Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan


psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya. Perubahan kondisi fisik
dan emosional yang kompleks memerlukan adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan
proses kehamilan yang terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi, kebanggaan yang
ditumbuhkan dari norma-norma sosiokultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri
( misalnya adanya perubahan tubuh dan hormonal, kehamilannya tersebut tak diinginkan, jarak
kehamilan yang terlalu dekat, riwayat keguguran ataupun riwayat obstetric buruk lainnya ) dapat
merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi emosional ringan, hingga ke
tingkat gangguan jiwa ( psikosis ) yang berat. Namun, ini bukanlah hal yang mengherankan
karena ovulasi dan haid juga dapat menimbulkan psikosis. Penderita sembuh setelah anaknya
lahir, akan tetapi dalam kehamilan berikutnya biasanya penyakitnya timbul lagi. Eklamsia dan
infeksi dapat pula disertai atau disusul oleh psikosis. Selain itu psikosis dapat menjadi lebih berat
dalam kehamilan.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam pembuatan makalah ini ada beberapa rumusan masalah, antara lain :
1. Pengertian, penyebab gejala dan penatalaksanaan gangguan psikologi kebidanan ?
2. Gangguan mental minor dalam kehamilan trimeter 1 ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain :
1. Untuk memenuhi tugas kelompok Obstetri
2. Mengetahui tentang gangguan psikologis dalam kebidanan

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian, penyebab gejala dan penatalaksanaan gangguan psikologi kebidanan

A. Pengertian Depresi

Depresi atau biasa disebut sebagai gangguan afektif merupakan salah satu bentuk
psikosis. Ada beberapa pendapat mengenai definisi dari depresi, diantaranya yaitu :
Menurut National Institut of Mental Health, gangguan depresi dimengerti sebagai suatu
penyakit tubuh yang menyeluruh ( whole-body ), yang meliputi tubuh, suasana perasaan
( mood ), dan pikiran.
Southwestern Psychological Services memiliki pendapat yang mirip dengan National

Institut of Mental Health bahwa depresi adalah dipahami sebagai suatu penyakit, bukan sebagai
suatu kelemahan karakter, suatu refleksi dari kemalasan atau suatu ketidakmauan untuk
mencoba lebih keras .
Staab dan Feldman menyatakan bahwa depresi adalah suatu penyakit yang menyebabkan

suatu gangguan dalam perasaan dan emosi yang dimiliki oleh individu yang ditunjuk sebagai
suasana perasaan.
Secara umum, depresi sebagai suatu gangguan alam perasaan perasaan sedih yang sangat
mendalam, yang bisa terjadi setelah kehilangan seseorang atau peristiwa menyedihkan lainnya,
tetapi tidak sebanding dengan peristiwa tersebut dan terus menerus dirasakan melebihi waktu
yang normal.

B . Gejala-gejala depresi

Menurut Diagnostic and Statistical Manual IV - Text Revision (DSM IV-TR) (American
Psychiatric Association, 2000), seseorang menderita gangguan depresi jika:

2
lima (atau lebih) gejala di bawah telah ada selama periode dua minggu dan merupakan
perubahan dari keadaan biasa seseorang serta sekurangnya salah satu gejala harus emosi depresi
atau kehilangan minat atau kemampuan menikmati sesuatu.
1. Keadaan emosi depresi / tertekan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari,
yang ditandai oleh laporan subjektif (misal: rasa sedih atau hampa) atau pengamatan orang
lain (misal: terlihat seperti ingin menangis).
2. Kehilangan minat atau rasa nikmat terhadap semua, atau hampir semua kegiatan sebagian
besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari (ditandai oleh laporan subjektif atau
pengamatan orang lain)
3. Hilangnya berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau bertambahnya berat
badan secara signifikan (misal: perubahan berat badan lebih dari 5% berat badan sebelumnya
dalam satu bulan)
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
5. Kegelisahan atau kelambatan psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang lain,
bukan hanya perasaan subjektif akan kegelisahan atau merasa lambat)
6. Perasaan lelah atau kehilangan kekuatan hampir setiap hari
7. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak wajar (bisa
merupakan delusi) hampir setiap hari
8. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau sulit membuat keputusan,
hampir setiap hari (ditandai oleh laporan subjektif atau pengamatan orang lain)
9. Berulang-kali muncul pikiran akan kematian (bukan hanya takut mati), berulang-kali muncul
pikiran untuk bunuh diri tanpa rencana yang jelas, atau usaha bunuh diri atau rencana yang
spesifik untuk mengakhiri nyawa sendiri.

