Anda di halaman 1dari 15

BAB.

I
PENDAHULUAN
Kista barhtolini pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli anatomi
Belanda pada tahun 1677 bernama Casper Bartholin. Kelenjar ini merupakan
kelenjar vestibuler terbesar menyerupai kelenjar cowper (kelenjar bulbouretral) pada
laki-laki, yang letaknya tertutup dan berpasangan.7 Kelenjar ini berfungsi untuk
mensekresi cairan pembersih, mukus yang alkalis kedalam duktus yang bagian
dalamnya tersusun atas sel kolumner dan bagian luar tersusun atas epitel transisional.
Kista barhtolini adalah tersumbatnya saluran lubrikasi pada vagina atau
membesarnya muara saluran lubrikasi, yang berakibat tidak keluarnya cairan
lubrikasi yang mestinya keluar (perempuan yang belum 40 tahun). Kondisi ini
disebabkan oleh adanya bakteri, yang antara lain adalah E-coli, kuman/bakteri
penyakit kelamin, dll.
Kista bartholini merupakan masalah yang sering didapatkan pada wanita
usia reproduksi, kebanyakan kasus terjadi pada usia 20 sampai 30 tahun dengan
sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista bartolini atau abses dalam hidup
mereka, sehingga hal ini merupakan masalah yang perlu untuk dicermati. Hal ini
berhubungan dengan aktifitas kelenjar bartholin yang berkurang pada masa
menopause. Kista bartholini terbentuk akibat tersumbatnya kelenjar minyak dibibir
kemaluan bagian dalam (ada dua, di kiri dan kanan) akibat adanya infeksi. Untuk
menghindari timbulnya kista dengan menjaga kebersihan (hygienis). Selama kista ini
tidak terinfeksi oleh virus, bakteri, jamur kista ini tidak menimbulkan masalah, si
wanita tidak akan merasa sakit hanya saja akan ada rasa benjolon di labia mayora
vagina (bibir bagian luar vagina). Tapi seandainya kista ini terinfeksi maka disebut
dengan abses bartholini. Kelenjar Bartholini berkembang dari epithelium pada area
posterior dari vestibula. Kelenjar bartholin terletak bilateral pada sepertiga bawah
labia minora dan mempunyai saluran kelenjar bartholin panjangnya 2 cm- 2,5 cm
dengan posisi pada jam 4 dan jam 8, bermuara pada vestibula. 5,8,9 Kelenjar tersebut
biasanya hanya berukuran sebesar kacang polong dan jarang melebihi ukuran 1 cm.8,9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk

di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar Bartholin terjadi
ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartolini bisa tersumbat karena
berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila
saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu
sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh
kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan
membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi.
2.2

Epidemiologi
Dua persen wanita mengalami kista Bartolini atau abses kelenjar pada suatu

saat dalam kehidupannya. 5 Abses umumnya hampir terjadi tiga kali lebih banyak dari
pada kista. Salah satu penelitian kasus kontrol menemukan bahwa wanita berkulit
putih dan hitam yang lebih cenderung untuk mengalami kista bartolini atau abses
bartolini dari pada wanita hispanik, dan bahwa perempuan dengan paritas yang tinggi
memiliki risiko terendah.6,10 Kista Bartolini, yang paling umum terjadi pada labia
mayora. Involusi bertahap dari kelenjar Bartolini dapat terjadi pada saat seorang
wanita mencapai usia 30 tahun. Hal ini mungkin menjelaskan lebih seringnya terjadi
kista Bartolini dan abses selama usia reproduksi. Biopsi eksisional mungkin
diperlukan lebih dini karena massa pada wanita pascamenopause dapat berkembang
menjadi kanker. Beberapa penelitian telah menyarankan bahwa eksisi pembedahan
tidak diperlukan karena rendahnya risiko kanker kelenjar Bartholin (0,114 kanker per
100.000 wanita-tahun).11 Namun, jika diagnosis kanker tertunda, prognosis dapat
menjadi lebih buruk. Sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista Bartolini atau
abses di dalam hidup mereka. Jadi, hal ini adalah masalah yang perlu dicermati.
Kebanyakan kasus terjadi pada wanita usia antara 20 sampai 30 tahun. 5 Namun, tidak
menutup kemungkinan dapat terjadi pada wanita yang lebih tua atau lebih muda.

