Anda di halaman 1dari 25

Tinjauan Pustaka

Alopesia Areata

Oleh:
Riska Handriani
Rizka varia
Pembimbing:

Nanda Erlia

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2014

DAFTAR ISI

Halaman
Kata pengantar .......................................................................................................

Daftar Isi................................................................................................................

ii

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

1
1
2
8
9
11
13
18
18
19
20

Definisi......................................................................................................
Epidemiologi............................................................................................
Etiopatogenesis.........................................................................................
Gejala klinis ..............................................................................................
Diagnosis ..............................................................................................
Diagnosis Banding....................................................................................
Tatalaksana ..............................................................................................
Komplikasi ..............................................................................................
Prognosis ..............................................................................................
Ringkasan... ..............................................................................................
Daftar Pustaka...........................................................................................

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.

Patogenesis terjadinya alopecia areata.............................................Hal 3

Gambar 2.

Gambaran Histologi pada alopesia areata........................................Hal 4

Gambar 3.

Etiologi multifactor pada alopecia Areata........................................Hal 7

Gambar 4.

Gambaran black dot pada alopecia areata........................................Hal 8

Gambar 5.

Gambaran klinis dan demoskopis alopecia areata...........................Hal 9

Gambar 6.

Diagnosis banding berupa temporal triangular alopecia..................Hal 10

Gambar 7.

Diagnosis Banding Alopecia Areata berupa tinea capitis................Hal 11

Gambar 8.

Gambaran Tricotillomania...............................................................Hal 11

Gambar 9.

Gambaran Alopecia androgenik.......................................................Hal 12

Gambar 10. Gambaran tollagen evluvium...........................................................Hal 13


Gambar 11. Aplikasi Diphenycyclopropenone....................................................Hal 16
Gambar 12. Algoritma penatalaksaan alopesia areata.........................................Hal 18

1.

Definisi
Suatu kelainan pertumbuhan rambut, autoimun yang terjadi pada

individu dengan predisposisi genetik. Ditandai dengan area kebotakan yang


bulat berbatas tegas di kulit kepala, daerah yang berambut, alis, bulu mata
dengan exclamation mark hairs. Lesi pada umumnya berbentuk patch bulat atau
oval dengan batas tegas, permukaan licin tanpa adanya tanda-tanda atropi,
skuamasi maupun sikatrik.1
Hilangnya semua bagian rambut kulit kepala secara keseluruhan disebut
sebagai alopesia totalis, dan hilangnya semua rambut secara keseluruhan disebut
alopesia universalis. Pada sebagian besar kasus, rambut rontok hanya terbatas
distribusinya pada lesi di kulit kepala. Kerontokan dapat terjadi sepanjang kulit
kepala bagian temporal dan oksipital (ophiasis) atau pada seluruh kulit kepala
kecuali pada bagian yang jarang (sisaipho). Alopesia areata dapat terjadi pada
pola penyebaran yang dapat meniru pola alopesia. Petunjuk untuk diagnosis
yang benar termasuk riwayat periodik pertumbuhan kembali rambut, nail
pitting (kuku berlekuk), dan adanya patahan yang runcing atau exclamation
mark hairs. Alopesia areata umumnya muncul sebagai anagen efluvium, dengan
keterlibatan inflamasi dari matriks rambut sehingga rambut menjadi bengkok
dan patah. Seperti pada rambut kecil atau mengkonversi dari anagen ke telogen,
sisa bagian bawah rambut muncul pada kulit kepala, menghasilkan exclamation
mark hairs3
Alopesia areata ditandai dengan hilangnya bagian rambut secara
keseluruhan dan cepat pada satu atau lebih lesi dengan batasan tegas berbentuk
bulat atau oval, biasanya terjadi pada kulit kepala, daerah yang berambut, alis,
bulu mata, dan jarang terdapat pada daerah tubuh yang berambut lainnya.
Seringkali berukuran dari 1 sampai 5 cm. Beberapa rambut yang tersisa dapat
ditemukan pada lesi tersebut.3
2.
Epidemiologi
Pada waktu tertentu, sekitar 0,2% dari populasi dunia menderita alopesia
areata dengan risiko sekitar 1,7%. Ini merupakan penyebab umum timbulnya
rambut rontok secara tiba-tiba, tetapi hal ini kurang sering terjadi pada alopesia
androgenik. Jenis kelamin sama-sama mempengaruhi

keduanya. Meskipun

dapat terjadi pada semua usia, insiden pada usia muda lebih tinggi.2
Alopesia areata menjadi penyebab paling sering kebotakan yang terlihat
pada anak-anak. Insidensi pada keluarga adalah sekitar 15%, tetapi tampilan