Adapun bagi ibu hamil, tanda-tanda atau gejala yang menunjukkan mengalami depresi
tidak jauh atau sama halnya dengan gejala-gejala di atas dan waktunya pun kurang lebih 2
minggu, yakni diantaranya ditandai dengan perasaan muram, murung, kesedihan tidak bisa atau
sulit berkonsentrasi, mengingat, atau mengambil keputusan pekerjaan dan aktivitas sehari-hari
terganggu hubungan calon ibu dengan orang-orang sekitarnya terganggu kondisi ibu mengancam
keselamatan janin, putus asa, terkadang beberapa ada yang merasa cemas kadang-kadang dapat
sarkastik, nihilistic, tegang, kaku dan menolak intervensi terapeutik Selain itu, gejala di atas
biasanya disertai perubahan nafsu makan dan pola tidur, harga diri yang rendah, hilangnya energi
dan penurunan dorongan seksual.

C. Penyebab terjadinya depresi pada kehamilan

3
Para ahli belum bisa memastikan mengapa depresi terjadi pada wanita hamil, namun
diduga perubahan tingkat hormon yang drastis selama kehamilan dan setelah melahirkan menjadi
biang keladinya. Selain peningkatan kadar hormon dalam tubuh, menurut penelitian bahwa
depresi terjadi karena klien atau penderita depresi memiliki ketidakseimbangan dalam pelepasan
neurotransmitter serotonin mayor, norepinefrin, dopamin, asetilkolin, dan asam
gamaaminobutrik Selain itu,ada pula hasil penelitian yang menyatakan bahwa terjadinya depresi
karena adanya masalah dengan beberapa enzim yang mengatur dan memproduksi bahan-bahan
kimia tersebut.
Dengan demikian, berdampak pula pada metabolisme glukosa dimana penderita depresi
tidak memetabolisme glukosa dengan baik dalam area otak tersebut. Jka depresi teratasi,
aktivitas metabolisme kembali normal. Selain dari faktor organobiologis di atas, pencetus
terjadinya depresi adalah karena factor psikologis dan sosio-lingkungan, misalnya karena akan
berubah peran menjadi seorang ibu, karena kehilangan pasangan hidup, kehilangan pekerjaan,
pasca bencana dan dampak situasi kehidupan sehari-harinya. Faktor lain yang menyumbang
peran dalam terjadinya depresi pada ibu hamil antara lain:
1. Riwayat keluarga yang memiliki penyakit kejiwaan
2. Kurangnya dukungan dari suami dan keluarga
3. Perasaan khawatir yang berlebihan pada kesehatan janin
4. Ada masalah pada kehamilan atau kelahiran anak sebelumnya
5. Sedang menghadapi masalah keuangan
6. Usia ibu hamil yang terlalu muda
7. Adanya komplikasi selama kehamilan
8. Keadaan rumah tangga yng tidak harmonis
9. Perasaan calon ibu yang tidak menghendaki kehamilan
Dampak atau pengaruh depresi terhadap kehamilan, Permasalahan yang berkaitan dengan
kondisi kejiwaan termasuk depresi, selain berdampak pada diri sendiri bisa berimplikasi atau
berpengaruh tidak baik terhadap kondisi kesehatan janin yang ada di dalam kandungan. Kita
semua pasti mengetahui bahwa perubahan fisik dan hormonal yang terjadi selama masa
kehamilan sangat berpengaruh terhadap kondisi wanita yang sedang hamil. Depresi yang tidak
ditangani akan memiliki dampak yang buruk bagi ibu dan bayi yang dikandungnya. Ada 2 hal
penting yang mungkin berdampak pada bayi yang dikandungnya, yaitu :
1. Pertama adalah timbulnya gangguan pada janin yang masih didalam kandungan
2. Kedua munculnya gangguan kesehatan pada mental si anak nantinya
Depresi yang dialami, jika tidak disadari dan ditangani dengan sebaik baiknya akan
mengalihkan perilaku ibu kepada hal hal yang negatif seperti minum-minuman keras, merokok

