Menentukan isi kurikulum merupakan hal krusial. Isi kurikulum dapat diibaratkan
sebagai makanan dan dengan segala asupannya yang dikonsumsi oleh sang bayi. Bila makanan
dan asupannya itu cocok dan bergizi maka bayi akan tumbuh sehat montok dan menyenangjkan,
sebaliknya bila tidak, maka dia akan lemah kurus dan bahkan mungkin keracunan yang akhirnya
berakibat fatal bagi kehidupan sang bayi. Demikian pula dengan isi kurikulum, harus dirumuskan
dengan tepat untuk dapat mengantar siswa yang nantinya setelah lulus mempunyai kompetensi
yang dibutuhkan untuk bekerja dan berkembang di bidangnya. Untuk mampu merumuskan isi
kurilum sebagaimana dijelaskan di atas, dalam bab ini perlu dibahas beberapa topik berikut.
145
bisa jadi juga terjadi DU/DI tidak mengetahui secara pasti kompetensi apa yang diperlukan.
Sebagian lagi dari mereka hanya menyampaikan kompetensi yang diperlukan pada saat ini.
Mereka tidak meprediksi kompetensi yang diperlukan di masa datang yang akan dihadapi para
siswa lulusan sekolah kejuruan. Yang ideal, pihak DU/DI mampu memberi masukan kompetensi
yang diperlukan mereka baik untuk saat ini maupun juga yang prospektif diperlukan di masa
datang.
Hasil survey yang dilakukan oleh Majalah Forbes (10/12/2012) menyimpulkan ada 10
kompetensi kerja (skills)yang dibutuhkan perusahaan sebagai berikut.
146
10) Penjualan dan pemasaran (Sales and Marketing), memahami prinsip-prinsip dan cara
untuk tampilan produk, promosi, pemasaran/penjualan produk/jasa, dan sistem control.
Studi American Society for Training and Development (ASTD) 2011 menjelaskan
kompetensi dasar (foundational competencies) yang diperlukan oleh perusahaan dikatagorikan
kedalam tiga ranah, yaitu ranah interpersonal, ranah bisnis/manajemen, dan ranah personal.
Untuk ranah pertama terdiri dari (1) dapat dipercaya dan mempercayai; (2) kemampuan
komunikasi; (3) meyakinkan pemangku kepentingan; (4) prokemajemukan dari etnis, religi, dan
gender; (5) membangun jaringan kerja dan kemitraan. Untuk ranah kedua terdiri dari (1) analisis
kebutuhan dan solusinya; (2) penerapan ketrampilan bisnis; (3) orientasi hasil; (4) perencanaan
kajian dan penerapan hasil; dan (5) berfikir strategic. Di ranah ketiga terdiri dari (1) kemampuan
beradaptasi; dan (2) pengembangan diri.
Dari sejumlah kompetensi di atas, ASTD mensarankan kompetensi belajar untuk belajar
(learning to learn) adalah yang paling penting karena melalui kompetensi ini pekerja dapat
meningkatkan kompetensi lainnya. Di sisi lain, masih disarankan kompetensi kefektifan dalam
berorganisasi dan kepemimpinan dapat mengkontribusi perusahaan untuk lebih sukses. Untuk
itu, kedua saran dari ASTD ini perlu dipertimbangkan dan diakomodasi dalam penentuan isi
kurikulum Pendidikan Teknologi dan Kejuruan.