dari kelainan ini bervariasi di antara anggota keluarga yang berbeda. 5% dari
pasien yang menderita alopesia areata berkembang menjadi rambut yang rontok
pada seluruh kulit kepala mereka (alopesia totalis), dan 1% dari pasien dapat
kehilangnya jumlah rambut beberapa bagian di tubuh (alopecia universalis).2
Di Unit Penyakit Kulit dan Kelamin RSCM Jakarta, dalam pengamatan
selama 3 tahun (1983-1985) penderita rata-rata sebanyak 20 orang per tahun
dengan perbandingan pria dan wanita 6:4. Umur termuda yang pernah dicatat
adalah 6 tahun, dan yang tertua adalah 59 tahun.4
Alopesia areata adalah penyebab paling sering dari rambut rontok dan
sangat tergantung pada latar belakang etnis dan wilayah dunia. Prevalensi
alopesia areata adalah 0,1-0,2%, dengan risiko hidup dihitung mulai 2%.
Alopesia areata mempengaruhi anak-anak, orang dewasa serta pada semua
warna rambut. Meskipun gangguan ini jarang terjadi pada anak di bawah usia 3
tahun, kebanyakan pasien relatif muda yaitu sekitar 66% lebih muda dari 30
tahun, dan hanya 20% yang lebih tua dari 40 tahun. Pada umumnya tidak ada
predileksi jenis kelamin. Pada satu penelitian yang melibatkan kelompok dari
21 hingga 30 tahun, Dalam sebuah penelitian terhadap 226 pasien di Cina
dengan alopesia areata yang berusia 16 tahun, dengan onset median usia adalah
10 tahun, dan rasio laki-laki:perempuan adalah 4:1, gangguan lebih parah
terjadi pada anak laki-laki dan anak pada usia dini.4
Alopesia areata dikaitkan dengan peningkatan risiko keseluruhan
gangguan autoimun lainnya (16%). Misalnya, disertai dengan lupus
eritematosus pada 0,6% pasien, vitiligo pada 4%, dan penyakit tiroid autoimun
pada 8-28% pasien.4
3.

Etiopatogenesis
Bukti yang mendukung adanya etiologi autoimun. Oligoklonal dan

limfosit T autoreaktif menampilkan adanya peradangan infiltrat peribulbar, serta


banyak pasien merespon obat modulasi imun. Alopesia areata yang terkena pada
kulit kepala dicangkokkan pada tikus dengan gabungan defisiensi imun yang
berat menunjukkan hilangnya infiltrasi limfosit dan pertumbuhan rambut. Pada
model ini, menyuntikkan T-Limfosit dengan hemoginasi kulit kepala dapat
mereproduksi alopesia. Folikular melanosit adalah target untuk mengaktifkan
sel T pada penyakit ini. Hipotesis ini juga didukung oleh pengamatan bahwa
rambut putih jarang terkena dan jika rambut tumbuh kembali maka sering tak
berpigmen.3

Pada alopesia awal, inflamasi infiltrate perifolikular dan intrafolikular


terdiri dari diaktifkannya CD+4 dan CD+8 sel T, bersama-sama dengan
makrofag dan sel Langerhans. Tahap awal rontoknya rambut dimediasi oleh
sitokin tipe 1, termasuk interleukin (IL) -2, interferon (IFN) dan Tumor
Necrosis Factor (TNF ). Umbi rambut biasanya merupakan daerah dengan
imun relatif yang memiliki keunggulan selama anagen, secara fakta merupakan
level terendah yang ditampilkan pada Mayor History Compatibility Complex
(MHC) pada antigen kelas Ia. Keunggulan imun ini dapat mencegah pengenalan
antigen oleh autoreaktif CD +8 sel T. Alopesia areata dapat berhubungan
dengan hancurnya keunggulan imun ini. IFN pada tikus mempunyai
ketahanan yang kurang terhadap alopesia areata.3
Alopesia areata adalah penyakit kronik, penyakit autoimun dengan
organ spesifik, yang bermediakan autoreaktif CD+8 sel T (Gambar 1), dengan
memengaruhi molekul rambut dan terkadang terjadi pada kuku. Alopesia areata
diperkirakan menjadi penyakit autoimun dengan ketidakmampuan respon imun
terhadap kumpulan antigen folikel rambut. Runtuhnya kemampuan imun yang
normal pada umbi rambut anagen, mungkin disebabkan oleh interferon , yang
menjadi ciri khas dari patogenesis penyakit ini. Kumpulan melanogenesis
autoantigen, yang secara normal diasingkan dari pengenalan imun oleh fungsi
kemampuan imun folikel rambut, mungkin menjadi ciri khas target dari
peradangan autoagresif pada alopesia areata. Ini menjadi frekuensi yang tinggi
pada riwayat keluarga yang positif yang berpengaruh pada setiap individu,
mempunyai jarak antara 10% sampai dengan 42% kasus, dan masih sangat
tingginya insidensi dari riwayat keluarga yang positif dengan onset awal
alopecia areata. Banyak pasien yang melaporkan pengalaman adanya stres
emosional yang besar sebelum menjadi onset dari alopesia. Sebuah Genom
yang luas pada penelitian saat ini menunjukkan beberapa letak suatu gen (lokus)
terkait dengan alopesia areata yang mengandung gen pengontrol keduanya
untuk imun bawaan dan yang diperoleh, seperti pada gen yang mengekspresikan
folikel rambut itu sendiri.2

