BUNDA LUBUKLINGGAU
Jl. Garuda Rt. 03 Kel. Bandung Kiri,Kec. Lubuklinggau Barat 1
Kota Lubuklinggau 31612,Sumatera Selatan, Telp. (0733) 324963 - 324955
RUMAH SAKIT
AR BUNDA
LUBUKLINGGAU
PELAYANAN KEROHANIAN
No Dokumen
No Revisi
Halaman
1
Tanggal Terbit
PROSEDUR TETAP
Ditetapkan
dr. Sarah Ainar Rahman
Direktur
Serangkaian aktivitas yang dirancang dalam memberikan pelayanan
bimbingan spiritual/ kerohanian terhadap pasien yang dirawat di Rumah
Pengertian
Tujuan
Kebijakan
Prosedur
pelayanan kerohanian
2. Petugas ruangan meminta pasien atau keluarga untuk mengisi
formulir permintaan pelayanan kerohanian
3. Petugas mengidentifikasi agama/ kepercayaan pasien dan selanjutnya
menghubungi petugas humas
4. Petugas humas/ petugas ruangan menghubungi rohaniawan
5. Petugas humas/ petugas ruangan mengantarkan rohaniawan menemui
Unit Terkait
Identitas pasien
Nama
Tanggal lahir
No. RM
Agama
Lubuklinggau,
Perawat
(.............................)
Rohaniawan
(...............................)
(....................................)
Mengingat
MENETAPKAN : KEPUTUSAN
DIREKTUR
RUMAH
SAKIT
AR
BUNDA
LUBUKLINGGAU TENTANG KEBIJAKAN HAK DAN KEWAJIBAN
PASIEN DAN KELUARGA RUMAH SAKIT AR BUNDA
LUBUKLINGGAU.
PERTAMA
KEDUA
Pada tanggal
Ditetapkan di
:
Lubuklinggau
:
Juni 2015
Lubuklinggau.
10. Bertanggung-jawab atas tindakan-tindakannya sendiri bila mereka menolak pengobatan atau advis dokternya.
Lubuklinggau, Juni 2015
Mengetahui,
RUMAH SAKIT
AR BUNDA
LUBUKLINGGAU
PRIVASI PASIEN
No Revisi
No Dokumen
Halaman
1/2
Tanggal Terbit
Ditetapkan
PROSEDUR TETAP
dr. Sarah Ainar Rahman
Direktur
Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang di
kehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan
privasi yang diinginkan menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu
Pengertian
adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain atau justru ingin
menghindar.
Hak privasi adalah hak mengenai suatu hal yang bersifat pribadi dimana
dalam hal ini menyangkut hak atas rahasia medis.
1. Sebagai bentuk kepedulian Rumah Sakit yang diterapkan untuk
Tujuan
Kebijakan
dan
keluarga
dalam
rencana
pelayanan medis
Memberikan rasa aman selama pasien dirawat di Rumah Sakit
Kebijakan hak dan kewajiban
Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008 tentang Rekam
Medis
1. Pasien Rawat Inap
a. Perawat menerima pasien baru dan melakukan identifikasi pasien
dengan meminta pasien menyebutkan nama lengkap dan tanggal
Prosedur
lahir
b. Perawat memberikan informasi kepada pasien dengan menjelaskan
Unit Terkait
1.
2.
3.
4.
5.
: ...................................................................................
Tanggal Lahir
: ...................................................................................
No. RM
: ...................................................................................
: ...................................................................................
Alamat
: ...................................................................................
Nomor Telepon
: ..................................................................................
: ...................................................................................
Mengingat
: 1. Bahwa penyimpanan harta benda milik pasien adalah langkah untuk melindungi
barang milik pasien dari pencurian dan kehilangan pada saat pasien tidak mampu
mengamankan barang miliknya;
2. Bahwa dalam rangka untuk meningkatkan kesadaran, kepedulian, dan kemampuan
pasien untuk melindungi harta benda pribadi;
3. Bahwa pengaturan mengenai Rumah Sakit belum cukup memadai untuk dijadikan
landasan hukum dalam penyelenggaraan Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan
kesehatan bagi masyarakat;
4. Bahwa dalam rangka peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan Rumah Sakit
serta pengaturan hak dan kewajiban masyarakat dalam memperoleh pelayanan
kesehatan, perlu mengatur Rumah Sakit dengan Undang-Undang.
: 1.
2.
3.
: Semua pasien yang berada dalam Rumah Sakit harus mendapat perlindungan harta
benda pribadi dengan benar saat masuk Rumah Sakit dan selama berada di Rumah
Sakit;
KEDUA
: Setiap pasien yang berada dalam Rumah Sakit harus berusaha menjaga harta benda
pribadi;
KETIGA
: Perlindungan harta benda dilakukan mulai dari proses pasien masuk dan selama berada
dalam lingkungan Rumah Sakit;
KEEMPAT
: Apabila terjadi kesalahan atau kekeliruan dikemudian hari pada Keputusan ini, maka
akan dilakukan perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di
Pada tanggal
: Lubuklinggau
:
2015
RUMAH SAKIT
AR BUNDA
LUBUKLINGGAU
No Dokumen
No Revisi
Halaman
PROSEDUR TETAP
Tanggal Terbit
Ditetapkan
barang milik pasien dari pencurian dan kehilangan pada saat pasien tidak
mampu mengamankan barang miliknya
1. Mendeskripsikan prosedur untuk
Tujuan
memastikan
tidak
terjadinya
Kebijakan
Prosedur
:
Kondisi barang
Saat Dititipkan
Saat Diserahkan
Tanggal......................
...
Tanggal ...................
No.
Baik
Buruk
Baik
Buruk
Jumlah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Saksi
Pasien / Keluarga
Pasien
............................
1. .............................
2. ...............................
RUMAH SAKIT
AR BUNDA
LUBUKLINGGAU
PENCULIKAN BAYI
No Revisi
No Dokumen
PROSEDUR TETAP
Tanggal Terbit
Halaman
1/2/3
Ditetapkan
Tujuan
sakit
2. Terbinanya hubungan kepercayaan
1. Keputusan Direktur Rumah Sakit AR Bunda Lubuklinggau No.
Kebijakan
Prosedur
bayi/ anak
6. Petugas memastikan keluarga membawa surat serah terima bayi sesuai
identitas
7. Petugas memastikan keluarga membawa surat keluar rumah sakit sesuai
identitas
8. Petugas melakukan pemeriksaan segera di seluruh area rumah sakit jika
ada laporan penculikan bayi
9. Jika sasaran atau penculik terlihat jangan dihentikan sendiri
10. Segera hubungi petugas keamanan/ security dan laporkan lokasi temuan
Unit Terkait
RUMAH SAKIT
AR BUNDA
LUBUKLINGGAU
No Dokumen
FISIK
No Revisi
Tanggal Terbit
PROSEDUR TETAP
Halaman
1/2/3
Ditetapkan
Tujuan
Kebijakan
Prosedur
Unit Terkait
bertugas
1. Humas dan Pemasaran
2. Unit Keamanan
3. Instalasi Rawat Inap
Kriteria
Bayi dalam kurun waktu satu jam pertama kelahiran
AnakAnak
Lansia(Lanjut Usia)
yang
menimbulkan
penderitaan
pada
Pasien Koma
Pasien
yang
tidak
dapat
dibangunkan,
tidak
Mengingat
: 1. PP Nomor 10 tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran tgl 21 Mei
1966;
2. Pasal 55 Undang-Undang Nomor 23/1992 beserta penjelasannya, menekankan
kewajiban simpan rahasia medis ini;
3. Pasal 11 PP 749 MENKES/PER/XII/1989 tentang rekam medis rekam medis
merupakan berkas yang wajib disimpan kerahasiaannya;
4. Pasal 38 Undang-Undang Rumah Sakit Tahun 2008;
5. Setiap informasi baik medis maupun non medis yang dimiliki Rumah Sakit AR
Bunda Lubuklinggau dilarang disebarluaskan oleh segenap karyawan Rumah
Sakit AR Bunda Lubuklinggau.
MENETAPKAN
PERTAMA
: Kebijakan yang dimaksud dalam keputusan ini adalah dari Rumah Sakit AR Bunda
KETIGA
Lubuklinggau;
: Kebijakan ini mengatur agar adanya pengawasan dari Rumah Sakit AR Bunda
Lubuklinggau sehingga dapat berjalan dengan efektif dan efisien;
KEEMPAT
KELIMA
: Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di
Pada tanggal
: Lubuklinggau
:
2015
RUMAH SAKIT
AR BUNDA
PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
RUMAH SAKIT
AR. BUNDA
LUBUKLINGGAU
LUBUKLINGGAU
Jl.
Rt. 03 Kel. BandungNo
Kiri,Kec.
1
NoGaruda
Dokumen
RevisiLubuklinggau Barat
Halaman
Kota Lubuklinggau 31612,Sumatera Selatan, Telp. (0733) 324963 - 324955
1/2
PROSEDUR
Tanggal Terbit
Ditetapkan
TETAP
dr. Sarah Ainar Rahman
Direktur
Rahasia kedokteran adalah data dan informasi tentang kesehatan seseorang yang
diperoleh tenaga kesehatan pada waktu menjalankan pekerjaan atau profesinya
Pengertian
sesuai kode etik kedokteran, setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu
yang diketahui tentang seseorang penderita, bahkan juga setelah penderita itu
meninggal dunia
1. Untuk kepentingan kesehatan pasien
2. Untuk kepentingan penelitian, penegak hukum, audit medis, sepanjang tidak
Tujuan
Kebijakan
Nomor
23/1992
beserta
penjelasannya,
Prosedur
pemohon informasi harus memberikan surat kuasa dari pasien/ ahli waris
4. Pemohon dan pasien/ ahli waris mengisi dan menanda tangani formulir
persetujuan membuka informasi
5. Petugas Rekam Medis melakukan verifikasi kepada pasien/ ahli waris
apabila pasien/ ahli waris yang bersangkutan berhalangan hadir, dengan
mencocokkan data yang diberikan oleh pemohon informasi
6. Petugas memproses permintaan tersebut, dan menyerahkan data yang
Unit Terkait
1.
2.
3.
4.
RUMAH SAKIT
AR BUNDA
INFORMASI
LUBUKLINGGAU
No Dokumen
No Revisi
Halaman
1/2
Tanggal Terbit
Ditetapkan
PROSEDUR TETAP
Tujuan
Kebijakan
memperkenalkan diri
Petugas ( Perawat ruangan) menyampaikan dan memberikan penjelasan,
3.
4.
5.
informasi)
Petugas ( Perawat ruangan dan petugas Rekam Medis) mempersiapkan
informasi yang berhubungan dengan pasien sesuai yang dibutuhkan
Prosedur
6.
pemohon informasi
Petugas mengantarkan pihak yang berkepentingan ( Pemohon informasi)
tersebut ke bagian Rekam Medis untuk mendapatkan/ memperoleh
7.
Unit Terkait
1.
2.
3.
4.
5.
Sakit
Instalasi Gawat Darurat
Instalasi Rawat Jalan
Instalasi Kamar Operasi
Instalasi Intensive Care Unit
Unit Rekam Medis
: ................................................................................
Alamat
: ................................................................................
Nomor Telepon
: ................................................................................
: Diri sendiri/ suami/ istri/ ibu kandung/ anak-anak kandung/ saudarasaudara kandung/ wali*
Dengan ini menyatakan bahwa saya / suami/ istri/ ibu kandung/ anak-anak kandung/ saudara-saudara
kandung/ wali*( Mengijinkan/ Tidak Mengijinkan*) pihak institusi/ penegak hukum untuk membuka
informasi atas :
Nama lengkap pasien
: ....................................................................................
Tanggal Lahir
: ....................................................................................
No. RM
: ....................................................................................
Untuk kepentingan kesehatan, penelitian, pendidikan, penegak hukum, audit medis, permintaan
institusi/lembaga, permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas pengadilan*
Lubuklinggau,
Pasien/ Keluarga/ Wali
Yang berkepentingan
.................................
......................................
RUMAH SAKIT
AR BUNDA
LUBUKLINGGAU
No Revisi
Halaman
1/2/3
PROSEDUR TETAP
Tanggal Terbit
Ditetapkan
Tujuan
pasien
2. Meningkatkan mutu pelayanan pengobatan dalam komunikasi efektif
1. Komunikasi efektif harus dilakukan oleh seluruh unit kerja baik medis,
Kebijakan
mengidentifikasi
pasien
secara
langsung
dengan
cara
Unit Terkait
NAMA
:
NO. RM
:
TANGGAL LAHIR
:
RUANGAN/ POLIKLINIK :
CATATAN EDUKASI
TERINTEGRASI PASIEN/
KELUARGA
HAMBATAN BELAJAR :
1. Tdk Ada
2. Pandangan Terbatas
3. Hambatan Bahasa: Tidak Ya: ____________
4. Kognisi Terbatas
5. Pertimbangan budaya dalam perawatan: Tidak
6.
7.
8.
9.
