Anda di halaman 1dari 12

KONSEP KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF

GENDER

A. DEFINISI KESEHATAN REPRODUKSI


Menurut WHO (1992) sehat adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial
yang utuh, bukan hanyabebas dari penyakitatau kecacatan, dalam segala aspek yang
berhubungan dengan sistemreproduksi, fungsi serta prosesnya (Dewi, 2012).
Menurut UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 kesehatan adalah keadaan sejahtera badan,
jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiaporanghidup produktif secara sosial dan ekonomi
(Dewi, 2012).
Di Indonesia, pada Lokakarya Nasional tentang Kesehatan Reproduksi di Jakarta
(1996), telah disepakati bahwa definisi kesehatan reproduksi mengacu pada definisi
WHO, keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial secara utuh, yang tidaksemata-mata
bebasdari penyakit atau kecacatan, dalam semua hal yang berkaitan dengansistem reproduksi,
serta fungsi dan prosesnya (Depkes, 2001).
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sehat mental, fisik dan kesejahteraan sosial
secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses
danbukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan kecacatan serta dibentuk berdasarkan
atasperkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan material yang
layak,bertakwa pada Tuhan yang Maha Esa,spiritual memiliki hubungan yang serasi, selaras,
seimbang antara anggota keluarga dan antara keluarga dan masyarakat dan lingkungan
(BKKBN, 1996).

B. GENDER
1. Definisi Gender
Gender pada awalnya diambil dari kata dalam bahasa arab JINSIYYUN yang kemudian
di adopsi dalam bahasa perancis dan inggris menjadi Gender
Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran, fungsi, hak,
tanggung jawab dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai social, budaya dan adat istiadat
(Badan Pemberdayaan Masyarakat, 2003)
Gender adalah pera dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang ditentukan
secara social. Gender berhubungan dengan persepsi dan pemikiran serta tindakan yang
diharapkan sebagai perempuan dan laki-laki yang dibentuk masyarakat, bukan karena
perbedaan biologis (WHO, 1998).

2. Peran Gender
Peran gender adalah peran sosial yang tidak ditentukan oleh perbedaan kelamin seperti
halnya peran kodrati. Oleh karena itu, pembagian peranan antara pria dengan wanita dapat
berbeda di antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lainnya sesuai dengan
lingkungan. Peran gender juga dapat berubah dari masa ke masa, karena pengaruh kemajuan :
pendidikan, teknologi, ekonomi, dan lain-lain. Hal itu berarti, peran jender dapat ditukarkan
antara pria dengan wanita (Agung Aryani, 2002 dan Tim Pusat Studi Wanita Universitas
Udayana, 2003).
Beberapa status dan peran yang dianggap pantas oleh masyarakat untuk pria dan wanita
sebagai berikut.
a. Perempuan:
ibu rumah tangga.
bukan pewaris.
tenaga kerja domestik (urusan rumah tangga).
pramugari.
b. Pria:
kepala keluarga/ rumah tangga.
pewaris.
tenaga kerja publik (pencari nafkah).
pilot.
pencangkul lahan.