Gambar 1. Patogenesis terjadinya alopecia areata. Sel Mast, CD4+ sel T, CD 8+ sel T, Natural
Killer Cell dan melanosit menyerang akar rambut sehingga terjadi induksi prematur pada
katagen sehingga merusak bagian akar rambut pada proses katagen, telogen sampai kembali
pada proses anagen yang kembali mengaktifkan melagonesis.5

Onset dari penyakit infeksi virus Eipstein-Barr mononukleosis telah


dilaporkan. Reaktivitas modifikasi neuropeptida memiliki peran dalam penyakit
ini. Adanya faktor herediter juga dapat terlibat. Secara keseluruhan, hampir 25%
dari pasien memiliki riwayat keluarga yang positif; dilaporkan adanya
persamaan dengan alopesia Areta. Pasien dengan onset awal lebih berat
keparahannya, kumpulan keluarga dengan alopecia areata mempunyai
keunikan, dan bersignifikan sangat tinggi dengan pengumpulan antigen HLA
antigen DR4, DR11 dan DQ7. onset yang lebih lambat dengan keparahan
menengah, memiliki prognosis yang lebih baik dan menjadi sub bagian pasien
dengan frekuensi rendah untuk penyakit keluarga dan yang tidak dapat terbagi
dengan

antigen

HLA.

Kumpulan

keluarga

alopecia

areata

dengan

trombositopenia herediter yang terkait dengan mutasi gen pada kromosom 17


telah dijelaskan. R620W (c.1858CT, varian protein tyrosin phosphatase non
reseptor 22 gen (PTPN22) merupakan kumpulan varietas dari gangguan
autoimun, termasuk alopesia areata. Ini merupakan kumpulan dengan onset
awal penyakit, hilangnya rambut secara luas, dan riwayat keluarga yang positif.3

Secara histologi, alopesia areata adalah karakteristik dari peradangan


infiltrat, terutama dari sel T, di sekitaran anagen pada folikel akar rambut
(segerombolan lebah). Bagaimanapun, peradangan infiltrat klasik mungkin
hilang pada bentuk sub akut dan kronik. Alopesia areata menjadi diagnosis yang
berbeda di mana persentase yang tinggi dari telogen rambut atau miniatur
rambut telah diperkenalkan, bahkan dalam ketiadaan peradangan peribulbar.2

Gambar 2. Gambaran histologi pada alopecia areta.5 Gambaran histologi menggambarkan


adanya gambaran jaringan seperti segerombolan lebah yang diakibatkan oleh peradangan
infiltrat, terutama dari sel T, di sekitaran anagen pada folikel umbi rambut.

Pada alopesia areata masa fase telogen menjadi lebih pendek dan diganti
dengan pertumbuhan rambut anagen yang distrofik. Berbagai faktor dianggap
mempengaruhi terjadinya kelainan ini antara lain (Gambar 3):
1. Genetik
Alopesia areata dapat diturunkan secara dominan autosomal dengan
penetrasi variabel. Beberapa gen terangkai erat dengan misalnya sistem genetic
HLA (Human Leucocyte Antigen) yang berlokasi di lengan pendek kromosom6 membentuk MHC (Major Histocompatibility Complex). Tiap gen pada sistem

genetik HLA memiliki banyak varian (alel) yang berbeda satu dengan yang
lain. Kompleks HLA pada penderita alopecia areata diteliti karena banyaknya
hubungan penyakit-penyakit autoimun dengan peningkatan frekuensi antigen
HLA.
2. Stigma atopi (faktor alergi)
Beberapa penelitian adanya hubungan antara alopesia areata dengan
atopi, terutama alopesia areata berat. Frekuensi penderita alopecia areata yang
mempunyai stigmata atopis sebesar 10-52%. Kelainan yang sering dijumpai
berupa asma bronkial, rinitis dan atau dermatitis atopik.4
3. Gangguan neurofisiologi dan emosional
Pada alopesia areata telah dibutikan dapat terjadi vasokontriksi yang
disebabkan oleh gangguan saraf autonom, atau setelah tindakan ortodontik.
Beberapa penelitian mendapatkan bahwa stress mungkin merupakan faktor
presipikasi pada beberapa kasus alopecia areata.
4. Gangguan organ ektodermal
Kerusakan kuku distropik dianggap berasosiasi dengan alopesia areata,
demikian pula timbulnya katarak tipe subkapsular posterior.4
5. Kelainan endokrin
Beberapa penyakit endokrin antara lain gangguan fungisi kelenjar dan
diabetes mellitus banyak dihubungkan dengan alopecia areata. Tiroid, kelenjar
yang paling sering dijumpai kelainannya pada penderita alopecia areata,
memberikan gambaran penyakit goiter. Gangguan endokrin lainnya dapat
berupa vitiligo dan kelainan gonad.4
6. Faktor infeksi
Adanya laporan mengenai kemungkinan infeksi Cytomegalo virus
(CMV) pada alopecia areata. Infeksi HIV juga berpotensi sebagai faktor
pencetus terjadinya alopecia areata. Tapi ada penyelidikan lain yang
menyebutkan tidak ada hubungan bukti virus/bakteri belum dapat disimpulkan.
7. Faktor neurologi
Perubahan lokal pada sistem safar perifer pada level papila dermis
mungkin memegang peranan pada evaluasi alopecia areata karena sistem saraf
perifer dapat menyaluran neuropeptida yang memodulasi proses inflamasi dan
proliferasi. Teori ini didukung oleh Hlordinsk dkk: ada penurunan Calcitonin
Gene-Related Peptide (CGRP) dan substansi P (SP) pada pasien alopecia areata.