Ya:
L/P
Hambatan Emosi
Keterbatasan Fisik
Pendengaran Terbatas
Tdk bisa membaca
________
Tanggal dan Tanda Tangan
RUMAH SAKIT
PembelajaranEvaluasi
PembelajaranMetoda
TOPIK EDUKASI
EdukasiPenerima
Tgl/
Jam
METODA
PEMBELAJARAN
1. Diskusi
2. Tertulis/ Makalah
3. Demonstrasi
4. Video
5. Lain-lain:
BelajarHambatan
PENERIMA EDUKASI
1. Pasien
2. Pasangan ( isteri/ suami )
3. Orang Tua
4. Saudara Kandung
5. Lain-lain:
TTD
dan
nama
Edukat
or
EVALUASI
PEMBELAJARAN
1. Pemahaman Secara
Verbal
2. Demonstrasi Ulang
3. Butuh Penguatan
TTD dan
nama
Penerim
a
Edukasi
KETERANG
AN/
CATATAN
Edukasi
Point 1 sd 4
dilakukan
oleh DPJP
AR BUNDA
LUBUKLINGGAU
No Dokumen
No Revisi
Halaman
1
Tanggal Terbit
Ditetapkan
PROSEDUR TETAP
dr. Sarah Ainar Rahman
Direktur
Opini Medis adalah pendapat, pikiran atau pendirian dari seorang dokter
atau ahli medis terhadap diagnosa, terapi dan rekomendasi medis lain
Pengertian
Tujuan
Kebijakan
2.
1.
2.
1.
Prosedur
Opinion
3. Petugas menyiapkan berkas rekam medis pasien
4. Petugas memberikan penjelasan kepada pasien/ keluarga tentang hal
yang perlu dipertimbangkan dalam meminta pendapat lain
5. Petugas memberikan kesempatan kepada pasien/ keluarga untuk
bertanya
6. Petugas mempersilahkan pasien/ keluarga untuk membubuhkan tanda
tangan
7. Petugas menyimpan formulir Permintaan Pendapat Lain ke dalam berkas
Unit Terkait
1.
2.
3.
4.
:.................................................................. (L/ P)
:..................................................................(Umur:
Alamat
:..................................................................
: Diri sendiri/ suami/ istri/ ayah/ ibu kandung/ anak-anak kandung/ saudarasaudara kandung/ wali*) dari pasien :
Nama
:..................................................................(L/ P)
Tanggal Lahir
:..................................................................
No. RM
:..................................................................
Telah menerima dan memahami informasi mengenai kondisi terhadap diri saya/ pasien dan tindakan
penanganan awal yang telah dilakukan pihak Rumah Sakit
2.
Meminta kepada pihak Rumah Sakit untuk diberikan kesempatan mencari Second Opinion terhadap
alternatif diagnosis/ pengobatan diri saya/ pasien ke dokter..................................................................
di Rumah Sakit..................................................................
3.
Segala sarana, biaya maupun fasilitas untuk mencari Second Opinion adalah tanggung jawab diri
saya/ pasien/ keluarga
4.
Untuk keperluan tersebut di atas, meminjam hasil pemeriksaan penunjang kesehatan saya/ pasien
berupa :
-
Saksi,
(...................)
(...................)
Peminjam
(...................)
(...................)
RUMAH SAKIT
AR BUNDA
LUBUKLINGGAU
No Dokumen
PROSEDUR TETAP
No Revisi
Halaman
1/ 2
Tanggal Terbit
Pengertian
Tujuan
Pemberian
penjelasan
Ditetapkan
tentang
untuk
Kebijakan
Prosedur
perawatan
1. Instalasi Gawat Darurat
2. Instalasi Rawat Inap
3. Instalasi Rawat Jalan
4. Instalasi Intensive Care Unit
Unit Terkait
SURAT PERNYATAAN
PULANG APS ( ATAS PERMINTAAN SENDIRI )
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
Alamat
: Diri sendiri/ suami/ istri/ ayah/ ibu kandung/ anak-anak kandung/ saudarasaudara kandung/ wali* dari pasien :
:
Tanggal Lahir
No RM
1.
Dengan sadar tanpa paksaan dari pihak manapun meminta kepada pihak Rumah Sakit untuk
PULANG ATAS PERMINTAAN SENDIRI yang merupakan hak saya/ pasien dengan
alasan : ............................................................................................................................................
2.
....
Saya telah memahami sepenuhnya penjelasan yang diberikan dari pihak Rumah Sakit mengenai
penyakit dan kemungkinan/ konsekuensi terbaik sampai dengan terburuk atas keputusan yang
3.
saya ambil. Serta tanggung jawab saya dalam mengambil keputusan ini.
Apabila terjadi sesuatu hal berkaitan dengan putusan yang telah diambil, maka hal tersebut
adalah
4.
menjadi
tanggung
jawab
pasien/
keluarga
sepenuhnya
dan
tidak
akan
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk diketahui dan digunakan sebagaimana
perlunya.
Lubuklinggau ,..
Saksi 1
...........................
Saksi 2
Pembuat pernyataan,
..........................
...............................
RUMAH SAKIT
AR BUNDA
INFORMED CONSENT
LUBUKLINGGAU
No Dokumen
No Revisi
Halaman
1/2
PROSEDUR TETAP
Tanggal Terbit
Ditetapkan
dr. Sarah Ainar Rahman
Direktur
Informed consent adalah pernyataan setuju (consent) atau izin seseorang
Pengertian
kedokteran yang
dimaksud
1. Sebagai langkah acuan bagi seluruh dokter dan seluruh tenaga kesehatan
Tujuan
tindakan
Sebagai kesepakatan suatu perjanjian tindakan
Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan
Undang-Undang RI Nomor 29 tahun 1992 tentang praktik kedokteran
Peraturan pemerintah Nomor 10 tahun 1966 tentang wajib simpan
rahasia kedokteran
4. Peraturan pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan
5. Peraturan menteri kesehatan RI Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang
Kebijakan
pelayanan
medik
nomor
kedokteran.
3. Setelah pasien/ keluarga setuju selanjutnya mengisi dan menandatangani
formulir persetujuan atau penolakan tindakan medis, disaksikan oleh
dokter dan perawat serta pasien/ keluarga
4. Pada pasien IGD yang rawat jalan maka persetujuan atau penolakan
tindakan medis ada di status pemeriksaan. Setelah itu baru dilakukan
tindakan
5. Untuk tindakan penanganan pasien gawat darurat yang tidak sadar serta
tidak didampingi keluarga maka segera lakukan tindakan penyelamatan.
Informed Consent dilakukan belakangan setelah keluarga datang dan
Unit Terkait
1.
2.
3.
4.
5.
Jenis Informasi
Isi Informasi
Diagnosa (WD dan DD)
Dasar Diagnosa
Tindakan Kedokteran
Indikasi Tindakan
Tata Cara
Tujuan
Risiko
Komplikasi
Prognosa
Alternatif Dan Risiko
Lain Lain
Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerangkan hal hal di atas secara benar
dan jelas dan memberikan kesempatan untuk bertanya atau berdiskusi
Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerima informasi sebagaimana
di atas yang telah saya beri tanda () dan telah memahaminya
Tanda ()
Tanda Tangan
Tanda Tangan
*Bila pasien tidak kompeten atau tidak mau menerima informasi maka penerima informasi adalah wali atau
keluarga terdekat
PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN
(_________________)
Saksi
(_________________)
(_________________)
Jenis Informasi
Isi Informasi
Diagnosa (WD dan DD)
Dasar Diagnosa
Tindakan Kedokteran
Indikasi Tindakan
Tata Cara
Tujuan
Risiko
Komplikasi
Prognosa
Alternatif Dan Risiko
Lain Lain
Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerangkan hal hal di atas secara benar
dan jelas dan memberikan kesempatan untuk bertanya atau berdiskusi
Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerima informasi sebagaimana
di atas yang telah saya beri tanda () dan telah memahaminya
Tanda ()
Tanda Tangan
Tanda Tangan
*Bila pasien tidak kompeten atau tidak mau menerima informasi maka penerima informasi adalah wali atau
keluarga terdekat
PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN
Yang bertandatangan di bawah ini, saya, nama ______________________________, umur ___________
tahun, laki-laki/ perempuan*, alamat _________________________________________________________,
dengan ini menyatakan penolakan untuk dilakukan tindakan ________________________________, terhadap
(_________________)
Saksi
(_________________)
(_________________)
/RS/AR.BUNDA/LLG/
/2016
(INFORMED CONSENT)
1. Umum
a. Bahwa masalah kesehatan seseorang (pasien) adalah tanggung jawab seorang (pasien) itu sendiri.
Dengan demikian, sepanjang keadaan kesehatan tersebut tidak sampai menggangu orang lain, maka
keputusan untuk mengobati atau tidaknya masalah kesehatan yang dimaksud, sepenuhnya terpulang
dan menjadi tanggung jawab yang bersangkutan.
b. Bahwa tindakan kedokteran yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi untuk meningkatkan atau
memulihkan kesehatan seseorang (pasien) hanya merupakan suatu upaya yang tidak wajib diterima
oleh seorang (pasien) yang bersangkutan. Karena sesungguhnya dalam pelayanan kedokteran, tidak
seorangpun yang dapat memastikan keadaan hasil akhir dari diselenggarakannya pelayanan
kedokteran tersebut (uncertainty result), dan karena itu tidak etis jika sifatnya jika penerimaannya
dipaksakan. Jika seseorang karena satu dan lain hal, tidak dapat atau tidak bersedia menerima tindakan
kedokteran yang ditawarkan, maka sepanjang penolakan tersebut tidak membahayakan orang lain,
harus dihormati.
c. Bahwa hasil dari tindakan kedokteran akan lebih berdaya guna dan berhasil guna apabila terjalin
kerjasama yang baik antara dokter dan pasien sehingga dapat saling mengisi dan melengkapi. Dalam
rangka menjalin kerjasama yang baik ini perlu diadakan ketentuan yang mengatur tentang perjanjian
antara dokter atau dokter gigi dengan pasien. Pasien menyetujui (consent) atau menolak, adalah
merupakan hak pribadinya yang tidak boleh dilanggar, setelah mendapat informasi dari dokter atau
dokter gigi terhadap hal-hal yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi sehubungan dengan
pelayanan kedokteran yang diberikan kepadanya.
d. Informed Consent terdiri dari kata informed yang berarti telah mendapatkan informasi dan consent
berarti persetujuan (ijin). Yang dimaksud dengan Informed Consent dalam profesi kedokteran adalah
pernyataan setuju (consent) atau ijin dari seseorang (pasien) yang diberikan secara bebas, rasional,
tanpa paksaan(voluntary) terhadap tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadapnya sesudah
mendapatkan informasi yang cukup tentang kedokteran yang dimaksud.
e. Bahwa, untuk mengatur keserasian, keharmonisan, dan ketertiban hubungan dokter atau dokter gigi
dengan pasien melalui informed consent harus ada sebagai acuan bagi seluruh personil rumah sakit.
2. Dasar
Sebagai dasar ditetapkannya Panduan Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran ini adalah peraturan
perundang-undangan dalam bidang kesehatan yang menyangkut persetujuan tindakan kedokteran, yaitu :
a. Undang-Undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan;
b. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;
c. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran;
d. Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
e. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 159b/Menkes/SK/PER/II/1998 tentang Rumah Sakit;
f. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis;
g. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran;
h. Keputusan Direktorat Jendral Pelayanan Medik nomor: HK.00.06.3.5.1866 tentang Pedoman
Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran.
3. Tujuan
Panduan ini bertujuan agar dijadikan acuan bagi seluruh dokter, dokter gigi dan seluruh tenaga
kesehatan Rumah Sakit dalam melaksanakan ketentuan tentang persetujuan tindakan kedokteran.
4. Pengertian
a. Persetujuan Tindakan Kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran
gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.
b. Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi yang selanjutnya disebut Tindakan Kedokteran,
adalah suatu tindakan medis berupa preventif, diagnostik terapeutik atau rehabilitatif yang dilakukan
oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien.
c. Tindakan invasif, adalah tindakan yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh
pasien.
d. Tindakan Kedokteran yang mengandung resiko tinggi adalah tindakan medis yang berdasarkan
tingkat probabilitas tertentu, dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan.
e. Pasien, adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di Rumah Sakit baik dalam keadaan sehat maupun
sakit.
f. Dokter dan Dokter Gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis lulusan
pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh
Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan
g. Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung, saudarasaudara kandung atau pengampunya
a). Ayah :
1. Ayah Kandung
2. Termasuk Ayah adalah ayah angkat yang ditetapkan berdasarkan penetapan pengadilan atau
berdasarkan hukum adat.
b). Ibu :
1. Ibu Kandung
2. Termasuk Ibu adalah Ibu angkat yang ditetapkan berdasarkan penetapan pengadilan atau
berdasarkan hukum adat
c). Suami :
1. Seorang laki-laki yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang perempuan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d). Istri :
1. Seorang perempuan yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang laki-laki berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Apabila yang bersangkutan mempunyai lebih dari 1 (satu) istri persetujuan/ penolakan dapat
dilakukan oleh salah satu dari mereka.
h. Wali, adalah orang yang menurut hukum menggantikan orang lain yang belum dewasa untuk
mewakilinya dalam melakukan perbuatan hukum, atau orang yang menurut hukum menggantikan
kedudukan orang tua.
i. Induk semang, adalah orang yang berkewajiban untuk mengawasi serta ikut bertangungjawab terhadap
pribadi orang lain, seperti pemimpin asrama dari anak perantauan atau kepala rumah tangga dari
seorang pembantu rumah tangga yang belum dewasa.
j. Gangguan Mental, adalah sekelompok gejala psikologis atau perilaku yang secara klinis menimbulkan
penderitaan dan gangguan dalam fungsi kehidupan seseorang, mencakup Gangguan Mental Berat,
Retardasi Mental Sedang, Retardasi Mental Berat, Dementia Senilis.
k. Pasien Gawat Darurat, adalah pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi
gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat
pertolongan secepatnya.