Uraian di atas ditinjau dari sisi siswa lulusan sekolah kejuruan yang akan mencari
pekerjaan (calon pekerjanya). Isi kurikulum juga perlu dipertimbangakan dari sisi penyedia
pekerjaan atau perusahaan. Perkembangan teknologi dan tuntutan globalisasi dengan mudahnya
akses internet membawa dampak pergeseran jenis pekerjaan yang ada di tempat kerja. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Baily dalam Finch dan Crunkilton (1999) hasilnya mendukung
apa yang diyakini sebagian besar publik saat inin khususnya di kota-kota metropolitan, yaitu
pekerjaan yang akan datang menuntut kompetensi yang lebih luas dengan tingkatan
ketrampilan/skill yang lebih spesifik baik untuk jenis pekerjaan produk di manufaktur maupun
sector jasa. Untuk itu perusahaan dimasa datang memerlukan pekerja yang mampu
mengembangkan dirinya sejalan dengan evolusi yang terjadi di perusahaan dan untuk ini pekerja
harus mampu bekerja baik secara individu maupum sebagai anggota tim yang terdiri dari
berbagai kalangan dengan jenis pekerjaan yang bervariasi karakteristiknya. Semua ini
mengisyaratkan kepada isi kurikulum pendidikan kejuruan juga harus mempertimbangkan
147
perubahan perusahaan tersebut di atas dengan berbagai implikasinya sebagaimana dijejaskan di
atas.
Kurikulum 2013 sudah mengakomodasi hal di atas. Permendikbud Nomer 70 tahun 2013
tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah
Kejuruan (Bab 3) sudah mewadahi konsep kesamaan muatan antara SMA/MA dan SMK/MAK.
Pada Struktur Kurikulum (KI dan KD) dan kemasan substansi untuk Mata pelajaran wajib bagi
SMA/MA dan SMK/MAK adalah sama. Struktur ini menerapkan prinsip bahwa peserta didik
merupakan subjek dalam belajar yang memiliki hak untuk memilih mata pelajaran sesuai dengan
minatnya. Mata pelajaran pilihan terdiri atas pilihan akademik untuk SMA/MA dan pilihan
akademik dan vokasional untuk SMK/MAK. Konsekuensinya beban bejajar di SMK lebih tinggi
dari pada di SMA. Untuk SMA/MA beban belajar di Tahun X, XI, dan XII masing-masing
adalah 42, 44, dan 44 jam pelajaran per minggu, sedangkan untuk SM/MAK adalah 48
jam.Sertakan tabelnya?
Sejarah membuktikan falsafah suatu bangsa menentukan isi kurikulum pendidikan dari
bangsa tersebut. Bangsa Jerman sewaktu Hitler dengan Nazinya berkuasa yang fasis, slogan
right of wrong is my country banyak diperdengarkan untuk membangun semangat patriotisme
148
bangsa Jerman. Bangsa Amerika mempunyai falsafah atau prinsip melting pot, yang kurang
lebih bearti dalam satu panci sayur semua unsur sayur harus melebur/menyatu untuk membentuk
cita rasa sayur yang lezat. Salah satu arti oprasional dari falsafah tersebut adalah - treat all
people equally regardless of where theyre from-. Implikasinya dalam dunia pendidikan di
Amerika yaitu antara laian adanya kebijakan untuk pengarusutamaan gender, pendidikan
inklusif. Untuk konteks Indonesia, kita punya semboyan: Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo
mangun karso, dan Tut Wuri Handayani yang di gagas dan dipopulerkan di masa pendidukan
penjajahan Belanda oleh Bapak Pendidikan Ki Hadjar Dewantoro. Secara formal falsafah negara
kita Republik Indonesia adalah Pancasila. Falsafah tersebut harus dioperasionalkan dan
terakomodasi dalam isi kurikulum pendidikan di Indonesia.
Untuk konteks global, Berikut Finch dan Crunkilton (1999, 138-9) mensarankan lima (5)
character pendidikan kejuruan yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan isi kurikulum
pendidikan kejuruan.
1) Penyiapan untuk mendapatkan pekerjaan
2) Memasukan ketrampilan akademik untuk pengembangan diri yang terkait dengan
pengembangan ketrampilan kerja.
3) Mencakup pengalaman belajar sepnjang waktu mulai dari eksplorasi jenis kejuruan dan
penyiapan untuk pengembangan karir di tempat kerja.
4) Menghubungkan (link) antara penyiapan ketrampilan kerja di tingkat pendidikan
menenngah dengan tingkat pendidikan tinggi.