4
dan tidak jarang sampai mencoba untuk bunuh diri. Hal inilah yang akan memicu terjadinya
kelahiran prematur, bayi lahir dengan berat badan yang rendah, abortus dan gangguan
perkembangan janin. Kelahiran bayi prematur juga akan menjauhkan dekapan seorang ibu
terhadap bayi yang dilahirkan , karena si bayi akan ditempatkan di inkubator tersendiri. Apalagi
jika sudah mengalami depresi mayor yang identik dengan keinginan bunuh diri, bisa saja
membuat langsung janinnya meninggal. Ibu yang mengalami depresi ini tidak akan mempunyai
keinginan untuk memikirkan perkembangan kandungannya dan bahkan kesehatannya sendiri.

D. Cara Penanganan
Strategi kesehatan yang bisa diterapkan pada saat masa kehamilan untuk mengantisipasi
depresi yaitu menjadikan masa hamil sebagai pengalaman yang menyenangkan, selalu konsultasi
dengan para ahli kandungan, makan makanan yang sehat, cukup minum air, mengupayakan
selalu dapat tidur dengan baik dan melakukan senam bagi ibu hamil. Disamping itu juga
melakukan terapi kejiwaan supaya terhindar dari depresi, lebih meningkatkan keimanan dan
tentunya mendapat dukungan dari suami dan keluarga.
Sedangkan bagi yang telah terdiagnosis, perencanaan kehamilan sangat penting pada
wanita hamil yang didiagnosis depresi, sebaiknya kehamilannya perlu direncanakan atau
dikonsultasikan dengan ahli kebidanan dan kandungan, dan psikiater tentang masalah resiko
serta keuntungan setiap pemakaian obat-obat psikofarmakologi. Rawat inap sebaiknya dipikirkan
sebagai pilihan pengobatan psikofarmakologis pada trimester I untuk kasus kehamilan yang tidak
direncanakan, dimana pengobatan harus dihentikan segera dan apabila terdapat riwayat
gangguan afektif ( depresi ) rekuren.

Ada 2 fase penatalaksanaan farmakologis yang digambarkan dalam Panel Pedoman


Depresi ( Depression Guideline Panel ) :
1) Fase akut
Gejalanya ditangani, dosis obat disesuaikan untuk mencegah efek yang merugikan dan klien
diberi penyuluhan.
2) Fase lanjut

5
Klien dimonitor pada dosis efektif untuk mencegah terjadinya kambuh. Pada fase pemeliharaan,
seorang klienyang beresiko kambuh sering kali tetap diberi obat bahkan selama remisi. Untuk
klien yang dianggap tidak beresiko tinggi mengalami kambuh, pengobatan dihentikan.
Penggunaan antidepresan trisiklik sebaiknya hanya pada pasien hamil yang mengalami
depresi berat yang mengeluhkan gejala vegetatif dari depresi, seperti menangis, insomnia,
gangguan nafsu makan dan ada ide-ide bunuh diri. Selective serotonin reuptake inhibitors
( SSRIs ) terbukti sudah sangat berguna untuk menangani depresi sehingga menjadi pilihan
untuk ibu hamil, mencakup fluoksetin dan sertralint. Obat ini menjadi pilihan karena obat
tersebut lebih sedikit memiliki efek antikolinergik yang merugikan, toksisitas jantung, dan
bereaksi lebih cepat daripada antidepresan trisiklik dan inhibitor oksidase monoamin ( MOA )
serta tidak menyebabkan hipotensi ortostatik, konstipasi dan sedasi. Disamping itu, psikoterapi
atau metode support group secara ruti harus dilakukan bila ada konflik intrapsikis yang
berpengaruh pada kehamilan. Terapi perilaku kognitif sangat menolong pasien depresi dan
disertai antidepresan. Terapi elektrokompulsif (ECT) digunakan pada pasien depresi psikotik
untuk mendapatkan respon yang lebih cepat, bila kehidupan ibu dan anak terancam, misalnya
pada depresi hebat dan klien sampaiingin bunuh diri atau jika tidak berespon terhadap
pengobatan antidepresan. Dalam menghadapi klien penderita depresi, harus dilakukan dengan
sikap serius dan mengerti keadaan penderita. Kita harus memberi pengertian kepada mereka dan
mensupport atau memberikan motivasi yang dapat menenagkan jiwanya. Hendaknya jangan
menghibur, memberi harapan palsu, bersikap optimis dan bergurau karena akan memperbesar
rasa tidak mampu dan rendah diri.

