Alopesia Areata
Oleh:
Riska Handriani
Rizka varia
Pembimbing:
Nanda Erlia
DAFTAR ISI
Halaman
Kata pengantar .......................................................................................................
Daftar Isi................................................................................................................
ii
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
1
1
2
8
9
11
13
18
18
19
20
Definisi......................................................................................................
Epidemiologi............................................................................................
Etiopatogenesis.........................................................................................
Gejala klinis ..............................................................................................
Diagnosis ..............................................................................................
Diagnosis Banding....................................................................................
Tatalaksana ..............................................................................................
Komplikasi ..............................................................................................
Prognosis ..............................................................................................
Ringkasan... ..............................................................................................
Daftar Pustaka...........................................................................................
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambaran Tricotillomania...............................................................Hal 11
Gambar 9.
1.
Definisi
Suatu kelainan pertumbuhan rambut, autoimun yang terjadi pada
keduanya. Meskipun
dapat terjadi pada semua usia, insiden pada usia muda lebih tinggi.2
Alopesia areata menjadi penyebab paling sering kebotakan yang terlihat
pada anak-anak. Insidensi pada keluarga adalah sekitar 15%, tetapi tampilan
dari kelainan ini bervariasi di antara anggota keluarga yang berbeda. 5% dari
pasien yang menderita alopesia areata berkembang menjadi rambut yang rontok
pada seluruh kulit kepala mereka (alopesia totalis), dan 1% dari pasien dapat
kehilangnya jumlah rambut beberapa bagian di tubuh (alopecia universalis).2
Di Unit Penyakit Kulit dan Kelamin RSCM Jakarta, dalam pengamatan
selama 3 tahun (1983-1985) penderita rata-rata sebanyak 20 orang per tahun
dengan perbandingan pria dan wanita 6:4. Umur termuda yang pernah dicatat
adalah 6 tahun, dan yang tertua adalah 59 tahun.4
Alopesia areata adalah penyebab paling sering dari rambut rontok dan
sangat tergantung pada latar belakang etnis dan wilayah dunia. Prevalensi
alopesia areata adalah 0,1-0,2%, dengan risiko hidup dihitung mulai 2%.
Alopesia areata mempengaruhi anak-anak, orang dewasa serta pada semua
warna rambut. Meskipun gangguan ini jarang terjadi pada anak di bawah usia 3
tahun, kebanyakan pasien relatif muda yaitu sekitar 66% lebih muda dari 30
tahun, dan hanya 20% yang lebih tua dari 40 tahun. Pada umumnya tidak ada
predileksi jenis kelamin. Pada satu penelitian yang melibatkan kelompok dari
21 hingga 30 tahun, Dalam sebuah penelitian terhadap 226 pasien di Cina
dengan alopesia areata yang berusia 16 tahun, dengan onset median usia adalah
10 tahun, dan rasio laki-laki:perempuan adalah 4:1, gangguan lebih parah
terjadi pada anak laki-laki dan anak pada usia dini.4
Alopesia areata dikaitkan dengan peningkatan risiko keseluruhan
gangguan autoimun lainnya (16%). Misalnya, disertai dengan lupus
eritematosus pada 0,6% pasien, vitiligo pada 4%, dan penyakit tiroid autoimun
pada 8-28% pasien.4
3.
Etiopatogenesis
Bukti yang mendukung adanya etiologi autoimun. Oligoklonal dan
Gambar 1. Patogenesis terjadinya alopecia areata. Sel Mast, CD4+ sel T, CD 8+ sel T, Natural
Killer Cell dan melanosit menyerang akar rambut sehingga terjadi induksi prematur pada
katagen sehingga merusak bagian akar rambut pada proses katagen, telogen sampai kembali
pada proses anagen yang kembali mengaktifkan melagonesis.5
antigen
HLA.
Kumpulan
keluarga
alopecia
areata
dengan
Pada alopesia areata masa fase telogen menjadi lebih pendek dan diganti
dengan pertumbuhan rambut anagen yang distrofik. Berbagai faktor dianggap
mempengaruhi terjadinya kelainan ini antara lain (Gambar 3):
1. Genetik
Alopesia areata dapat diturunkan secara dominan autosomal dengan
penetrasi variabel. Beberapa gen terangkai erat dengan misalnya sistem genetic
HLA (Human Leucocyte Antigen) yang berlokasi di lengan pendek kromosom6 membentuk MHC (Major Histocompatibility Complex). Tiap gen pada sistem
genetik HLA memiliki banyak varian (alel) yang berbeda satu dengan yang
lain. Kompleks HLA pada penderita alopecia areata diteliti karena banyaknya
hubungan penyakit-penyakit autoimun dengan peningkatan frekuensi antigen
HLA.