5) Penyiapan pondasi pengembangan karir di tempat kerja selain penyiapan untuk mendapat
pekerjaan awal (entry-level job).
Isi kurikulum sekolah kejuruan harus mencerminkan falsafah yang dipilih di atas, bila
tidak maka perlu dipertanyakan keberadaan sekolah tersebut. Dari deskripsi di atas, Finch dan
Crunkilton (1999, 138-9) ada tiga (3) falsafah yang secara operasional disarankan, yaitu (1)
siswa kejuruan harus disiapkan untuk memperoleh pekerjaan sebagai keperluan hidup dan
sekaligus pengembangan karir diri di bidang kerjanya; (2) program dan mata ajar di sekolah
kejuruan harus menyiapkan lulusan mampu memasuki dunia kerja dan sukses pekerjaan
kejuruannya tingkat dunia.
Untuk konteks Indonesia, sebagaimana disinggung sebelumnya, Kurikulum 2013 perlu
dirumuskan falsafah turunannya dari Pancasila yang spesifik yang menjadi acuan dalam
149
penentuan isi kurikulum. Dari lima sila dala Pancasila dapat dikatagorikan kedalam Kompetensi
Sikap Individual dan Kompetensi Sosial (KI-1 dan KI-2).
Pendekatan ini sering dilakukan oleh beberapa guru secara berkelompok sebagai satu
grup. Prosesnya dimulai bisa jadi dari masing-masing guru atau instruktor memikirkan tentang
isi kurikulum kemudian mereka berkumpul untuk menyepakati bagaimana cakupan dan isi
sebaiknya kurikulum itu dirumuskan. Prosedur ini mempunyai kelebihan karena dengan banyak
personel dimungkinkan diperoleh lebih luas dan bervariasi cakupan dari pengalaman yang
dialami sebagai proses reflektif dari para anggota grup. Bisa jadi ada anggota grup yang
mempunyai latar belalakang dan pengalaman yang lebih sesuai dengan bidang kejuruan yang
sedang dikaji yang tentunya hal ini akan membawa hasil yang lebih baik. Selain itu, dengan
150
banyaknya persnel guru yang terlibat akan ditentukan isi kurikulum yang lebih objektif. Bila ada
satu orang yang subjektif akan dapat dibetulkan oleh anggota grup lainnya sehingga semestinya
hasilnya akan lebih valid dan reliabel.
Kelebihan dari pendekatan ini penyusun kurikulumnya adalah pelaku pada program
dengan kurikulum yang sedang dikaji sehingga dapat langsung merasakan sejauh mana isi
kurikulum tersebut, apa yang perlu dikurangi dan ditambahkan untuk mampu mengantar siswa
menyongsong masa depan baru siswa. Hal ini akan lebih baik bila para guru tersebut memahami
dengan persis tuntutan dunia kerja yang akan datang. Bila tidak, maka ini merupakan kelemahan
dari pendekatan instrospeksi ini, karena tentu hasil penentuan isi kurukulum barunya tidak akan
efektif mengantar siswa siap menyambut tuntutan dunia kerja di masa datang.
Untuk memaksimalkan hasil kajian terhadap penentuan isi kurikulum yang diharapkan,
maka pendekatan instrospeksi ini perlu diupayakan adanya komite mitra kerja atau dapat
berbentuk konsultan dimana anggotanya merupakan personel dari bidang kejuruan yang dikaji
dan betul-betul aktif di bidang tersebut.Komite ini harus mampu betul mekonfirmasi pilihan
instrospeksi grup, yaitu mana isi kurikulum yang relevan dan mana yang tidak relevan terhadap
tuntutan dunia kerja.
b. Pendekatan DACUM
DACUM adalah akronim dari Developing A Curriculum. Dalam penentuan isi kurikulum
melalui pendekatan ini mendasarkan pada philosofi yang terdiri dari tiga prinsip berikut.
1) Pekerja ahli adalah orang yang lebih mampu dibanding lainnya untuk menjelaskan
pekerjaannya.