5. Persetujuan dan Penjelasan Tindakan Kedokteran
Dalam menetapkan dan Persetujuan Tindakan Kedokteran harus memperhatikan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1. Memperoleh Informasi dan penjelasan merupakan hak pasien dan sebaliknya memberikan informasi
dan penjelasan adalah kewajiban dokter atau dokter gigi.
2. Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran dianggap benar jika memenuhi persyaratan dibawah ini:
a. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan untuk tindakan kedokteran yang
dinyatakan secara spesifik (The Consent must be for what will be actually performied)
b. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan tanpa paksaan (Voluntary)
c. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan oleh seseorang (pasien) yang sehat
mental dan yang memang berhak memberikannya dari segi hukum
d. Persetujuan dan Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan setelah diberikan cukup (adekuat)
informasi dan penjelasan yang diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran dilakukan.
3. Informasi dan penjelasan dianggap cukup (adekuat) jika sekurang-kurangnya mencakup :
a. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran (contemplated medical procedure);
b. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan;
c. Alternatif tindakan lain, dan risikonya (alternative medical procedures and risk);
d. Risiko (risk inherent in such medical procedures) dan komplikasi yang mungkin terjadi;
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan (prognosis with and without medical procedures);
f. Risiko atau akibat pasti jika tindakan kedokteran yang direncanakan tidak dilakukan;
g. Informasi dan penjelasan tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan kedokteran yang
dilakukan (purpose of medical procedure);
h. Informasi akibat ikutan yang biasanya terjadi sesudah tindakan kedokteran.
4. Kewajiban memberikan informasi dan penjelasan.
Dokter atau dokter gigi yang akan melakukan tindakan medik mempunyai tanggung jawab utama
memberikan informasi dan penjelasan yang diperlukan.
Apabila berhalangan, informasi dan penjelasan yang harus diberikan dapat diwakilkan kepada dokter
atau dokter gigi lain dengan sepengetahuan dokter atau dokter gigi yang bersangkutan. Bila terjadi
kesalahan dalam memberikan informasi tanggung jawab berada ditangan dokter atau dokter gigi yang
memberikan delegasi penjelasan harus diberikan secara lengkap dengan bahasa yang mudah dimengerti
atau cara lain yang bertujuan untuk mempermudah pemahaman. Penjelasan tersebut dicatat dan
didokumentasikan dalam berkas rekam medis oleh dokter atau dokter gigi yang memberikan penjelasan
dengan mencantumkan :
Tanggal
Waktu
Nama
Tanda tangan pemberi penjelasan dan penerima penjelasan.
Dalam hal dokter atau dokter gigi menilai bahwa penjelasan yang akan diberikan dapat merugikan
kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan penjelasan, maka dokter atau dokter gigi dapat
memberikan penjelasan kepada keluarga terdekat dengan didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain
sebagai saksi.
Hal-hal yang disampaikan pada penjelasan adalah :
1. Penjelasan tentang diagnosis dan keadaan kesehatan pasien dapat meliputi:
a. Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis hingga saat tersebut;
b. Diagnosis penyakit, atau dalam hal belum dapat ditegakkan, maka sekurang-kurangnya diagnosis
kerja dan diagnosis banding;
c. Indikasi atau keadaan klinis pasien yang membutuhkan dilakukannya tindakan kedokteran;
d. Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan tindakan.
2. Penjelasan tentang tindakan kedokteran yang dilakukan meliputi:
a. Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan preventif, diagnostik, terapeutik, ataupun
rehabilitatif;
b. Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami pasien selama dan sesudah tindakan, serta
efek samping atau ketidaknyamanan yang mungkin terjadi;
c. Alternatif tindakan lain berikut kelebihan dan kekurangannya dibandingkan dengan tindakan yang
direncanakan;
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing alternatif tindakan;
e. Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan darurat akibat risiko dan
komplikasi tersebut atau keadaan tak terduga lainnya. Perluasan tindakan kedokteran yang tidak
terdapat indikasi sebelumnya, hanya dapat dilakukan untuk menyelamatkan pasien. Setelah
perluasan tindakan kedokteran dilakukan, dokter atau dokter gigi harus memberikan penjelasan
kepada pasien atau keluarga terdekat.
3. Penjelasan tentang risiko dan komplikasi tindakan kedokteran adalah semua risiko dan komplikasi
yang dapat terjadi mengikuti tindakan kedokteran yang dilakukan, kecuali :
a. Risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umum;
b. Risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau dampaknya sangat ringan;
c. Risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya (unforeseeable)
4. Penjelasan tentang prognosis meliputi :
a. Prognosis tentang hidup-matinya (ad vitam);
b. Prognosis tentang fungsinya (ad functionam);
c. Prognosis tentang kesembuhan (ad senationam)
Penjelasan diberikan oleh dokter atau dokter gigi yang merawat pasien atau salah satu dokter atau
dokter gigi dari tim dokter yang merawatnya. Dalam hal dokter atau dokter gigi yang merawatnya berhalangan
untuk memberikan penjelasan secara langsung, maka pemberian penjelasan harus didelegasikan kepada dokter
atau dokter gigi lain yang kompeten. Tenaga kesehatan tertentu dapat membantu memberikan penjelasan
sesuai dengan kewenangannya. Tenaga kesehatan tersebut adalah tenaga kesehatan yang ikut memberikan
pelayanan kesehatan secara langsung kepada pasien, kepentingan pasien, persetujuan tindakan kedokteran
tidak diperlukan bagi pasien gawat darurat dalam keadaan tidak sadar dan tidak didampingi oleh keluarga
pasien yang berhak memberikan persetujuan atau penolakan tindakan kedokteran
6. Pihak yang Berhak Memberikan Persetujuan
Yang berhak untuk memberikan persetujuan setelah mendapatkan informasi adalah.
a. Pasien sendiri, yaitu apabila telah berumur 21 tahun atau telah menikah.
b. Bagi Pasien dibawah umur 21 tahun, persetujuan (informed consent) atau Penolakan Tindakan Medis
diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut :
c.
d.
e.
f.
Cara pasien menyatakan persetujuan dapat dilakukan secara terucap (oral consent), tersurat (written
consent), atau tersirat (implied consent). Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus
memperoleh persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan. Persetujuan
tertulis dibuat dalam bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir
Persetujuan Tindakan Kedokteran. Sebelum ditandatangani atau dibubuhkan cap ibu jari tangan kiri,
formulir tersebut sudah diisi lengkap oleh dokter atau dokter gigi yang akan melakukan tindakan kedokteran
atau oleh tenaga medis lain yang diberi delegasi, untuk kemudian yang bersangkutan dipersilahkan
membacanya, atau jika dipandang perlu dibacakan dihadapannya. Persetujuan secara lisan diperlukan pada
tindakan kedokteran yang tidak mengandung risiko tinggi. Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan
dianggap meragukan, maka dapat dimintakan persetujuan tertulis.
7. Ketentuan pada Situasi Khusus
1. Tindakan penghentian/ penundaan bantuan hidup (withdrawing/ withholding life support) pada seorang
pasien harus mendapat persetujuan keluarga terdekat pasien.
2. Persetujuan penghentian/ penundaan bantuan hidup oleh keluarga terdekat pasien diberikan setelah
keluarga mendapat penjelasan dari tim dokter atau dokter gigi yang bersangkutan. Persetujuan harus
diberikan secara tertulis.
8. Penolakan Tindakan Kedokteran
1. Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien dan/ atau keluarga terdekatnya setelah
menerima penjelasan tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan.
2. Jika pasien belum dewasa atau tidak sehat akalnya maka yang berhak memberikan atau menolak
memberikan persetujuan tindakan kedokteran adalah orang tua, keluarga, wali atau kuratornya.
3. Bila pasien yang sudah menikah maka suami atau isteri tidak diikut sertakan menandatangani
persetujuan tindakan kedokteran, kecuali untuk tindakan keluarga berencana yang sifatnya irreversible;
yaitu tubektomi atau vasektomi.
4. Jika orang yang berhak memberikan persetujuan menolak menerima informasi dan kemudian
menyerahkan sepenuhnya kepada kebijakan dokter atau dokter gigi maka orang tersebut dianggap telah
menyetujui kebijakan medis apapun yang akan dilakukan dokter atau dokter gigi.
5. Apabila yang bersangkutan, sesudah menerima informasi, menolak untuk memberikan persetujuannya
maka penolakan tindakan kedokteran tersebut harus dilakukan secara tertulis. Akibat penolakan
tindakan kedokteran tersebut menjadi tanggung jawab pasien.
6. Penolakan tindakan kedokteran tidak memutuskan hubungan dokter pasien.
7. Persetujuan yang sudah diberikan dapat ditarik kembali (dicabut) setiap saat, kecuali tindakan
kedokteran yang direncanakan sudah sampai pada tahapan pelaksanaan yang tidak mungkin lagi
dibatalkan.
8. Dalam hal persetujuan tindakan kedokteran diberikan keluarga maka yang berhak menarik kembali
(mencabut) adalah anggota keluarga tersebut atau anggota keluarga lainnya yang kedudukan hukumnya
lebih berhak sebagai wali.
9. Penarikan kembali (pencabutan) persetujuan tindakan kedokteran harus diberikan secara tertulis dengan
menandatangani format yang disediakan.
RUMAH SAKIT
AR BUNDA
LUBUKLINGGAU
No Dokumen
No Revisi
Halaman
1/2
PROSEDUR TETAP
Tanggal Terbit
Ditetapkan
untuk dokter dan perawat agar tidak melakukan atau memberikan tindakan
pertolongan berupa CPR (Cardiopulmonari Resucitation) atau RJP
(Resusitasi Jantung Paru) jika terjadi permasalahan darurat pada jantung
pasien atau terjadinya henti nafas pada pasien. Do not resucitate (DNR) tidak
berarti tidak mengobati atau tidak peduli.
1. Menghormati permintaan atau keputusan pasien untuk menolak
Tujuan
dilakukannya resusitasi
2. Menetapkan kriteria yang jelas bagi tenaga kesehatan dalam menahan
tindakan resusitasi yang sesuai dengan persyaratan perundang-undangan
Kebijakan
2. Dokter atau perawat tidak boleh melakukan resusitasi pada pasien yang
mempunyai permintaan DNR (Do Not Resucitate) kecuali permintaan
tersebut belum dibuktikan dengan keterangan yang jelas dan legal
1. Petugas mengevaluasi kondisi pasien
2. Pasien dengan indikasi prognosa buruk harus diinformasikan mengenai
risiko yang mungkin akan dialaminya. Ada penjelasan dari dokter kepada
keluarga pasien tentang risiko pasien yang dalam keadaan darurat dapat
terjadi henti jantung dan henti nafas
3. Meminta pertimbangan pasien atau keluarga pasien untuk melakukan
resusitasi ataupun menolak dilakukannya resusitasi. Jika dalam keadaan
darurat
pasien
membutuhkan
tindakan
pertolongan
CPR
saksi
5. Petugas memberikan medallion atau gelang penanda DNR (warna ungu)
sebagai penanda bahwa pasien tersebut memiliki permintaan untuk tidak
melakukan resusitasi
6. Tinjau kembali status DNR (Do Not Resucitate) secara berkala. Revisi
bila ada perubahan keputusan yang terjadi
7. Perintah DNR (Do Not Resucitate) dapat dibatalkan jika ada perubahan
keputusan dari pasien atau wali, dokter yang merawat. Dalam hal ini,
catatan DNR (Do Not Resucitate) di rekam medis harus dibatalkan, catat
tanggal perubahan keputusan dan lakukan pemusnahan medallion atau
gelang penanda DNR (warna ungu)
8. Sebuah permintaan penolakan resusitasi dianggap batal dan tidak berlaku
Unit Terkait
: ................................................................................
Alamat
: ................................................................................
Nomor Telepon
: ................................................................................
: Diri sendiri/ suami/ istri/ ibu kandung/ anak-anak kandung/ saudarasaudara kandung/ wali*
Dengan ini menyatakan bahwa saya / suami/ istri/ ibu kandung/ anak-anak kandung/ saudara-saudara
kandung/ wali*) membuat keputusan dan menyetujui perintah do not resucitate ( jangan diresusitasi) atas:
Nama lengkap pasien
: ....................................................................................
Tanggal Lahir
: ....................................................................................
No. RM
: ....................................................................................
Saya menyatakan bahwa jika jantung berhenti berdetak atau jika berhenti bernapas, tidak ada
prosedur medis untuk mengembalikan bernapas atau berfungsi kembali jantung yang akan dilakukan oleh
staf Rumah sakit.
Saya memahami bahwa keputusan ini tidak akan mencegah menerima pelayanan kesehatan
lainnya seperti pemberian maneuver heimlich atau pemberian oksigen dan langkah-langkah perawatan
untuk meningkatkan kenyamanan lainnya.
Saya memberikan izin agar informasi ini diberikan kepada seluruh staf Rumah Sakit. Saya
memahami bahwa dapat mencabut pernyataan ini setiap saat.
