MODUL # 3
Oleh:
Bayu Novianto
2013
Page 66
I. PENDAHULUAN
I.2 Tujuan
I.5 Waktu
Istilah gender berkaitan dengan peran dan tanggung jawab antara perempuan
dan laki-laki. Lebih jelasnya gender merupakan perbedaan peran, fungsi, dan
tanggungjawab laki-laki dan perempuan dari hasil konstruksi sosial, tidak
bersifat kodrat, dapat berubah, dan tergantung oleh waktu dan budaya
setempat. Seringkali terjadi salah pengertian bahwa gender dan jenis kelamin
adalah istilah yang sama padahal konsepnya berbeda. Jenis kelamin adalah
perbedaan secara kodrati (biologis), dimana ciptaan Tuhan yang tidak akan
dapat dirubah dan berlaku sepanjang masa. Gender adalah sifat, perilaku,
peran-peran dan tanggungjawab perempuan (anak-anak perempuan) dan laki-
laki (anak laki-laki) yang dipelajari di dalam keluarga, masyarakat dan
budaya. Gagasan/harapan tentang laki-laki dan perempuan ini bersifat tidak
universal, artinya bisa berbeda-beda berdasar ruang (tempat) dan waktu.
Selain juga bisa berubah dari waktu ke waktu, dari satu komunitas ke
Page 68
komunitas lain, dari satu kelas sosial ke kelas sosial yang lain. Karena gender
merupakan konstruksi sosial budaya.1
Kita perlu memisahkan perbedaan jenis kelamin secara biologis dan gender,
karena tidak dapat digunakan sebagai alat analisis yang berguna untuk
memahami realitas kehidupan dan dinamika perubahan relasi laki-laki dan
perempuan. Secara umum adanya gender telah melahirkan perbedaan peran,
tanggung jawab, fungsi dan bahkan ruang tempat dimana manusia
beraktifitas. Menurut Elaine Enarson (2000) Gendermerupakan faktor yang
kompleks dan berubah didasarkan perbedaan dengan melihat biologis
(reproduksi, kesehatan, seksualitas), identitas gender dimana menerima
sosialisasi (kepribadiam, interaksi,norma gender) dan hubungan relasi gender
dalam masyarakat (kesempatan, keamanan, pencapaian, deteminasi diri).
Walaupun pengertian jenis kelamin, dan gender berbeda tapi saat ini
memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari kita. Gender dapat
menentukan bagaimana kita memandang realitas yang ada saat ini.
Contoh:
1. Perempuan hanya tinggal di rumah dan
Contoh: mengurus anak, tetapi laki-laki dapat pula
1. Hanya perempuan yang tinggal di rumah dan mengurus anak seperti
memiliki indung telur, rahim halnya perempuan.
dan bisa melahirkan. 2. Salahsatu jenis pekerjaan bagi laki-laki
2. Hanya laki-laki yang memiliki adalah sopir bis, tapi perempuan bisa juga
testis dan memproduksi mengemudikan bis sebaik yang dilakukan
sperma. laki-laki.
1
Modul Pelatihan Dasar Penanggulangan Bencana, BNPB (2012)
Page 69
Kelompok Rentan
1. Anak-anak
Menurut UU No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak (UUPA)
menyebutkan anak sebagai : seseorang yang belum berusia 18 tahun
termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sementara menurut Konvensi
PBB tentang hak anak (United Nation Convention on the Right of the
Clihdren/UNCRC) memberikan batasan, bahwa Anak adalah setiap orang
yang di bawah usia 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang
berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal3.