2) Suatu pekerjaan dapat dijelaskan secara efektif dalam hal kesuksesannya oleh pekerja
ahli yang melakukannya.
151
Oleh karena itu, penganjur DACUM menempuh cara (1) mengundang sejumlah pekerja
ahli yang sukses di bidangnya dalam satu workshop untuk merumuskan atau menentukan isi
kurikulum kejuruan. Workshop dilaksanakan biasanya antara 2-5 hari tergantung tingkat
keomplesitas dari bidang keahlian yang akan dirumuskan. (2) Workshop akan dipandu oleh satu
atau dua orang fasilitator yang berpengalaman menjadi fasilitator DACUM. (3) Dengan teknik
curah pendapat para pekerja ahli dalam grup akan diminta untuk mendeskripsikan Apa yang
Saudara lakukan untuk menjadi sukses dalam posisi Saudara? Fasilitator mengarahkan anggota
kelompok untuk dapat secara konsesus menjawab pertanyaan tersebut. (4) Pertanyaan dan
jawaban diarahkan sehingga mengarah pada satu deskripsi profil yang memuat kewajiban-
kewajiban (duties) untuk satu bidang keahlian. Selanjutnya setiap kewajiban dirinci lagi
kesejumlah tugas (tasks).
(5) Fasilitator menyediakan kertas/chart yang ditempel di papan (dapat papan flanel)
sehingga semua anggota kelompok dapat mencermati dan saling beragumentasi dan melengkapi
rincian dan isian kewajiban dan tugas-tugas secara komprehensif dari suatu bidang keahlian.
Selain itu, peserta workshop juga diminta mendiskripsikan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan
karakter, alat dan peralatan yang diperlukan untuk dapat seseorang berkerja dengan sukses di
bidang keahlian yang dikaji. Semua rincian dan penjelasan dituliskan dikertas/chart di papan
tulis untuk diriviu secara bersama-sama dan setelah semua setuju diarsipkan dalam format
dokumen Hasil Dacum (lihat Lampiran)
Kelebihan pendekatan DACUM ini dapat diselesaikan dalam (1) waktu yang singkat dan
dengan (2) biaya yang relative murah. Adapun kelemahannya, (1) pendekatan ini efektif dan
efisien hanya untuk penentuan isi kurikulum dari satu bidang keahlian saja. Untuk konteks
sekolah kejuruan yang terdiri dari banyak program studi dan bidang keahlian akan memakan
waktu lama dan juga biaya yang tinggi. DACUM akan cocok untuk kurikulum dari suatu
pelatihan dengan cakupan bidang keahlian yang spesifik.
c. Analisis Tugas
Pendekatan Analisis Tugas (task analysis) merupakan pendekatan yang banyak dipakai
untuk menentuka isi kurikulum sekolah kejuruan, terutama di negara-negara yang sudah maju.
152
(Sukamto, 1988). Hal itu didorong oleh banyaknya penelitian, buku tantang analisis tugas ,
bahkan di Amerika sudah dihasilkan Dictionary of Occupation (DoO). Dari sumber-sumber
tersebut selanjutnya dibuat kajian secara sistematis tentang aspek-aspek perilaku dari
persyaratan kerja tertentu yang dijabarkan langsung dari deskripsi pekekrjaan dan deskripsi
tugas.
Pendekatan ini dilakukan dengan memerinci satu bidang bidang keahlian atau pekerjaan
kedalam kewajiban-kewajiban (duties), tugas-tugas (task), kegiatan-kegiatan, operasi-operasi,
dan tahapan tahapan sebagaimana diilustrasikan dalam gambar berikut.
Pekerjaan
Tugas 2
Operasi 1
Operasi 4
Operasi 2
Kegiatan 2
Operasi 3
Kegiatan 4
dst.
Langkah 1
Gambar 6.1: Hirarkhi Analisis Pekerjaan untuk Analisis Tugas.
dst.