Lubuklinggau,
Yang menyatakan
(.........)
Saksi
(.)
Saksi
(..)
Formulir ini adalah perintah dokter penanggung jawab pelayanan kepada seluruh staf klinis Rumah
Sakit, agar tidak dilakukan resusitasi pada pasien ini bila terjadi henti jantung (bila tidak ada denyut nadi)
dan henti nafas (bila tidak ada pernafasan spontan).
Formulir ini juga memberikan perintah kepada staf medis untuk tetap melakukan intervensi atau
pengobatan, atau tata laksana lainnya sebelum terjadinya henti jantung atau henti nafas.
Nama pasien :
Tanggal lahir :
No RM
:
Perintah atau pernyataan dokter penanggung jawab pelayanan.
Saya dokter yang bertanda tangan di bawah ini menginstruksikan kepada seluruh staf medis dan staf
klinis lainnya untuk melakukan hal-hal tertulis di bawah ini:
1.
Usaha komprehensif untuk mencegah henti jantung atau henti nafas tanpa melakukan intubasi.
2.
Resucitate) di atas diambil setelah pasien diberikan penjelasan dan informed consent diperoleh dari salah
satu:
1.
2.
3.
4.
Pasien
Tenaga kesehatan yang ditunjuk pasien
Wali yang sah atas pasien (termasuk yang ditunjuk oleh pengadilan)
Anggota keluarga pasien
Jika yang di atas tidak dimungkinkan, maka dokter yang bertanda tangan di bawah ini memberikan
/RS/AR.BUNDA/LLG/
/2016
1. PENGERTIAN
Resusitasi merupakan bentuk usaha medis yang dilakukan terhadap pasien yang berada dalam
keadaan darurat atau kritis untuk mencegah kematian.
DNR (Do Not Resucitate) adalah sebuah perintah untuk tidak dilakukan resusitasi yang
merupakan pesan untuk tenaga kesehatan ataupun masyarakat umum untuk tidak mencoba CPR
(Cardiopulmonari Resucitation) atau RJP (Resusitasi Jantung Paru) jika terjadi permasalahan
darurat pada jantung atau pernafasan berhenti.
Perintah ini ditulis atas permintaan pasien atau keluarga tetapi harus ditandatangani oleh
dokter yang berlaku. DNR (Do Not Resucitate) merupakan salah satu keputusan yang paling sulit
adalah masalah etika yang menyangkut perawat ataupun dokter dan tenaga kesehatan. Hal ini akan
berhadapan dengan masalah moral ataupun etik apakah akan mengikuti sebuah perintah jangan
dilakukan resusitasi atau tidak.
Salah satu konsekuensi potensi utama dilakukan RJP (Resusitasi Jantung Paru) adalah
kekurangan oksigen ke organ-organ tubuh. Meskipun penekanan dada dilakukan untuk
mengedarkan darah melalui tubuh. Tetapi semakin lama RJP (Resusitasi Jantung Paru)
berlangsung, semakin besar kemungkinan kerusakan organ-organ. Jika tidak dilakukan RJP
(Resusitasi Jantung Paru) akan berdampak kerusakan otak, kerusakan ginjal dan kerusakan paru.
Ada juga kemungkinan trauma dari penekanan dada. Dibutuhkan banyak kekuatan untuk
kompresi jantung pada sternum yang berisiko untuk terjadi retak tulang terutama mudah terjadi
pada orang tua. Begitu pun kejutan listrik dapat menyebabkan traumatis.
Jika pasien bangkit kembali kemungkinan pemulihan dan kelangsungan hidup jauh lebih
rendah daripada sebelum dilakukan RJP (Resusitasi Jantung Paru). Biasanya pasien berakhir pada
ventilator setelah RJP (Resusitasi Jantung Paru).
DNR (Do Not Resucitate) tidak berarti obat berhenti diberikan. Ketika dokter dan perawat
berhenti berfokus pada pengobatan dan mulai berfokus pada tindakan penghiburan (perawatan
Paliatif).
2. TUJUAN
Menyediakan suatu proses dimana pasien bisa memilih prosedur yang nyaman dalam hal
bantuan hidup oleh tenaga medis emergensi dalam kasus henti jantung atau henti nafas
3. RUANG LINGKUP
Rumah sakit menghormati hak pasien dan keluarga dalam menolak tindakan resusitasi atau
pengobatan bantuan hidup dasar. Penolakan resusitasi dapat diminta oleh pasien dewasa yang
kompeten dalam mengambil keputusan.
Pasien yang tidak bisa membuat keputusan terhadap dirinya (belum cukup umur, gangguan
kesadaran) dapat diwakilkan kepada anggota keluarga atau wali yang ditunjuk.
Adapun kriteria DNR (Do Not Resucitate)
1. Perintah DNR (Do Not Resucitate) dapat diminta oleh pasien dewasa yang kompeten
mengambil keputusan, telah mendapat penjelasan dari dokter. Ataupun pasien yang tidak
kompeten mengambil keputusan dapat diambil oleh keluarga terdekat atau wali yang sah yang
2.
a. Kasus kasus dimana angka harapan keberhasilan pengobatan rendah atau CPR
(Cardiopulmonari Resucitation) hanya menunda proses kematian yang alami
b. Pasien yang tidak sadar secara permanen
c. Pasien berada pada kondisi terminal
d. Ada kelainan atau disfungsi kronik dimana lebih banyak kerugian dibandingkan
keuntungan jika dilakukan resusitasi
4. PERTIMBANGAN STATUS DNR
DNR (Do Not Resucitate) diberikan dengan pertimbangan- pertimbangan tertentu yaitu :
a. Sudah tidak ada harapan hidup walaupun pasien itu masih sadar misalnya pasien dengan kanker
stadium 4 jadi tidak perlu adanya resusitasi
b. Pasien dengan penyakit kronis dan terminal
c. Pasien dengan kontra indikasi CPR (Cardiopulmonari Resucitation) ataupun pasien dengan
eutanasia (yang dibiarkan mati/disuntik mati karena kehidupannya yang tidak terjamin)
d. Kaku mayat
e. Dekapitas (Tindakan untuk memisahkan kepala janin dari tubuhnya dengan cara memotong
leher janin agar janin dapat lahir pervaginam. Biasanya dilakukan pada persalinan yang macet
pada letak lintang atau janin sudah meninggal)
f. Dekomposisi
g. Lividitas dependen
h. Trauma kepala atau tubuh yang masif yang tidak memungkinkan untuk hidup.
5. PROSEDUR PENOLAKAN DNR
Untuk menentukan status DNR (Do Not Resucitate) ini diperlukan konsultasi dan kesepakatan
para dokter yang merawat pasien dan tentu saja persetujuan dari keluarga pasien. Karena apabila
dokter-dokter yang merawat pasien dengan kondisi tidak memungkinkan dilakukan pelayanan
tetapi keluarga pasien tidak menghendaki DNR (Do Not Resucitate) maka status DNR (Do Not
Resucitate) tidak dapat diberikan karena hal itu dianggap neglecting patient. Pihak keluarga dapat
menuntut dokter yang merawat atau rumah sakit tempat pasien dirawat.
Tetapi terkadang keluarga pasien yang meminta DNR (Do Not Resucitate) walaupun
pasiennya masih sadar. Dengan pertimbangan mereka tidak ingin pasien mengalami kesakitan
mengingat pasien sudah lanjut usia atau pasien dalam keadaan parah.
Prosedur yang direkomendasikan :
a. Meminta informed consent dari pasien atau walinya
b. Mengisi formulir DNR (Do Not Resucitate). Formulir DNR (Do Not Resucitate) disalin dan
salinannya diletakan di rekam medis dan diberikan pada keluarga pasien
c. Mengintrusikan pasien meletakkan formulir di tempat yang mudah dilihat
d. Kenakan gelang DNR (Do Not Resucitate) pada pasien di pergelangan tangan atau kaki
e. Tinjau kembali status DNR (Do Not Resucitate) secara berkala dengan pasien. Revisi bila ada
perubahan keputusan dan catat pada rekam medis. Keputusan DNR (Do Not Resucitate) yang
dibatalkan dicatat tanggal kejadiannya dan dilakukan pemusnaan gelang DNR (Do Not
Resucitate)
f. Perintah DNR (Do Not Resucitate) harus mencakup hal-hal dibawah ini :
a) Diagnosa
b) Alasan DNR (Do Not Resucitate)
c) Kemampuan pasien untuk membuat keputusan
d) Dokumentasi bahwa status DNR (Do Not Resucitate) telah ditetapkan
g. Perintah DNR (Do Not Resucitate) dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri, dokter
yang merawat atau wali yang sah. Dalam hal ini catatan di rekam medis harus dibatalkan dan
gelang DNR (Do Not Resucitate) harus dimusnakan
Perintah DNR (Do Not Resucitate) harus dengan dasar yang kuat. Bila keluarga pasien
memberikam surat perintah DNR (Do Not Resucitate) dari dokter pribadinya sesuai prosedur
berikut ini :
a. Hubungi kontrol medik
b. Berikan keterangan yang jelas mengenai situasi yang ada
c. Pastikan diagnosis yang mengharuskan DNR (Do Not Resucitate) sudah jelas
d. Buat laporan status pasien secara jelas (TTV, EKG)
e. Pastikan formulir DNR (Do Not Resucitate) tertulis
f. Pastikan tercatat nama dokternya
g. Dokter kontrol medik menentukan apakah menyetujui atau menolak perintah DNR (Do Not
Resucitate)
h. Bila pasien mengalami henti jantung pada saat di UGD tetap lakukan BHD sambil
menghubungi kontrol medik
i. Pikirkan potensi untuk donasi organ. Pasien dengan cedera mematikan mungkin tetap
membutuhkan tindakan gawat darurat hingga ditentukan apakah pasien mungkin berpotensi
sebagai donor organ atau jaringan
j. Bila memungkinkan lakukan pemeriksaaan EKG untuk memastikan irama asistol dan
lampirkan pada laporan
6. DOKUMENTASI
a. Pencatatan dan pelaporan dilakukan oleh seluruh penyelenggara rumah sakit dengan
mengunakan format yang sudah disediakan oleh rekam medis
b. Penolakan pemberian DNR (Do Not Resucitate) dengan mengisi formulir keputusan DNR (Do
Not Resucitate)
c. Seluruh tindakan yang dilakukan dicatat dalam catatan keperawatan
MANAJEMEN NYERI
RUMAH SAKIT
AR BUNDA
No. Dokumen
Halaman
No. Revisi
LUBUK LINGGAU
1/2/3
Ditetapkan
PROSEDUR TETAP
Tanggal Terbit
dr. Sarah Ainar Rahman
direktur
Menyiapkan pasien dan keluarga tentang strategi mengurangi
Pengertian
Tujuan
Kebijakan
lokasi,
karakteristik,
onset/durasi,
frekuensi,
yang
menunjukkan
dapat
mempengaruhi
ketidaknyamanan
kebisingan)
7. Ajarkan pada
(misal:
pasien
respon
pasien
temperatur
ruangan,
bagaimana
menghilangkan
faktor
yang
meningkatkan
pengalaman
menjadi
nyeri
mengalami
cahaya,
mengurangi
atau
presipitasi
atau
(misal:
ketakutan,
P :......
Q :.
R :.
S :......
T :.
Skala Nyeri
None
Mild
Moderate
10
10
Severe
2
Sedikit
Nyeri
4
Cukup
Nyeri
6
Lumayan
Nyeri
8
Sangat
Nyeri
Amat
Sangat
Nyeri
Keterangan:
P = Provokatif : Yang memprovokasi nyeri apa yang menjadi penyebab nyeri? Rudapaksa, benturan? Apa yg
membuat lebih baik atau lebih buruk?
Q = Quality/Kualitas : Seperti apa rasanya? Seperti tertusuk benda tajam, tumpul, sakit, berdenyut, ditusuk jarum, dll?
R = Regio/Radiasi Daerah nyeri dimana rasa sakit itu berada? Menyebar kemana?
S = Severity/Skala : Seberapa berat pakai skala 0 sd 10
T = Tempo/timing : Waktu yang berkaitan dengan nyeri Kapan nyeri datang? Apakah rasa sakit itu datang dan pergi
atau itu terus menerus?
Asesmen nyeri dapat menggunakan :
1. Numeric Rating Scale
a. Indikasi: digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun yang dapat menggunakan angka untuk
melambangkan intensitas nyeri yang dirasakannya.
b. Instruksi: pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan dilambangkan dengan angka antara 0
10.
0
= Tidak nyeri
13
= Nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari)
46
7 10
2.
P :......
Q :.
R :.
S :......
T :.
Skala Nyeri
Keterangan:
P = Provokatif : Yang memprovokasi nyeri apa yang menjadi penyebab nyeri?
Rudapaksa, benturan? Apa yg membuat lebih baik atau lebih buruk?
Q = Quality/Kualitas : Seperti apa rasanya? Seperti tertusuk benda tajam, tumpul, sakit,
berdenyut, ditusuk jarum, dll?
R = Regio/Radiasi Daerah nyeri dimana rasa sakit itu berada? Menyebar kemana?
S = Severity/Skala : Seberapa berat pakai skala 0 sd 10
T = Tempo/timing : Waktu yang berkaitan dengan nyeri Kapan nyeri datang? Apakah rasa
sakit itu datang dan pergi atau itu terus menerus?
