PENDAHULUAN
(Arif et al., 2014). Antasida merupakan basa lemah yang bereaksi dengan asam
hidroklorida lambung untuk membentuk garam dan air. Antasid telah digunakan
Antasida masih banyak digunakan oleh pasien sebagai obat bebas untuk
pencernaan asam, mulas, dispepsia, dan asam lambung, selain itu juga untuk
pencegahan stres ulserasi dan perdarahan GI, mengurangi risiko yang terkait
Antasida dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu antasida sistemik dan antasida
2015)
1
2
Antasida yang biasanya digunakan terdiri dari dua kombinasi zat yaitu
keduanya bersifat netralisasi yang baik tanpa diserap usus. Magnesium hidroksida
praktis tidak larut dan tidak efektif sebelum bereaksi dengan HCl membentuk
selain itu juga dapat mengikat sebagian asam klorida secara absorbtif.
4-5 dan garam magnesium sampai 6-8 dan keduanya tidak larut dalam air namun
hidroksida memiliki efek samping diare jika diberikan dalam dosis besar. Bila
memaksimalkan efek mencerna pada perut (Thompson, 2009). Meskipun asam ini
cukup kuat, lambung memiliki lapisan lendir tebal yang melindunginya dari HCl.
Ketika lambung sudah terlalu penuh atau ketika kita menelan udara, HCl akan
proteksi. HCl akan bereaksi dengan jaringan yang tidak mimiliki proteksi dan
ketika produksi asam lambung itu terlalu banyak akan menimbulkan rasa nyeri
(Sari, 2010).
(gastrik dan duodenal), dan jejas mukosa akibat stres. Pada semua keadaan
tersebut, terjadi erosi mukosa atau ulserasi bila efek kaustik yang ditimbulkan
mukosa saluran cerna (sekresi mukus dan bikarbonat, prostaglandin, aliran darah,
dan proses restitusi dan regenerasi pasca jejas sel). Lebih dari 99% ulkus
terapi kelainan asam peptik salah satunya adalah agen yang menurunkan
2010).
masyarakat (Suyono, 2001). Di Amerika Serikat ada sekitar 500.000 kasus baru
dan 4 juta kekambuhan ulkus peptikum tahunan. Prevalensi titik satu tahun dari
ulkus petikum di AS adalah sekitar 1.8%, dengan prevalensi seumur hidup dari 8-
14% (Mark et al., 2005). Di Indonesia prevalensi gastritis sebanyak 0.99% dan
Indonesia pada beberapa penelitian ditemukan antara 6-15% terutama pada usia
absorpsi beberapa obat lain dengan berikatan dengan obat tersebut, sehingga
antagonis (ranitidine dan cimetidine) dan besi (Gullgler and Algayer, 1990;
1.2. Tujuan
1.3. Manfaat
1. Bagi Masyarakat
5
2. Bagi Penulis
FARMASI-FARMAKOLOGI
Antasida dibagi dalam dua golongan yaitu antasida sistemik dan antasida
1. Antasida Sistemik
a. Natrium Bikarbonat
6
7
2. Antasida Non-Sistemik
a. Alumunium Hidroksida
dengan obat yang tidak larut lainnya, Al(OH) 3 dan sediaan Al lainnya
2012).
AlO3. Satu gram Al (OH)3 dapat menetralkan 25 mEq asam. Dosis tunggal
b. Kalsium Karbonat
antasida yang efektif, karena mula kerjanya cepat, maka kerjanya lama dan
malam hari akan sangat tinggi yang akan mengurangi efek netralisasi obat
ini (milk alkali syndrome). Kalsium karbonat tersedia dalam bentuk tablet
600 dan 1000 mg. Satu gram kalsium karbonat dapat menetralkan 21 mEq
c. Magnesium Hidroksida
Obat ini praktis tidak larut dan tidak efektif sebelum obat ini bereaksi
hidroksida yang tidak bereaksi akan tetap berada dalam lambung dan
kerjanya lama. Antasida ini dan natrium bikarbonat sama efektifnya dalam
2,7 mEq asam. Dosis yang dianjurkan 5-30 ml. Bentuk lain ialah tablet
d. Magnesium Trisilikat
adsorben yang baik karena tidak hanya mengadsorpsi pepsin tetapi juga
protein dan besi dalam makanan. Mula kerja magnesium trisilikat lambat,
sedangkan untuk menetralkan 60% HCI 0,1 N diperlukan waktu satu jam.
1. Natrium Bikarbonat
Bentuk : padat, serbuk, atau kristal serbuk dan granul, berwarna putih dan
tidak berbau.