2
At Risk: Natural Hazards, Peoples Vulnerability, and Disasters Piers Blaikie, Terry Cannon, Ian
nd
Davis,and Ben Wisner New York, NY: Routledge, 2004, 2 Edition,
3
Modul Pelatihan Dasar Penanggulangan Bencana BNPB
Page 70
2. Perempuan
bencana terjadi karena secara fisik berada pada kondisi lemah. Pada saat
bencana gunung api Sinabung (2010), banyak ibu hamil dan menyusui yang
tidak memperoleh bantuan yang sesuai bagi kebutuhan mereka seperti
pakaian dalam perempuan, susu, vitamin, dan air bersih, sehingga
mengurangi daya tahan fisik mereka. Pada saat bencana Tsunami di Aceh
(2004) perempuan masih mengalami ketidaksetaraan gender terlihat ketika
perempuan tidak mendapat peringatan dini sebelum bencana alam terjadi
sehingga mereka tidak sempat meninggalkan rumahnya untuk
menyelamatkan diri. Menurut Women`s Environment and Development
Organization (2008) perempuan paling rentan menjadi korban bencana
karena memiliki keterbatasan untuk siaga bencana, seperti kemampuan
berlari dan berenang.
Pada Gempa dan Tsunami Aceh 2004, berdasarkan data dari UNIFEM tahun
20064 menunjukan stastistik korban yang meninggal adalah lebih banyak
perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Hali ini disebabkan karena
sebagian besar perempuan ketika kejadian sedang berada di dalam rumah
yang menjadikan mereka lebih rentan ketimbang laki-laki.
4
Gender dalam Bencana dan Adaptasi Iklim
Page 73
3. Penyandang Cacat/Disabilitas
1. Pada tahun 2003 badai panas menghantam Eropa dan mengakibatkan lebih dari 14.800 orang
meninggal Di Perancis, ketika suhu mencapai 40 derajat celcius atau lebih. Dari jumlah tersebut 70%
diantaranya adalah orang tua yang berusia lebih dari 75 tahun. Mereka meninggal baik di rumah sendiri
ataupun rumah penampungan. Meskipun negara tersebut terkenal dengan sistem kesehatan yang
canggih, namun sistem kesehatan tersebut ternyata tidak dirancang untuk menghadapi situasi panas
yang ekstrem.
2. Sementara pada kasus badai Katrina sekitar 1.330 orang meninggal dan sebagian besar diantaranya
adalah orang tua. Di negara bagian Louisiana misalnya 71% dari mereka yang meninggal berusia di atas
60 tahun.; dan 47% dari kelompok tersebut berusia diatas 77 tahun.
3. Sementara The United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) memperkirakan bahwa
orang tua mencakup sekitar 8,5% dari seluruh pengungsi
4. Pada tahun 2005, sekitar 2,7 juta orang yang berusia diatas 60 tahun hidup di pengungsian atau
menjadi pengungsi di negara sendiri.
6
Bondan Ranah Penelitian Keperawatan Gerontik. http://www.yahoo.com 15 Juli 2006
Page 77
16. Konferensi Dunia tentang Perempuan ke-4 Tahun 1995 di Beijing yang
mencuatkan 12 permasalahan perempuan;
17. Millenium Developments Goals (MDGs) tahun 2000.
18. UUD 1945, Ps 27 : Negara menjamin persamaan hak dan kewajiban bagi
WN (Laki2 dan Prp);
19. Amandemen II UUD 1945 (2000) Ps. 28 ayat 2 : Setiap orang berhak bebas
dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak
mendapatkan perlindungan thd perlakuan yang bersifat diskriminatif
1. Subordinasi
Subordinasi adalah suatu penilaian atas suatu peran , dimana peran yang
satu dianggap lebih rendah dari peran yang lain. Penilaian ini muncul
akibat adanya prasangka atas keadaan, status seseorang. Misalnya di
dalam masyarakat ada pandangan bahwa perempun derajatnya lebih
rendan dari pada laki-laki, juga penyandang disabilitas dianggap tidak
kompeten dibandingkan orang yang bukan penyandang disabilitas.