Neuro CGRP bekerja sebagai anti inflamasi poten Neuropeptida SP mampu


menginduksi pertumbuhan rambut pada tikus. Pemberian Capsaicin (yang dapat
menyebabkan inflamasi neurogenik dan pelepasan SP) pada seluruh kulit kepala
pada 2 pasien alopecia areata dapat meningkatkan adanya SP pada saraf
perifolikular pasien alopecia areata dan menginduksi pertumbuhan rambut
velus.4
8. Faktor hormonal/kehamilan
Ketidakseimbangan hormonal pada kehamilan kadang-kadang dapat
mencetuskan terjadinya alopecia areata. Banyak dilaporkan kasus alopecia
areata terjadi selama masa kehamilan. Alopecia areata pada keadaan ini pada
umumnya bersifat sementara. Masa pubertas dan menopause juga berpotensi
untuk kembalinya alopecia areata.4
9. Bahan kimia
Bahan kimia yang berpotensi untuk terjadinya alopecia areata adalah
acrylamide, formaldehyde dan beberapa peptisida.4
Faktor
Faktor
Genetika
neurologi
hormon
Allopesia
Stigma
Faktor
Areata
Atopik
infeksi
Bahan kimia
Kelainan
emosional
Gambar endokrin
3. Etiologi multifaktor pada alopesia areata. Beberapa di antaranya karena pengaruh
genetik, stigma atopik, faktor stress, bahan kimia, hormonal, kelainan endokrin, faktor infeksi
dan faktor neurologi.6

Gejala Klinis
Alopesia areata merupakan karakteristik dari onset akut. Penyakit ini

secara tipikal menunjukkan patch berbentuk bundar atau bentuk lonjong, yang
berbatas tegas, lesi dengan kebotakan dan permukaan yang halus dengan
distribusi yang menyebar. Alopesia totalis menyebabkan hilangnya rambut pada
kulit kepala secara keseluruhan dan dapat terjadi tiba-tiba atau mengikuti
sebagian kebotakan. Alopesia parsial dapat diamati pada bagian tubuh yang lain.
Hilangnya rambut secara keseluruhan pada tubuh disebut alopesia universalis
dan terjadi secara tiba-tiba atau mengikuti periode yang lama pada alopesia
parsial.2
Keistimewaan dari karakteristik alopesia areata adalah adanya black
dots (adanya cadaver hairs, point noir) yang menghasilkan rambut yang rusak
sebelum mencapai permukaan kulit. Exclamation mark hairs, dengan bentuk

distal tumpul dan proksimal yang meruncing, muncul ketika rambut yang rusak
(black dots) terdorong keluar oleh folikel2 (Gambar 4).

Gambar 4. Gambaran black dots. Gambaran khas pada alopecia areata, tampak black dots
terdorong keluar oleh folikel rambut.5

Lokalisasi dari inisial lesi ini seringnya pada kulit kepala, tetapi dapat
terjadi pada banyak bagian rambut pada tubuh. Beberapa lesi biasanya tanpa
gejala yang lebih lanjut, dapat menunjukkan adanya rasa gatal yang ringan dan
kemerahan pada beberapa kasus. Alopesia areata secara umum terjadi dengan
penyebaran secara menyeluruh dengan pola yang menyerupai alopesia
androgenik. Pada stadium yang akut, tarikan halus membentuk pinggiran daerah
kebotakan akan menghasilkan lebih dari 10 rambut. Adanya keterlibatan nail
pitting (lekukan kuku) dan gambaran seperti kertas pasir. Penyakit ini
digambarkan sebagai kumpulan dari varietas kelainan lainnya, seperti katarak,
penyakit tiroid, vitiligo, dermatitis atopik, psoriasis dan Immunodysregulation
Enter-opathy X-Linked Syndrome (IPEX), Cronkhite Canada dan sindrom
Down.2
5.

