MAGHDALENA, S. Kep
16350081
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2016
1
DEFISIT PERAWATAN DIRI
A. Pengertian
a. Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya,
kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien
dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan
perawatan diri ( Depkes 2000).
b. Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, renakan, toileting) (Nurjannah,
2004).
c. Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk rnelakukan
atau menyelesaikan aktifitas perawatan diri untuk diri sendiri : mandi,
berpakaian dan berhias untuk diri sendiri. aktifitas makan sendiri dan
aktifitas eliminasi sendiri (Herdman, 2012).
d. Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan flslk dan psikis, ( Poter & Perry,
2005).
e. Defisit perawatan diri menggambarkan suatu keadaan seseorang yang
mengalami gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas
perawatan diri, seperti mandi, berganti pakaian, makan dan toileting
(Wilkinson/2DD7).
f. Menurut Herdman (2012) defisit perawatan diri terbagi atas atas 4
kegiatan yaitu: mandi higeine/ berpakaian, berhias, makan, dan toileting.
2
pendidikan kesehatan dan dukungan emosi, membutuhkan penjelasen
untuk tiap prosedur tindakan, membutuhkan penjelasan untuk persiapan
pulang dan emosi stabil; 4) Pengobatan dan tindakan; . tidak ada,
atau hanya pengobatandan tindakan sederhana.
2. Kategori II: Perawatan Minimal, yang meliputi; 1) Aktivitas sehari-hari,
pada kategori ini, seperti makan dan minum; perlu bantuan dalam
perslapannya dan masih dapat makan sendiri. Merapikan diri; perlu
sedikit bantuan. Kebutuhan eliminasi perlu dibantu ke kamar mandi stau
menggunakan urinal. Kenyamananposisi tubuh dapat melakukan sendiri
dengan sedikit bantuan; 2) Keadaan umum; tampak sakit ringan, perlu
pemantauan tanda vital; 3) kebutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan
emosi; membutuhkan waktu 10-15 menit per shift, sedikit bingung atau
agitasi, tapi terkendali dengan obat; 4) Pengobatan dan tindakan
membutuhkan waktu 20-30 menit per shift, .perlu sering dievaluasi
keefektifan penqobatan dan tindakan, perlu observasi status mental setiap
2 jam.
3. Kategori III: Perawatan Moderat, meJiputi; 1) Aktivitas sehari-hari,
pada kategori ini; seperti makan dan minum ; harus disuapi, masih dapat
mengunyah dan menelan. Merapikan diri tidak dapat melakukan sendiri.
Kebutuhan eliminasi disediakan pispot urinal, sering ngompol,
Kenyamanan posisi tubuh bergantung pada bantuan perawat; 2)
Keadaanumum; gejala akut, bisa hilang tlrnbul, perlu pemantauan fisik
dan emosi tiap 2-4 jam. Klien dengan infus, perlu dipantau setiap 1 jam; 3)
Kebutuhan pendidikan kesehatandan dukungan emosi; membutuhkan
waktu 10-30 menit per shift, gelisah, menolak bantuan, cukup
dikendalikan dengan obat; 4) Pengobatan dan tindakan; membutuhkan
waktu 30-60 menit per shift perlu sering diawasi terhadap efek
samping pengobatan dan tindakan, perlu observasistatus mental setiap 1
jam.
4. Kategori IV: Perawatan Ekstensif (Semi total), meliputi; 1)
Aktivitas sehari-hari, pada kategori ini, seperti makan dan minum; tidak
bisa mengunyah dan menelan, perlu makan lewat sonde. Merapikan diri
perlu diurus semua, dimandikan, penataan rambut dan kebersihan
3
mulut. Kebutuhan eliminasi: sering ngompol lebih dari 2 kali per shift.
Kenyamanan posisi tubuh perlu dibantu oleh 2 orang.
2) Keadaan umum; tampak sakit berat, dapat kehilangan cairan atau darah,
gangguan sistem penafasan akut dan perlu sering dipantau; 3)
Kebutuhan dan dukungan emosi; membutuhkan waktu lebih dari 30
menit per shift, gelisah, agitasi dan tidak dapat dikendalikan dengan obat;
4) Pengobatan dan tindakan membutuhkan waktu lebih dari 60 menit
per shift, perlu observasi status mental setiap kurang dari 1jam.
5. Kategori V: Perawatan Intensif (Total); pada kategori ini, pemenuhan
kebutuhan dasar seluruhnya bergantung pada perawat. Keadaan umum;
harus diobservasi secara terus menerus. Perlu frekuensi pengobatan
dan tindakan yang lebih sering, maka klien harus dirawat oleh seoranq
perawat per shift.