Kelarutan : larut dalam air panas dan gliserol, larut sebagian dalam
2. Alumunium Hidroksida
Bentuk : serbuk kristal, granul, atau gel berwarna putih, tidak berbau.
12
3. Kalsium Karbonat
Penguapan 0,0%. Hampir tidak larut dalam air. Larut dalam asam asetat,
4. Magnesium Hidroksida
garam ammonium
5. Magnesium Trisilikat
Khasiat : antasidum.
2.3. Farmakodinamik
1. Khasiat
untuk menghilangkan nyeri tukak peptik. Antasida adalah basa lemah yang
bereaksi dengan asam hidroklorida lambung untuk membentuk garam dan air.
2. Kegunaan Terapi
a. Tukak Peptikum
menjadi pepsin aktif dengan HCl bebas dan oleh proses autokatalitik.
jaringan atau degradasi mukus dan mukosa pada penyakit ulkus (Tolman,
2000).
Dengan pemberiaan antasid nyeri lambung tukak peptik akan
hilang, tetapi tdak berarti pasien dalam tahap penyembuhan jadi bahaya
tidak cukup, pemilihan sediaan yang tidak tepat, sekresi asam lambung
dan 3 jam setelah makan dan menjelang tidur malam biasanya memadai.
sebaiknya dihindarkan (2) bentuk suspensi mula kerjanya lebih cepat dari
pada bentuk tablet, (3) urutan daya netralisasi asam oleh antasida dari yang
dihidroksi aluminium asetat, (4) campuran dua atau lebih antasida tidak
lebih baik dari pada satu antasida. Untuk menghilangkan konstipasi atau
2012).
asam alginat lebih efektif daripada plasebo dalam mengurangi gejala sakit
porsi makan dan asupan lemak dari makanan, menghindari makanan yang
dan meninggikan penyangga kepala pada tempat tidur harus dimulai dan
menerus. Obat ini memiliki dosis khas dua tablet atau 1 sendok makan
empat kali sehari (setelah makan dan di waktu tidur). Penekanan asam
malam hari tidak dapat dipertahankan dengan dosis tidur antasida (Barbara
et al., 2009).
c. Acid Indigestion
sistematis oleh penelitian yang dirancang dengan baik, sebagian besar ahli
perdarahan GI. Dalam suatu studi terkontrol secara acak pada pasien sakit
2008).
f. Hiperfosfatemia
3. Kontraindikasi
untuk antasida non-absorbable adalah penyakit gagal ginjal yang parah dan
19
asam lemah seperti barbiturat, sulfonamid, penisilin dan lain-lain. Penyerapan dari
2.4. Farmakokinetik
2012).
usus kecil, menyebabkan eksresi melalui urine berkurang sedangkan melalui tinja
Ion magnesium dalam usus akan diabsorpsi dan cepat diekskresi melalui
ginjal. Ion magnesium yang diabsorpsi akan bersifat sebagai antasida sistemik
dari aluminium yang ada dalam antasida diabsorpsi), yang tidak diabsorpsi
dibuang melalui urin, sisanya melalui feses (Wehbi dkk, 2013) dalam Batubara
(2014).
2. Waktu Paruh
jam setelah makan sampai 3 jam (Wehbi dkk, 2013) dalam Batubara (2014).
3. Ikatan Protein
(AHFS, 2008).
Silika gel dan magnesium trisilikat merupakan absorben yang baik karena
tidak hanya mengadsorpsi pepsin tetapi juga protein Dan besi dalam makanan
Sitrat merupakan ligan berat molekul kecil utama pada aluminium dalam
(Krewski, 2013).