Dalam kenyataannya, ada pria yang mengambil pekerjaan urusan rumah tangga, dan
ada pula wanita sebagai pencari nafkah utama dalam rumah tangga mereka, sebagai pilot,
pencangkul lahan dan lain-lain. Dengan kata-kata lain, peran gender tidak statis, tetapi
dinamis (dapat berubah atau diubah, sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi).
Berkaitan dengan gender, dikenal ada tiga jenis peran gender sebagai berikut.
a. Peran produktif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, menyangkut pekerjaan
yang menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi maupun untuk
diperdagangkan. Peran ini sering pula disebut dengan peran di sector publik.
b. Peran reproduktif adalah peran yang dijalankan oleh seseorang untuk kegiatan yang
berkaitan dengan pemeliharaan sumber daya manusia dan pekerjaan urusan rumah
tangga, seperti mengasuh anak, memasak, mencuci pakaian dan alat-alat rumah
tangga, menyetrika, membersihkan rumah, dan lain-lain. Peran reproduktif ini disebut
juga peran di sektor domestik.
c. Peran sosial adalah peran yang dilaksanakan oleh seseorang untuk berpartisipasi di
dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti gotong-royong dalam menyelesaikan
beragam pekerjaan yang menyangkut kepentingan bersama. (Kantor Menteri Negara
Peranan Wanita, 1998 dan Tim Pusat Studi Wanita Universitas Udayana, 2003).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa peran kodrati bersifat statis,
sedangkan peran gender bersifat dinamis. Hal ini dapat dicontohkan sebagai berikut.
Peran Kodrati
Wanita:
1. Menstruasi
2. Mengandung
3. Melahirkan
4. Menyusui dengan air susu ibu
5. Menopause
Pria:
Membuahi sel telur wanita

C. DEFINISI SEKSUALITAS
Seksualitas/jenis kelamin adalah karakteristik biologis-anatomis (khususnya system
reproduksi dan hormonal) diikuti dengan karakteristik fisiologis tubuh yang menentukan
seseorang adalah laki-laki atau perempuan (Depkes RI, 2002:2)
Seksualitas/Jenis Kelamin (seks) adalah perbedaan fisik biologis yang mudah dilihat
melalui ciri fisik primer dan secara sekunder yang ada pada kaum laki-laki dan
perempuan(Badan Pemberdayaan Masyarakat, 2003)
Seksualitas/Jenis Kelamin adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara
biologis melekat pada jenis kelamin tertentu 9handayani, 2002 :4)
Seks adalah karakteritik genetic/fisiologis atau biologis seseorang yang menunjukkan
apakah dia seorang perempuan atau laki-laki (WHO, 1998)
Seksualitas meliputi 5 area yaitu:
1. Sensualitas
Kenikmatan yang merupakan bentuk interaksi antara pikiran dan tubuh. Umumnya
sensualitas melibatkan panca indera (aroma, rasa,penglihatan, pendengaran,sentuhan)
dan otak (organ yang paling kuat terkait dengan seks dalam fungsi fantasi, antisipasi,
memory, dan pengalaman)
2. Intimasi
Ikatan emosional atau kedekatn dalam relasi interpersonal. Biasanya mengandung
unsur-unsur: kepercayaan, keterbukaan diri, kelekatan dengan orang lain, kehangatan,
kedekatan fisik, dan saling menhargai.
3. Identitas
Peran jenis kelamin yang mengandung persan-pesan gender perempuan dan laki-
laki serta mitos-mitos (feminimitas dan maskulinitas) serta orientasi seksual. Hal ini
juga menyangkut bagaimana seseorang menghayati peran jenis kelamin, hingga ia
mampu menerima diri dan mengembangkan diri sesuai dengan peran jenis kelaminnya.
4. Lifecycle (lingkaran kehidupan)
Aspek biologis dari seksualitas yang terkait dengan anatomi dan fisiologi organ
seksual.
5. Exploitation (eksploitasi)
Unsur kontrol dan manipulasi terhadap seksualitas, seperti: kekersan seksual,
pornografi, pemerkosaan, dan pelecehan seksual.