Dalam melakukan analisis tugas perlu diperhatikan langkah-langkah Langkah 2
menurut Finch and
Crunkilton (1999, 148-152) sebagai berikut.
1) Melakukan kajian literature dan informasi yang relevan Langkah 3
2) Mengembangkan inventori pekerjaan atau jabatan
3) Memilih model pekerja yang berkinerja baik sebagai sumber data Langkah 4
4) Melaksanakan survey analiais tugas di lapangan
dst.
153
5) Menganalisis hasil survey untuk dijabarkan menjadi kurikulum dan kegiatan belajar di
sekolah.
Dalam konteks desain kurikulum secara makro maka perlu dijelaskan secara rinci adalah
langkah ke empat dan ke lima.
(1) Pelaksanaan Survey Analisis Tugas.
Pertama tama yang perlu dilakukan dalam ananlisis tugas adalah memilih jabatan di
lapangan yang akan dikaji. Jabatan yang dipilih harus dengan kriteia masih ada di tempat
kerja/lapangan ketika kurikulum yang dihasilkan dari analisis tugas ini dirampungkan, diajarkan,
dan menghasilkan lulusan yang siap bekerja mengisi jabatan tersebut dan jabatan tersebut masih
ada/tersedia bahkan sampai beberapa tahun kedepan.Jangan terjadi lulusan dihasilkan jabatan itu
sudah tidak tersedia sehingga usaha analisis tugas dan kurikulum yang dihasilkan menjadi sia-
sia.Hal ini tentu harus diantisipasi, pertama terhadap kebutuhan di lapangan untuk jabatan yang
disurvai masih prospektif.
Prospek Biaya
Keb. Biaya Skor
Jenis Jabatan/Pekerjaan PKK penempt implementas Ranking
Lap. investasi total
n i
1 Sekretaris 5 5 4 5 5 24 1
2 Kapster salon 3 4 3 2 3 15 8
3 Pemrogram 4 4 2 3 4 17 6,5
4 Analis kinia 5 3 2 3 3 16 7
5 Operator komputer 5 5 3 3 4 20 3,5
6 Teknisi alat berat 4 3 3 3 4 17 6,5
Teknisi mesin
7 5 5 4 4 5 23 2
industri
8 Teknik listrik 5 4 5 4 4 22 3
9 Operator diesel 4 4 4 5 3 20 3,5
10 Asisten apoteker 4 4 5 3 2 18 5
Catatan: PKK : pertumbuhan kesempatan kerja
154
Skor 5 : sangat layak dikembangkan
Dari tabel martrik hasil survey di atas jabatan/pekerjaan sekretaris, operator computer,
teknisi listrik, dan teknisi mesin industri menduduki ranking yang tinggi disbanding dengan
jabatan lain yang disurvey, oleh karena itu jabatan-jabatan ini perlu ditindak lanjuti dengan
analisis tugas untuk dirumuskan isi kurikulum pendidikan atau latihannya. Selanjutnya isi
kurikulum dari pendidikan dan latihan untuk jabatan/pekerjaan yang akan dikembangkan ini juga
memerlukan pendataan, yaitu tentang materi atau matapelajaran atau matadiklat apa yang akan
diajarkan dan berapa jam alokasi dari masing-masing matapelajaran/matadiklat tersebut. Untuk
ini masih perlu dilakukan survey lagi, yaitu survey inventarisasi tugas (task inventory).
Dalam survey responden tentunya harus dipilih yang mahir dalam menjalankan
jabatan/pekerjaannya. Kepada responden akan ditanyakan dua aspek tentang frekuensi dan
tingkat urgensinya dari rincian tugas yang mereka lakukan dalam melaksanakan
jabatan/pekerjaannya. Sebagai catatan disini tidak dilakukan analisis kewajiban (duty) karena
terminology ini hanya merupakan penggolongan beberapa tugas saja yang tidak mempunyai
hierarki fungsional dalam kaitannya dengan penyusunan pengalaman belajar.Berikut adalah
contoh instrumen inventarisasi tugas (task inventory) dari pekerjaan Pengatur Rawat Gigi.