4. Bioavailabilitas
1. Efek Samping
minum susu dalam jumlah besar untuk jangka lama. Gejalanya adalah
sakit kepala, iritabel, lemah, mual dan muntah. Sindroma ini ditandai
ginjal serta gagal ginja kronik. Keadaan ini diduga disebabkan protein
atau CaCO3 bersama-sama susu atau krim pada pengobatan tukak peptik
sukar larut dalam susu halus, sehingga mengurangi absorpsi fosfat dan
c. Neurotoksisitas
dalam otak, dan diduga mendasari sindroma ensefalopati yang terjadi pada
d. Saluran Cerna
e. Asupan Natrium
2. Toksisitas
Dalam sebuah laporan oleh Badan Zat Beracun dan Penyakit Terdaftar,
oral (15-364 hari) untuk aluminium dan 1 mg Al /kg/hari untuk durasi kronis
Gejala awal berupa perut kembung, sakit kepala, kekeringan kulit dan
selaput lendir, kecenderungan untuk rasa sakit terbakar di kepala yang hilang
untuk suara, sentuhan, gerakan, bau, dll, perasaan yang tidak jelas, ketakutan atau
kegelisahan, perasaan rendah diri, malu atau malu, perasaan iritabilitas, agitasi
PEMBAHASAN
Sejak ulasan sebelumnya oleh Hurwitz yang diterbitkan pada tahun 1977
sejumlah besar laporan tentang interaksi obat dengan antasida telah muncul,
membentuk molekul kompleks tidak larut oleh metal ion chelation dengan
berbagai antasida; penyerapan tetrasiklin dapat menurun lebih dari 90% oleh
karena interaksi ini. Pada kelas baru antibiotik kuinolon, berkurang 50% sampai
secara signifikan dengan adanya antasida, dan konsentrasi rendah dari plasma
25
26
digitoksin jantung tidak dihambat oleh antasida, meskipun ada juga penelitian
yang telah menunjukkan efek positif ketika disolusi preparatif glikosida relatif
cimetidin dan ranitidin hanya ketika dosis antasida yang diberikan cukup tinggi
Penyerapan antasida di usus diatur oleh pH usus, kelarutan lemak dan pKa
tidak larut dalam air dan hanya terionisasi pada pH rendah, dalam hal itu
keasaman lambung memainkan bagian penting dalam interaksi ini. Demikian juga
antasida. Obat lain yang dipengaruhi oleh perubahannya oleh pH lambung antara
tetrasiklin serta ciprofloxacin yang dapat membentuk kelat (chelat) tidak larut
dengan Ca, Al, Bi dan besi, sehingga efek antibakteri yang dimilikinya akan
berkurang. Interaksi ini dapat dihindari apabila interval antara obat setidaknya 2-3
Perubahan dalam pH urin yang mengubah ekskresi obat asam lemah atau
ginjal. Implikasi dari mekanisme ini tercermin dalam pengobatan salisilat atau
antasida atau dengan mengasamkan urin. Asam askorbat dan obat asam (acid)
yang dilakukan Pertiwi, et al., (2014) didapat potensi interaksi obat yang terjadi
gugus fungsi 3-carbonyl dan 4-oxo pada molekul siprofloksasin. Kompleks yang
terbentuk adalah kompleks yang tidak larut dan tidak dapat diabsorbsi (Hussain et
efektivitas terapi antibiotika (Lacy, et al., 2005; Sultana et al., 2004). Antasida
(Sultana et al., 2004). Pemberian antasida 5-10 menit, 2 jam, dan 4 jam setelah
74%, dan 13%; serta mempengaruhi Area Under Curve (AUC) siprofloksasin
masing-masing sebesar 85%, 77%, dan 30% (Bolhuis et al., 2011). Interaksi ini
sebelum pemberian antasida, atau 6 jam setelah pemberian antasida. Selain itu,
receptor blockers atau Proton Pump Inhibitor (PPI) karena tidak memiliki
pencernaan yang asam, akan membentuk kompleks dengan protein yang akan
kompleks yang tidak larut antara fluorokuinolon dan komponen aluminium dari
2005).
AUC siprofloksasin yang diberikan secara oral menurun lebih dari 90%
82% dan hanya 4% (Pertiwi et al., 2015). Pada penelitian yang dilakukan Lee et
30
(dilakukan Lee et al., 1997). Interaksi fuorokuinolon dengan sukralfat juga dapat
terhadap gram-negatif dan bakteri gram positif aerob. Dalam penelitian interaksi
36% dengan beda pemberian lima menit sedangkan antasida yang diberikan empat
jam lebih dahulu hanya berbeda 19%. Mekanisme interaksi antara kuinolon dan
okso dari kuinolon dan ion logam. Aluminium, khususnya, bentuk kompleks
dengan rufloxacin pemberian obat ini harus dibedakan minimal empat jam
(Lazzaroni, 1994).
tersebut. Mekanisme yang mungkin adalah interaksi antara kuinolon dan antasida
adalah pembentukan kompleks kelat antara 3-karboksil dan substituen 4-okso dari
kuinolon dan ion logam. Penurunan absorbsi perfloxacin bisa jadi penyebaban
hidroksida tidak boleh diberikan sekaligus. Pada pasien sakit parah yang
jika antasida diberikan minimal 2 jam setelah kuinolon, ketika sebagian besar dari
asam klorida di dalam lambung atau penggunaan obat-obatan yang bersifat basa
berkurangnya atau tertundanya penyerapan obat yang terkena. Namun, hal itu
terionisasi pada pH lambung, tetapi hemat larut air (sparingly water soluble).