D. PERBEDAAN GENDER DAN SEKSUALITAS


No Karakteristik Gender Seks
1. Sumber pembeda Manusia (masyarakat) Tuhan
2. Visi, Misi Kebiasaan Kesetaraan
3. Unsur pembeda Kebudayaan (tingkah laku) Biologis (alat
reproduksi)
4. Sifat Harkat, martabat dapat Kodrat, tertentu tidak
dipertukarkan dapat dipertukarkan
5. Dampak Terciptanya norma- Terciptanya nilai-nilai :
norma/ketentuan tentang pantas kesempurnaan,
atau tidak pantas laki-laki pantas kenikmatan, kedamaian
menjadi pemimpin, perempuan dll. Sehingga
pantas dipimpin dll. Sering menguntungkan kedua
merugikan salah satu pihak, belah pihak.
kebetulan adalah perempuan
6. Ke-berlaku-an Dapat berubah, musiman dan Sepanjang masa
berbeda anra kelas dimana saja, tidak
mengenal pembedaan
kelas.
Menurut Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perbedaan antara Gender dan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Gender
Tidak dapat berubah, contohnya alat Dapat berubah, contohnya peran dalam
kelamin laki-laki dan perempuan kegiatan sehari-hari, seperti banyak
perempuan menjadi juru masak jika dirumah,
tetapi jika di restoran juru masak lebih banyak
laki-laki.
Tidak dapat dipertukarkan, contohnya jakun Dapat dipertukarkan
pada laki-laki dan payudara pada
perempuan
Berlaku sepanjang masa, contohnya status Tergantung budaya dan kebiasaan, contohnya
sebagai laki-laki atau perempuan di jawa pada jaman penjajahan belanda kaum
perempuan tidak memperoleh hak
pendidikan.Setelah Indo merdeka perempuan
mempunyai kebebasan mengikuti pendidikan
Berlaku dimana saja, contohnya di rumah, Tergantung budaya setempat, contohnya
dikantor dan dimanapun berada, seorang pembatasan kesempatan di bidang pekerjaan
laki-laki/perempuan tetap laki-laki dan terhadap perempuan dikarenakan budaya
perempuan setempat antara lain diutamakan untuk
menjadi perawat, guru TK, pengasuh anak
Merupakan kodrat Tuhan, contohnya laki- Bukan merupakan budaya setempat,
laki mempunyai cirri-ciri utama yang contohnya pengaturan jumlah a nak dalam
berbeda dengan cirri-ciri utama perempuan satu keluarga
yaitu jakun.
Ciptaan Tuhan, contohnya perempuan bisa Buatan manusia, contohnya laki-laki dan
haid, hamil, melahirkan dan menyusui perempuan berhak menjadi calon ketua RT,
sedang laki-laki tidak. RW, dan kepala desa bahkan presiden.
E. BUDAYA YANG MEMPENGARUHI GENDER
1. Sebagian besar masyarakat banyak dianut kepercayaan yang salah tentang apa arti
menjadi seorang wanita, dengan akibat yang berbahaya bagi kesehatan wanita.
2. Setiap masyarakat mengharapkan wanita dan pria untuk berpikir, berperasaan dan
bertindak dengan pola-pola tertentu dengan alas an hanya karena mereka dilahirkan
sebagai wanita/pria. Contohnya wanita diharapkan untuk menyiapkan masakan,
membawa air dan kayu bakar, merawat anak-anak dan suami. Sedangkan pria
bertugas memberikan kesejahteraan bagi keluarga di masa tua serta melindungi
keluarga dari ancaman.
3. Gender dan kegiatan yang dihubungkan dengan jenis kelamin tersebut, semuanya
adalah hasil rekayasa masyarakat. Beberapa kegiatan seperti menyiapkan makanan
dan merawat anak adalah dianggap sebagai kegiatan wanita.
4. Kegiatan lain tidak sama dari satu daerah ke daerah lain diseluruh dunia, tergantung
pada kebiasaan, hokum dan agama yang dianut oleh masyarakat tersebut.
5. Peran jenis kelamin bahkan bisa tidak sama didalam suatu masyarakat, tergantung pada
tingkat pendidikan, suku dan umurnya, contohnya : di dalam suatu masyarakat, wanita
dari suku tertentu biasanya bekerja menjadi pembantu rumah tangga, sedang wanita
lain mempunyai pilihan yang lebih luas tentang pekerjaan yang bisa mereka pegang.
6. Peran gender diajarkan secara turun temurun dari orang tua ke anaknya. Sejak anak
berusia muda, orang tua telah memberlakukan anak perempuan dan laki-laki berbeda,
meskipun kadang tanpa mereka sadari

F. PENGERTIAN DISKRIMINASI GENDER


Diskriminasi gender adalah adanya perbedaan, pengecualian/pembatasan yang dibuat
berdasarkan peran dan norma gender yang dikonstruksi secara social yang mencegah
seseorang untuk menikmati HAM secara penuh.