ADAPTIF MALADAPTIF
4
Stuart (2009) mendefinisikan stressor predisposisi sebagai factor risiko
yang menjadi sumber terjadinya stres yan~ mempengaruhi tipe dan
sumber dari individu untuk menghadapi stres baik yang biologis,
psikososial dan sosial kultural. St.uart; (2009) membedakan stressor
predisposisi menjadi tiga,meliputi biologis, psikologis dan sosial. budaya.
Stressor predisposisi .ini kejadiannya telah berlalu. Penjelasan secara rinci
tentang tiga stressor predisposisi tersebut sebagai berikut :
1. Faktor Predisposisi
a. Biologis, terkait denqan adanya neuropatologi dan
ketidakseimbangan dari neurotransmiternya. Darnpak yang dapat
dinilai sebagai manifestasi adanya gangguan adalah pada perilaku
maJadaptif klien (Townsend, 2005). Secara biologi riset
neuroblologikal memfocuskan pada tiga area otak yang dipercaya dapat
melibatkan defisit perawatan diri yaitu sistem limbik, lobus frontalis dan
hypothalamus.
5
Lobus Frontal berperan penting menjadi media yang sangat berarti
dalam perilaku dan berpikir rasional, yang saling berhubungan
dengan sistern Iimbik (Suliswati,et ai,' 2005 : Stuart! 2009). Menurut
Townsend (2005) lobus frontal terlibat dalam dua fungsi serebral
utama yaitu kontrol Inotorik gerakan voluntir termasuk fungsi
bicara, fungsi fikir dan kontrol berbagai ekspresi emosi.
Kerusakan pada daerah lobus frontal dapat meyebabkan gangguan
berfikir, dan gangguan dalam bicara disorganisasi pembicaraan serta
tidak mampu mengontrol emosi sehingga berperilaku maladaptif.
Klien defisit perawatan diri yang mengalami kerusakan pada lobus
frontal mengakibatkan timbulnya perilaku maladaptif yaitu tidak
mampu berperilaku untuk memenuh' kebutuhan perawatan diri.
Hypotalamus adalah bagian dari diensefalon yaitu bagian dalam
dari serebrurn yang menghubungkan otak tengah dengar. hemisfer
serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai respon tingkah laku terhadap
emosi dan juga mengatur mood dan motivasi (Suliswati, et ai, 2005 ;
Stuart, 2009). Kerusakan hipotalamus membua seseorang kehilangan
mood dan motivasi sehingga kurang aktivitas dan malas melakukan
sesuatu. Apabila kerusakan hipotalamus terjadi pada klien defisit
perawatan diri, maka akan terjadi gangguan mood dan penurunan
motivasi sehingga mengakibatkan klien tidak dapat melakukan
aktifitas perawatan diri.
6
psikomotor (perilaku) pada klien skizofrenia dipengaruhi oleh
doparnin. Gangguan pada fungsi dopamin akan menyebabkan
.terjadinya g angguan fungsi regulasi gerak dan koordinasi,emosi, serta
kemampuan pemecahan masalah, Apabila gangguan fungsi dopamin
ini terjadi pada klien skizofrenia, akan .menyebabkan klien mengalami
gangguan dalam requlasi gerak dan koordinasi, emosi, serta kemampuan
pemecahan masalah sehingga klien tidak dapat memenuhi kebutuhan
perawatan diri.
7
mood ini adalah defisit perawatan diri. Pada klien defisit perawatan diri
terjadi penurunan atensi dan mood yang dapat dilihat dengan adanya
gejala kuranq ,perhatian untuk dirinya dan malas dalam beraktivitas.
Defisit perawatan diri tidak dapat dikendalikan hanya dengan
psikofarmaka saja tetapi melalui pendekatan psikoterapi yang
mengubah perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif salah satunya
denqan rnenggunakanterapi perilaku token ekonomi.
Konsep diri, dimulai dari gambaran diri secara keseluruhan yang diterima
secara positif atau negatif oleh seseorang, Penerimaan gambaran. diri
yang negatif menyebabkan perubahan persepsi seseorang dalam
mernandanq aspek positif lain yang dimiliki. Peran merupakan bagian
terpenting dari hadirnya konsep diri secara utuh. Peran yang terlalu
banyak dapat menjadi beban bagi kehidupan seseorang. hal ini akan
berpenqaruh terhadap kerancuan dari peran dirinya dan dapat
8
menimbulkan depresi yang berat, Ideal diri adalah harapan, cita-cita serta
tujuan yang ingin diwujudkan atau dicapai dalam hidup secara realistis.