2. Stigma atopi (faktor alergi)
Beberapa penelitian adanya hubungan antara alopesia areata dengan
atopi, terutama alopesia areata berat. Frekuensi penderita alopecia areata yang
mempunyai stigmata atopis sebesar 10-52%. Kelainan yang sering dijumpai
berupa asma bronkial, rinitis dan atau dermatitis atopik.4
3. Gangguan neurofisiologi dan emosional
Pada alopesia areata telah dibutikan dapat terjadi vasokontriksi yang
disebabkan oleh gangguan saraf autonom, atau setelah tindakan ortodontik.
Beberapa penelitian mendapatkan bahwa stress mungkin merupakan faktor
presipikasi pada beberapa kasus alopecia areata.
4. Gangguan organ ektodermal
Kerusakan kuku distropik dianggap berasosiasi dengan alopesia areata,
demikian pula timbulnya katarak tipe subkapsular posterior.4
5. Kelainan endokrin
Beberapa penyakit endokrin antara lain gangguan fungisi kelenjar dan
diabetes mellitus banyak dihubungkan dengan alopecia areata. Tiroid, kelenjar
yang paling sering dijumpai kelainannya pada penderita alopecia areata,
memberikan gambaran penyakit goiter. Gangguan endokrin lainnya dapat
berupa vitiligo dan kelainan gonad.4
6. Faktor infeksi
Adanya laporan mengenai kemungkinan infeksi Cytomegalo virus
(CMV) pada alopecia areata. Infeksi HIV juga berpotensi sebagai faktor
pencetus terjadinya alopecia areata. Tapi ada penyelidikan lain yang
menyebutkan tidak ada hubungan bukti virus/bakteri belum dapat disimpulkan.
7. Faktor neurologi
Perubahan lokal pada sistem safar perifer pada level papila dermis
mungkin memegang peranan pada evaluasi alopecia areata karena sistem saraf
perifer dapat menyaluran neuropeptida yang memodulasi proses inflamasi dan
proliferasi. Teori ini didukung oleh Hlordinsk dkk: ada penurunan Calcitonin
Gene-Related Peptide (CGRP) dan substansi P (SP) pada pasien alopecia areata.
Gejala Klinis
Alopesia areata merupakan karakteristik dari onset akut. Penyakit ini
secara tipikal menunjukkan patch berbentuk bundar atau bentuk lonjong, yang
berbatas tegas, lesi dengan kebotakan dan permukaan yang halus dengan
distribusi yang menyebar. Alopesia totalis menyebabkan hilangnya rambut pada
kulit kepala secara keseluruhan dan dapat terjadi tiba-tiba atau mengikuti
sebagian kebotakan. Alopesia parsial dapat diamati pada bagian tubuh yang lain.
Hilangnya rambut secara keseluruhan pada tubuh disebut alopesia universalis
dan terjadi secara tiba-tiba atau mengikuti periode yang lama pada alopesia
parsial.2
Keistimewaan dari karakteristik alopesia areata adalah adanya black
dots (adanya cadaver hairs, point noir) yang menghasilkan rambut yang rusak
sebelum mencapai permukaan kulit. Exclamation mark hairs, dengan bentuk
distal tumpul dan proksimal yang meruncing, muncul ketika rambut yang rusak
(black dots) terdorong keluar oleh folikel2 (Gambar 4).
Gambar 4. Gambaran black dots. Gambaran khas pada alopecia areata, tampak black dots
terdorong keluar oleh folikel rambut.5
Lokalisasi dari inisial lesi ini seringnya pada kulit kepala, tetapi dapat
terjadi pada banyak bagian rambut pada tubuh. Beberapa lesi biasanya tanpa
gejala yang lebih lanjut, dapat menunjukkan adanya rasa gatal yang ringan dan
kemerahan pada beberapa kasus. Alopesia areata secara umum terjadi dengan
penyebaran secara menyeluruh dengan pola yang menyerupai alopesia
androgenik. Pada stadium yang akut, tarikan halus membentuk pinggiran daerah
kebotakan akan menghasilkan lebih dari 10 rambut. Adanya keterlibatan nail
pitting (lekukan kuku) dan gambaran seperti kertas pasir. Penyakit ini
digambarkan sebagai kumpulan dari varietas kelainan lainnya, seperti katarak,
penyakit tiroid, vitiligo, dermatitis atopik, psoriasis dan Immunodysregulation
Enter-opathy X-Linked Syndrome (IPEX), Cronkhite Canada dan sindrom
Down.2
5.
