LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Ilmenite
Ilmenite adalah pasir atau batu hitam yang mempunyai rumus kimia
FeTiO3. Umumnya di dalam pasir ilmenite terdapat impurities berupa besi oksida
bervalensi tiga dan silika (Nugroho et al., 2005). Ilmenite merupakan mineral
titanium-besi oksida yang bersifat magnetik lemah dan berwarna hitam dan abu-
abu. Pada tahun 1990, seorang peneliti bernama Gregor mampu memisahkan pasir
hitam dari pasir magnetik yang dikenal sebagai ilmenite (FeTiO3) (Ikhwan, 2007).
Ilmenite (mineral FeTiO3) merupakan mineral yang menarik dan cukup penting
secara ekonomi. Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai cadangan
ilmenite (Hendartno, 1999 dan Sumardi, 1999). Mineral ilmenite mengandung
titanium dan besi di berbagai negara dan kandungan TiO2 di dalam ilmenite
kisaran 35% sampai 65% (Kogal et al., 1994). Secara komposisi, ilmenite terdiri
atas 36,80% Fe; 31,57% Ti dan 31,63% O atau 52,66% TiO2 dan 47,33% Fe2O3.
Secara teori, ilmenite mengandung 31,6% titanium (setara dengan 52,67% TiO2),
36,8% Fe dan oksigen yang seimbang. Sifat-sifat ilmenite diantaranya adalah
memiliki sifat kemagnetan yang lemah, rapuh, berawarna gelap dan tidak tembus
cahaya. Ilmenite memiliki densitas 2400 kg/m2 2700 kg/m2, titik leleh 1050C
dan struktur kristal heksagonal (Chatterjee, 2007).
Ilmenite di Indonesia sangat melimpah sebagai hasil produk samping
pengolahan biji timah di pulau Bangka serta mengandung mineral yang lebih
kompleks daripada ilmenite Australia (Wahyuningsih et al., 2014). Kegunaan
ilmenite yang paling berpotensi adalah untuk TiO2, logam titanium dan produksi
besi tetapi hampir 95% dari titanium di seluruh dunia digunakan untuk produksi
titania atau TiO2 dan hanya 5% dari bahan baku titanium yang diubah menjadi
logam titanium (Park, 2008). TiO2 yang terkandung dalam ilmenite alam sebesar
33% - 65% (Nindemona. 2006). Gambar ilmenite dan struktur kristal ilmenite
dapat dilihat pada gambar 1 dan 2.
7
8
Gambar 1. Ilmenite
Gambar 3. Struktur kristal TiO2 Fase (A) Anatase; (B) Rutile; (C) Brookite
(Landmann et al., 2012).
Fase rutile terbentuk pada suhu yang tinggi dan mempunyai bandgap
energi 3,2 eV, sedangkan anatase terbentuk pada temperatur rendah dengan
bandgap energi sebesar 3,2 eV (Brady, 1971). Energi celah pita untuk
semikonduktor menunjukkan energi cahaya minimum yang diperlukan untuk
10
nano (1-100 nm) memiliki sifat kimia, optik, elektrik dan magnetik yang berbeda
dengan material sejenis dengan ukuran besar (bulk). Sifat ini sangat bergantung
pada ukuran maupun distribusi ukuran, komponen kimiawi unsur-unsur penyusun
material tersebut, keadaan dipermukaan dan interaksi antar atom penyusun
material nanostruktur. Keterkaitan sifat parameter-parameter memungkinkan sifat
material memiliki sifat stabilitas termal yang sangat tinggi (Nabok, 2000; Enggrit,
2011). Banyak penelitian mengenai fabrikasi DSSC untuk meningkatkan
banyaknya dye yang terserap dalam elektroda yang berdasarkan perbedaan
struktur nano seperti nanopartikel diantaranya NWs, NRs, nanospheres,
nanoflowers, nanofibers, NT (Kanmani et al., 2012).
4. Pelarutan Ilmenite
Leaching atau ekstraksi padat cair merupakan proses pemisahan zat yang
dapat melarut (solut) dari suatu campurannya dengan padatan yang tidak dapat
larut (inert) dengan menggunakan pelarut cair. Leaching merupakan suatu proses
pencucian material dengan menggunakan asam kuat yaitu asam sulfat (Zulfalina
dan Manaf, 2004) maupun asam klorida (Rayhana dan Manaf, 2012). Leaching
merupakan proses ekstraksi padat/cair untuk memisahkan suatu senyawa kimia
yang diinginkan dari senyawa kimia lain atau pengotor dari padatan ke dalam
cairan (Natziger dan Gupta, 1987). Menurut Zhang (2011), metode yang
digunakan untuk meningkatkan kemurnian titanium dioksida diantaranya adalah
proses leaching dengan sulfat atau proses Becher, proses leaching klorida.