Pandangan-pandangan yang menempatkan peran satu kelompok lebih
rendah dibandingkan peran kelompok lain merupakan bentuk ketidaka
diadilah pada kelompok tersebut. Perlakuan yang berbeda dalam bidang
pendidikan baik murid laki-laki maupun murid perempuan yang memiliki
disabilitas juga merupakan bentuk subordinasi, misalnya satu kelompok
dipandang tidak perlu meraih pendidikan tinggi dibandingkan kelompok
lainnya.
Page 79
2. Marjinalisasi
Marjinalisasi adalah suatu proses peminggiran peran ekonomi seseorang
atau suatu kelompok yang mengakibatkan proses pemiskinan. Dii
masyarakat beredar anggapan bahwa perempuan yang menikah hanyalah
ibu rumah tangga, maka ketika mereka bekerja di luar rumah seringkali
dinilai sebagai pencari nafkah tambahan dan akan menimbulkan beban
ganda bagi mereka.
3. Kekerasan
4. Beban Ganda
5. Stereotype
7
Menneg PP.go.id
Page 81
8
Elaine Enarson, Cheryl Childers, Betty Hearn Morrow, Deborah Thomas, and Ben Wisner. 2003. Session 30:
New Ideas About Disasters. A Social Vulnerability Approach to Disasters. Emmitsburg, Maryland: Emergency
Management Institute, Federal Emergency Management Agency.
(http://www.training.fema.gov/emiweb/edu/completeCourses.asp). p. 8
Page 82
Kondisi Upaya
Mitos yang menempatkan laki-laki Propgram pelatihan untuk penentu kebijakan yang
lebih berkuasa dari perempuan. isinya yang membuka wawasan tentang
pentingnya memahami gender.
Page 83
Pengarusutumaan Gender ke dalam PRB akan melibatkan proses dan isi. Proses
dalam artian memastikan bahwa terdapat partisipasi dari perempuan dan laki-
laki dalam setiap tahapan Program Pengurangan Risiko Bencana. Isi atau konten
melihat dampak yang berbeda dari bahaya dan kerentanan dari perempuan dan
laki-laki, serta memecahkan permasalah tersebut dengan memperhatikan
kebutuhan perempuan dan laki-laki pada tahap sebelum, saat dan pasca
bencana. Hubungan gender memberikan kontribusi terhadap daya tahan
masyarakat untuk mengatasi bencana dan dampak bencana, seperti yang
disampaikan dalam UNISDR, bahwa gender merupakan isu lintas sektor yang
berhubungan dengan semua aspek sosial seperti status ekonomi, usia, etnik dan
kemampuan. Gender merupakan isu cross cutting yang masuk kedalam setiap
kegiatan Hygo Framework for Action (HFA) sehingga perlu diturunkan pada
kebijakan dan program-program yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun
organisasi kemasyarakatan karena telah menjadi kesepakatan global untuk
melaksanakannya. Pengarusutamaan gender (PUG) dalam PRB memberikan
peluang untuk mengkaji kembali hubungan anatra masyarakat dari sudut yang
berbeda dan meningkatkan kesetaraan gender dalam pembangunan sosial dan
ekonomi, sehingga memungkinkan masyarakat dan Negara memiliki ketahanan
terhadap bencana. Konsep PUG ini juga berlaku untuk kelompok rentan dimana
terdapat pengarusutamaan untuk disabilitas, karena disabilitas bukan hanya
masalah kesehatan tetapi isu intas sektor termasuk dalam kesejahteraan sosial
pendidikan kesehatan dan juga lingkungan termasuk dalam pengurangan risiko
bencana. Saat ini upaya PRB yang selama ini dikembangkan hampir tidak
mencakup kecacatan (belum inklusif). PRB yang inklusif ditandai oleh adanya
keterlibatan kelompok rentan yakni penyandang cacat dalam seluruh tahap