2.2 Gangguan mental minor dalam kehamilan trimester I

Beberapa peneliti mengatakan bahwa bangkitan epilepsi lebih sering terjadi pada
kehamilan, terutama pada trimester I dan hanya sedikit meningkat trimester III. Meningkatnya
frekwensi serangan kejang pada wanita penyandang epilepsi selama kehamilan ini disebabkan
oleh:

6
A. Perubahan hormonal
Kadar estrogen dan progesteron dalam plasma darah akan meningkat secara bertahap
selama kehamilan dan mencapai puncaknya pada trimester ketiga. Sedangkan kadar hormone
khorionik gonadotropin mencapai puncak pada kehamilan trimester pertama yang kemudian
menurun terus sampai akhir kehamilan. Seperti diketahui bahwa serangan kejang pada epilepsi
berkaitan erat dengan rasio estrogen-progesteron, sehingga wanita penyandang epilepsi dengan
rasio estrogen-progesteron yang meningkat akan lebih sering mengalami kejang dibandingkan
dengan yang rasionya menurun. Kerja hormon estrogen adalah menghambat transmisi GABA
(dengan merusak enzim glutamat dekarboksilase). Sedangkan kita ketahui bahwa GABA
merupakan neurotransmiter inhibitorik, sehingga nilai ambang kejang makin rendah dengan
akibat peningkatan kepekaan untuk terjadinya serangan epilepsi. Sebaliknya kerja hormon
progesteron adalah menekan pengaruh glutamat sehingga menurunkan kepekaan untuk
terjadinya serangan epilepsi.
B. Perubahan metabolic
Adanya kenaikan berat badan pada wanita hamil yang disebabkan retensi air dan garam
serta perubahan metabolik seperti terjadinya perubahan metabolisme di hepar yang dapat
mengganggu metabolisme obat anti epilepsi (terutama proses eliminasi), terjadinya alkalosis
respiratorik dan hipomagnesemia. Keadaan ini dapat menimbulkan kejang, meskipun masih
selalu diperdebatkan.
C. Deprivasi tidur
Wanita hamil sering mengalami kurang tidur yang disebabkan beberapa keadaan seperti
rasa mual muntah, nyeri pinggang, gerakan janin dalam kandungan, nokturia akibat tekanan pada
kandung kencing dan stress psikis. Semuanya ini dapat meningkatkan serangan kejang.
Mual muntah yang sering pada kehamilan trimester pertama dapat mengganggu pencernaan dan
absorbsi obat anti epilepsi. Dimethicone merupakan salah satu obat yang sering digunakan untuk
hiperasiditas, gastritis, dyspepsia, ulkus duodenal dan abdominal distention dapat menurunkan
absorbsi phenytoin sebanyak 71%. Kaolin menurunkan absorbsi sebanyak 60% dan magnesium
trisilikat efeknya tidak nyata. Tonus lambung dan pergerakannya menurun pada kehamilan
sehingga menghambat pengosongan lambung.
D. Perubahan farmakokinetik pada obat anti epilepsy
Penurunan kadar obat anti epilepsi ini disebabkan oleh beberapa keadaan antara lain
berkurangnya absorbsi (jarang), meningkatnya volume distribusi, penurunan protein binding