Tabel 6.2: Instrumen Inventarisasi Tugas (Task Inventory) dengan jumlah responden 65 orang
Total
Urgensi
Frekuensi Pelaksanaan nilai Prioritas
No. Rincian Tugas Pelaksanaan
3
0 1 2 3 0 1 2 3
1 Mensterilkan alat 3 3 3 56 5 0 6 54 110 5
2 Menyimpan alat 4 4 6 51 6 0 5 54 105 4
3 Melakukan sterilisasi kimia 0 4 9 52 3 1 4 57 109 3
4 Menyiapkan alat bedah 2 6 8 49 5 4 10 46 95 6
5 Menstrerilkan ruang operasi 0 2 4 59 0 2 7 56 115 1
6 Menyiapkan bahandan gigi palsu 1 1 8 55 3 1 7 54 109 3
7 Menyiapkan amalgam restorasi 3 1 2 59 4 1 6 54 113 2
8 Mencampur silikatrestorasi 6 7 8 44 8 1 6 45 89 7
9 Menambal gigi sementara 12 10 8 30 21 8 12 34 64 8
10 Mengelola kartu pasien 7 10 9 39 20 18 7 20 59 9
155
0 = tidak pernah mengerjakan 0 = sama sekali tidak penting
1 = jarang mengerjakan 1 = sedikit penting
2 = sering mengerjakan 2 = penting
3 = selalu mengerjakan 3 = sangat penting
Perhitungan nilai total pada tabel di atas dilakukan secara global, yaitu hanya
menjumlahkan nilai frekuensi maksimal (3) dan nilai urgensi maksimal (3). Nilai total dapat
dihitung lebih teliti dengan menggunakan dengan cara menghitung indeks komulatif frekuensi
IKF) dan indeks komulatif urgensi (IKU). Sebagai contoh untuk I KF-1 = 3(0) + 3(1) + 3(2) +
56(3) = 177 dan IPU-1 = 5(0) + 0(1) +6(2) + 54(3) = 174 sehingga Total Nilai untuk rincian
tugas 1 (mensterilkan alat) = 177 + 174 = 351. Demikian seterusnya dihitung IPF, IPU dan Total
Nilainya untuk masing rincian tugas, selanjutnya diranking atas dasar Total Nilai yang diperoleh
untuk setiap rincian tugas. Dari perankingan tersebut dapat dirumuskan mana
pelajaran/matadiklat yang harus memperoleh alokasi jam lebih banyak dan mana yang dapat
dikurangi jamnya, bahkan dari tabel inventori ini dapat diketahui mana matapelajaran/matadiklat
yang tidak perlu diajarkan atau dihilangkan dari suatu pendidikan/diklat.
Setelah kita memperoleh dafter matapelajaran/diklat dengan alokasi jam untuk suatu
kurikulum, kita masih perlu mencermati bahwa masing-masing jenis rincian tugas yang satu dan
lainnya dapat berbeda ditinjau dari aspek ketrampilan teknis dan aspek ketrampilan
manipulative. Menurut Larson dalam Sukamto (1988, 106) membagi ketrampilan/skill kedalam
ketrampilan teknis dan ketrampilan manipulative.Proporsi kedua jenis ketrampilan tersebut
bervariasi dari satu rincian tugas ke rincian tugas lainnya. Implikasi dari konsep ini maka silabus
dan materi untuk setiap matapelajaran/mata diklat perlu dirumuskan sesuai dengan karakter jenis
ketrampilan yang dipunyai. Untuk mengkaji jenis ketrampilan tersebut dari masing-masing
rincian tugas perlu dilakukan satu survey lagi, yaitu dengan instrumen analisis kegiatan dan
tingkat ketrampilan sebagaimana direpresentasikan dalam tabel di halaman berikut.