penanganan bencana yakni prabencana, saat tanggap darurat, dan
pascabencana (Handicap International Federation, 2008). PRB yang inklusif juga
berarti mempertimbangkan hak-hak dan kebutuhan penyandang cacat dalam
setiap tahapan PRB. Dengan demikian, penyandang disabilitas dapat membantu
diri sendiri dan orang lain ketika bencana terjadi. Saat ini dilakukan upaya
Page 85
9
Handicap international 2011
Page 86
Hasil penelitian Saut Sagala dkk. (2010)11 mengenai peran gender dan PRB di
Jawa Barat menemukan bahwa akses dan kontrol, untuk urusan domestik
seperti pangan maka perempuan memilikinya, namun untuk rehabilitasi dan
rekonstruksi rumah serta aset (rumah, keuangan) kontrol berada pada laki-
laki. Namun telah ada upaya untuk meningkatkan keterlibatan perempuan
dalam PRB oleh pemerintah dan masyarakat dengan menunjuk salah satu
kelompok perempuan sebagai focal point NGO dan BPBD. Hal ini memberikan
10
Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (2010-2014) disusun oleh BNPB
11
Saut Sagala (2010) Dealing with Disasters, Oxfam Research Report
Page 88
TAHAP PRA-BENCANA
1. Kajian cepat tentang situasi dan kondisi bencana oleh Satuan Reaksi
Cepat PB.
2. Pencarian, penyelamatan, dan evakuasi korban bencana sesuai dengan
aturan yang berlaku.
3. Penyediaan dan pendistribusian logistik sesuai kebutuhan korban bencana
perempuan dan kelompok rentan
4. Pemenuhan hak-hak perempuan dan kelompok rentan di daerah
pengungsian.
5. Kordinasi rutin dengan semua instansi terkait.
6. Pemeliharaan kesehatan lingkungan di lokasi pengungsian.
C. Program Kerja
1. Apakah perempuan dan kelompok rentan
terlibat dalam organisasi sebagai mitra dalam
perencanaan program kerja?
2. Apakah perencanaan organisasi merefleksikan
sumber daya perempuan ddari segi pendidikan,
kedermawanan, social, professional, politik dan
asosiasi lain?
3. Apakah kelompok/organisasi perempuan
dilibatkan dalam menyusun program
kerja/regulasi?
4. Apakah sektor swasta, institusi
pendidikan/Universitas dan LSM/CBO termasuk
dalam jaringan komunikasi organisasi?
Page 96
12
Ismi Dwi Astuti Nurhaeni 2012
Page 97
LATIHAN
DAFTAR PUSTAKA
Blaikie Piers , Terry Cannon, Ian Davis,and Ben Wisner , 2004,At Risk: Natural
Hazards, Peoples Vulnerability, and Disasters, New York, NY: Routledge, 2nd
Edition,
The Hyogo Framework for Action 2005-2015: Building Resilience of Nations and
Communities to Disasters (2005);
Instruksi Presiden RI No.9 Tahun 2000 tentang PUG dalam Pembangunan Nasional
Konvensi Hak-hak Anak PBB 1984 (Convention of the right of Children =CRC);
Konferensi Dunia tentang Perempuan ke-4 Tahun 1995 di Beijing yang mencuatkan
12 permasalahan perempuan;
UUD 1945, Ps 27 : Negara menjamin persamaan hak dan kewajiban bagi WN (Laki2
dan Prp);
Amandemen II UUD 1945 (2000) Ps. 28 ayat 2 : Setiap orang berhak bebas dari
perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan
perlindungan thd perlakuan yang bersifat diskriminatif
Situs internet
Elaine Enarson, Cheryl Childers, Betty Hearn Morrow, Deborah Thomas, and Ben
Wisner. 2003. Session 30: New Ideas About Disasters. A Social Vulnerability
Approach to Disasters. Emmitsburg, Maryland: Emergency Management Institute,
Federal Emergency Management Agency.
(http://www.training.fema.gov/emiweb/edu/completeCourses.asp). p. 8
www.Menneg PP.go.id