2.3

Anatomi
Kelenjar bartolini merupakan salah satu organ genitalia eksterna, kelenjar

bartolini atau glandula vestibularis major, berjumlah dua buah berbentuk bundar, dan
berada di sebelah dorsal dari bulbus vestibulli. Saluran keluar dari kelenjar ini
bermuara pada celah yang terdapat diantara labium minus pudendi dan tepi hymen.
Glandula ini homolog dengan glandula bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini
tertekan pada waktu coitus dan mengeluarkan sekresinya untuk membasahi atau
melicinkan permukaan vagina di bagian caudal. kelenjar bartolini diperdarahi oleh
arteri bulbi vestibuli, dan dipersarafi oleh nervus pudendus dan nervushemoroidal
inferior. Kelenjar bartolini sebagian tersusun dari jaringan erektil dari bulbus,
jaringan erektil dari bulbus menjadi sensitif selama rangsangan seksual dan kelenjar
ini akan mensekresi sekret yang mukoid yang bertindak sebagai lubrikan. Drainase
pada kelenjar ini oleh saluran dengan panjang kira- kira 2 cm yang terbuka ke arah
orificium vagina sebelah lateral hymen, normalnya kelenjar bartolini tidak teraba
pada pemeriksaan palapasi. seperti pada gambar dibawah ini :

Histologi
Kelenjar bartolini dibentuk oleh kelenjar racemose dibatasi oleh epitel
kolumnair atau kuboid. Duktus dari kelenjar bartolini merupakan epitel transsisional
yang secara embriologi merupakan daerah transisi abtara traktus urinarius dengan
traktus genital.

Fisiologi
Kelenjar Bartholini berfungsi mensekresikan cairan ke permukaan vagina.
Mukosa kelenjar dilapisi oleh sel-sel epitel kubus. Cairan ini mengalir ke dalam
duktus sepanjang 2,5 cm dan dilapisi oleh sel-sel epitel transisional. Duktus ini
bermuara diantara labia minor dan hymen dan dilapisi pada bagian ini terdiri atas
epitel skuamosa. Oleh karena itu, kelenjar ini dapat berkembang menjadi karsinoma
sel skuamosa atau adenokarsinoma. Kelenjar ini mengeluarkan lendir untuk
memberikan pelumasan vagina. Kelenjar Bartolini mengeluarkan jumlah lendir yang
relatif sedikit sekitar satu atau dua tetes cairan tepat sebelum seorang wanita
orgasme. Tetesan cairan pernah dipercaya menjadi begitu penting untuk pelumas
vagina, tetapi penelitian dari Masters dan Johnson menunjukkan bahwa pelumas
vagina berasal dari bagian vagina lebih dalam. Cairan mungkin sedikit membasahi
permukaan labia vagina, sehingga kontak dengan daerah sensitif menjadi lebih
nyaman bagi wanita.
2.4

Etiologi
Kista Bartolini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartolini

tersumbat.

Cairan

yang

dihasilkan

oleh

kelenjar

kemudian

terakumulasi,

menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi
bila kista menjadi terinfeksi. Abses Bartolini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri.
Ini termasuk organisme yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti
Klamidia dan Gonore serta bakteri yang biasanya ditemukan di saluran pencernaan,
seperti Escherichia coli. Umumnya abses ini melibatkan lebih dari satu jenis
organisme. Obstruksi distal saluran Bartolini bisa mengakibatkan retensi cairan,
dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan kista. Kista dapat
terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista Bartolini tidak selalu
harus terjadi sebelum abses kelenjar. Kelenjar Bartolini adalah abses polimikrobial.
Meskipun Neisseria gonorrhoeae adalah mikroorganisme aerobik yang dominan
mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen yang paling umum. Chlamydia
trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif. Namun, kista saluran
Bartolini dan abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian eksklusif dari infeksi

menular seksual. Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab umum kista dan
abses tersebut.
Infeksi pada kelenjar ini disebabkan oleh kuman gram negative ,yaitu a.l :