Diagnosis
Sesuai dengan gambaran klinis, seperti bentuk dan gambaran lesi,

exclamation mark hairs, perubahan kuku (distrofi kuku dan gambaran kertas
berpasir) menyebabkan alopesia areata (Gambar 5). Pada temuan dari sebagian
besar pasien didapatkan karakteristik diagnosis yang jelas. Bagaimanapun,
riwayat keluarga yang positif dan/atau kehadiran dari kumpulan penyakit
mungkin memberikan bukti lebih lanjut pada kasus yang meragukan.2

Gambar 5. Gambaran Klinis dan Dermoskopis Alopecia Areata. (a) menunjukkan karakteristik
dari alopesia areata di seorang ayah dan anaknya. Kerontokan yang terjadi pada ayah berupa
bercak bulat berbatas tegas dan tidak ada tanda peradangan, dan kulit tidak memiliki kelainan
pada daerah yang berjenggot. Anak memiliki alopecia areata totalis. (b) menunjukkan
exclamation mark hairs, di mana segmen distal dari batang rambut lebih luas dibandingkan
ujung proksimal, dan (c) menunjukkan "cadaver hairs" (black dots seperti komedo), (d)
menunjukkan perubahan kuku, salah satu dari beberapa
perubahan kuku yang dapat hadir dalam alopecia areata, seperti onychodystrophy. (e)
menunjukkan pertumbuhan kembali rambut putih (poliosis) dalam lesi alopecic.4

Biopsi pada kepala mengungkapkan adanya miniatur secara umum dan


marker penurunan dari katagen dan telogen pada folikel rambut. Pada fase akut,
adanya peradangan infiltrat pada peribulbar, yang dijelaskan sebagai
segerombolan lebah ditemukan. Terkadang pada sel mast, sel plasma, dan
eosinofil dapat juga ditemukan. Tes laboratorium sebaiknya dilakukan untuk
menyingkirkan adanya disfungsi tiroid.2
6.

Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari alopesia areata ini adalah; temporal triangular

alopesia, tinea capitis, trichotillomania, alopecia androgenik, telogen eflufium.2


a. Temporal Triangular Alopecia

Temporal Triangular Alopesia pertama kali dijelaskan oleh Sabouraud


dan disebut sebagai alopesia dengan lesi yang berbentuk oval, dan terbatas pada
kulit kepala bagian frontotemporal. Jika tidak diobati, maka lesi ini akan tetap
ada seumur hidup (Gambar 6).9

Gambar 6. Gambaran lesi pada Temporal Triangular Alopecia. (A) Lesi kebotakan ukuran 2,5
1,0 cm yang tepat pada kulit kepala frontotemporal. (B) Pertumbuhan rambut diamati pada lesi
alopecia setelah diberikan 3% minoxidil topikal (umur 1 tahun). (C) Gadis itu menunjukkan
rambut rontok berulang di tempat yang sama ketika pengobatan dihentikan.9

b. Tinea Capitis
Tinea capitis adalah infeksi yang disebabkan oleh dermatofit jamur
(biasanya spesies Microsporum dan Trichophyton) dari folikel rambut kulit
kepala dan kulit sekitarnya. Berbagai presentasi klinis diakui baik lesi yang
berupa peradangan ataupun tidak, dan biasanya berhubungan dengan alopesia
yang merata.9 Gejala tinea capitis termasuk gatal pada kulit kepala, lesi
kebotakan, dan pada daerah tersebut dapat disertai dengan pembengkakan,
kemerahan, bersisik, luka, atau kulit yang teriritasi. Jika tidak ditangani dengan
baik, dapat menyebabkan rambut rontok dan jaringan parut permanen (Gambar
7).11

Gambar 7. Lesi pada Tinea Capitis. Lesi kebotakan disertai kulit yang bersisik, kemerahan dan
teriritasi.10

c. Trichotillomania
Trichotillomania merupakan kelainan mencabut rambut, merupakan
suatu karateristik pengulangan aktivitas untuk mencabut rambut, baik rambut di
kulit kepala, alis atau area lain dari tubuh dan sering pada gadis yang
mengalami depresi.11

d.