Diagnosis
Sesuai dengan gambaran klinis, seperti bentuk dan gambaran lesi,
exclamation mark hairs, perubahan kuku (distrofi kuku dan gambaran kertas
berpasir) menyebabkan alopesia areata (Gambar 5). Pada temuan dari sebagian
besar pasien didapatkan karakteristik diagnosis yang jelas. Bagaimanapun,
riwayat keluarga yang positif dan/atau kehadiran dari kumpulan penyakit
mungkin memberikan bukti lebih lanjut pada kasus yang meragukan.2
Gambar 5. Gambaran Klinis dan Dermoskopis Alopecia Areata. (a) menunjukkan karakteristik
dari alopesia areata di seorang ayah dan anaknya. Kerontokan yang terjadi pada ayah berupa
bercak bulat berbatas tegas dan tidak ada tanda peradangan, dan kulit tidak memiliki kelainan
pada daerah yang berjenggot. Anak memiliki alopecia areata totalis. (b) menunjukkan
exclamation mark hairs, di mana segmen distal dari batang rambut lebih luas dibandingkan
ujung proksimal, dan (c) menunjukkan "cadaver hairs" (black dots seperti komedo), (d)
menunjukkan perubahan kuku, salah satu dari beberapa
perubahan kuku yang dapat hadir dalam alopecia areata, seperti onychodystrophy. (e)
menunjukkan pertumbuhan kembali rambut putih (poliosis) dalam lesi alopecic.4
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari alopesia areata ini adalah; temporal triangular
Gambar 6. Gambaran lesi pada Temporal Triangular Alopecia. (A) Lesi kebotakan ukuran 2,5
1,0 cm yang tepat pada kulit kepala frontotemporal. (B) Pertumbuhan rambut diamati pada lesi
alopecia setelah diberikan 3% minoxidil topikal (umur 1 tahun). (C) Gadis itu menunjukkan
rambut rontok berulang di tempat yang sama ketika pengobatan dihentikan.9
b. Tinea Capitis
Tinea capitis adalah infeksi yang disebabkan oleh dermatofit jamur
(biasanya spesies Microsporum dan Trichophyton) dari folikel rambut kulit
kepala dan kulit sekitarnya. Berbagai presentasi klinis diakui baik lesi yang
berupa peradangan ataupun tidak, dan biasanya berhubungan dengan alopesia
yang merata.9 Gejala tinea capitis termasuk gatal pada kulit kepala, lesi
kebotakan, dan pada daerah tersebut dapat disertai dengan pembengkakan,
kemerahan, bersisik, luka, atau kulit yang teriritasi. Jika tidak ditangani dengan
baik, dapat menyebabkan rambut rontok dan jaringan parut permanen (Gambar
7).11
Gambar 7. Lesi pada Tinea Capitis. Lesi kebotakan disertai kulit yang bersisik, kemerahan dan
teriritasi.10
c. Trichotillomania
Trichotillomania merupakan kelainan mencabut rambut, merupakan
suatu karateristik pengulangan aktivitas untuk mencabut rambut, baik rambut di
kulit kepala, alis atau area lain dari tubuh dan sering pada gadis yang
mengalami depresi.11
d.
Alopesia androgenik
Alopecia androgenik pada pria biasanya tampak pada dirinya saat
remaja, pada usia 20-an, atau di awal usia 30-an dengan hilangnya rambut
secara bertahap, terutama dari bagian vertex sampai ke fronto-temporal.
Prosesnya dapat dimulai kapan saja setelah masa pubertas, dan adanya kumis
serta rambut yang keriting menjadi tanda awal terjadinya alopecia androgenik.3
Alopesia androgenik pada wanita, biasanya rambut rontok pada bagian
apikal di seluruh kulit kepala dengan bagian yang lebih luas di anterior.