9
memerlukan perhatian yang cukup besar untuk dapat mengembalikan
konsep yang seutuhnya.
10
mempengaruhi perawatan kebersihan diri. Remaja dapat menjadi lebih
perhatlan pada kebersihan diri karena ada ketertarikan pada ternan. Dapat
disirnpulkan bahwa perkembangan sangat berpenqaruh terhadap seseorang
untuk melakukan perawatan diri sesuai denoan usia dan kelompok
kerja,pengetahuan, pengetahuan tentang pentingnya kebersihan diri dan
implikasinya bagi kesehatan mempengaruhi praktik kebersihan diri.
Pembelajaran yang diharapkan dapat menguntungkan dalam mengurangi
risiko kesehatan dan memotivasi seseorang untuk memenuhi perawatan
diri yang dipedukan. Semakin rendah tingkat pengetahuan seseorang
menyebabkan ketidakmampuan dalammemenuhl kebutuhan perawatan diri
11
lemah dapat mempengaruhi / klien dalam mempertahankan. aktifitas.
pemenuhan perawatan diri, sehingga mengakibatkan klien mengalami
defisit perawatan diri
2. Faktor Presipitasi
Stuart (2009) mendefinisikan stressor presipitas, sebagai suatu
stimulus yang dlpersepsikan oleh individu apakah dipersepsikan sebagai
suatu kesempatan, tantangan,ancaman/tuntutan. Stressor presipitas!
bisa berupa stimulus internal maupun eksternal yang mengancam
individu. Komponen ressor presipitasl terdiri atas sifat, asal, waktu dan
jumlah stressor.
Sifat stresor, terjadinya defisit perawatan diri berdasarkan. sifat
terdiri dari biologis, psikologis, dan sosial budaya. Sifat stresor yang
tergolong komponen biologis, misalnya penyakit infeksi, penyakit kronls
.atau kelainan struktur otak. Komponen psikologi ,mlsalnya lntelegensl
ketrampilan verbal, moral, kepribadian dan kontrol diri, pengalaman
yang tidak menyenangkan ,kurangnya motivasi. Selanjutnya komponen
sosial budaya, mlsalnya : adanya aturan yang sering bertentangan antara
individu dan kelompok masyarakat, tuntutan masyarakat yang tidak
sesual ,dengan kemampuan seseorang, ataupun adanya stigma dan
masyarakat terhadap seseorang yang mengalami gangguan jiwa
sehingga klien melakukan perilaku yang terkadang menentang
hal tersebut yang menurut masyarakat tidak sesuai dengan
kebiasaan dan lingkungan setempat.
Asal stressor terdiri dari internal dan eksternal. Stresor internal
atau yang berasal darl diri sendiri seperti persepsi individu yang tidak
baik tentang dirinya, orang lain dan Iingkungannya. merasa tidak
mampu, ketidakberdayaan. Stresor eksternal atau berasal dari luar diri
seperti kurangnya dukungan keluarga dukungan masyarakat, dukunqan
kelompok/teman sebaya, dan lain-lain.
Stuart (2009) menjelaskan bahwa waktu dilihat sebagai
dimensi kapan stressor mulai terjadi dan berapa lama terpapar stressor
sehingga menyebabkan munculnya gejala. Lama dan jumlah stresor yaitu
12
terkait dengan sejak kapan, sudah tanpa lama: berapa kali kejadiannya
(frekuensi) serta jumlah stresor.
Bila baru pertama kali terkena masalah, maka penanganannya juga
memerlukan suatu upaya yang lebih intensif dengan tujuan . untuk
pencegahan primer. Frekuensi dan jumlah stressor juga mempengaruhi
individu, bila frekuensi dan jumlah stressor lebih sedlklt juga akan
memerlukan penanganan yang berbeda dibandingkan dengan yang
mempunyai frekuensi dan jumlah stressor lebih banyak. Dengan kata lain
seorang perawat harus memahami kondisi stressor yang dialami oleh
seorang individu sehingga penanganannya juga akan lebih baik.
Berbagai penyebab/stressor di atas, yang meliputi stressor
predisposisl dan stressor presipitasi yang dialaml oleh klien defisit
perawatan diri akan memunculkan beberapa respon. Respon respon
tersebut merupakan pikiran, sikap, tanggapan, perasaan dan perilaku yang
ditunjukkan klien terhadap kejadian yang dialami.
