Anda di halaman 1dari 3

KASUS POSISI PLKH PIDANA

KELOMPOK A2

Yogyakarta merupakan kota yang terkenal sebagai Kota Pelajar.


Meskipun kota yogyakarta merupakan kota pelajar, namun kota ini tidak
luput dari pengaruh globalisasi. Banyaknya pendatang dari luar kota Jogya
untuk menimba ilmu membuat kota Jogja menjadi kota yang multikultur dan
beragam, namun di sisi lain, banyaknya pendatang ini membawa dampak
negatif yang cukup signifikan. Para pendatang membawa budaya yang
terkadang tidak sesuai dengan nilai-nilai tradisional di Jogja. Banyaknya
pendatang tersebut membuat pergaulan di Jogja semakin bebas dan
memudahkan anak-anak di bawah umur untuk terekspos kepada perbuatan-
perbuatan yang tidak sesuai dengan usianya.
Dengan kemajuan teknologi transportasi, negara-negara di dunia
semakin mudah terhubung, membuat barang, baik barang legal maupun
ilegal, semakin mudah masuk ke suatu negara. Akibatnya, barang-barang
ilegal seperti narkoba semakin mudah didapatkan masyarakat, termasuk
anak-anak di bawah umur. Menurut Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN)
Provinsi DIY, Kota Yogyakarta sendiri bukan lagi sebagai daerah transit jalur
distribusi narkoba, namun sudah termasuk menjadi pasar potensial dan
lahan distribusi narkoba dari jaringan internasional. Hal ini juga diperkuat
dengan adanya suatu survei dari BNN Pusat pada 2008, 2011, dan 2014,
yang menyatakan bahwa ada lima provinsi yang tergolong paling rawan
narkoba. Dari lima provinsi tersebut, Provinsi DI Yogyakarta menempati
peringkat kelima dengan penduduk yang rawan bahaya narkoba mencapai
2,621 juta orang. Pemakai narkoba di provinsi DI Yogyakarta sendiri
fluktuatif. Pada 2008, pemakai narkoba sebanyak 68.981 orang dan pada
2011 jumlah pemakai meningkat menjadi 83.952 orang. Namun pada tahun
2014, jumlah pemakai mengalami penurunan menjadi 62.028 orang. Dengan
banyaknya jumlah pemakai, menyebabkan masyarakat Yogya sendiri harus
siap-siap berbenah diri, guna menangkal kemungkinan-kemungkinan buruk
yang nantinya akan terjadi.
Claudia Sihombing adalah seorang anak perempuan berumur 15 tahun
yang merupakan siswi kelas IX SMPN 1 Sembada, Kab. Sleman. Belakangan
Ayah Claudia, Hotma Sihombing, mulai khawatir terhadap kelakuan anaknya,
karena Claudia tiba-tiba sering diare, menjadi hiperaktif, sakit kepala, pusing,
gemetar tak terkontrol, mual muntah, dan hilang nafsu makannya.
Kecurigaan Hotma dimulai ketika ia mendapatkan surat teguran dari
pengurus SMP 1 Sembada karena SPP Claudia menunggak selama 3 (tiga)
bulan. Padahal Hotma setiap bulannya memberikan uang sebesar Rp
300.000,00 kepada Claudia untuk membayar SPP. Kemudian ketika Claudia
ditanya oleh Hotma perihal tersebut, dia tidak menjawab dan malah
menunjukkan perilaku yang tidak sopan.
Karena khawatir, pada tanggal 3 Februari 2017 pukul 16.30 WIB,
Hotma memeriksa kamar Claudia ketika Claudia tidak ada dan menemukan
kotak kecil berisi pil warna-warni. Saat Hotma bertanya ke Claudia perihal
benda tersebut, Claudia mengaku kalau itu adalah permen yang ia beli di
salah satu temannya. Karena tidak percaya, pada 4 Februari 2017 Hotma
melaporkan temuannya ke Polres Sleman dengan memberikan pil-pil
tersebut untuk diuji laboratorium. Tiga hari kemudian yaitu pada tanggal 7
Februari 2017 hasil tes keluar dan menyatakan bahwa pil-pil tersebut
bukanlah permen namun narkotika dengan jenis methamphetamine. Hotma
sangat terkejut. Hari itu juga, pada pukul 15.15 WIB dia cepat-cepat
membawa Claudia ke Rumah Sakit Sleman International Hospital (SIH) untuk
di tes darah dan urine dan ternyata hasilnya menunjukkan bahwa Claudia
positif menggunakan narkotika jenis methamphetamine dan LSD.
Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata Claudia mengakui bahwa dia
mendapatkan permen tersebut dari temannya yang bernama Putra