KESIMPULAN
lambung untuk membentuk garam dan air. Antasida dapat dibagi dalam dua
dan berbagai penyakit yang berhubungan dengan asam lambung seperti tukak
protein dengan plasma terutam aluminum sehingga susah untuk dieskresi. Jumlah
antasida yang diserap ke darah atau yang biasa disebut bioavabilitas adalah 0,1%
dari dosis yang diberikan. Berbagai obat antasida menimbulkan efek yang berbeda
absorpsi beberapa obat lain dengan berikatan dengan obat tersebut, sehingga
33
34
Arif et al., 2014. Cara Mudah belajar Farmakologi. Badan penerbit Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, hal 460-462.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2011.
Barbara et al., 2009. Pharmacotherapy Handbook Seventh Edition. The McGraw-
Hill Companies. Pages 265-266.
Batubara, Chairil Amin, 2014. Perbedaan Efektifitas Antasida, Ranitidin Dan
Omeprazol Dalam Pencegahan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
Dan Pengaruhnya Terhadap Terjadinya Pneumonia Serta Outcome
Penderita Stroke Akut. Tesis Pada Prodi Neurologi FK USU. Medan
2014.
Becker, Lilian, 2013. Safety Assessment of Alumina and Aluminum Hydroxide
as Used in Cosmetics. http://www.cir-safety.org/sites/default/files/
alumina.pdf
Bolhuis, M.S et al., 2011. Pharmacokinetic Drug Interactions of Antimicrobial
Drugs: A Systematic Review on Oxazolidinones, Rifamycines, Macrolides,
Fluoroquinolones, and Beta-Lactams. Pharmaceutics, 3, 865-913.
Gugler R., Allgayer H., 1990. Effects of antacids on the clinical pharmacokinetics
of drugs. An update. Clin Pharmacokinet. 1990 Mar;18(3):210-9.
35
36
Hussain, F., Arayne, M.S., and Sultana., 2006. Interactions between sparfloxacin
and antacids dissolution and adsorption studies. N. Pak. J. Pharm. Sci.,
19 (1), 16-21.
Joenes, N.Z., 2009. ARS Prescribendi Resep yang Rasional, edisi ke-5. Penerbit
Buku Airlangga Press, Surabaya.
Katzung, 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi-10. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, hal 1048.
Krewski D., Yokel R A., Nieboer E., Borchelt D., Cohen J., Harry J., 2007.
Human Health Risk Assessment For Aluminium, Aluminium Oxide, And
Aluminium Hydroxide. world-aluminium; 1-769.
Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., and Lance, L.L., 2005. Drug
Information Handbook 17th Edition. Ohio : Lexi-Comp Inc.
Mark et al., 2005. Peptic Ulcer Disease. Guidelines for Clinical Care, University
of Michigan Health System..
Sari, D., 2010. Formulasi Sediaan Tablet Fast Disentegrating Antasida dengan
Explotab Sebagai Bahan Penghancur dan Starlac sebagai Bahan Pengisi.
Universitas Muhamad Surakarta.
Sultana, N., Arayne, M.S., and Hussain, F., 2005. In Vitro Monitoring of
Ciprofloxacin Antacids Interactions by UV & HPLC. Pak. J. Pharm. Sci.,
18(4), 23-31.
Susiloningtyas, I., 2012. Pemberian Zat Besi (Fe) Dalam Kehamilan. Makalah
Ilmiah Universitas Sultan Agung. Semarang.
Suyono S., 2001. Ilmu Penyakit Dalam Ed III: Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Sweetman, S.C. (Ed.). (2009). Martindale The Complete Drug Reference 36th
edition. Grayslake: Pharmaceutical Press.
Tolman, K.G., 2000. Gastrointestinal and Liver. Dalam: Remington: The Science
and Practice of Pharmacy. Volume II. Editor: Alfonso Gennaro. London:
Lippincott Williams & Wilkins. Halaman 1219-1220.
Wallace, J.L., dan Keith, A.S., 2011. Pharmacotherapy of Gastric Acidity, Peptic
Ulcers, and Gastroesophageal Reflux Disease, Chapter 45. Dalam:
Goodmann and Gilman's the Pharmacological Basis of Therapeutics.
Edisi Duabelas. Editor: Brunton Laurence. New York: The McGraw-Hill
Companies, Medical Publishing Division. Halaman 1315-1320.
Zander A. M., 2012. Part II: Toxic Metals and Minerals: Sources and Symptoms
All the toxic metals can be passed from mother to child via the placenta.
Toxic/Poisoning: Sources and Symptoms of Specific Heavy Metals.
Roblongo; 1-4.