Proses leaching pada umumnya memerlukan suhu yang tinggi karena
daya larut akan naik seiring dengan naiknya suhu (Sediawan, 1998). Proses
leaching ilmenite dilakukan dengan metode hydrometallurgy. Hydrometallurgy
adalah suatu proses pengolahan logam dari bijinya menggunakan pelarut kimia
untuk melarutkan partikel tertentu. Proses ini terdiri dari leaching, pemurnian dan
recovery logam (Kamberovic, 2009). Pemurnian ilmenite mempunyai keuntungan
yang lebih karena menghasilkan pigmen TiO2 dan hasil samping proses yang
berupa Fe2O3 dapat menjadi pigmen warna merah.
Proses pelarutan dengan menggunakan asam dilakukan karena dapat
dengan mudah melarutkan zat dalam ilmenite. Asam yang dapat digunakan untuk
pelarutan ilmenite adalah HCl (proses klorida) (Rayhana dan Manaf, 2012) dan
menggunakan H2SO4 (proses sulfat) (Zulfalina dan Manaf, 2004). Beberapa
peneliti telah menggunakan konsentrasi asam yang lebih rendah dalam upaya
yang dapat meningkatkan penggunaan kembali limbah asam (Sasikumar et al.,
2004; Liang et al., 2005).
a. Proses Sulfat
Pada tahun 1918, proses sulfat ini dikembangkan oleh Jebsen di Norway
(Simon dan Alex, 2007). Biji ilmenite dilarutkan dalam larutan asam sulfat dan
kemudian nantinya akan membentuk larutan titanium sulfat. Larutan titanium
sulfat dimurnikan lebih lanjut dan dilakukan hidrolisis untuk menghasilkan TiO 2
14
(Liang et al., 2005). Penggunaan asam sulfat dapat memutuskan ikatan FeTiO3
membentuk FeSO4 (Zulfalina dan Manaf, 2004).
Pada proses sulfat, berikut merupakan prediksi reaksi-reaksinya :
Digestion : FeTiO3 + 2H2SO4 FeSO4 + TiOSO4 + 2H2O (2)
Precipitation : TiOSO4+ 2H2O TiO2.H2O + H2SO4 (3)
Calcination : TiO2.H2O TiO2 + H2O (4)
b. Proses Klorida
Proses klorida menjadi proses utama yang dilakukan dalam memenuhi
pasar dunia (Saksikumar et.al., 2004). Proses klorida lebih menguntungkan karena
menghasilkan produk dengan kualitas tinggi, ramah lingkungan karena limbah
yang dihasilkan relatif lebih sedikit (Chatteerjee, 2007). Reaksi yang terjadi pada
proses klorida (Mahmoud et al., 2004) yaitu :
c. Proses Kroll
Proses ini menggunakan bahan baku rutile (TiO2). Akan tetapi, proses
kroll ini masih sulit dan dibutuhkan total biaya yang besar (Taufanny, 2008).
sintesis TiO2 dari Ti(OiPr)4 yang mengikuti reaksi hidrolisis dan kondensasi
ditunjukan pada Gambar 4.
Hidrolisis :
Kondensasi :
H2 H2 H2
OH C C O C H
C O CH C O
H2 H2
CH3
100 70 100
8. Karakterisasi Material
a. X-Ray Difraction (XRD)
Sinar X merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang
gelombang pendek sebesar 0,7 sampai 2,0 A yang dihasilkan dari penembakan
logam dengan elektrn berenergi tinggi kemudian electron-elektron ini mengalami
pengurangan kecepatan dengan cepat dan energinya diubah menjadi energi foton
sehingga energinya besar (lebih besar daripada energi sinar UV-Vis) dan tidak
mengalami pembelokan pada medan magnet (Jenkins, 1988).