Asesmen nyeri
Asesmen nyeri dapat menggunakan Numeric Rating Scale
Indikasi: digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun yang dapat menggunakan
angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakannya.
Instruksi: pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan dilambangkan dengan
angka antara 0 10.
0
= Tidak nyeri
13
= Nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari)
46
= Nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari)
7 10 = Nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari)
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia merupakan makhluk unik, yang memiliki perilaku dan kepribadian yang berbeda-beda
dalam kehidupannya. Perilaku dan kepribadian didasarkan dari berbagai macam faktor penyebab, salah
satunya faktor lingkungan, yang berusaha beradaptasi untuk bertahan dalam kehidupannya.
Begitu pula fisik manusia sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan luar dalam beradaptasi
menjaga kestabilan dan keseimbangan tubuh dengan cara selalu berespon bila jadi tubuh terkena hal
yang negatif dengan berusaha menyeimbangkannya kembali sehingga dapat bertahan atas serangan
negatif, misal mata kena debu maka akan berusaha dengan mengeluarkan air mata.
Keseimbangan juga terjadi dalam budaya daerah dimana manusia itu tinggal, seperti kita
ketahui bahwa di Indonesia sangat beragam budaya dengan berbagai macam corak dan gaya, mulai
dari logat bahasa yang digunakan, cara berpakaian, tradisi prilaku keyakinan dalam beragama, maupun
merespon atas kejadian dalam kehidupan sehari-harinya seperti halnya dalam menangani rasa nyeri
akibat terjadi perlukaan dalam tubuh dengan direspon oleh manusia dengan berbagai macam adaptasi,
mulai dari suara meraung-raung, ada juga cukup dengan keluar air mata dan kadang dengan gelisah
yang sangat.
Atas dasar tersebut maka sebagai pemberi terapi medis harus mengetahui atas berbagai perilaku
dan budaya yang ada di Indonesia sehingga dalam penanganan terhadap nyeri yang dirasakan oleh
setiap orang dapat melakukan pengkajian dan tindakan pemberian terapi secara obyektif, maka untuk
itu di RS AR BUNDA Lubuklinggau menyusun panduan dalam penanganan nyeri.
B. TUJUAN
Panduan manajemen nyeri ini disusun dengan tujuan adanya standarisasi dalam asesmen dan
manajemen nyeri di RS AR BUNDA Lubuklinggau sehingga kualitas pelayanan kesehatan khususnya
penangan nyeri di RS AR BUNDA Lubuklinggau semakin baik.
C. DEFINISI
1. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya kerusakan jaringan
yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan emosional yang merasakan seolaholah terjadi kerusakan jaringan (international association for the study of pain).
2. Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas, memiliki hubungan
temporal dan kausal dengan adanya cedera atau penyakit.
3. Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama. Nyeri kronik yang terus
menerus ada meskipun telah terjadi proses penyembuhan dan sering kali tidak diketahui
penyebabnya yang pasti.
BAB II
TATA LAKSANA
A. ASESMEN NYERI
1. Anamnesis
a. Riwayat Penyakit Sekarang
1. Onset nyeri akut atau kronik, traumatik atau non-traumatik
2. Karakter dan derajat keparahan nyeri, nyeri tumpul, nyeri tajam, rasa terbakar, tidak
nyaman, kesemutan dan neuralgia
3. Pola pejajaran nyeri/ penyebaran nyeri
4. Durasi dan lokasi nyeri
5. Gejala lain yang menyertai misalnya kelemahan, kesemutan, mual/ muntah, atau ganguan
keseimbangan/ kontrol motorik
6. Faktor yang menghambat dan memperingan
7. Kronisitas
8. Hasil pemeriksaan dan penanganan nyeri sebelumnya, termasuk respon terapi
9. Gangguan/ kehilangan fungsi akibat nyeri/ luka
10. Penggunaan alat bantu
11. Perubahan fungsi mobilitas, kognitif, irama tidur dan aktivitas hidup dasar (activity of daily
living)
12. Singkirkan kemungkinan potensi emergensi pembedahan adanya fraktur yang tidak stabil,
gejala neurologis progresif cepat yang berhubungan dengan sindrom kauda ekuina.
b. Riwayat Pembedahan/ Penyakit Dahulu
c. Riwayat Psiko Sosial
a. Riwayat konsumsi alkohol, merokok atau narkotika
b. Identifikasi pengasuh/ perawat utama (primer) pasien
c. Identifikai kondisi tempat tinggal pasien yang berpotensi menimbulkan eksaserbasi nyeri
d. Pembatasan/ restriksi partisipasi pasien dalam aktivitas sosial yang berpotensi
menimbulkan pengaruh negatif terhadap motivasi dan kooperatif pasien dengan program
penanganan/ manajemen nyeri kedepannya. Pada pasien dengan masalah psikiatri,
diperlukan dukungan psikoterapi/ psikofarma.
e. Tidak dapat bekerjanya pasien akibat nyeri menimbulkan stres bagi pasien/ keluarga
d. Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan yang melibatkan gerakan berulang dan rutin, seperti mengangkat benda berat,
membungkuk atau merupakan pekerjaan tersering yang berhubungan dengan punggung.
e. Obat-Obat Dan Alergi
1. Daftar obat-obatan yang dikonsumsi pasien untuk mengurangi nyeri (suatu studi
menjualkan bahwa 14% populasi di Indonesia mengkonsumsi suplemen/ herbal, dan 36%
menkonsumsi vitamin).
2. Cantumkan juga dosis, tujuan minum obat, efektifitas dan efek samping
3. Direkomendasikan untuk mengurangi atau memberhentikan obat-obatan dengan efek
samping kognitif dan fisik
f. Riwayat Keluarga
Evaluasi riwayat medis terutama penyakit genetik.
g. Asesmen Sistem Organ Yang Kompherensif
1. Evaluasi gejala kardiovaskuler psikiatri pulmoner, gastrointestinal, neurologi, reumatologi,
genitourinaria, endokrin dan muskuloskeletal.
2. Gejala konstitusional penurunan berat badan, nyeri malam hari, keringat malam dan
sebagainya.
2. Asesmen Nyeri
a. Asesmen Nyeri Menggunakan Numeric Rating Scale
1. Indikasi digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 3 tahun yang dapat menggunakan
angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakannya.
2. Instruksi pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan dilambangkan
dengan angka 0 10
0
= Tidak nyeri
1 3 = Nyeri ringan (secara obyektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik).
4 6 = Nyeri sedang (secara obyektif pasien menyeringai, dapat menunjukkan lokasi
nyeri atau mendeskripsikan, dapat mengikuti perintah dengan baik).
7 9 = Nyeri berat (secara obyektif pasien terkadang tidak mengikuti perintah tapi
masih respon terhadap tindakan dan menunjukan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikan dan tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas, distraksi).
10
= Nyeri sangat (pasien sudah tidak dapat mendeskripsikan lokasi nyeri, tidak
dapat berkomunikasi, memukul ).
b. Asesmen Nyeri Menggunakan Wong Baker Faces Pain Scale
1. Indikasi : Pada pasien (dewasa dan anak > 3 tahun) yang tidak dapat menggambarkan
intensitas nyerinya dengan angka, gunakan asesmen.
2. Instruksi : Pasien diminta untuk menunjuk/ memilih gambar mana yang paling sesuai
dengan yang ia rasakan. Tanyakan juga lokasi dan durasi nyeri.
0 tidak merasa nyeri
1 sedikit merasa nyeri
2 nyeri ringan
3 nyeri sedang
4 nyeri berat
5 nyeri sangat berat
NO
MILD
PAIN
PAIN
MODERA
TE PAIN
MODERA
TE
SEVER
E
PAIN
PAIN
10
WORS
T PAIN
POSSIB
LE
Skor
Kewaspadaan 1.
2.
3.
4.
5.
Ketenangan
1.
2.
3.
4.
5.
Distress
1.
pernapasan
2.
3.
4.
5.
Menangis
1.
Pergerakan
2.
3.
4.
5.
1.
Tanggal
Waktu
2.
3.
4.
5.
Tonus otot
Tegangan
wajah
Tekanan
darah basal
Denyut
jantung basal
Nyeri dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam dan menunjukan adanya
rasa nyeri, sebagai berikut :
1. Lakukan asesmen nyeri yang komprehensif setiap kali melakukan pemeriksaan fisik pada
pasien
2. Dilakukan pada pasien yang mengeluh nyeri 1 jam setelah tatalaksana nyeri, setiap empat
jam (pada pasien yang sadar/ bangun), pasien yang menjalani prosedur kedokteran yang
menyakitkan, sebelum transfer pasien dan sebelum pasien pulang dari Rumah Sakit
3. Pada pasien yang mengalami nyeri Cardiac (jantung), lakukan asesmen ulang setiap 8 menit
setelah pemberian nitrat atau obat-obatan intravena
4. Pada nyeri akut/ kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit 1 jam setelah pemberian
obat nyeri.
f. Derajat Nyeri
Yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila sampai menimbulkan perubahan
tanda vital, merupakan tanda adanya diagnosis medis atau bedah yang baru (misalnya
komplikasi pasca-pembedahan, nyeri neuropatik).
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Umum
1. Tanda vital : Tekanan darah, nadi, pernapasan dan suhu tubuh
2. Ukuran berat badan dan tinggi badan pasien
3. Periksa apakah terdapat luka di kulit seperti jaringan paru akibat operasi, ulserasi dan tanda
bekas jarum
4. Perhatikan juga adanya ketidaksegarisan tulang (malalignment) atrofi otot, fasikulasi,
diskolorasi dan edema
b. Status mental
1. Nilai orientasi pasien
2. Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, pendek dan segera
3. Nilai kemampuan kognitif
4. Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejala-gejala depresi tidak ada harapan atau
cemas
c. Pemeriksaan Sendi
1. Selalu periksa kedua sisi untuk menilai kesimetrisan
2. Nilai dan catat pergerakan aktif semua sendi, perhatikan adanya keterbatasan gerak,
diskinesis, raut wajah atau asimetris
3. Nilai dan catat pergerakan pasif dari sendi yang terlibat abnormal/ dikeluhkan oleh pasien
(saat menilai pergerakkan aktif). Perhatikan adanya limitasi gerak, raut wajah meringis atau
asimetris
4. Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri
5. Pemeriksaan stabilitas sendi untuk mengidentifikasi adanya cedera ligamen
d. Pemeriksaan Motorik
Nilai dan catat kekuatan motorik pasien dengan kriteria di bawah ini :
Tabel Derajat Kekuatan Motorik
Derajat
5
4
3
2
Definisi
Tidak terdapat keterbatasan gerak mampu melawan tahanan kuat
Mampu melawan tahanan ringan
Mampu bergerak melawan gravitasi
Mampu bergerak/ bergeser ke kiri dan kanan tetapi tidak mampu
melawan gravitasi
Terdapat kontraksi otot (inspeksi/ palpasi), tidak menghasilkan
pergerakan
Tidak terdapat kontraksi otot
e. Pemeriksaan Sensorik
Lakukan pemeriksaan : sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum, pin, prick), gerakan dan suhu.
f. Pemeriksaan Neurologis Lainnya
1. Evaluasi nervus kranial I XII, terutama jika pasien mengeluh nyeri wajah atau servikal dan
sakit kepala
2. Pemeriksaan refleks otot, nilai adanya asimetris dan klonus. Untuk mencetuskan klonus
membutuhkan kontraksi > 4 otot
3. Nilai adanya refleks Babinski dan Hoflimen (hasil positif menunjukkan lesi upper motor
neuron).
4. Nilai gaya berjalan pasien dan identifikasi defisit serebrum dengan melakukan tes dismetik
(tes pergerakan jari ke hidung, pergerakan tumit ke lutut).
BAB III
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pelayanan nyeri meliputi pelayanan bagi pasien-pasien di Unit Gawat Darurat,
Unit Rawat Inap dan Instalasi Intensive Care Unit di RS AR BUNDA Lubuklinggau.
RUMAH SAKIT
AR BUNDA
LUBUKLINGGAU
No Dokumen
No Revisi
Halaman
PROSEDUR TETAP
Tanggal Terbit
Ditetapkan
dr. Sarah Ainar Rahman
Direktur
Keadaan terminal adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera atau
penyakit di mana terjadi kerusakan organ multiple yang dengan
Pengertian
Tujuan
Kebijakan
Prosedur
/RS/AR.BUNDA/LLG/
/2016
Adalah pasien dengan kondisi terminal yang makin lama makin memburuk
3. Pasien
Adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik dalam keadaan sehat maupun
sakit
4. Mati Klinis
Adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah henti sirkulasi (jantung) total
dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak irreversible
5. Mati Biologis
Adalah proses mati/ rusaknya semua jaringan, dimulai dengan neuron otak yang menjadi
nekrotik setelah kira-kira 1 (satu) jam tanpa sirkulasi, diikuti oleh jantung, ginjal, paru dan hati
yang menjadi nekrotik selama beberapa jam atau hari
6. Mati Batang Otak
Adalah keadaan dimana terjadi kerusakan seluruh isi syaraf/ neuronal intrakranial yang tidak
dapat pulih termasuk batang otak dan serebrum.
7. Alat Bantu Napas (Ventilator )
Adalah alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk
mempertahankan oksigenasi.