1. Golongan staphylococcus
Gonococcus

2. Golongan

Kista Bartolini merupakan tumor kistik jinak. Ditimbulkan akibat saluran


kista Bartolini yang mengalami sumbatan. Sumbatan biasanya disebabkan oleh
infeksi. Kuman yang sering menginfeksi kelenjar Bartolini adalah Neisseria
gonorrhoeae.
Pada laki laki kuman ini menyebabkan penyakit kelamin yang disebut
kencing nanah atau gonore,tidak sama dengan sipilis.
Perjalanannya. Karena kelenjar terus menerus menghasilkan cairan,maka lama
kelamaan sejalan dengan membesarnya kista,tekanan didalam kista semakin besar.
Dinding kelenjar/kista mengalami peregangan dan meradang. Demikian juga akibat
peregangan pada dinding kista, pembuluh darah pada dinding kista terjepit
mengakibatkan bagian yang lebih dalam tidak mendapatkan pasokan darah sehingga
jaringan menjadi mati (nekrotik). Dibumbui dengan kuman,maka terjadilah proses
pembusukan, bernanah dan menimbulkan rasa sakit. Karena letaknya di vagina
bagian luar,kista akan terjepit terutama saat duduk dan berdiri menimbulkan rasa
nyeri yang terkadang disertai dengan demam. Pasien berjalan mengegang ibarat
menjepit bisul diselangkangan.
2.5

MANIFESTASI KLINIK
Jika kista duktus Bartholini masih kecil dan belum terjadi inflamasi, penyakit

ini bisa menjadi asimptomatik. Kista biasanya nampak sebagai massa yang menonjol

secara medial dalam introitus posterior pada regio yang duktusnya berakhir di dalam
vestibula. Jika kista menjadi terinfeksi maka bisa terjadi abses pada kelenjar. Indurasi
biasa terjadi pada sekitar kelenjar, dan aktivitas seperti berjalan, duduk atau
melakukan hubungan seksual bisa menyebabkan rasa nyeri pada vulva.
Kista duktus Bartholini dan abses glandular harus dibedakan dari massa vulva
lainnya. Karena kelenjar Bartholini biasanya mengecil saat menopause, pertumbuhan
vulva pada wanita postmenopause harus dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya
keganasan , khususnya jika massa irregular, nodular dan indurasi persisten.

Gejala Klinik
Kista

Bartholini tidak

selalu

menyebabkan

keluhan akan

tetapi

dirasakan

sebagai

padat

dan

kadang
benda

menimbulkan

kesulitan pada waktu koitus. Jika kista bartholini masih kecil dan tidak terinfeksi,
umumnya asimtomatik. Tetapi bila berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang
nyaman saat berjalan atau duduk. Tanda kista Bartholini yang tidak terinfeksi berupa
penonjolan yang tidak nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau
pembengkakan pada daerah vulva.

Keluhan pasien pada umumnya adalah benjolan, nyeri, dan dispareunia.


Penyakit ini cukup sering rekurens. Bartholinitis sering kali timbul pada
gonorrea, akan tetapi dapat pula mempunyai sebab lain, misalnya
treptokokus. Pada Bartholinitis akuta kelenjar membesar, merah, nyeri, dan
lebih panas dari daerah sekitarnya. Isinya cepat menjadi nanah yang dapat
keluar melalui duktusnya, atau jika duktusnya tersumbat, mengumpul di
dalamnya dan menjadi abses yang kadang-kadang dapat menjadi sebesar telur
bebek. Jika belum menjadi abses, keadaan bisa di atasi dengan antibiotika,
jika sudah bernanah harus dikeluarkan dengan sayatan.

Adapun jika kista terinfeksi maka dapat berkembang menjadi abses Bartholini
dengan gejala klinik berupa :

Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik, atau berhubungan seksual.

Umumnya

tidak

disertai

demam,

kecuali

jika

terinfeksi

dengan

mikroorganisme yang ditularkan melalui hubungan seksual atau ditandai


dengan adanya perabaan kelenjar limfe pada inguinal.

Pembengkakan area vulva selama 2-4 hari.

Biasanya ada sekret di vagina, kira-kira 4 sampai 5 hari pasca pembengkakan,


terutama jika infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan melalui
hubungan seksual.