Alopesia androgenik
Alopecia androgenik pada pria biasanya tampak pada dirinya saat

remaja, pada usia 20-an, atau di awal usia 30-an dengan hilangnya rambut
secara bertahap, terutama dari bagian vertex sampai ke fronto-temporal.
Prosesnya dapat dimulai kapan saja setelah masa pubertas, dan adanya kumis

serta rambut yang keriting menjadi tanda awal terjadinya alopecia androgenik.3
Alopesia androgenik pada wanita, biasanya rambut rontok pada bagian
apikal di seluruh kulit kepala dengan bagian yang lebih luas di anterior.
Biasanya, garis rambut pada bagian frontal akan sedikit. Penurunan densitas
dari rambut pada alopecia androgenik wanita biasanya dimulai dari bagian
vertex ke kulit kepala bagian depan akan terjadi. Bagian tengah rambut akan
menjadi bagian paling penting karena akan tampak pola hilangnya rambut
seperti gambaran Pola pohon Natal dengan bagian yang meruncing dari
anterior hingga ke posterior kulit kepala.3

e. Telogen Eflufium
Telogen eflufium adalah kelainan kulit kepala yang ditandai dengan
rambut rontok besar-besaran. Rontoknya sebagian besar rambut ini dikarenakan
beberapa kemungkinan mekanisme telogen. Paling sering sekitar 3 sampai 5
bulan setelah konversi dini rambut ke dalam fase telogen yang disebabkan oleh
operasi, melahirkan, obat-obatan, diet, atau karena tarikan. Konversi awal dari
lesi lokal kemungkinan disebabkan oleh papulasquamous yang mempengaruhi
kulit kepala.3

7.

Tatalaksana
Penatalaksaan pasien dengan alopesia areata adalah sebuah tantangan

karena berbagai macam faktor risiko dapat berperan dalam etiologinya. Belum
ada pengobatan definitif yang sudah ditetapkan, dan pengobatan difokuskan
terutama pada proses penyakit.6
1. Glukokortikoid
Glukokortikoid telah menjadi andalan terapi, dan telah digunakan
dengan topikal, oral dan parenteral untuk hal yang sama. Glukokortikoid telah
dimanfaatkan sebagai anti inflamasi menyeluruh untuk alopesia areata.6
Untuk alopesia areata dibatasi dengan melibatkan kurang dari 50% kulit
kepala, kortikosteroid intralesi adalah pendekatan lini pertama. Triamcinolone
acetonide pada konsentrasi 10 mg/ml diberikan menggunakan jarum panjang
30-gauge 0,5 inci dengan beberapa suntikan 0,1 ml kira-kira 1 cm secara
terpisah. Hasil awal pengobatan intralesi sering terlihat dalam 1-2 bulan.
Tambahan pengobatan diulang setiap 4-6 minggu.6
Beberapa bentuk kortikosteroid topikal dilaporkan menunjukkan
berbagai tingkat keberhasilan dalam alopesia areata. Beberapa terapi topikal
telah memasukkan krim fluocinolone acetonide, gel fluocinolone scalp,
betametason valerat lotion dan salep clobetasol propionat. Mereka tetap menjadi
pilihan yang sangat baik pada anak-anak.6

Dosis prednisolon yang disarankan adalah 1 mg/kg/hari untuk orang


dewasa dan 0,1-1 mg/kg/hari untuk anak-anak. Dosis yang diperlukan untuk
mempertahankan pertumbuhan kembali rambut pada alopesia areata adalah
antara 30 dan 150 mg per hari. Tentu saja pengobatan dapat berkisar dari 1
sampai 6 bulan, tetapi program yang berkepanjangan harus dihindari untuk
berbagai efek samping sekunder obat ini terutama ketika anak-anak diobati.
efek samping dalam hubungannya dengan persyaratan pengobatan jangka
panjang dan tingkat kekambuhan yang membuat kortikosteroid sistemik
menjadi pilihan yang lebih terbatas. Friedli et al. juga telah melaporkan
keberhasilan terapi dengan methylprednisolone (250 mg IV dua kali sehari
selama 3 hari berturut-turut) pada alopesia areata yang merata. Kontraindikasi
dan efek samping harus dipertimbangkan untuk terapi ini.6
Oral Mini Pulse Steroid Daily memiliki khasiat yang tinggi, namun
penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan efek samping yang serius
seperti hipertensi, diabetes dan penekanan sumbu HPA. Untuk menghindari
efek, terapi pulsasi diberikan, Dalam sebuah studi dilakukan oleh Pasricha et al.,
betametason merupakan terapi yang nyaman dan modalitas pengobatan yang
cukup efektif untuk alopesia areata yang luas. Namun, diusulkan bahwa
percobaan acak terkontrol dengan standar terapi pada sejumlah besar pasien
yang diminta untuk memberikan wawasan yang lebih dalam untuk khasiat dan
keamanan terapi.6
2. Minoxidile
Pertama kali diperkenalkan sebagai agen antihipertensi, yang efek
samping dari hipertrikosis menyebabkan penggunaannya sebagai pengobatan
untuk berbagai bentuk alopesia. Minoxidil langsung mempengaruhi folikel oleh
merangsang proliferasi di dasar umbi rambut dan diferensiasi pada papilla
dermal, independen dari pengaruh pembuluh darahnya. Minoxidil telah
menunjukkan hasil yang cukup besar dalam pengelolaan alopesia areata dan
diyakini bahwa pasien resisten terhadap pengobatan minoxidil sering menderita
alopecia areata parah, alopesia totalia atau alopesia universal. Kombinasi terapi
dari minoxidil 5% lotion dan anthralin telah didokumentasikan untuk
menunjukkan
hasil yang lebih baik oleh beberapa penulis.6
3. Anthralin
Efek Anthralin berupa sifat kontak iritannya. Tindakannya juga melalui
imunosupresif dan property anti-inflamasi melalui generasi radikal secara gratis.