8. Witholding life support
Adalah penundaan bantuan hidup
9. Withdrowing life support
Adalah penghentian bantuan hidup
10.Mengelola Akhir Kehidupan (End of Life)
Adalah pelayanan tindakan penghentian bantuan hidup (Withdrowing life support) atau
penundaan bantuan hidup (Witholding life support).
11.Informed Consent
Dalam profesi kedokteran adalah pernyataan setuju (consent) atau ijin dari seseorang (pasien)
yang diberikan secara bebas, rasional, tanpa paksaan (voluntary) terhadap tindakan kedokteran
yangakan dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi yang cukup (informed)
tentang kedokteran yang dimaksud.
B. RUANG LINGKUP
1. Aspek Keperawatan
Banyak masalah yang melingkupi kondisi terminal pasien, yaitu mulai dari titik yang aktual di
mana pasien dinyatakan kritis sampai diputuskankan meninggal dunia atau mati. Seseorang dinyatakan
meninggal/ mati apabila fungsi jantung dan paru berhenti, kematian sistemik atau kematian sistem tubuh
lainnya terjadi dalam beberapa menit, dan otak merupakan organ besar pertama yang menderita
kehilangan fungsi yang irreversibel, selanjutnya organ-organ lain akan mati. Respon pasien dalam kondisi
terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, sosial yang dialami, sehingga dampak
yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang
ditunjukan oleh pasien terminal.
Menurut Elisabeth Kbler-Ross, M.D., ada 5 fase menjelang kematian, yaitu :
a. Denial ( fase penyangkalan/ pengingkaran diri)
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia menderita penyakit yang parah dan dia tidak dapat
menerima informasi ini sebagai kebenaran dan bahkan mungkin mengingkarinya. Penyangkalan ini
merupakan mekanisme pertahanan yang acap kali ditemukan pada hampir setiap pasien pada saat
pertama mendengar berita mengejutkan tentang keadaan dirinya.
b. Anger ( fase kemarahan )
Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa ia akan meninggal. Masanya tiba
di mana ia mengakui, bahwa kematian memang sudah dekat. Tetapi kesadaran ini seringkali disertai
dengan munculnya ketakutan dan kemarahan. Kemarahan ini seringkali diekspresikan dalam sikap
rewel dan mencari-cari kesalahan pada pelayanan di Rumah Sakit atau di rumah. Umumnya pemberi
pelayanan tidak menyadari, bahwa tingkah laku pasien sebagai ekspresi dari frustasi yang dialaminya.
Sebenarnya yang dibutuhkan pasien adalah pengertian, bukan argumentasi-argumentasi dari orangorang yang tersinggung oleh karena kemarahannya.
c. Bargaining ( fase tawar menawar ).
Ini adalah fase di mana pasien akan mulai menawar untuk dapat hidup sedikit lebih lama lagi atau
dikurangi penderitaannya. Mereka biasa menjanjikan macam-macam hal kepada Tuhan, " Tuhan, kalau
Engkau menyatakan kasih-Mu, dan keajaiban kesembuhan-Mu, maka aku akan mempersembahkan
seluruh hidupku untuk melayani-Mu."
d. Depresion (fase depresi)
Setelah ternyata penyakitnya makin parah, tibalah fase depresi. Penderita merasa putus asa melihat
masa depannya yang tanpa harapan.
e. Acceptance (fase menerima / pasrah)
Tidak semua pasien dapat terus menerus bertahan menolak kenyataan yang ia alami. Pada umumnya,
setelah jangka waktu tertentu mereka akan dapat menerima kenyataan, bahwa kematian sudah dekat.
Mereka mulai kehilangan kegairahan untuk berkomunikasi dan tidak tertarik lagi dengan berita dan
persoalan-persoalan di sekitarnya. Pasien dalam kondisi terminal akan mengalami berbagai masalah
baik fisik, psikologis, maupun sosio-spiritual, antara lain:
1. Problem oksigenisasi;
Nafas tidak teratur, cepat atau lambat, pernafasan cheyne stokes, sirkulasi perifer menurun,
perubahan mental, agitasi-gelisah, tekanan darah menurun, hipoksia, akumulasi sekret, nadi
irreguler.
2. Problem eliminasi;
Konstipasi, medikasi atau immobilitas memperlambat peristaltik, kurang diet serat dan asupan
makanan juga mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal biasa terjadi oleh karena pengobatan
atau kondisi penyakit (misalnya Ca Colon), retensi urin, inkontinensia urin terjadi akibat
penurunan kesadaran atau kondisi penyakit misal trauma medulla spinalis, oliguri terjadi seiring
penurunan intake cairan atau kondisi penyakit misal gagal ginjal.
3. Problem nutrisi dan cairan;
Asupan makanan dan cairan menurun, peristaltik menurun, distensi abdomen, kehilangan BB,
bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi
terjadi karena asupan cairan menurun
4. Problem suhu;
Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut
5. Problem Sensorik;
Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati kematian, menyebabkan
kekeringan pada kornea, pendengaran menurun, kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun,
sensasi menurun.
6 . Problem nyeri;
Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena, pasien harus selalu
didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kenyamanan
7. Problem kulit danmobilitas;
Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit sehingga pasien terminal
memerlukan perubahan posisi yang sering.
8. Masalahpsikologis;
Pasien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon emosi, perasaaan marah
dan putus asa.
2. Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif bertujuan mencapai quality of life dan quality of death. Perawatan paliatif
menyangkut psikologis, spiritualis, fisik, keadaan sosial. Terkait hal ini, memberikan pemahaman bagi
keluarga dan pasien sangat penting agar keluarga mengerti betul bahwa pasien tidak akan sembuh,
sehingga mereka akan memberikan perhatian dan kasih sayang diakhir kehidupan pasien tersebut.
3.Aspek Medis
Kebanyakan kalangan dalam dunia kedokteran dan hukum sekarang ini mendefinisikan kematian
dalam pengertian mati otak (MO) walaupun jantung mungkin masih berdenyut dan ventilasi buatan
(ventilator) dipertahankan. Akan tetapi banyak pula yang memakai konsep mati batang otak (MBO)
sebagai pengganti MO dalam penentuan mati. Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang kedokteran maka banyak pilihan pengobatan yang berguna memberi bantuan hidup terhadap
pasien tahap terminal. Pilihan ini seringkali menimbulkan dilema terutama bagi keluarga pasien karena
mereka menyadari bahwa tindakan tersebut bukan upaya penyembuhan dan hanya akan menambah
penderitaan pasien. Keluarga menginginkan sebuah proses di mana berbagai intervensi medis (misalnya
pemakaian ventilator) tidak lagi diberikan kepada pasien dengan harapan bahwa pasien akan meninggal
akibat penyakit yang mendasarinya. Ketika keluarga/ wali meminta dokter menghentikan bantuan hidup
(withdrawing life support) atau menunda bantuan hidup (withholding life support ) terhadap pasien
tersebut, maka dokter harus menghormati pilihan tersebut. Pada situasi tersebut, dokter memiliki legalitas
di mata hukum dengan syarat sebelum keputusan penghentian atau penundaan bantuan hidup
dilaksanakan, tim dokter telah memberikan informasi kepada keluarga pasien tentang kondisi terminal
pasien dan pertimbangan keputusan keluarga/ wali tertulis dalam informed consent.
C. TATA LAKSANA
1. Aspek Keperawatan
a. Asesmen Keperawatan
Perawat dapat berbagi penderitaan pasien menjelang ajal dan mengintervensi dengan
melakukan asesmen yang tepat sebagai berikut:
1. Asesmen tingkat pemahaman pasien& keluarga :
Closed Awareness: Pasien dan atau keluarga percaya bahwa pasien akan segera
sembuh.
Mutual Pretense: Keluarga mengetahui kondisi terminal pasien dan tidak
membicarakannya lagi, kadang-kadang keluarga menghindari percakapan tentang
- Bagaimana produksi urin, berapa jumlah cc/ jam, bagaimana warnanya, bagaimana
baunya?
Pencernaan (bowel)
- Bagaimana nafsu makan, apakah baik atau menurun?
- Bagaimana porsi makan, habis atau tidak?
- Minum berapa cc/ hari, dengan jenis cairan apa?
- Apakah mulut bersih, kotor dan berbau?
- Apakah ada mual atau muntah?
- Buang air besar berapa kali sehari, apakah teratur atau tidak, bagaimana
konsistensi,warna dan bau dari feses?
Muskulo skeletal/ integumen
- Bagaimana kemampuan pergerakan sendi, bebas, atau terbatas?
- Bagaimana warna kulit, apakah ikterus, sianotik, kemerahan, pucat atau
hiperpigmentasi?
- Apakah ada edema atau tidak, bila ada di mana lokasinya?
- Apakah ada dekubitus atau tidak, bila ada di mana lokasinya?
- Apakah ada luka atau tidak bila ada di mana lokasinya dan apa jenis lukanya?
- Apakah ada kontraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya?
- Apakah ada fraktur atau tidak, bila ada di mana lokasinya dan apa jenis frakturnya?
- Apakah ada jalur infus atau tidak bila ada di mana lokasinya?
3. Asesmen tingkat nyeri pasien
Lakukan asesmen rasa nyeri pasien. Bila nyeri sangat mengganggu, maka segera
lakukan menajemen nyeri yang memadai.
4. Asesmen faktor kulturopsikososial
Pemberian bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang mengalami henti napas atau
henti jantung. RJPO diindikasikan untuk pasien yang tidak bernapas dan tidak menunjukan
tanda-tanda sirkulasi, dan tanpa instruksi DNR di rekam medisnya.
Pemakaian Alat Ventilasi Mekanik (Ventilator)
Pemakaian ventilator,ditujukan untuk keadaan tertentu karena penyakit yang berpotensi
atau menyebabkan gagal napas
Pemberian Nutrisi
- Feeding Tube; Seringkali pasien sakit terminal tidak bias mendapatkan makanan lewat
mulut langsung, sehingga perlu dilakuan pemasangan feeding tube untuk memenuhi
nutrisi pasien tersebut
- Parenteral Nutrition; adalah sebuah upaya untuk mengirim nutrisi secara langsung ke
dalam pembuluh darah, yang untuk menjaga kebutuhan nutrisi pasien.
- Tindakan Dialisis; Tindakan dialysis diberikan pada pasien terminal yang mengalami
penurunan fungsi ginjal, baik yang akut maupun yang kronik dengan LFG < 15
ml/menit. Pada keadaan ini fungsi ginjal sudah sangat menurun sehingga terjadi
akumulasi toksin dalam tubuh yang disebut sebagai uremia.
- Pemberian Antibiotik; Pasien terminal, memiliki risiko infeksi berat 5-10 kali lebih
tinggi dibandingkan pasien lainnya. Infeksi berat ini paling sering ditemukan pada
saluran pernapasan, saluran kemih,peredaran darah, atau daerah trauma/ operasi. Infeksi
tersebut menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas, pemanjangan masa
perawatan, dan pembengkakan biaya perawatan. Penyebab meningkatnya risiko infeksi
ini bersifat multifaktorial, meliputi penurunan fungsi imun, gangguan fungsi barrier
usus,penggunaan antibiotik spektrum luas, katekolamin, penggunaan preparat darah,
atau dari alat kesehatan yang digunakan (seperti ventilator). Pasien menderita penyakit
terminal dengan prognose yang buruk hendaknya diinformasikan lebih dini untuk
menolak atau menerima bila dilakukan resusitasi maupun ventilator.
2. Withdrawing life support&withholding life support
Pengelolaan akhir kehidupan meliputi penghentian bantuan hidup (withdrawing life support)
dan penundaan bantuan hidup (withholding life support) yang dilakukan pada pasien yang
dirawat di ruang rawat intensive care ( IRIR dan ROI I ). Keputusan withdrawing /
withholding adalah keputusan medis dan etis yang dilakukan oleh 3 (tiga) dokter yaitu dokter
spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi dan 2 (dua) orang dokter
lain yang ditunjuk oleh komite medis rumah sakit. Adapun persyaratan withdrawing life
support & withholding life support sebagai berikut :
a. Informed Consent
Pada keadaan khusus, dimana perlu adanya tindakan penghentian/ penundaan bantuan
hidup (withdrawing/ withholding lifesupport) pada seorang pasien, maka harus mendapat
persetujuan keluarga terdekat pasien. Persetujuan penghentian/ penundaan bantuan hidup
oleh keluarga terdekat pasien harus diberikan secara tertulis (written consent) dalam bentuk
pernyataan yang tertuang dalam Formulir Pernyataan Pemberian Informasi Kondisi
Terminal yang disimpan dalam rekam medis pasien, dimana pernyataan tersebut diberikan
setelah keluarga mendapat penjelasan dari tim DPJP yang bersangkutan
mengenai
Bila tes tetap positif, maka pasien dinyatakan mati walaupun jantung masih berdenyut,
saling terganggu. Untuk itu komplain tersebut perlu diselesaikan dengan baik sehingga tidak melebar
terlalu jauh dari pokok permasalahannya.
Komplain ini terjadi karena ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin
diharapkan oleh pasien terhadap pihak rumah sakit. Hal ini dapat mengganggu bahkan membuat
emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja.