Dapat terjadi ruptur spontan.

Teraba massa unilateral pada labia mayor sebesar telur ayam, lembut, dan
berfluktuasi, atau terkadang tegang dan keras.

Radang pada glandula Bartolini dapat terjadi berulang-ulang dan akhirnya dapat
menjadi menahun dalam bentuk kista Bartholini. Kista tidak selalu menyebabkan
keluhan, tapi dapat terasa berat dan mengganggu koitus. Jika kistanya tidak besar dan
tidak menimbulkan gangguan, tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa; dalam hal lain
perlu dilakukan pembedahan.
Bartholin abscess. (Image courtesy of Dr. Gil Shlamovitz.)

2.6

DIAGNOSIS
Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu diagnosis.

Pada anamnesis ditanyakan tentang gejala seperti :

Panas
Gatal
Sudah berapa lama gejala berlangsung
Kapan mulai muncul
Faktor yang memperberat gejala
Apakah pernah berganti pasangan seks
Keluhan saat berhubungan
Riwayat penyakit menular seks sebelumnya
Riwayat penyakit kulit dalam keluarga
Riwayat keluarga mengidap penyakit kanker kelamin
Riwayat penyakit yang lainnya misalnya diabetes dan hipertensi
Riwayat pengobatan sebelumnya
Kista atau abses Bartholini didiagnosis melalui pemeriksaan fisik, khususnya

dengan pemeriksaan ginekologis pelvis. Pada pemeriksaan fisis dengan posisi


litotomi, kista terdapat di bagian unilateral, nyeri, fluktuasi dan terjadi
pembengkakan yang eritem pada posisi jam 4 atau 8 pada labium minus posterior.
Jika

kista

terinfeksi,

pemeriksaan

kultur

jaringan

dibutuhkan

untuk

mengidentifikasikan jenis bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui ada


tidaknya infeksi akibat penyakit menular seksual seperti Gonorrhea dan Chlamydia.
Untuk kultur diambil swab dari abses atau dari daerah lain seperti serviks. Hasil tes
ini baru dilihat setelah 48 jam kemudian, tetapi hal ini tidak dapat menunda
pengobatan. Dari hasil ini dapat diketahui antibiotik yang tepat yang perlu diberikan.
Biopsi dapat dilakukan pada kasus yang dicurigai keganasan.

Diagnosis banding kistik dan lesi padat vulva:


Lesion

Location

Characteristics

Bartholin's duct
cyst
Epidermal
inclusion cyst

Vestibule

Mucous cyst of
the vestibule

Labia minora,
vestibule,
periclitoral area
Between labia
majora and labia
minora
Labia majora,
mons pubis

Usually unilateral; asymptomatic if


remains small
Benign, mobile, nontender; caused by
trauma or obstruction of pilosebaceous
ducts
Soft, less than 2 cm in diameter, smooth
surface, superficial location; solitary or
multiple; usually asymptomatic
Benign, slow-growing, small nodule (2
mm to 3 cm); arises from apocrine sweat
glands
Soft, compressible; peritoneum entrapped
within round ligament; may mimic
inguinal hernia
Benign, asymptomatic; if large, may cause
urethral obstruction and urinary retention

Cystic lesions

Hidradenoma
papilliferum
Cyst of the canal
of Nuck
Skene's duct cyst

Labia majora
(usually)

Adjacent to
urethral meatus in
vestibule

Solid lesions
Fibroma

Lipoma

2.7

Labia majora,
perineal body,
introitus
Labia majora,
clitoris

Firm, asymptomatic; may develop pedicle;


may undergo myxomatous degeneration;
potential for malignancy
Benign, slow-growing; sessile or
pedunculated

PENATALAKSANAAN
Tujuan penanganan kista bartholini adalah memelihara dan mengembalikan

fungsi darikelenjar bartholini. Metode penanganan kista bartholini yaitu insersi word
catheter untuk kista dan abses kelenjar bartholini dan marsupialization untuk kista
kelenjar bartholini. Terapiantibiotic spectrum luas diberikan apabila kista atau abses
kelenjar bartholini disertai denganadanya selulitis. Biopsy eksisional dilakukan untuk
pengangkatan adenokarsinoma pada wanitamenopause atau perimenopause yang
irregular dan massa kelenjar Bartholini yang nodular.
Penatalaksanaan dari kista duktus bartholin tergantung dari gejala pada
pasien. Kista yang asimptomatik mungkin tidak memerlukan pengobatan, tetapi

symptomatic kista duktus bartholin dan abses bartholin memerlukan drainage.