G. BENTUK-BENTUK KETIDAKADILAN GENDER


1. Gender dan Marginalisasi Perempuan
Bentuk manifestasi ketidakadilan gender adalah proses marginalisasi/pemiskinan
terhadap kaum perempuan. Ada beberapa mekanisme proses marginalisasi kaum
perempuan karena perbedaan gender. Dari segi sumbernya bisa berasal dari kebijakan
pemerintah, keyakinan, tafsiran agama, keyakinan tradisi dan kebiasaan bahkan asumsi
ilmu pengetahuan, misalnya marginalisasi dibidang pertanian, contohnya revolusi hijau
yang memfokuskan pada laki-laki mengakibatkan banyak perempuan tergeser dan
menjadi miskin. Contoh lain adanya pekerjaan khusus perempuan seperti : guru anak2,
pekerja pabrik yang berakibat pada penggajian yang rendah. Contoh lain : upah wanita
lebih kecil, izin usaha wanita harus diketahui ayah (jika masih lajang) dan suami jika
udah menikah, permohonan kredit harus seijin suami, pembatasan kesempatan dibidang
pekerjaan terhadap wanita, kemajuan tehnologi industry meminggirkan peran serta
wanita
2. Gender dan Subordinasi Pekerjaan Perempuan
Subordinasi adalah anggapan tidak penting dalam keputusan politik. Perempuan
tersubordinasi oleh factor yang dikonstruksikan secara social. Hal ini disebabkan
karena belum terkoordinasi konsep gender dalam masyarakat yang mengakibatkan
adanya diskriminasi kerja bagi perempuan.Contoh ;wanita sebagai konco wingking, hak
kawin wanita dinomor duakan, bagian warisan wanita lebih sedikit, wanita dinomor
duakan dalam peluang bidang politik, jabatan, karir dan pendidikan.
3. Gender dan Sterotip atas Pekerjaan Perempuan
Stereotip adalah pelabelan terhadap suatu kelompok / jenis pekerjaan tertentu.
Stereotip adalah bentuk ketidakadilan. Secara umum stereotip merupakan
pelabelan/penandaan terhadap kelompok tertentu dan biasanya pelabelan ini selalu
berakibat pada ketidakadilan, sehingga dinamakan pelabelan negative.Hal ini
disebabkan pelabelan yang sudah melekat pada laki-laki misalnya manusia yang kuat,
rasional, jantan, perkasa. Sedangkan perempuan adalah mahkluk yang lembut, cantik
dan keibuan.Contoh : Wanita-sumur-dapur-kasur, Wanita macak-masak-manak, laki-
laki tlang punggung keluarga, kehebatan pada kemampuan seksualnya, Laki-laki mata
keranjang, janda mudah dirayu.
4. Gender dan Kekerasan Terhadap Perempuan
Kekerasan adalah suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental
psikologi seseorang. Kekerasan terhadap manusia sumbernya macam-macam namun
ada satu jenis kekerasan yang bersumber anggapan gender. Kekerasan terhadap
perempuan merupakan kekerasan yang disebabkan adanya keyakinan gender. Bentuk
kekerasan ini tidak selalu terjadi antara laki-laki terhadap perempuan akan tetapi antara
perempuan dengan perempuan atau erempuan dengan laki-laki. Meskipun demikian
perempuan menjadi lebih rentan karena posisinya yang pincang dimata masyarakat baik
secara ekonomi, social atau politik. Posisi perempuan dianggap lebih rendah
dibandingkan dengan laki-laki. Kekerasan fisik : perkosaan, pemukulan, dan
