kerangka acuan yang universal. Postulat kedua menyatakan bahwa kecepatan
cahaya dalam ruang hampa sama besar untuk semua pengamat itu.
d. Transformasi Lorentz adalah suatu kerangka acuan kekerangka acuan yang
lainnya yang bergerak relatif terhadap kerangka acuan pertama.

1.2. Saran
Makalah ini menyajikan mengenai relativitas khusus, transformasi galileo dan
transformasi lorenzt. Dengan mempelajari ini, diharapkan pembaca dapat memahami
mengenai relativitas khusus, transformasi galileo dan transformasi lorenzt dan lebih
paham dengan fisika modern.

29
DAFTAR PUSTAKA

Kusminarto. 1992. Pokok-Pokok Fisika Modern . Yogyakarta: FMIPA UGM.

Beiser, Arthur. 1987. Konsep Fisika Modern Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga

Hawking, Stephen & Mlodinow, Leonard. 2010. The Grand Design. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama
Van Kliken, Gerry. 2004. Revolusi Fisika : Dari alam Gaib ke ALam Nyata. Bogor: Grafika
Mardi Yuana. Bogor.
http://www.academia.edu/9670994/MAKALAH_RELATIVITAS_KHUSUS
kusminarto. 2011. Esensi Fisika Modern. Yogyakarta: Andi Offset.

30

Anda mungkin juga menyukai