Kecuali kalau terjadi rupture spontan, abses jarang sembuh dengan sendirinya.
Insisi dan drainage abses

Tindakan ini dilakukan bila terjadi symptomatic Bartholin's gland abscesses .

Sering terjadi rekurensi

Cara:

Disinfeksi abses dengan betadine

Dilakukan anastesi lokal( khlor etil)

Insisi abses dengan skapel pada titik maksimum fluktuasi

Dilakukan penjahitan

Gambar Insisi abses


Definitive drainage menggunakan Word catheter.
Word catheter biasanya digunakan ada penyembuhan kista duktus
bartholin dan abses bartholin. Panjang tangkai catheter 1 inch dan mempunyai
diameter seperti foley catheter no 10. Balon Catheter hanya bias menampung 3 ml
normal saline.
Cara:

Disinfeksi dinding abses sampai labia dengan menggunakan betadine.

Dilakukan lokal anastesi dengan menggunakan lidokain 1 %

10

Fiksasi abses dengan menggunakan forsep kecil sebelum dilakukan tindakan


insisi.

Insisi diatas abses dengan menggunakan mass no 11

Insisi dilakukan vertikal di dalam introitus eksternal terletak bagian luar ring
himen. Jika insisi terlalu lebar, word catheter akan kembali keluar.

Selipkan word kateter ke dalam lubang insisi

Pompa balon word kateter dengan injeksi normal salin sebanyak 2-3 cc

Ujung Word kateter diletakkan pada vagina.


Proses epithelisasi pada tindakan bedah terjadi setelah 4-6 minggu, word

catheter akan dilepas setelah 4-6mgg,meskipun epithelisasa bias terbentuk pada 3-4
minggu. Bedrest selama 2-3 hari

mempercepat penyembuhan. Meskipun dapat

menimbulkan terjadinya selulitis, antibiotic tidak diperlukan. Antibiotik diberikan


bila terjadi selulitis (jarang).

11

Marsupialisasi
Banyak literatur menyebutkan tindakan marsupialisasi hanya digunakan pada
kista bartholin.Namun sekarang digunakan juga untuk abses kelenjar bartholin
karena memberi hasil yang sama efektifnya. Marsupialisasi adalah suatu tehnik
membuat muara saluran kelenjar bartholin yang baru sebagai alternatif lain dari
pemasangan word kateter. Komplikasi berupa dispareuni, hematoma, infeksi.
Cara:

Disinfeksi dinding kista sampai labia dengan menggunakan betadine.

Dilakukan lokal anastesi dengan menggunakan lidokain 1 %.

Dibuat insisi vertikal pada kulit labium sedalam 0,5cm (insisi sampai diantara
jaringan kulit dan kista/ abses) pada sebelah lateral dan sejajar dengan dasar
selaput himen.

Dilakukan insisi pada kista dan dinding kista dijepit dengan klem pada 4 sisi,
sehingga rongga kista terbuka dan kemudian dinding kista diirigasi dengan
cairan salin.

Dinding kista dijahit dengan kulit labium dengan atraumatik catgut. Jika
memungkinkan muara baru dibuat sebesar mungkin(masuk 2 jari tangan), dan
dalam waktu 1 minggu muara baru akan mengecil separuhnya, dan dalam
waktu 4 minggu muara baru akan mempunyai ukuran sama dengan muara
saluran kelenjar bartholin sesungguhnya.