penyiksaan. Non fisik : pelecehan seksual, ancaman, dan paksaan. Contoh ; Eksploitsi
terhadap wanita, pelecehan terhadap wanita, perkosaan, wanita jadi obyek iklan, laki-
laki sebagai pencari nafkah,suami membatasi uang belanja dan memonitor
pengeluarannya, istri menghina/mencela kemampuan seksual.
5. Gender dan Beban kerja Lebih Berat
Dengan berkembangnya wawasan kemitrasejajaran berdasarkan pendekatan
gender dalam berbagai aspek kehidupan, maka peran perempuan mengalami
perkembangan yang cukup cepat. Namun perlu dicermati bahwa perkembangan
perempuan tidaklah mengubah peranannya yang lama yaitu peranan dalam lingkup
rumah tangga (peran reproduktif). Maka dari itu perkembangan peranan perempuan ini
sifatnya menambah, dan umumnya perempuan mengerjakan peranan sekaligus untuk
memenuhi tuntutan pembangunan, untuk itulah maka beban kerja perempuan terkesan
berlebihan. Contoh :wanita bekerja diluar rumah atau dirumah, wanita sebagai perawat,
pendidik anak sekaligus pendamping suami pencari nafkah kehidupan, laki-laki
mencari nafkah utama sekaligus sopir keluarga.
H. KETIDAKSETARAAN DAN KETIDAKADILAN GENDER DALAM
PELAYANAN KESEHATAN
1. Ketidak-setaraan Gender
Ketidak-setaraan gender merupakan keadaan diskriminatif (sebagai akibat dari
perbedaan jenis kelamin) dalam memperoleh kesempatan, pembagian sumber-sumber
dan hasil pembangunan serta kses terhadap pelayanan. Contonya sebagai berikut :
a. Bias gender dalam penelitian kesehatan
Ada indikasi bahwa penelitian kesehatan mempunyai tingkat bias gender nyata baik
dalam pemilihan topic, metode yang digunakan, atau analisa data. Gangguan kesehatan
biasa yang mengakibatkan gangguan berarti pada perempuan tidak mendapat perhatian
bila tidak mempengaruhi fungsi reproduksi.
b. Perbedaan gender dalam akses terhadap pelayanan kesehatan
Berbeda dengan Negara maju kaum perempuan dinegara berkembang pada
umumnya belum dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan.
Perempuan yang mengalami depresi karena kekerasan domestic yang dilakukan oleh
pasangannya hanya diobati dengan antidepresan tanpa diberi dalam mengatasi masalah
gender yang melatarbelaknginya.
2. Ketidak-adilan Gender
Dalam berbagai aspek ketidak-setaraan gender tersebut sering ditemukan pula
ketidakadilan gender yaitu ketidakadilan berdasarkan norma dan standart yang belaku.
Ketidakadilan adalah ketidaksetaraan yang tidak pantas atau tidak adil.
Definisi keadilan gender dalam kesehatan menurut WHO mengandung 2 aspek :
a. Keadilan dalam status kesehatan yaitu tercapainya derajat kesehatan yang setinggi
mungkin (fisik, psikologi dan sosial).
b. Keadilan dalam pelayanan kesehatan yang berarti bahwa pelayanan diberikan sesuai
dengan kebutuhan tanpa tergntung pada kedudukan social dan diberikan sebagai
respon terhadap harapan yang pantas dari masyarakat dengan penarikan biaya
pelayanan yang sesuai dengan kemampuan.
Sebagai strategi operasional dalam mencapai kesetaraan antara laki-laki dan
perempuan dianjurkan melakukan pengarus-utamaan gender (PUG).