Untuk itu perlu dibuat suatu panduan menangani komplain dalam mengatasi hal tersebut agar
semuanya bisa diatasi. Pasien yang merasa tidak puas akan mengambil sikap untuk komplain
terhadap pihak rumah sakit atas keluhannya, dan sudah menjadi kewajiban pihak rumah sakit untuk
menjawab dan menjelaskan komplain dari pihak pasien. Dalam setiap komplain yang diberikan oleh
pasien terhadap rumah sakit, selalu ditanggapi dengan baik dan diselesaikan dengan cepat. Hal ini
memang dilakukan agar tidak sampai terjadi konflik yang serius terhadap pasien. Setiap
permasalahan yang terjadi selalu diusahakan untuk diselesaikan dengan mengacu pada panduan ini.
2. Ruang lingkup khusus
Ruang lingkup untuk komplain ini hanya di wilayah rumah sakit dalam hal pelayanan terhadap
pasien.
3. Tujuan umum
Secara umum, tujuannya adalah menangani semua keluhan dari pasien agar bisa diselesaikan
secara professional dan kekeluargaan.
4. Tujuan khusus
Agar pasien yang tidak puas bisa mendapat jawaban dan penjelasan dari pihak rumah sakit
5. Tata Laksana
1. Pasien komplain di jam kerja.
a. Petugas memperkenalkan diri
b. Unit petugas terkait terkait menerima komplain dari pasien.
c. Minta bantuan kepada atasan/ karu apabila pasien tidak puas dengan jawaban petugas pada
hari itu juga.
d. Minta bantuan kepada humas apabila pasien tidak puas dengan jawaban atasan/ karu,untuk
disampaikan ke manajemen pada hari itu juga.
e. Pasien akan mengisi form R. inap atau R. jalan tentang isi komplainnya dan diberikan oleh
petugas/ karu untuk ditindak lanjuti pada hari itu juga.
f. Petugas akan menyampaikan kepada humas dan pihak yang terkait atas komplain tersebut dan
meminta jawabannya pada hari itu juga.
g. Komplain yang bersifat medis, akan disampaikan kepada dokter medical information yang di
mana akan dirapatkan di Komite Medik ( jika perlu) untuk memberikan jawaban dan
penjelasannya berdasarkan standar Rumah Sakit AR Bunda Lubuklinggau. Komplain yang
tidak bersifat medis, akan diatasi oleh humas dengan pihak yang terkait berdasarkan standar
Rumah Sakit AR Bunda Lubuklinggau paling lambat 2 x 24 jam
h. Jika jawaban sudah diterima oleh petugas, petugas akan menyampaikan jawabannya kepada
pasien secara langsung (yang sifatnya non medis), dan ditemani oleh medical information
(yang sifatnya medis) sebagai jawaban resmi dari pihak manajemen. Dalam menyampaikan
jawaban, petugas mengundang pasien/ keluarga secara kekeluargaan yang bertempat di ruang
tamu lantai dua.
i. Semua komplain yang terjadi akan dilaporkan oleh petugas untuk direkap menjadi laporan
bulanan humas kepada pihak manajemen.
j. Setiap komplain yang terjadi akan dijadikan acuan untuk perbaikan, baik dari sisi SDM
maupun sistem.
2. Pasien Komplain Di luar Jam Kerja
a. Petugas memperkenalkan diri
b. Unit petugas terkait terkait menerima komplain dari pasien.
c. Minta bantuan kepada kepala ruangan apabila pasien tidak puas dengan jawaban petugas pada
hari itu juga.
d. Bila pasien tidak puas dengan jawaban kepala ruangan, maka minta pasien isi form R. Inap atau
R. jalan untuk disampaikan ke humas.
e. Petugas/ kepala ruangan memberikan form R.inap atau R.jalan tentang isi komplainnya kepada
humas untuk ditindak-lanjuti keesokan harinya.
f. Humas akan menyampaikan kepada manajemen dan pihak yang terkait atas komplain tersebut
dan meminta jawabannya. Komplain yang tidak bersifat medis, akan diatasi oleh humas dengan
pihak yang terkait berdasarkan standar Rumah Sakit 2x24jam.
g. Jika jawaban sudah diterima oleh humas, humas akan menyampaikan jawabannya kepada
pasien secara langsung (yang sifatnya non medis), dan ditemani oleh medical information
(yang sifatnya medis) sebagai jawaban resmi dari pihak manajemen. Dalam menyampaikan
jawaban, humas mengundang pasien/ keluarga secara kekeluargaan yang bertempat di ruang
tamu lantai dua.
h. Bila pasien tidak puas dengan jawaban humas, humas akan melaporkan ke manajemen untuk
mengatasi permasalahannya manajemen. (Bila perlu diskusikan solusi dengan Direktur Rumah
Sakit AR Bunda Lubuklinggau).
i. Semua komplain yang terjadi akan dilaporkan oleh humas untuk direkap menjadi laporan
bulanan humas kepada pihak manajemen.
j. Setiap komplain yang terjadi akan dijadikan acuan untuk perbaikan, baik dari sisi SDM
maupunSistem
Alur Proses:
Pasien Komplein
Hari Kerja
Petugas
Pasien Puas
MOD
Pasien Puas
Humas
Manajement
Pasien
A. Tata Laksana Pasien Komplain langsung ke Humas:
a. Humas terkait menerima komplain dari pasien dan mencatat komplain tersebut.
b. Humas akan meminta waktu kepada pasien untuk meminta jawaban dari unit terkait saat itu juga.
c. Humas akan menyampaikan jawaban kepada pasien sesuai dengan jawaban yang diberikan oleh
unit terkait. Jika komplain menyangkut medis maka petugas akan ditemani oleh dokter medical
information.
d. Jika pasien tidak puas dengan jawaban dari unit terkait, maka Humas akan meminta waktu kepada
pasien untuk disampaikan ke pihak manajemen.
e. Humas membuat laporan tertulis dengan lengkap untuk disampaikan ke manajemen.
f. Pihak manajemen akan memberikan jawaban kepada humas untuk disampaikan kepada pasien
sebagai jawaban resmi dari manajemen.
g. Komplain yang bersifat medis, akan disampaikan kepada dokter medical information yang dimana
akan dirapatkan di komite medik (jika perlu) untuk memberikan jawaban dan penjelasannya
berdasarkan standar Rumah Sakit AR Bunda Lubuklinggau. Komplain yang tidak bersifat medis,
akan diatasi oleh humas dengan pihak yang terkait berdasarkan standar Rumah Sakit AR Bunda
Lubuklinggau paling lambat 2x24jam.
h. Bila pasien tidak puas dengan jawaban humas, humas akan melaporkan ke manajemen untuk
mengatasi permasalahannya. (Bila perlu diskusikan solusi dengan Direktur Rumah Sakit AR
Bunda Lubuklinggau).
i. Semua komplain yang terjadi akan di laporkan oleh humas untuk direkap menjadi laporan bulanan
humas kepada pihak manajemen.
j. Setiap komplain yang terjadi akan dijadikan acuan untuk perbaikan, baik dari sisi SDM maupun
Sistem.
Alur Proses:
Pasien Komplein
Humas
Humas
Unit Terkait
Tidak puas
Humas
Puas
Manajemen
Pasien Komplein
Hari Kerja
Petugas ( pelaksana)
Pasien Puas
Petugas ( pelaksana)
Shift Supervisor
Pasien tidak puas
Pasien Puas
Humas
Manajement/Komite
Medik
Pasien
RUMAH SAKIT
AR BUNDA
PENANGANAN KOMPLAIN
LUBUKLINGGAU
No Dokumen
No Revisi
Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan
PROSEDUR TETAP
dr. Sarah Ainar Rahman
Direktur
Komplain adalah merupakan akibat situasi dimana keinginan atau
Pengertian
Tujuan
Kebijakan
NO RM :...
Nama
: ............................................
Alamat
: .................................................. Tanggal
: ............................................
.................................................. Lokasi
: ............................................
: ..................................................
...........................................................................
...........................................................................
Tanggal
...........................................................................
: ..................................................
Uraian Keluhan :
: 1.
Bahwa pelayanan di rumah sakit dapat dilakukan kepada pasien dengan memiliki
nilai-nilai kepercayaan yang berbeda-beda;
2.
Bahwa nilai dan kepercayaan pasien merupakan hak pasien untuk dihormati dan
dihargai;
3.
Bahwa untuk mewujudkan maksud tersebut pada butir 1 dan 2 di atas, maka perlu
ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit AR Bunda
Lubuklinggau.
Mengingat
: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
IDENTIFIKASI
NILAI-NILAI
DAN
KEPERCAYAAN
PASIEN
KESATU
KEDUA
KETIGA
: Keputusan Direktur Rumah Sakit AR Bunda Lubuklinggau ini mulai berlaku pada
tanggal di tetapkan;
KEEMPAT
: Apabila terjadi kesalahan atau kekeliruan dikemudian hari pada Keputusan ini, maka
akan dilakukan perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di
: Lubuklinggau
Pada tanggal
2015
AR BUNDA
(DPJP)
LUBUKLINGGAU
No Dokumen
PROSEDUR TETAP
No Revisi
Tanggal Terbit
Halaman
1/2/3
Ditetapkan
Tujuan
Prosedur
Unit Terkait
Petugas
(..................................)
Lubuklinggau,
Saya yang menyatakan,
( ............................)
No. RM :
Ruangan :
DPJP
Diagnosa
Nama
RUMAH SAKIT
AR BUNDA
DPJP Utama
Tgl. Mulai
Tgl.
Akhir
Tgl. Mulai
Tgl.
Akhir
LUBUKLINGGAU
No Dokumen
Tanggal Terbit
PROSEDUR TETAP
Nama
No Revisi
Halaman
Ditetapkan
Ket
Pengertian
Tujuan
Direktur
Pemberian informasi kepada pasien dan keluarganya tentang keadaan
pasien dan rencana pengobatan yang akan dilakukan ke pasien.
Membantu pasien dan keluarganya mengetahui tentang penyakit, saran
pengobatan, dan para pemberi pelayanan, sehingga mereka dapat
membuat keputusan tentang pelayanan.
1. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 290/ Menkes/ Per/ 2008
tentang persetujuan tindakan kedokteran
Kebijakan
2.Keputusan
Direktorat
Jendral
Pelayanan
Medik
nomor
Prosedur
a. Kondisi pasien
b. Rencana pengobatan
c. Nama dokter yang memberikan pengobatan
d. Potensi manfaat dan kekurangannya
e. Kemungkinan alternatif
f. Kemungkinan keberhasilan
g. Kemungkinan timbulnya masalah selama masa pemulihan
h. Kemungkinan yang terjadi apabila tidak diobati
4. Petugas mempersilahkan pasien/ keluarga untuk mengisi formulir
pemberian informasi
5. Petugas memberitahukan nama dokter atau para praktisi lain yang
bertanggung jawab langsung terhadap pelayanan atau siapa yang
berwenang melakukan prosedur atau pengobatan terhadap pasien
Unit Terkait
6.
1.
2.
3.
tersebut
Petugas mengucapkan terimakasih dan salam
Instalasi Gawat Darurat
Instalasi Rawat Inap
Instalasi Kamar Operasi
Jenis Informasi
Isi Informasi
Diagnosa (WD dan DD)
Dasar Diagnosa
Tindakan Kedokteran
Indikasi Tindakan
Tata Cara
Tujuan
Risiko
Komplikasi
Prognosa
Alternatif Dan Risiko
Lain Lain
Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerangkan hal hal di atas secara benar
Tanda ()
Tanda Tangan
Tanda Tangan
*Bila pasien tidak kompeten atau tidak mau menerima informasi maka penerima informasi adalah wali atau
keluarga terdekat
Lubuklinggau, tanggal ______________ pukul _____________
Yang menyatakan*
(_________________)
(_________________)
Saksi
(_________________)
RUMAH SAKIT
AR BUNDA
LUBUKLINGGAU
No Dokumen
No Revisi
Halaman
1/2
Tanggal Terbit
Ditetapkan
PROSEDUR TETAP
Pengertian
Tujuan
akurat
4. Memperoleh izin dari pasien dan keluarga dalam proses perawatan dan
Kebijakan
pengobatan
1. Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
2. Keputusan Direktur Rumah Sakit AR Bunda Lubuklinggau
1. Petugas memperkenalkan diri kepada pasien/ keluarga
2. Petugas menjelaskan kepada pasien/ keluarga isi dari General Consent
tentang peraturan dan tata tertib Rumah Sakit yang bersifat umum
yang harus dipatuhi oleh pasien/ keluarga
3. Petugas menyerahkan formulir General Concent kepada pasien/
Unit Terkait
1.
2.
3.
4.
: ...............................................................................................................
No. RM
: ...............................................................................................................
Tanggal Lahir
: ...............................................................................................................
Alamat
: ...............................................................................................................
No. Telepon
: ...............................................................................................................
PASIEN DAN ATAU WALI HUKUM HARUS MEMBACA, MEMAHAMI DAN MENGISI
INFORMASI BERIKUT :
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama
: ...............................................................................................................
Hubungan dengan pasien : Diri sendiri/ suami/ istri/ ayah/ ibu kandung/ anak-anak kandung/ saudarasaudara kandung/ wali*)
Alamat
: ...............................................................................................................
No. Telepon
: ...............................................................................................................
I.
______________________
______________________
______________________
Saya telah mendapat informasi tentang Hak dan Kewajiban Pasien di Rumah Sakit AR
Bunda Lubuklinggau.