Penggunaan antibiotik

12

Antibiotik sesuai dengan bakteri penyebab yang diketahui secara pasti dari
hasil pengecatan gram maupun kultur pus dari abses kelenjar bartholin

Infeksi Neisseria gonorrhoe:


Ciprofloxacin 500 mg single dose
Ofloxacin 400 mg single dose
Cefixime 400 mg oral ( aman untuk anak dan bumil)
Cefritriaxon 200 mg i.m ( aman untuk anak dan bumil)

Infeksi Chlamidia trachomatis:


Tetrasiklin 4 X500 mg/ hari selama 7 hari, po
Doxycyclin 2 X100 mg/ hari selama 7 hari, po

Infeksi Escherichia coli:


Ciprofoxacin 500 mg oral single dose
Ofloxacin 400 mg oral single dose
Cefixime 400 mg single dose

Infeksi Staphylococcus dan Streptococcus :


Penisilin G Prokain injeksi 1,6-1,2 juta IU im, 1-2 x hari
Ampisilin 250-500 mg/ dosis 4x/hari, po.
Amoksisillin 250-500 mg/dosi, 3x/hari po.

13

Kesimpulan
Kista Bartolini merupakan tumor kistik jinak dan ditimbulkan akibat saluran
Bartolini yang mengalami sumbatan. Sumbatan biasanya disebabkan oleh infeksi.
Kuman yang sering menginfeksi kelenjar Bartolini adalah Neisseria gonorrhoeae.
Kista kelenjar bartolini terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar
bartolini bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau
iritasi jangka panjang.

Selain itu dapat disebabkan kuman Streptococcus dan

Escherichia coli. Kista Bartholini seringkali bersifat asimptomatis, tidak ada tandatanda infeksi, sehingga pemberian antibiotik tidak diperlukan. Jika terdapat infeksi
sekunder, maka dapat diberikan antibiotik spektrum luas. Diberikan antibiotik yang
sesuai (umumnya terhadap Klamidia, Gonokokus, Bakteroides, dan Escherichia coli)
bila belum terjadi abses. Jika sudah bernanah, harus dikeluarkan dengan sayatan
menggunakan kateter Word, teknik marsupialisasi, maupun eksisi. Metode
penanganan kista bartholini yaitu insersi word catheter

untuk kista dan abses

kelenjar bartholini dan marsupialization untuk kista kelenjar bartholini. Insisidan


drainase adalah prosedur yang paling mudah dan relatif cepat dalam kesembuhan
pasien,namun prosedur ini mempunyai kecenderungan kista berulang kembali.
Marsupialisasi lebih efektif dibandingkan dengan terapi pembedahan kista Bartholin
lainnya.

14

DAFTAR PUSTAKA
1.

Ashari, M.A. (2010). Materi Kuliah Tumor Jinak Ginekologi. Yogyakarta : SMF
Ilmu Kebidanan dan Kandungan RSD Panembahan Senopati Bantul.

2.

Cunningham, F.G., MacDonald, P.C. (2005). Obstetri Williams. Jakarta: EGC.

3.

Norwitz, E., Schorge, J. (2008). At A Glance : Obstetri & Ginekologi. Edisi 2.


Jakarta : Erlangga.

4.

Winkjosastro, H., Saifuddin, A.B., Rachimdani, T. (2002). Ilmu Kandungan.


Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

5.

Blumstein,

Howard.

2005.

Bartholin

Gland

Diseases.

http://www.emedicine.com/emerg/topic54.
6.

Omole,FolashadeM.D. 2003. Management of Bartholin's Duct Cyst and Gland


Abscess. http://www. Aafp.org/afp/20030701/135.html.

7.

Stenchever MA. Comprehensive gynecology. 4th ed. St. Louis: Mosby,


2001:4826,6456.

8.

Hill DA, Lense JJ. Office management of Bartholin gland cysts and
abscesses. Am Fam Physician. 1998;57:16116.161920.

9.

Govan AD, Hodge C, Callander R. Gynaecology illustrated. 3d ed New York:


Churchill Livingstone, 1985:19,1956

10. Aghajanian A, Bernstein L, Grimes DA. Bartholin's duct abscess and cyst: a
case-control study.South Med J. 1994;87:269.
11. Visco AG, Del Priore G. Postmenopausal Bartholin gland enlargement: a
hospital-based cancer risk assessment. Obstet Gynecol. 1996;87:28690.
12. Hill Ashley, M.D. 1998. Office Management of Bartholin Gland Cyst and
Abscess. http://www.fpnotebook.com/GYN 199.htm
13. Wiknjosastro, Hanifa. 1999. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

15

Anda mungkin juga menyukai