7
plasma, berkurangnya kadar albumin dan meningkatnya kecepatan drug clearance pada trimester
terakhir.
Penurunan serum albumin sesuai dengan bertambahnya usia gestasi mempengaruhi kadar
plasma obat anti epilepsi, sehingga obat anti epilepsi yang terikat dengan protein berkurang dan
menyebabkan peningkatan obat anti epilepsi bebas. Namun obat anti epilepsi ini akan cepat
dikeluarkan sesuai dengan meningkatnya drug clearance yang disebabkan oleh induksi enzim
mikrosom hati akibat peningkatan hormon steroid (estrogen dan progesteron). Pada umumnya
dalam beberapa hari-minggu setelah partus kadar obat anti epilepsi akan kembali normal.
E. Suplementasi asam folat
Penurunan asam folat (37%) dalam serum darah dapat ditemukan pada penderita yang
telah lama mendapat obat anti epilepsi, pada kehamilan trimester ketiga menjelang partus dan
pada masa puerperium bagi ibu hamil yang sebelumnya tidak pernah mendapat suplemen asam
folat. Wanita hamil dengan epilepsi lebih mungkin menjadi anemia 11% (anemia mikrositer),
karena sebagian besar obat anti epilepsi yang dikonsumsi berperan sebagai antagonis terhadap
asam folat dan juga didapatkan thrombositopenia.
Suplementasi asam folat dapat mengganggu metabolisme obat anti epilepsi (phenytoin
dan phenobarbital) sehingga mempengaruhi kadarnya dalam plasma. Namun dapat dikatakan
tidak sampai meningkatkan jumlah serangan kejang. Rendahnya asam folat selama kehamilan
mempunyai risiko terjadinya insiden abortus spontan dan anomali neonatal, gangguan
perkembangan pada bayi yang dilahirkan.5 Jadi walaupun terdapat sedikit kekhawatiran terhadap
pemberian asam folat namun dosis rendah minimal 0,4 mg/hari tiap hari secara teratur masih
dianggap aman dan dapat dilanjutkan selama kehamilan pada wanita penyandang epilepsi. Dosis
tinggi (4 mg/hari) diberikan pada wanita hamil yang sebelumnya melahirkan anak dengan
kelainan neural tube defect, terutama wanita yang mendapat obat anti epilepsi asam valproat dan
karbamazepin.

F. Psikologik (stres dan ansietas)


Stres dan ansietas sering berhubungan dengan peningkatan jumlah terjadinya serangan
kejang. Keadaan ini sering disertai dengan gangguan tidur, hiperventilasi, gangguan nutrisi dan
gangguan psikologik sekunder.
G. Penggunaan alkohol dan zat

8
Penggunaan alkohol yang berlebihan akan menginduksi enzim hati dan menurunkan
kadar plasma obat anti epilepsi (phenobarbital, phenytoin dan karbamazepin) sehingga timbul
kejang. Disamping itu intoksikasi alkohol mapun obat-obatan terlarang akan menyebabkan
gangguan siklus tidur normal sehingga meningkatkan frekwensi kejang. Hal lain yang
meningkatkan frekwensi serangan kejang pada wanita penyandang epilepsi selama kehamilan
adalah faktor kesengajaan menghentikan makan obat karena takut efek obat terhadap janin yang
dikandungnya

BAB III

PENUTUP

9
3.1 Kesimpulan
Depresi sebagai suatu gangguan alam perasaan perasaan sedih yang sangat mendalam,
yang bisa terjadi setelah kehilangan seseorang atau peristiwa menyedihkan lainnya, tetapi tidak
sebanding dengan peristiwa tersebut dan terus menerus dirasakan melebihi waktu yang normal.
Gejala gejala depresi :
1. Keadaan emosi depresi atau tertekan
2. Kehilangan minat atau rasa nikmat terhadap semua
3. Hilangnya berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau bertambahnya berat
badan secara signifikan
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
5. Kegelisahan atau kelambatan psikomotor
6. Perasaan lelah atau kehilangan kekuatan hampir setiap hari
7. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan
8. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau sulit membuat keputusan
9. Berulang-kali muncul pikiran akan kematian

3.2 Saran
Strategi kesehatan yang bisa diterapkan pada saat masa kehamilan untuk mengantisipasi
depresi yaitu menjadikan masa hamil sebagai pengalaman yang menyenangkan, selalu konsultasi
dengan para ahli kandungan, makan makanan yang sehat, cukup minum air, mengupayakan
selalu dapat tidur dengan baik dan melakukan senam bagi ibu hamil. Disamping itu juga
melakukan terapi kejiwaan supaya terhindar dari depresi, lebih meningkatkan keimanan dan
tentunya mendapat dukungan dari suami dan keluarga.

Docslide. Gangguan Mental Minor TM 1. (online). http://docslide.us/download/link/gangguan-


mental-minor-tm-1. diakses pada tanggal 25 Agustus 2016 jam 13.50 wib.

10

Anda mungkin juga menyukai