Pasien diinstruksikan untuk menerapkan 0,5-1% krim anthralin ada daerah yang
mengalami kebotakan selama 20-30 menit setiap hari selama 2 minggu, secara
bertahap meningkatkan jumlah pemberian harian sampai muncul eritema dan
pruritus ringan,
yang mana ketika hal tersebut telah dicapai kemudian dilanjutkan selama 3
sampai 6 bulan. Hal ini diyakini menjadi agen yang cocok untuk anak di bawah
usia 10 tahun. Efek merugikan termasuk scaling, pewarnaan kulit yang diobati,
folikulitis, dan regional limfadenopati.6
4. Topikal Imunomodulator
Dinitrochlorobenzene (DNCB) adalah sensitizer yang pertama yang
digunakan untuk pengobatan alopesia areata. Sensitizer kontak yang digunakan
dalam alopesia areata adalah Diphenyl-Cyclo-Propenone (DPCP) dan Squaric
Acid Ester Dibutil (SADBE). Efek samping dari topikal imunoterapi meliputi
pruritus, eritema ringan, scaling, dan limfadenopati postauricular.6

Gambar 8. Aplikasi Diphenylcyclopropenone (DNCB) pada alopecia areata. (A) kapas


swab dicelupkan langsung ke dalam botol. (B) Salah satu sisi kulit kepala yang dicat dengan
dua lapisan diphenylcyclopropenone (anteroposterior dan lateral). (C) peningkatan pertumbuhan
rambut pada sisi yang diobati. Perhatikan bahwa beberapa lesi refrakter terhadap pengobatan 8

5. PUVA
Penggunaan PUVA (Psoralen plus Ultraviolet A) didasarkan pada
konsep sel bahwa mononuklear dan sel Langerhans yang mengelilingi folikel
rambut yang terkena mungkin memainkan peran patogenik langsung dan bahwa
terapi PUVA dapat memberantas infiltrasi sel radang. Baru-baru ini, Whitmont
melakukan studi dengan 8 - methoxypsoralen (8-MOP) (oral dosis-0,5 mg/kg)
ditambah radiasi UVA pada 1 J/cm2 dan menunjukkan pertumbuhan kembali
rambut lengkap pada pasien dengan alopesia areata totalis (53%) dan alopesia
areata universalis (55%) dan tingkat kekambuhan menjadi rendah di antara
pasien tersebut (21%) dalam tindak lanjut jangka waktu yang panjang (5,2
tahun).6
6. Siklosporin (CSA)
Siklosporin A adalah obat antimetabolit umum yang digunakan pada
pasien pasca-transplantasi melalui penghambatan aktivasi sel T. efek samping
yang umum adalah kulit hipertrikosis, yang terjadi pada sekitar 80% pasien,
sebagai akibat dari perpanjangan siklus fase anagen rambut. Hal ini juga
mengurangi perifolicular infiltrat limfositik, terutama jumlah rata-rata sel T
helper. Keberhasilan penggunaan CSA sistemik pada pasien menjadi kotroversi
karena merupakan nefrotoksik, dan obat hepatotoksik. Hal itu juga

menyebabkan hiperplasia gingiva, sakit kepala, tremor, dan hiperlipidemia. 6

Alopecia
areata

Usia <10
tahun

Minoxidil 5%,
kortikosteroid
topikal, atau
antharin kontak
singkat

Usia >10
tahun

Luas <50%

Luas >50%

Kortikosteroid
intralesi,
Minoxidil 5%,
steroid Topikal
atau Anthralin
Kontak Singkat

Imunoterapi
topikal dengan
DPCP/SADBE/
DNCB

Jika luas >50%


prostesis kulit
kepala harus
dipertimbangkan
kepada pasien
dengan keluasan
alopecia >50%

Respon

Jelek

Bagus

Berikan Minoxidil
5%,
Kortikosteroid
Topikal atau
Anthralin Kontak
Singkat

Lanjutkan
Imunoterapi
topikal

Gambar 9. Algoritma penatalaksanaan alopecia areata. Algoritma pengobatan dibagi


berdasarkan usia, yaitu di atas 10 tahun dan di bawah 10 tahun. Dijelaskan pemakaian
minoxidil, kortikosteroid topical dan anthralin berdasarkan umur beserta umur, dan respon dari
pengobatan.5

8.