III. BARANG-BARANG MILIK PASIEN
Saya telah memahami bahwa Rumah Sakit AR Bunda Lubuklinggau tidak bertanggungjawab
atas semua kehilangan barang-barang milik saya dan saya secara pribadi bertanggungjawab atas
barang-barang berharga yang saya miliki termasuk namun tidak terbatas pada uang, perhiasan, buku
cek, kartu kredit, handphone atau barang lainnya. Dan apabila saya membutuhkan, maka saya dapat
menitipkan barang-barang saya kepada Rumah Sakit.
Saya juga mengerti bahwa saya harus memberitahu/ menitipkan pada Rumah Sakit AR Bunda
Lubuklinggau jika saya memiliki gigi palsu, kacamata, lensa kontak, prosthestics atau barang lainnya
yang saya butuhkan untuk diamankan.
IV. HAK DAN TANGGUNG JAWAB PASIEN
Saya memiliki hak untuk mengambil bagian dalam keputusan mengenai penyakit saya dan
dalam hal perawatan medis dan rencana pengobatan.
Saya telah mendapat informasi tentang hak dan tanggung jawab pasien di Rumah Sakit AR
Bunda Lubuklinggau melalui leaflet dan pamflet yang disediakan petugas.
Saya memahami bahwa Rumah Sakit AR Bunda Lubuklinggau tidak bertanggungjawab atas
kehilangan barang barang pribadi dan barang berharga yang dibawa ke Rumah Sakit AR Bunda
Lubuklinggau.
V. INFORMASI RAWAT INAP
Saya telah menerima informasi tentang peraturan yang diberlakukan oleh Rumah Sakit AR
Bunda Lubuklinggau dan saya beserta keluarga bersedia untuk mematuhinya, termasuk akan
mematuhi jam berkunjung pasien sesuai dengan aturan di Rumah Sakit AR Bunda Lubuklinggau.
Anggota keluarga saya yang menunggu saya, bersedia untuk selalu memakai tanda pengenal
khusus yang diberikan oleh Rumah Sakit AR Bunda Lubuklinggau dan demi keamanan seluruh
pasien setiap keluarga dan siapapun yang akan mengunjungi saya di luar jam berkunjung, bersedia
untuk diminta/ diperiksa identitasnya dan memakai identitas yang diberikan Rumah Sakit AR Bunda
Lubuklinggau.
VI. PERMINTAAN PRIVASI
Saya mengijinkan/ tidak mengijinkan (coret salah satu) Rumah Sakit memberi akses bagi :
keluarga dan handaitaulan serta orang-orang yang akan menengok saya (sebutkan nama bila ada
permintaan khusus yang tidak diijinkan) :
1. ______________________
2. ______________________
3. ______________________
VII. INFORMASI BIAYA
Saya memahami tentang informasi biaya pengobatan atau biaya tindakan yang dijelaskan oleh
petugas Rumah Sakit AR Bunda Lubuklinggau.
TANDA TANGAN
Dengan tanda tangan saya dibawah, saya menyatakan bahwa saya telah membaca dan memahami
pada Persetujuan Umum/ General Consent.
Lubuklinggau, ........................
_________________________
Wali jika pasien < 18 tahun
*) Coret yang tidak perlu
DAFTAR TINDAKAN-TINDAKAN
YANG PERLU INFORMED CONSENT
Sesuai Undang-Undang no 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, terdapat beberapa
tindakan kedokteran dan kedokteran gigi yang wajib diberikan informed consent.
Tindakan tersebut yaitu :
A. Semua Tindakan Pembedahan dan Tindakan Invasive
B. Semua Tindakan Anestesi & Sedasi ( Sedasi Sedang dan Sedasi Dalam )
C. Semua Tindakan Pemberian Produk Darah & Komponen Darah
D. Semua Tindakan/ Pengobatan Yang Berisiko Tinggi.
A. Tindakan Pembedahan dan Tindakan Invasive yang memerlukan informed consent antara lain:
NO KSM/ INSTALASI/ UNIT
1. KSM Bedah Saraf
2. KSM Bedah Kepala Leher
3.
KSM Bedah
4.
TINDAKAN
1.Elevasi Kraniotomi Fraktur Impresi, tanpa robekan
1.Aff Arch Barr
2.Biopsy Insisional dengan anastesi lokal
3.Diseksi submandibula
4.Diseksi leher radikal/ radikal neck dissection
5.Eksisi gld submandibula
6.Eksisi higroma leher
7.Eksisi kista tiroglosus
8.Eksisi luas tumor ganas bibir dengan rekontruksi flap lokal
9.Eksisi luas tumor ganas kulit dengan rekonstruksi Flap lokal
10.Eksisi luas tumor ganas rongga mulut dengan rekontruksi flap
lokal
11. Eksisi parsial+marsupialisasi Ranula
5. Eksisi tumor ganas kulit dengan flap local atau graft
13. Eksisi tumor ganas kulit tanpa rekontruksi
14. Eksisi tumor jinak dengan anastesi lokal
15. Ekskokleasi epulsi
16. Ekskokleasi kista folikuler
17. Ekskokleasi kista Radikuler
18. Ekstirpasi kista dermoid
19. Fiksasi interna fraktur maksilofasial 1-2 tempat patahan
1. Mandibulektomi
2. Tracheostomy
1. Achillotenotomy
2. Adductor tenotomy of hip
3. Advancement of tendon
4. Advancement above knee
5. Amputation and disarticulation of finger-general anaesthesia
6. Amputation and disarticulation of finger-local anaesthesia
7. Amputation and disarticulation of thumb-general anaesthesia
8. Amputation and disarticulation of thumb-local anaesthesia
9. Amputation of ankel through malleoli of tibia and fibula
10. Amputation of toe-general anaesthesia
11. Amputattion of toe-local anaesthesia
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
78.
79.
80.
81.
82.
83.
84.
85.
86.
87.
88.
89.
90.
91.
92.
93.
metatarsal
Excision of bone for graft
Excision of intervertebral disc
Excision of lesion of muscle
Excision of lesion of muscle of hand
Excision of lesion of other soft tissue
Excision of bone for graft
Excision f intervertebral disc
Excision of lesion of muscle
Excision of lesion of muscel of hand
Excision of lesion of ather soft tissue
Excision of lesion of tendon sheath
Excision of muscle or fascia for graft
Excision of muscle or fascia of hand for graft
Excision of smilunar cartilage of knee
Excision of tendon for graft
Excision of tendon of hand for graft
Excision or correction of bunionette, That with osteotomy
Excision or destruction of intervertebral disc, unspecified
Exploration of tendon sheath
Exploration of tendon sheath of hand
Fasciotomy
Fasciotomy of hand
Finger reattachment
Five-in-one repair of knee
Forearm, wrist, or hand reattachment
Graft of muscle or fascia
Incision and drainage of palmar or thenar space
Injection of anesthetic into peripheral nerve for analgesia
Insertion of catheter into spinal canal for infusion of
therapeutic or palliative substances, Insertion of catheter into
epidural, subarachnoid, or subdural space of spine with
intermittent or continuous infusion of drug (with creation of
any reservoir)
Open biopsy of soft tissue
Open reduction of dislocation of ankle-Neglected dislocation
Open reduction of dislocation of elbow-Fresh dislocation
Open reduction of dislocation of hand and finger-Fresh
dislocation
Open reduction of dislocation of hip-Fresh dislocation
Open reduction of dislocation of hip-Neglected dislocation
Open reduction of dislocation of knee-Neglected dislocation
Open reduction of dislocation of knee - Fresh dislocation
Open reduction of dislocation of other specified sites
Open reduction of dislocation of shoulder-Fresh dislocation
Open reduction of dislocation of shoulder-Neglected
dislocation
Open reduction of dislocation of unspecified site-Fresh
dislocation
Open reduction of dislocation of unspecified site-Neglected
dislocation
ulna-Simple fracture
96. Open reduction of fracture with internal fixation-unspecified
5.
6.
1.
7.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
8.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Biopsi rectum
Eksisi hemoroid eksterna
Eksplorasi duktus bilier & cholangiografi intra operatif
Fistulotomi
Fistulotomi dgn penyulit mayor
Fistulotomi dgn penyulit minor
Gastrostomi
Hemikolektomi dengan penyulit mayor
Hemikolektomi dengan penyulit minor
Hemikolektomi tanpa penyulit
Hemoroid stapling (diluar alat)
Hemoroidektomi
Herniotomi
Herniotomi dgn penyulit mayor
Herniotomi dgn penyulit minor
Jejunostomi / ileostomi
Laparotomi dengan penyulit minor
Laparotomi tanpa penyulit
Ligasi hemoroid (diluar alat)
Polipektomi
Potong kolostomi
Rektopexy
Repair fistel usus
Repair fistel vesicorectal
Repair hernia cicatricalis
Repair hernia cicatricalis dgn penyulit mayor (diluar alat)
Repair hernia cicatricalis dgn penyulit minor (diluar alat)
Repair Hernia Diafragmatika (diluar alat)
Reseksi anterior dengan penyulit mayor
Reseksi anterior dengan penyulit minor
Reseksi anterior tanpa penyulit
Splenektomi / splenoraphy traumatika
Tutup burst abdomen (tanpa alat)
Tutup burst abdomen dengan penyulit mayor
Tutup burst abdomen dengan penyulit minor
Tutup kolostomi / ileostomi
Tutup kolostomi / ileostomi dengan penyulit mayor
Tutup kolostomi / ileostomi dengan penyulit minor
Biopsi Penis
Biopsi Prostat
Biopsi Testis
Bladder Neck Rekonstruksi
Businasi/Dilatasi Uretra
Diseksi Kelenjar Getah Bening Inguinal
Divertikulektomi Buli
Divertikulum Uretra
Dorsumsisi
Ekstraksi Batu
Evakuasi Bekuan Darah (Clot)
Fistulektomi/Repair Fistel Uretra
Hidrokel per Inguinal/Ligasi Tinggi
Hidrokel per Skrotal
Insisi Abses Perineum
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
78.
79.
80.
81.
82.
83.
84.
85.
86.
87.
88.
89.
90.
9.
91.
92.
93.
94.
95.
96.
97.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
(per rahang)
Fraktur Prosesus alveolaris luas dengan IDW ( per rahang)
Fraktur rahang reduksi terbuka & inter oseus wiring (IOW)
Mamma aberan unilateral
Multiple facial fraktur + implant
Orif fraktur hand
Orif fraktur mandibula
Orif fraktur maxilla
Orif maksila plating
Orif mandibula plating
Orif mandibula wiring
Orif zygoma wiring
Pasang archbar
Pasang back slab/ fore slab
Pasang cast/ gips tanpa reposisi
Rekonstruksi facial cleft
Rekonstruksi nasal
Released syndactyly kompleks
Reposisi fraktur nasal sederhana
Reseksi mandibula + bone graft
Skin flap
Skin graft >5 cm
Skin graft sedang 5 cm
Skin grafting kecil
Skin grafting luas
Skin grafting sedang
Skin grafting with complication
Wound Dressing
Wound Repair
Angkat Jahitan
Angkat Jahitan dengan GA
Anterior Chamber Tap/Parasintesis
Aspirasi Massa Lensa
Blefaroplasty (2 Kelopak Mata)
Claw Lens
Disisi Aspirasi & IOL
ECCE
ECCE & IOL
Eksisi Hordeolum / Chalazion
Ekstirpasi Corpus Alienum di Kornea
Ekstirpasi Pterygium + Graft Konjungtiva
Ekstripasi Corpus Alienum di Bilik Mata Depan
Enukleasi/Eviscerasi (DFG/Bonegraft)
Evakuasi Silikon Oil
Fornix Repair
ICCE
ICCE & IOL
Injeksi Intra Vitreal
Injeksi Periokuler Terapetik
IOL Explant
Iridectomi
Jahit Kelopak Mata Full Thickness & Lid Margin
10.
KSM OBGYN
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
30.
31.
32.
Jahit Kornea
Konjungtival Flap/Amnion Graft
Piggy Back IOL
Reposisi IOL
Reposisi Iris
Sekunder Implant (Posterior Chamber)
Sekunder Implant Claw Lens / Fiksasi Sulcus
Trabekulektomi
Wide Eksisi Tumor Kelopak Mata
Cauter serviks
Cordosentesis
Eksplorasi vagina
Embryotomi
Extirpasi + kuret polip endoserviks
Extirpasi geboren mioma
Extirpasi geboren mioma+kuiretasi
Histeroctomy pada mola / chorio Ca
Histeroctomy radikal
Kistektomi
Kuret abortus incompletes
Lap op: myomektomi
Laparotomi dengan penyulit minor
Laparotomi tanpa penyulit
Micro kuretase DUB
Mikrokuret
Miomectomy
Painless labor
Persalinan normal
Persalinan normal dengan penyulit
Persalinan pervaginam tindakan operatif
Persalinan sungsang
Salfingektomi unilateral
Salvingoovarectomi unilateral
Seksio sesaria
Seksio sesaria dengan penyulit penyulit
Sirklase serviks
TAH+BSO dengan Penyulit
TAH+BSO dengan Penyulit Pemasangan Tampon Abdomen
Total abdominal hysterectomy+bilateral salfingektomi
Tubektomi klinik
Tutup burst abdomen
1.
Spirometri
29.
11.
BIDANG PULMONOLOGI
1.
2.
3.
1.
2.
3.
4.
BIDANG
RHEUMATOLOGI
2.
3.
4.
1.