Biasanya, garis rambut pada bagian frontal akan sedikit. Penurunan densitas
dari rambut pada alopecia androgenik wanita biasanya dimulai dari bagian
vertex ke kulit kepala bagian depan akan terjadi. Bagian tengah rambut akan
menjadi bagian paling penting karena akan tampak pola hilangnya rambut
seperti gambaran Pola pohon Natal dengan bagian yang meruncing dari
anterior hingga ke posterior kulit kepala.3
e. Telogen Eflufium
Telogen eflufium adalah kelainan kulit kepala yang ditandai dengan
rambut rontok besar-besaran. Rontoknya sebagian besar rambut ini dikarenakan
beberapa kemungkinan mekanisme telogen. Paling sering sekitar 3 sampai 5
bulan setelah konversi dini rambut ke dalam fase telogen yang disebabkan oleh
operasi, melahirkan, obat-obatan, diet, atau karena tarikan. Konversi awal dari
lesi lokal kemungkinan disebabkan oleh papulasquamous yang mempengaruhi
kulit kepala.3
7.
Tatalaksana
Penatalaksaan pasien dengan alopesia areata adalah sebuah tantangan
karena berbagai macam faktor risiko dapat berperan dalam etiologinya. Belum
ada pengobatan definitif yang sudah ditetapkan, dan pengobatan difokuskan
terutama pada proses penyakit.6
1. Glukokortikoid
Glukokortikoid telah menjadi andalan terapi, dan telah digunakan
dengan topikal, oral dan parenteral untuk hal yang sama. Glukokortikoid telah
dimanfaatkan sebagai anti inflamasi menyeluruh untuk alopesia areata.6
Untuk alopesia areata dibatasi dengan melibatkan kurang dari 50% kulit
kepala, kortikosteroid intralesi adalah pendekatan lini pertama. Triamcinolone
acetonide pada konsentrasi 10 mg/ml diberikan menggunakan jarum panjang
30-gauge 0,5 inci dengan beberapa suntikan 0,1 ml kira-kira 1 cm secara
terpisah. Hasil awal pengobatan intralesi sering terlihat dalam 1-2 bulan.
Tambahan pengobatan diulang setiap 4-6 minggu.6
Beberapa bentuk kortikosteroid topikal dilaporkan menunjukkan
berbagai tingkat keberhasilan dalam alopesia areata. Beberapa terapi topikal
telah memasukkan krim fluocinolone acetonide, gel fluocinolone scalp,
betametason valerat lotion dan salep clobetasol propionat. Mereka tetap menjadi
pilihan yang sangat baik pada anak-anak.6
Pasien diinstruksikan untuk menerapkan 0,5-1% krim anthralin ada daerah yang
mengalami kebotakan selama 20-30 menit setiap hari selama 2 minggu, secara
bertahap meningkatkan jumlah pemberian harian sampai muncul eritema dan
pruritus ringan,
yang mana ketika hal tersebut telah dicapai kemudian dilanjutkan selama 3
sampai 6 bulan. Hal ini diyakini menjadi agen yang cocok untuk anak di bawah
usia 10 tahun. Efek merugikan termasuk scaling, pewarnaan kulit yang diobati,
folikulitis, dan regional limfadenopati.6
4. Topikal Imunomodulator
Dinitrochlorobenzene (DNCB) adalah sensitizer yang pertama yang
digunakan untuk pengobatan alopesia areata. Sensitizer kontak yang digunakan
dalam alopesia areata adalah Diphenyl-Cyclo-Propenone (DPCP) dan Squaric
Acid Ester Dibutil (SADBE). Efek samping dari topikal imunoterapi meliputi
pruritus, eritema ringan, scaling, dan limfadenopati postauricular.6
5. PUVA
Penggunaan PUVA (Psoralen plus Ultraviolet A) didasarkan pada
konsep sel bahwa mononuklear dan sel Langerhans yang mengelilingi folikel
rambut yang terkena mungkin memainkan peran patogenik langsung dan bahwa
terapi PUVA dapat memberantas infiltrasi sel radang. Baru-baru ini, Whitmont
melakukan studi dengan 8 - methoxypsoralen (8-MOP) (oral dosis-0,5 mg/kg)
ditambah radiasi UVA pada 1 J/cm2 dan menunjukkan pertumbuhan kembali
rambut lengkap pada pasien dengan alopesia areata totalis (53%) dan alopesia
areata universalis (55%) dan tingkat kekambuhan menjadi rendah di antara
pasien tersebut (21%) dalam tindak lanjut jangka waktu yang panjang (5,2
tahun).6
6. Siklosporin (CSA)
Siklosporin A adalah obat antimetabolit umum yang digunakan pada
pasien pasca-transplantasi melalui penghambatan aktivasi sel T. efek samping
yang umum adalah kulit hipertrikosis, yang terjadi pada sekitar 80% pasien,
sebagai akibat dari perpanjangan siklus fase anagen rambut. Hal ini juga
mengurangi perifolicular infiltrat limfositik, terutama jumlah rata-rata sel T
helper. Keberhasilan penggunaan CSA sistemik pada pasien menjadi kotroversi
karena merupakan nefrotoksik, dan obat hepatotoksik. Hal itu juga
Alopecia
areata
Usia <10
tahun
Minoxidil 5%,
kortikosteroid
topikal, atau
antharin kontak
singkat
Usia >10
tahun
Luas <50%
Luas >50%
Kortikosteroid
intralesi,
Minoxidil 5%,
steroid Topikal
atau Anthralin
Kontak Singkat
Imunoterapi
topikal dengan
DPCP/SADBE/
DNCB
Respon
Jelek
Bagus
Berikan Minoxidil
5%,
Kortikosteroid
Topikal atau
Anthralin Kontak
Singkat
Lanjutkan
Imunoterapi
topikal
8.