I. ISU GENDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI


Isu gender adalah suatu kondisi yang menunjukkan kesenjangan laki-laki dan
perempuan yaitu adanya kesenjangan antara kondisi yang dicita-citakan (normatif) dengan
kondisi sebagaimana adanya (obyektif).
1. Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir (Safe Motherhood)
2. Keluarga Berencana
3. Kesehatan Reproduksi Remaja
4. Infeksi Menular Seksual

J. PENANGANAN ISU GENDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI


Gender mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan laki-laki dan perempuan. Hal
ini semakin dirasakan dalam ruang lingkup kesehatan reproduksi antara lain karena hal
berikut :
1. Masalah kesehatan reproduksidapat terjadi sepanjang siklus hidup manusia missal
masalah inses yang terjadi pada masa anak-anak dirumah, masalah pergaulan
bebas, kehamilan remaja.
2. Perempuan lebih rentan dalam menghadapi resiko kesehatan reproduksi seperti
kehamilan, melahirkan, aborsi tidak aman dan pemakaian alat kontrasepsi. Karena
struktur alat reproduksi yang rentan secara social atau biologis terhadap penularan
IMS termasuk STD/HIV/AIDS.
3. Masalah kesehatan reproduksi tidak terpisah dari hubungan laki-laki dan
perempuan. Namun keterlibatan , motivasi serta partisipasi laki-laki dalam kespro
dewasa ini sangat kurang.
4. Laki-laki juga mempunyai masalah kesehatan reproduksi, khusunya berkaitan
dengan IMS. HIV, dan AIDS. Karena ini dalam menyusun strategi untuk
memperbaiki kespro harus dipertimbangkan pula kebutuhan, kepedulian dan
tanggung jawab laki-laki.
5. Perempuan rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga 9kekerasan domestic)
atau perlakuan kasar yang pada dasarnya bersumber gender yamg tidak setara.
6. Kesehatan reproduksi lebih banyak dikaitkan dengan urusan perempuan seperti KB