Sanjaya, yang mengklaim bahwa permen tersebut merupakan permen yang
bisa menghilangkan stress dan merilekskan badan. Claudia juga mengaku
bahwa dia dan lima temannya, yaitu Shireen Zanneta, Petra Siahaan, Daud
Husein, Agus Cahyadi, dan Dwi Yudistira, sering membeli kotak-kotak kecil
berisi permen tersebut dari Putra karena mereka merasa tertekan karena
Ujian Nasional yang akan datang. Claudia dan teman-temannya tidak
mengetahui bahwa itu merupakan salah satu jenis narkoba. Claudia suka
membeli permen dari Putra seharga Rp 300.000,00 sepaket karena ketika
dia mengkonsumsi permen tersebut, dia merasa senang, sampai akhirnya
dia ketagihan dan perlahan-lahan mulai membeli banyak permen karena
semakin lama dia butuh permen yang lebih banyak untuk merasa senang.
Akhirnya Claudia harus berbohong kepada orangtuanya karena uang
jajannya tidak lagi cukup untuk membeli permen tersebut.
Claudia mengaku bahwa dia dan teman-temannya pertama membeli
permen dari Putra sesaat sebelum libur panjang, yaitu tanggal 23
Desember 2016. Pada saat libur panjang, untuk membeli permen dia dan
kelima temannya bertemu Putra di sekolah dengan alasan ada tambahan
pelajaran. Pada tanggal 27 Desember 2016, Susilo, penjaga SMPN 1
Sembada, yang kebetulan sedang melakukan pemeriksaan rutin. Dia
menemukan delapan orang pelajar di salah satu lorong sekolah sedang
mengkonsumsi sesuatu yang terlihat seperti permen. Ketika Susilo
menghampiri pelajar-pelajar tersebut dan menanyakan apa yang mereka
lakukan di sekolah pada saat liburan, mereka mengatakan bahwa mereka
sedang belajar bersama dan hal ini diperkuat dengan adanya buku-buku
pelajaran yang dibawa oleh anak-anak tersebut.
Kemudian, ketika sekolah masuk kembali, Claudia dan teman-
temannya tetap melakukan transaksi dengan Putra di sekolah. Pada 7 Januari
2017 pukul 16.30 WIB, Bapak Budiono, guru fisika SMPN 1 Sembada,
mendapat tugas piket dan mendapati sejumlah anak masih berada di kelas
sesaat waktu kegiatan belajar mengajar telah usai. Mereka terlihat
melakukan suatu transaksi, dengan satu anak memberikan sejumlah uang
kepada anak lain yang ditukar dengan sebuah kotak kecil. Ketika Budiono
mendekat dan menanyakan apa yang mereka lakukan, anak-anak tersebut
mengatakan bahwa mereka sedang membeli permen. Salah satu anak
menunjukkan isi kotak tersebut kepadanya dan Budiono melihat pil-pil
warna-warni yang menyerupai permen. Tanpa pikir panjang, Budiono
meninggalkan mereka setelah menyuruh mereka pulang ke rumah.
Mendengar kesaksian tersebut, petugas Polres Sleman pada 6 Februari
2017 langsung menindak kejadian, namun karena Putra berdomisili di Kota
Yogyakarta, Polres Sleman meneruskan laporan ke Polda DIY yang kemudian
meneruskan laporan ke PN Yogyakarta. Pada tanggal 9 Februari 2017 pukul
09.00, surat perintah penggeledahan dikeluarkan oleh PN Yogyakarta, dan
pukul 11.00 hari yang sama petugas Polda DIY bersama dengan BNN
menggrebek rumah Putra di Jalan Cik Di Tiro No. 22, Kota Yogyakarta. Di
kamar Putra, mereka menemukan lima boks-boks kecil berisi narkotika jenis
methamphetamine dan LSD dengan berat total 10 gram. Menurut pengakuan
Putra, dia tidak tahu bahwa permen yang ada di boks-boks tersebut
merupakan narkotika jenis methamphetamine dan LSD. Dia mengaku bahwa
dia mendapatkan boks-boks tersebut dari kakaknya yang bernama Dimas
Ginting untuk dijual berdasakan harga yang sudah ditentukan kakaknya, dan
nantinya yang akan mendapatkan komisi dari hasil penjualannya. Kakaknya
mengklaim boks tersebut berisi permen impor khusus untuk menghilangkan
stress. Putra mengaku bahwa dia menjual permen sendiri namun setiap kali
melakukan transaksi dia ditemani oleh pacarnya, Gabriella Irawan. Pada hari
yang sama pukul 17.00 Putra dan DImas dibawa ke Kantor Polisi Sleman
untuk kemudian diperiksa.

Anda mungkin juga menyukai