Komplikasi
Prognosis
Pertumbuhan kembali rambut secara spontan terjadi dalam 6 bulan pada
33% kasus alopesia areata, dan dalam 1 tahun pada 50% kasus. Pada awalnya
rambut yang tumbuh kembali akan berupa rambut velus yang halus, kamudian
akan digantikan dengan rambut yang kuat dan berpigmen. Namun, pada 33 %
kasus akan mengalami episode alopesia seumur hidupnya. Prognosis buruk
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain usia awal terkena alopesia yang <
10 tahun, luasnya alopesia, cepat atau lambatnya pengobatan serta adanya
kelainan organ tubuh lain misalnya distrofi kuku.2
RINGKASAN
Alopesia areata ditandai dengan hilangnya dengan cepat bagian rambut
yang lengkap sehingga membentuk lesi bulat atau oval, biasanya pada kulit
kepala, daerah yang berambut, alis, bulu mata, dan yang kurang umum terdapat
pada area lain yang berbulu dari tubuh. Seringkali berukuran dari 1 sampai 5
cm. Beberapa rambut yang tidak tumbuh dapat ditemukan pada lesi tersebut.3
Gambaran klinis, bentuk dan tampilan lesi, Adanya ekslamasi rambut,
perubahan kuku (kuku pitting atau tampilan kertas berpasir) menyebabkan
alopesia areata. Pada temuan dari sebagian besar pasien didapatkan karakteristik
diagnosis yang jelas. Bagaimanapun, riwayat keluarga yang positif dan
kehadiran dari kumpulan penyakit dapat memberikan bukti lebih lanjut pada
keraguan kasus.2
Alopesia areata memiliki dampak yang besar pada penampilan dan
psikologis pada individu. Selain itu, tidak ada keseragaman yang diandalkan
pada pengobatan yang telah diketahui. Kortikosteroid telah menunjukkan hasil
yang menjanjikan pada uji pengobatan selama bertahun-tahun. Pengobatan lain
yang telah digunakan dengan beberapa keberhasilan antara lain: minoxidil,
anthralin, DNCB, SADBE, PUVA, siklosporin. Dengan setiap pengobatan, efek
samping dan kosmetik harus dipertimbangkan. Mekanisme dukungan dalam
bentuk kelompok dukungan lokal harus dibentuk untuk memberikan konseling
bagi yang terkena alopesia areata.5
DAFTAR PUSTAKA
1. Harries MJ, Sun J, Paus R, King L E. Management of alopecia areata.BMJ
2010;341:242-246
2. Goldsmith L. A., et. al. 2012. Fitzpatricks Dermatology in General
Medicine. Eight Edition Volume One.USA: Mc Graw Hill.
3. James W. D., Berger, TG., Elston, DM. 2012. Andrews Disease of The
Skin Clinical Dermatology. USA: Sevier Saunders.
4. GIlhar A., Etzioni, A. 2012. Medical Progress Alopecia Areata. UK: The
New England of Journal Medicine.
5. Amin S. S., Sachdeva S. 2013. Alopecia Areata: An Update. India:
Department of Dermatology, JN Medical College, Aligarh Muslim
University (AMU), Aligarh, India.
6. Trueb R. M. 2012. Alopecia Areata: Whats New?
Paris: 2nd
with
Topical
Minoxidil.
South
Korea:
Department
of