Pengujian X-Ray Difraction (XRD) memiliki dua tujuan utama, yaitu
untuk konfirmasi jenis fasa dari material nano dan mengetahui besar rata-rata
ukuran kristalit yang dihasilkan. Struktur kristal, fasa dan ukuran kristalit dari
nanopartikel TiO2 dapat ditentukan dari pola difraksi X-ray (XRD) hasil
pengujian (Supachai et al., 2004 dan Zhang et al., 2010). Sedangkan untuk
menentukan rata-rata ukuran kristalit dapat dilakukan dengan persamaan Scherrer
(Yuwono, 2010; Wang, 1999; Karami, 2010). Prinsip kerja dari XRD berdasarkan
pola difraksi yang disebabkan oleh adanya hubungan fasa tertentu dengan dua
gelombang atau lebih sehingga paduan gelombang tersebut saling menguatkan
atau melemahkan. Atom-atom yang ada dalam zat padat dapat menghamburkan
sinar-X. Ketika sinar-X jatuh pada kristal maka akan terjadi hamburan ke segala
arah. Hamburan sinar-X ini bersifat koheren sehingga saling menguatkan atau
saling melemahkan. Difraksi sinar-X akan terjadi pada sudut tertentu sehingga
suatu zat akan mempunyai pola difraksi tertentu (Gambar 6).
Gambar 7. Pemantulan berkas sinar-X monokromatis oleh dua bidang kisi dalam
kristal, dengan sudut sebesar dan jarak antara bidang kisi sebesar
dhkl (Ewing, 1960)
Hubungan antara jarak kisi kristal (d) dengan sudut yang dibentuk oleh
sinar X () ditunjukkan pada persamaan berikut :
n = 2 sin (9)
dengan :
d = jarak interplanar atau interatom
= panjang gelombang logam standar
= kisi difraksi sinar-X
Kekuatan dari cahaya yang terdifraksi tergantung pada kuantitas dari material
kristalin yang sesuai dalam sampel sehingga sangat dimungkinkan untuk
mendapatkan analisa kuantitatif dari sejumlah relatif konstituen dari campuran
senyawa padatan (Ewing, 1960). Identifikasi suatu mineral dengan
memperhatikan nilai 2, d dan intensitasnya yang diperoleh dari Joint Commite
Powder Difffraction Standard (JCPDS).
selanjutnya mengenai detector Si(Li) yang akan menimbulkan pulsa listrik yang
lemah, pulsa tersebut kemudian diperkuat dengan preamplifier dan amplifier lalu
disalurkan pada penganalisis saluran ganda atau Multi Chanel Analyzer (MCA).
Tenaga sinar-X karakteristik yang muncul tersebut dapat dilihat dan disesuaikan
dengan tabel tenaga sehingga dapat diketahui unsur yang ada di dalam cuplikan
yang dianalisis (Iswani, 1983).
Spektrometer XRF tersusun dari tiga komponen utama yaitu sumber
radioisotop, detektor dan unit pemrosesan data. Sumber radioisotop adalah isotop-
isotop tertentu yang dapat digunakan untuk mengeksitasi cuplikan sehingga
menghasilkan sinar-X yang karakteristik. Radioisotop yang dapat digunakan
adalah Fe, Co, Cd dan Am. Sumber radioisotop ini dibungkus sedemikian rupa
dengan timbal agar penyebaran radiasinya terhadap lingkungan dapat dicegah.
Spektrometer XRF yang menggunakan detektor Si(Li) biasanya dimasukkan
dalam nitrogen cair. Hal ini dilakukan untuk mengatasi arus bocor bolak-balik
yang disebabkan oleh efek termal, sehingga detektor Si(Li) harus dioperasikan
pada suhu sangat rendah yaitu dengan menggunakan nitrogen cair (77K) sebagai
pendingin. Apabila tidak dilakukan pendinginan maka arus akan bocor dan akan
merusak daya pisah detektor. Selain itu pendingin dengan nitrogen cair juga
diperlukan untuk menjaga agar ion-ion Li tidak merembes keluar dari kristal dan
menyebabkan hilangnya daerah intrinsik (Iswani, 1983).
Teknik analisis dengan XRF lebih banyak digunakan karena cepat, lebih
teliti, tidak merusak bahan, dapat digunakan pada cuplikan berbentuk padat,
bubuk, cair maupun pasta. Metode analisis XRF ini adalah metode kalibrasi
standar yang pada prinsipnya garis spektra unsur di dalam cuplikan
diinterpolasikan ke dalam kurva kalibrasi standar yang dibuat antara intensitas
garis spektra unsure yang sama terhadap konsentrasi (standar) (Iswani, 1988).
Persamaan garis kurva standar yang digunakan adalah:
Y = aX + b (10)
Keterangan :
Y=
X = Konsentrasi unsur
22
dihasilkan dari filamen yang dipanaskan, disebut elektron gun. Sebuah ruang
vakum diperlukan untuk preparasi cuplikan. Cara kerja SEM adalah gelombang
elektron yang dipancarkan electron gun terkondensasi di lensa kondensor dan
terfokus sebagai titik yang jelas oleh lensa objektif. Scanning coil yang diberi
energi menyediakan medan magnetik bagi sinar elektron. Berkas sinar elektron
yang mengenai cuplikan menghasilkan elektron sekunder dan kemudian
dikumpulkan oleh detektor sekunderatau detektor backscatter. Gambar yang
dihasilkan terdiri dari ribuan titik berbagai intensitas di permukaan Cathode Ray
Tube (CRT) sebagai topografi Gambar (Kroschwitz, 1990). Pada sistem ini berkas
elektron dikonsentrasikan pada spesimen, bayangannya diperbesar dengan lensa
objektif dan diproyeksikan pada layar.