4. Sumber Koping
13
Menurut Herdman (2012), kemampuan individu yang harus
dimiliki oleh klien defisit perawatan diri adalah kemampuan untuk
aktifitas perawatan diri dalam hal pemenuhan kebutuhan mandi ; berhias ;
makan dan minum ; serta toiletting. Sedangkanpada klien defisit
perawatan dini biasanya didapatkan data rendahnya motivasi klien dalam
merawat diri, keterbatasan intelektual klien yang sangat mempengaruhi
dalam kemampuan perawatan diri dan keterbatasan fisik serta
ketidakmampuan memanfaatkandukungan sosial.
5. Mekimisme Koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi
menjadi 2 (Stuart, GW, 2007) yaitu :
1) Mekanisme koping adaptif.
Mekanismekoping yang mendukunq fungsi inteqrasi,
pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategori adalah klien
bisa memenuhi kebutuhan perawatan dini secara mandiri
2) Mekanisme koping maladaptive
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi,
memecah perturnbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung
menguasai lingkungan. Kategorinya adalah tidak mau merawat diri.
14
6. Tidak bisa / tidak mau menggunakan alat mandi /
kebersihan diri
7. Tidak menggunakari alat makan dan minum.saat
makan dan minum
8. BAB dan BAKsembarangan
9. Tidak membersihkan diri dan tempat BAB dan
BAK setelah BAB dan BAK
10. Tidak menqetahui cara perawatan diri yang benar
Objektif:
1. Badan bau, kotor, berdaki, rambut kotor, gigi
kotor, kuku panjanq, tidak menggunakan alat-alat
mandi,tidak mandi dengan benar
2. Rambut kusut, berantakan, kumis dan jenggot
tidak rapi,pakaian tldak rapi, tidak mampu
berdandan,memilih, mengambil, dan memakai
pakaian, memakai sandal sepatu, memakai
resleting,memakai barang-barang yang perlu
dalam berpakaian, melepas barang-barang yang
perlu dalam berpakaian. .
3. Makan dan minum sembarangan, berceceran ,
tidak menggunakan alat makan, tidak
(menyiapkan makanan, memindahkan makanan ke
mampu
I
alat makan,memegang alat makan, membawa
makanan dad piring ke mulut, mengunyah,
menelan makanan secara aman menyelesaikan
makan).
4. BAS dan BAK tidak pada tempatnya, tidak
membersihkan diri setelah BAB dan BAK, tidak
mampu ( menjaga kebersihan toilet, menyiram
toilet.) Kemenkes,2012
D. POHON MASALAH
15
Defisit Perawatan Diri
r
Intoleransi Aktivitas
16
-berpakaian
-menyisir rambut
-bercukur
Untuk pasien perempuan
-berpakaian
-menyisir rambut
-berhias
-masukkan jadwal kegiatan
pasien.
Sp3
-evaluasi kegiatan yang lalu
(sp1 dan sp2)
-jelaskan cara dan alat makan
yang benar
-jelaskan cara menyiapkan
makanan
-jelaskan cara merapikan
peralatan makan setelah
makan
-praktek makan sesuai dengan
tahapan makan yang baik
-latih kegiatan makan
-masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien.
Sp4
-evaluasi kemampuan
Pasien yang
Lalu(sp1,sp2 dan sp3)
-latih cara BAB dan BAK
yang baik
-menjelaskan cara
membersihkan berdiri setelah
17
BAB atau BAK
18
-RTL keluarga atau jadwal
keluarga untuk merawat
pasien
Sp4
-evaluasi kemampuan
keluarga
-evaluasi kemampuan
keluarga
-rencana tindak lanjut
keluarga
-follow up
-rujukan
F. Intervensi Spesialis
19
FIK-UI1 (2014). Standar Asuhan Keperawatan: Spesialis Keperawatan Jlwa,
Workshops Ke-7, fakultas ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia,
Jakarta
Kemenkes RI, (2012) Modul: Pelatihan Keperawatan Jiwa Masyarakat,Pusat
Pendidikan ,Tenaga Kesehatan, kementerien Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Stuart, G.W., and Laraia (2005); Principles and practiice of psychiatric
nursing. (7th ed.). St. Louis: Mosby Year Book.
Stuart, G.W (2009). Principles and prsaicc of psychiatric Nursing. (9th edition).
St Louis: Mosby
Suliswati, dkk (2005). Konsep dasar keperawatan kesehatan jiwa, Jakarta : EGC
Wilkinsonl (2007), Diagnosa keperawatan, Jakarta, EGC
20