Komplikasi

Perjalanan kekambuhan dan progresivitas dari hilangnya rambut


menjadi bentuk yang semakin parah pada alopesia totalis atau universal akan
menjasi suatu komplikasi yang ditakuti. Kehilangan rambut pada kulit kepala
dan wajah, termasuk pada bulu hidung, alis/bulu mata dapat meningkatkan
insidensi terpapar sinar matahari dan kanker kulit, juga seperti peradangan
nasofaringeal dan oftalmikus. Meskipun kondisi ini tidak dapat untuk ditrapi
seumur hidup, perubahan pada penampilan akan meningkatkan rasa kurang
percaya diri pada kondisi dan harga diri seseorang, dan dapat mengarah kepada
depresi berat dan penarikan diri pada lingkungan sosial.2
9.

Prognosis
Pertumbuhan kembali rambut secara spontan terjadi dalam 6 bulan pada

33% kasus alopesia areata, dan dalam 1 tahun pada 50% kasus. Pada awalnya
rambut yang tumbuh kembali akan berupa rambut velus yang halus, kamudian
akan digantikan dengan rambut yang kuat dan berpigmen. Namun, pada 33 %
kasus akan mengalami episode alopesia seumur hidupnya. Prognosis buruk
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain usia awal terkena alopesia yang <
10 tahun, luasnya alopesia, cepat atau lambatnya pengobatan serta adanya
kelainan organ tubuh lain misalnya distrofi kuku.2

RINGKASAN
Alopesia areata ditandai dengan hilangnya dengan cepat bagian rambut
yang lengkap sehingga membentuk lesi bulat atau oval, biasanya pada kulit
kepala, daerah yang berambut, alis, bulu mata, dan yang kurang umum terdapat
pada area lain yang berbulu dari tubuh. Seringkali berukuran dari 1 sampai 5
cm. Beberapa rambut yang tidak tumbuh dapat ditemukan pada lesi tersebut.3
Gambaran klinis, bentuk dan tampilan lesi, Adanya ekslamasi rambut,
perubahan kuku (kuku pitting atau tampilan kertas berpasir) menyebabkan
alopesia areata. Pada temuan dari sebagian besar pasien didapatkan karakteristik
diagnosis yang jelas. Bagaimanapun, riwayat keluarga yang positif dan

kehadiran dari kumpulan penyakit dapat memberikan bukti lebih lanjut pada
keraguan kasus.2
Alopesia areata memiliki dampak yang besar pada penampilan dan
psikologis pada individu. Selain itu, tidak ada keseragaman yang diandalkan
pada pengobatan yang telah diketahui. Kortikosteroid telah menunjukkan hasil
yang menjanjikan pada uji pengobatan selama bertahun-tahun. Pengobatan lain
yang telah digunakan dengan beberapa keberhasilan antara lain: minoxidil,
anthralin, DNCB, SADBE, PUVA, siklosporin. Dengan setiap pengobatan, efek
samping dan kosmetik harus dipertimbangkan. Mekanisme dukungan dalam
bentuk kelompok dukungan lokal harus dibentuk untuk memberikan konseling
bagi yang terkena alopesia areata.5
DAFTAR PUSTAKA
1. Harries MJ, Sun J, Paus R, King L E. Management of alopecia areata.BMJ
2010;341:242-246
2. Goldsmith L. A., et. al. 2012. Fitzpatricks Dermatology in General
Medicine. Eight Edition Volume One.USA: Mc Graw Hill.
3. James W. D., Berger, TG., Elston, DM. 2012. Andrews Disease of The
Skin Clinical Dermatology. USA: Sevier Saunders.
4. GIlhar A., Etzioni, A. 2012. Medical Progress Alopecia Areata. UK: The
New England of Journal Medicine.
5. Amin S. S., Sachdeva S. 2013. Alopecia Areata: An Update. India:
Department of Dermatology, JN Medical College, Aligarh Muslim
University (AMU), Aligarh, India.
6. Trueb R. M. 2012. Alopecia Areata: Whats New?

Paris: 2nd

INTERNATIONAL HAIR SURGERY MASTER COURSE, Saturday


October 13 EMAA 2012, 8th EUROPEAN CONGRESS October 12 -14
2012, Paris
7. Alkhalifah A. et al. 2009. Alopecia Areata Update Part II Treatment. New
York: The Department of Dermatology and Skin Science,a University of
British Columbia, Vancouver, and the Department of Dermatology.
8. Bang C. Y., et. al. 2012. Successful Treatment of Temporal Triangular
Alopecia

with

Topical

Minoxidil.

South

Korea:

Department

Dermatology, Inha University School of Medicine, Incheon, Korea.

of

9. Shannon D. W. 2011. Tinea Capitis (Ringworm of the Scalp; Fungal


Infection of the Scalp). EBSCO.
10. Franklin M., et.al. 2011. Expert Concensus Treatment Guidelines for
Trichotillomania, Skin Picking, and Other Body-Focus Repetitive
Behaviours. Trichotillomania Learning Center. Inc.SS

Anda mungkin juga menyukai