Cuplikan yang akan dianalisis dalam kolom SEM perlu dipersiapkan
dahulu, walaupun telah ada jenis SEM yang tidak memerlukan penyepuhan
(coating) cuplikan. Terdapat tiga tahap dalam persiapan cuplikan, antara lain
(Gedde, 1995) :
1. Pelet dipotong menggunakan gergaji intan. Seluruh kandungan air, larutan
dan semua benda yang dapat menguap apabila divakum, dibersihkan.
2. Cuplikan dikeringkan pada 60C minimal 1 jam.
3. Cuplikan non logam harus dilapisi dengan emas tipis. Cuplikan logam
dapat langsung dimasukkan dalam ruang cuplikan.
Sistem penyinaran dan lensa pada SEM sama dengan mikroskop cahaya
biasa. Pada pengamatan yang menggunakan SEM lapisan cuplikan harus bersifat
konduktif agar dapat memantulkan berkas elektron dan mengalirkannya ke
ground. Bila lapisan cuplikan tidak bersifat konduktif maka perlu dilapisi dengan
emas. Pada pembentukan lapisan konduktif, spesimen yang akan dilapisi
diletakkan pada tempat sampel di sekeliling anoda. Ruang dalam tabung kaca
dibuat mempunyai suhu rendah dengan memasang tutup kaca rapat dan gas yang
ada dalam tabung dipompa keluar. Antara katoda dan anoda dipasang tegangan
1,2 kV sehingga terjadi ionisasi udara yang bertekanan rendah. Elektron bergerak
menuju anoda dan ion positif dengan energi yang tinggi bergerak menumbuk
24
katoda emas. Hal ini menyebabkan partikel emas menghambur dan mengendap
dipermukaan spesimen. Pelapisan ini dilakukan selama 4 menit. Contoh analisa
SEM seperti ditunjukkan pada Gambar 8 yang memperlihatkan morfologi
permukaan untuk sampel TiO2.
Gambar 8. Hasil SEM dari ZnO berlapis TiO2 (Wahyuningsih et al., 2016).
B. Kerangka Pemikiran
Ilmenite merupakan mineral titanium-besi oksida yang bersifat magnetik
lemah berwarna hitam dan abu-abu dengan rumus kimia FeTiO3. Ilmenite dapat
terdekomposisi menjadi komponen-komponen penyusunnya yaitu hematite
(Fe2O3) dan TiO2 dengan proses pemanggangan. Penambahan Na2S pada saat
pemanggangan akan meningkatkan dekomposisi ilmenite dan mempermudah
pelarutan hasil pemanggangan dengan larutan asam. Proses dekomposisi ilmenite
diikuti kompleksasi membentuk garam kompleks (Lahiri et al., 2007). Pada saat
pemanggangan dalam Na2S terdapat ion Na+ dan S= yang dapat menyebabkan
ilmenite mengalami kompleksasi dan membentuk garam, dengan reaksi sebagai
berikut :
Garam kompleks yang terbentuk, diharapkan akan lebih mudah terlarut dalam
H2SO4 yang dapat ditunjukkan oleh reaksi berikut :
Na4Ti5O12(s)+NaFeO2(s)+NaFeS2(s)+11H2SO4(aq)3Na2SO4(aq)+5TiOSO4(aq)
+ Fe2(SO4)3(aq)+9H2O(aq)+2H2S(aq) (13)
Proses leaching ilmenite dengan menggunakan H2SO4, akan
menghasilkan Ti4+ yang berikatan dengan SO42- dan membentuk titanil sulfat
(TiOSO4), dengan reaksi sebagai berikut (Fouda et al., 2010) :
FeTiO3(s) + 2H2SO4(aq) FeSO4(aq) + TiOSO4(aq) + 2H2O(aq) (14)
26
C. Hipotesis
1. TiO2 dapat dipisahkan dengan hidrolisis kondensasi dan kompleksasi serta
hidrolisis dengan penambahan surfaktan.
2. TiO2 dapat dimodifikasi menjadi TiO2 nanorods dengan metode hidrotermal.