156
5 Menyetel pembukaan/penutupan 1 2 3 4 1 2 3 4
B. Bongkar Pasang Blok Silinder
1 Menyetel ring, torak, dan pen torak 1 2 3 4 1 2 3 4
2 Dst. Dst.
Keterangan:
Manipulatif Teknis
1 = perlu kecepatan, sedikit ketrampilan 1 = dapat mengerjakan dengan instruksi lisan
2 = kecepatan sedang, ketrampilan sedang 2 = dapat mengerjakan dibawah bimbingan dengan bantuan
chart dan manual tertulis.
3 = kecepatan sedang, ketrampilan tinggi 3 = dapat mengerjakan sendiri dengan bantual chart/manual
4 = kecepatan tinggi, ketrampilan tinggi di 4 = mampu mendiagnosis dan memperbaiki kerusakan sendiri.
Perlukan semua.
Untuk kegiatan AKTK ini selain menggunakan instrumen analisis di atas disarankan
perlu dilengkapi dengan wawancara dan observasi langsung di tempat kerja.Hal ini diperlukan
untuk cek silang dalam triangulasi sumber untuk memperoleh kualitas data yang valid.
Dengen menggunakan beberapa instrumen yang dijelaskan dimuka dapat diperoleh data
dan informasi yang dapat menggambarkan secara keseluruhan maupun secara rinci tentang suatu
pekerjaan atau jabatan sampai pada tingkat kegiatan dan ketrampilan yang dapat merujuk ke
skema Gambar 6.1: Hirarkhi Analisis Pekerjaan yang disajikan dimuka. Dari sini perencana
kurikulum dapat mengorganisasi data dan informasi untuk menentukan isi kurikulum pendidikan
teknologi dan kejuruan.
d. Teknik Delphi
Teknik ini banyak digunakan manakala perancang kurikulum sudah mempunyai data
informasi yang harus dipilih sebagai isi kurikulum.Sejarahnya teknik Delphi ini dirumuskan oleh
157
the RAND Coorporasi untuk memprediksi alternative pertahanan di masa datang, kenyataanya
berkembang dipakai bidang termasuk pendidikan.Menurut Finch abd Crunkilton (1999) teknik
Delphi ini bermanfaat untuk menentukan seting prioritas tujuan, danlebih spesifik adalah untuk
mencapai konsesus tentang isi materi spesifik dalam kurikulum.
Teknik Delphi dilakukan dengan cara perancang mengirim materi alternative isi kurilum
dalam bentuk angket dadn dikirim melalui pos, dapat juga email, kepada sejumlah ahli. Setiap
ahli merespons sesuai keyakinan profesinya dan dikirim balik ke perencana.Tahap kedua
perencana kurikulum merangkum semua masukan dari ahli dan mengirim kembali hasil
rangkuman ke para ahli. Pada siklus kedua ini setiap ahli dapat melihat respons dari ahli lainnya
dan hal ini dapat menjadi ajang dialog antar ahli yang pada siklus-siklus berikutnya
mengerucutkan pandangan ahli ke satu konsesus. Kelemahan teknik ini dapat memakan waktu
yang panjang/lama mana kala para ahli sulit untuk menuju konsesus. Pembahasan secara
lengkap teknik ini akan dideskripsikan di buku lengkap/final.
Untuk pendidikan teknologi dan kejuruan , Finch dan Cruncilton membandingkan
beberapa teknik/pendekatan penentuan isi kurikulum dalam tabel pada halaman berikut.
Pertanyaan rangkuman:
1. Apa saja factor-faktor yng mempengaruhi perumusan kurikulum
2. Bagaimana strategi penentuan isi menurut Finch (1999), jelaskan!
3. Apa itu DACUM dan bagaimana pelaksanaan pendekatan rancangan kurikulum menurut
cara ini?
4. Bagaimana pelaksanaan pendekatan rancangan kurikulum dengan Analisis Tugas,
jelaskan!
158
5. Apa beda pendekatan rumusan kurikulum berasarkan Teknik Perilaku Kejadian Penting
(Critical Incident Technique) dan Teknik Delphi?, Jelaskan
159