K. Salah satu kasus yang terkait dengan masalah gender


Seorang gadis umur 17 tahun, mengalami perdarahan. Setelah dirawat disebuah rumah
sakit selama dua jam, dia meninggal dunia. Gadis tersebut merupakan korban aborsi yang
dilakukan oleh seorang dukun. Usaha lain sebelum melakukanaborsi adalah minum jamu
peluntur, pil kina, dan pil lainnya yang dibeli di apotek. Kemudian dia datang ke seorang
dokter kandungan. Dokter menolak melakukan aborsi karena terikat sumpah dan hukum yang
mengkriminalisasi aborsi.
Si gadis minta tolong dukun paraji untuk menggugurkannya. Rupa-rupanya tidak
berhasil, malah terjadi perdarahan. Ia masih sempat menyembunyikan inisemua kepada kedua
orang tuanya, selama 4 hari berdiam di kamar dengan alasan sedang datang bulan. Ia tidak
berani bercerita pada siapa-siapa apalagi pada ibu dan bapaknya. Cerita itu berakhir dengan
amat tragis, gadis itu tidak tertolong. Kasus tersebut menggambarkan ketidakberdayaan si
gadis. Ia memilih mekanisme defensif dan menganggapnya sebagai permasalahan dirinya
sendiri. Ia menyembunyikan keadaannya karena malu dan merasa bersalah. Masyarakat akan
menyalahkan karena dia tidak mengikuti apa yang disebut moral atau aturan sehingga ia
memilih mati meskipun tidak sengaja.
Aborsi merupakan dilema bagi perempuan, apa pun latar belakang penyebab
kehamilannya dan apa pun status ekonominya. Untuk menuntut hak reproduksinya dia harus
mendapat dukungan seperti bantuan dari komunitasnya atau dukungan emosional dan
tanggung jawab bersama dari orang yang paling dekat (pacarnya). Dalam konteks ini, maka
jelas bahwa persoalan hak reproduksi pada akhirnya adalah persoalan relasi antara laki-laki
yang berbasis gender serta masyarakat dan negara sebagai perumus, penentu, dan penjaga
nilai bagi realisasi hak reproduksi perempuan.
Pada contoh kasus tersebut merupakan bentuk kekerasan yang berbasis gender yang
memiliki alasan bermacam-macam seperti politik, keyakinan, agama, dan ideologi gender.
Salah satu sumber kekerasan yang diyakini penyebab pada kasus tersebut adalah kekerasan
dari laki-laki terhadap perempuan adalah ideologi gender, misalnya perempuan dikenal lemah
lembut, emosional, cantik, dan keibuan.
Sementara laki-laki dianggap lebih kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Bentuk
kekerasan ini merupakan dilanggarnya hak reproduksi akibat perbedaan gender. Perbedaan
gender antara laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Perbedaan
ini dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksikan secara sosial dan budaya.
Pada akhirnya perbedaan ini dianggap sebagai ketentuan Tuhan yang tidak bisa diubah dan
dianggap sebagai perempuan.
Kekerasan rumah tangga dalam berbagai bentuk sering terus berlangsung meskipun
perempuan tersebut sedang mengandung. Konsekuensi paling merugikanbagi perempuan
yang menjadi korban kekerasan adalah dampak terhadap kondisi kesehatan mentalnya.
Dampak ini terutama menonjol pada perempuan korban kekerasan seksual. Dalam tindak
perkosaan, misalnya, yang diserang memang tubuh perempuan. Namun, yang dihancurkan
adalah seluruh jati diri perempuan yaitukesehatan fisik, mental psikologi, dan sosialnya.
Kekerasan domestik biasanya merupakan kejadian yang kronis dalam kehidupan rumah
tangga seorang perempuan. Cedera fisik dapat sembuh setelah diobati, tetapi cedera psikis
mental (seperti insomnia, depresi, berbagai bentuk psikosomatik sakit perut yang kronis
sampai dengan keinginan bunuh diri) akan selalu dapat terbuka kembali setiap saat Dampak
psikologis yang paling sulit dipulihkan adalah hilangnya kepercayaan kepada diri sendiri dan
orang lain.
Selain itu juga ada kecenderungan masyarakat untuk selalu menyalahkan korbannya.
Hal ini dipengaruhi oleh nilai masyarakat yang selalu ingin tampak harmonis. Bahkan,
walaupun kejadian dilaporkan, usaha untuk melindungi korbandan menghukum para pelaku
kekerasan sering mengalami kegagalan. Kondisi tersebut terjadi karena kekerasan dalam
rumah tangga, khususnya terhadap perempuan, tidak pernah dianggap sebagai masalah
pelanggaran hak asasi manusia.
Padahal kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya merupakan kejahatan terhadap
individu dan masyarakat yang pelakunya seharusnya dapat dipidana, tetapi sulit ditangani
(pihak luar) karena dianggap sebagai urusan internal rumah tangga
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad dan Muhammad Asrori. Psikologi Remaja: Perkembangan PesertaDidik.
Jakarta: P.T. Bumi Aksara, 2006.
Asrori, Muhammad. Psikologi Pembelajaran. Bandung: C.V. Wacana Prima, 2009.
Depkes RI, 2001. Yang Perlu Diketahui Petugas Kesehatan tentang : Kesehatan Reproduksi,
Depkes, Jakarta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Dikti HEDS-JICA.PerkembanganPeserta
Didik. Jakarta: Tim Pembina Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik, 2007.
Maryanti, dwi. Septikasari, majestika.2009. buku ajar kesehatan reproduksi. Muha
medika:Yogyakarta
Romauli,suryati. Vindari, anna vida. 2009. Kesehatan reproduksi. Muha medika: yogyakarta
Sunarto dan Hartono, B. Agung. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Rineka Cipta, 2006.
Http//: Kesehatan reproduksi remaja.com
Yanti. 2011. Buku ajar kesehatan reproduksi. Pustaka rihama: Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai