Anda di halaman 1dari 10

PIODERMA GANGRENOSUM

(Permasalahan Penegakkan Diagnosis)

Nilam Hesti Ariyani


Dokter Internsip RS PKU Muhammadiyah Gombong
Periode 2015 - 2016

PENDAHULUAN
Pioderma gangrenosum adalah penyakit inflamasi yang tidak diketahui
sebabnya dan jarang ditemui. Pioderma gangrenosum dicirikan dengan adanya
infiltrat neutrofil yang steril pada kulit.
Prevalensi pioderma gangrenosum tidak diketahui, diperkirakan 3 :
1.000.000 dari populasi tiap tahunnya. Pioderma gangrenosum dilaporkan lebih
banyak ditemukan pada wanita, dengan rentang usia antara 40 dan 60 tahun.
Pioderma gangrenosum banyak terjadi pada pasien yang mempunyai penyakit
sistemik lain, seperti arthritis, inflammatory bowel disease, kelainan hematologi,
dan penyakit keganasan. Namun, pioderma gangrenosum dapat menjadi penyakit
yang berdiri sendiri.
Penyebab terjadinya pioderma gangrenosum dan petogenesisnya masih
belum diketahui. Diduga adanya infiltrat limfosit yang ada di lesi pioderma
gangrenosum mengindikasikan adanya aktivasi antigen limfosit dengan
dikeluarkannya sitokin dan pengumpulan neutrofil. Adanya dominasi infiltrat
neutrofil pada lesi mengklasifikasikan pioderma gangrenosum sebagai salah satu
dermatosis neutrofilik.
Makalah ini melaporkan pioderma gangrenosum yang terjadi pada
seorang wanita usia 39 tahun. Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk
memberikan informasi tentang cara penegakkan diagnosa pioderma gangrenosum
dan kemungkinan diagnosis banding penyakit tersebut.

KASUS
Seorang wanita bernama Ny. S, umur 39 tahun, ibu rumah tangga, alamat
Demangsari 2/8 Ayah, Kebumen periksa ke IGD RS PKU Muhammadiyah

1
Gombong pada tanggal 7 Maret 2015 dengan nomer rekam medik 00306612
datang dengan keluhan utama luka di kedua kaki.
Pasien mengeluh terdapat luka di kedua kaki yang semakin hari semakin
melebar dan tidak kunjung sembuh sejak 2 bulan SMRS. Pasien mengatakan luka
terasa sakit, tidak gatal. Pada awalnya luka hanya berbentuk bisul yang muncul
kurang dari 1 cm di kedua kaki, bisul tersebut tidak gatal tapi terasa sakit dan
linu. Bisul muncul tiba tiba tanpa didahului terkena sesuatu benda tajam ataupun
tergigit serangga. Pasien menyangkal suka menggaruk-garuk luka. Kemudian
pasien berobat ke dokter umum selama 1 bulan dan tidak kunjung sembuh. Bisul
semakin parah dan melebar menjadi lukadengan diameter kurang lebih 5 cm,
muncul nanah dan kadang keluar darah. Pasien mengaku setiap hari rutin
membersihkan luka sendiri maupun ke perawat. Luka setiap hari bertambah lebar
hingga diameter lebih dari 10 cm, dan terasa semakin sakit sehingga pasien tidak
tahan dan periksa ke rumah sakit. Pasien juga mengatakan sering tidak enak
badan dan kadang demam. Pasien mengaku mengalami penurunan berat badan 8
kg selama 2 bulan.
Riwayat penyakit dahulu, pasien menyangkal sakit seperti ini sebelumnya,
tidak ada riwayat DM dan tidak ada riwayat alergi obat-obatan. pasien
menyangkal mempunyai riwayat penyakit perut ( Irritable bowel sindrom atau
Inflamatory bowel disease), sakit pegal (rheumatoid arthritis) ataupun kelainan
darah. Pasien mengaku mempunyai riwayat sakit ginjal sekitar 15 tahun yang lalu.
Pasien juga menyangkal adanya riwayat sakit serupa di keluarga. Kegiatan pasien
sebagai ibu rumah tangga.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 118x/menit,
respirasi 22 kali/menit, suhu 37,2C, berat badan 62 kg. Status dermatologis pada
kedua ekstremitas inferior tampak ulkus dengan diameter > 10 cm, multiple,
tampak erosi dengan dasar jaringan purulent disertai nekrotik, tampak tepi eritem
dan kebiruan.

2
Gambar 1. Salah satu lesi dikaki kiri

Gambar 2. Lesi di kaki kiri

3
Gambar 3. Lesi di kaki kanan

Gambar 4. Tampak lesi di kedua kaki

4
Diagnosis banding kasus ini adalah Pioderma Gangrenosum (PG), Ca sel
squamosa, Basal cell carcinoma.
Pemeriksaan laboratorium darah pada tanggal 7 Maret 2016 didapatkan
Hemoglobin 11.0 g/dl (L), Hematokrit 31,0% (L), Leukosit 19,83x 103/ul (H),
Eritrosit 4,08x106/ul (L), Trombosit 710.000/ul (H), MCV 76.0 fl (L), MCH 27,0
pg (N), MCHC 35,5 g/dl (N), Basofil 0,2 % (N), Eosinofil 1,8 % (L), Netrofil
82,6% (H), Limfosit 9,1%(L), Monosit 6,3% (N). HbsAg negatif, GDS 86 mg/dl
(N), CT 4 menit 3 detik (N), BT 2 menit (N), Urea 46,0 mg/dl (H), Kreatinin 1,8
mg/dl (H), SGOT 19,00 U/L (N), SGPT 17,00 U/L (N).
Pasien ini kemudian dirawat inap dan mendapat terapi awal diet nasi,
tinggi kalori dan protein, IVFD NS 20 tpm, injeksi ceftriaxon 1 gr IV /12 jam,
infus metronidazol 500 mg/8 jam, injeksi ketorolac 30 mg/12 jam, injeksi
ranitidin 50 mg/12 jam.. Untuk perawatan lesi, dibersihkan dengan Nacl 0,9%,
dikompres dengan betadine 1% kemudian diberikan burnnazin salep 2xsehari.
Pada hari kedua perawatan di rumah sakit, tanggal 8 Maret 2016 dilakukan biopsy
kulit dengan eksisi pada tepi luka. Setelah nyeri pada luka berkurang dan kondisi
pasien membaik, pasien diizinkan pulang dan kontrol ke poli kulit RS PKU
Muhammadiyah Gombong.
Pada pemeriksaan histopatologis didapatkan jaringan kulit dengan
epidermis akantosis, sebagian ulserasi, spongiosis. Dermis granulasi, nekrosis,
perdarahan, disebuk lekosit padat, limfosit. Tidak didapatkan tanda keganasan.
Kesimpulan secara histopatologis menyokong pioderma gangrenosum. Pasien
kemudian melanjutkan terapi dengan metilprednisolon 32 mg/hari, Metotrexat 10
mg/minggu, amoxicillin 3x500 mg dan edukasi medikasi luka 2x sehari dengan
salep burnnazin. Pasien disarankan untuk kontrol ke poli kulit RS PKU
Muhammadiyah Gombong satu minggu sekali.

5
Gambar 5. Gambaran histopatologi pada jaringan tepi luka pasien, terdapat
sebukan limfosit padat

Gambar 6. Gambaran histopatologi pada jaringan tepi luka pasien, tampak


epidermis yang utuh dan sebagian ulserasi.

PEMBAHASAN
Lesi PG digambarkan sebagai lesi yang terasa sakit, berbatas tegas,
terdapat ulkus dan jaringan nekrotik, menghasilkan eksudat purulen dan kadang
darah, membentuk erosi dalam dan dikelilingi zona eritem dan kebiruan. PG

6
merupakan penyakit dengan diagnosis klinis, tidak ada marker histopatologi atau
serologi yang dapat menegakkan PG secara pasti. Namun, bagaimanapun juga
secara histopatologi, pada PG ditemukan adanya perdarangan pada kulit dengan
dominan infiltrate neutrofil.
Pioderma gangrenosum dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologinya,
yaitu PG lesi ulseratif, PG lesi Bulosa (PG atypical), PG pustular, dan PG
vegetative. Pada PG lesi ulseratif lesi onset dimulai dengan munculnya pustule
atau nodul furunkel yang bisa single atau multiple, biasanya muncul pada kaki
atau kadang pada bekas luka operasi. Perbesaran lesi berlangsung cepat,
membentuk area eritem yang mengelilingi lesi kulit dengan bagian tengah lesi
berdegenerasi, terbentuk krusta dan mengikis sehingga terbentuk ulkus yang
dalam, dasar ulkus dipenuhi pus dan dirasakan sangat nyeri. PG lesi Bulosa (PG
atypical) biasanya nyeri dengan bula superficial yang secara bertahap berkembang
menjadi lesi mengikis yang dalam, berhubungan dengan penyakit hematologi dan
sering muncul di ektremitas atas. PG pustular biasanya terjadi bersamaan dengan
inflammatory bowel disease eksaserbasi akut. Onset dimulai dengan munculnya
lesi multiple, besar, berbentuk bulat atau oval, pustule yang nyeri yang
berkembang secara cepat di badan, wajah dan ekstremitas. PG vegetative biasanya
muncul sebagai nodule furunkel single, abses, plak atau ulkus superficial, yang
biasa terjadi pada tubuh, onsetnya lambat, nyeri tidak terlalu dominan dan tidak
berhubungan dengan adanya penyakit sistemik.
Berdasarkan anamnesa didapatkan luka di kedua kaki yang semakin hari
semakin melebar dan tidak kunjung sembuh sejak 2 bulan SMRS. Diawali lesi
seperti bisul dan berkembang secara cepat selama 2 bulan hingga lesi mencapai
ukuran > 10 cm dan terasa semakin nyeri. Dari pemeriksaan kedua ekstremitas
inferior tampak ulkus dengan diameter > 10 cm, multiple, tampak erosi dengan
dasar jaringan purulent disertai nekrotik, tampak tepi eritem dan kebiruan. Dari
temuan tersebut secara klinis mengarah pada diagnosis banding pioderma
gangrenosum (PG) lesi ulseratif, Ca sel squamosa, dan Basal cell carcinoma.
Pemeriksaan histology pada PG ulceratif menunjukkan infiltrate limfosit
jika biopsi diambil di bagian tepi lesi yang eritem, dan terdapat dominan infiltrate
neutrofil jika dilakukan biopsy di bagian tengah. Pada kasus ini baik secara klinis

7
dan histopatologis sesuai dengan pioderma gangrenosum lesi ulseratif karena
didapatkan kesesuaian dengan uraian diatas.
Ca cell squamosa merupakan neoplasma ganas dari keratinosit epidermis
suprabasal yang dipengaruhi oleh beberapa factor predisposisi, diantaranya
paparan sinar matahari, paparan radiasi, lingkungan yang karsinogenik,
imunosupresi, luka, dll. Biasanya lebih banyak pada laki laki daripada
perempuan dengan lesi biasa muncul pada wajah, kepala, leher dan dorsal tangan
atau kaki. Penyakit ini ditandai adanya papul atau plak keratotik, dengan warna
kemerahan, bentuk lain dapat berupa ulkus dan abses. Pada histopatologis
didapatkan keratinosit atipikal pada membrane dasar dan sampai pada dermis.
Basal cell carcinoma merupakan neoplasma yang berkaitan dengan adanya
paparan sinar UV spectrum UVB. Biasanya terjadi pada usia lanjut lebih dari 50
tahun, namun saat ini banyak ditemukan pada orang yang lebih muda. Lesi
biasanya terdapat pada kepala, leher atau bagian tubuh lain yang sering terpapar
sinar matahari. Penyakit ini ditandai dengan adanya lesi yang bervariasi, seperti
ulserasi, teleangiektasis, nodul, eritem sampai bentuk dengan edema. Sedangkan
gambaran histopatologisnya terdapat nucleus yang besar dengan sedikit
sitoplasma. Selain itu terdapat gambaran lain sesuai varian basal ceel carcinoma,
seperti basofil yang besar, retraksi stromal, mikroskopik nodul dan persebaran sel
tumor pada stroma.
Karena tidak adanya pemeriksaan yang pasti untuk menegakkan pioderma
gangrenosum, maka dibuat adanya kriteria mayor dan minor untuk membedakan
dengan diagnosis banding lain. Kriteria mayor meliputi; 1.Lesi dengan nyeri yang
sangat muncul tiba tiba dengan memenuhi morfologi dari salah satu varian PG
pada pasien usia pertengahan tanpa adanya toksikemia atau konsumsi obat
tertentu; 2.Pemeriksan histology menunjukkan jaringan neutrofil dengan tidak
adanya tanda keganasan dan tidak adanya infeksi organisme yang ditemukan
melalui kultur; 3.Tidak adanya tanda sumbatan vascular/oklusi/vaskulitis.
Sedangkan kriteria minor meliputi; 1.Lokasi lesi sesuai dengan karakteristik
varian PG; 2.Lesi inflamasi yang berkembang secara cepat dengan bertambah juga
intensitas nyeri ( kecuali pioderma gangrenosum vegetative); 3.Terjadi pada
individu yang mempunyai penyakit sistemik seperti arthritis, inflammatory bowel

8
disease atau kelainan hematologi (kecuali PG vegetative; 4.Nyeri dan inflamsi
berkurang dengan cepat dengan terapi steroid sistemik.
Pada terapi PG penting untuk memperhatikan perbaikan luka dan
pencegahan terhadap infeksi bakteri sekunder. Luka harus dibersihkan setiap hari
dengan normal saline atau cairan antiseptic sedang. Cairan potassium
permanganate 1 ; 2000 digunakan jika terdapat banyak eksudat. Krim sulfadiazine
silver 1% biasa diapakai untuk pioderma gangrenosum ulseratif. Terapi topical
penting sebagai penunjang terapi sistemik. Topical kortikosteroid yang poten
dapat mengurangi inflamasi pada lesi. Terapi intralesi seperti injeksi triamcinolone
(5-10 mg/ml) 2 kali seminggu pada lesi vegetative atau lesi ulseratif dapat
membantu percepatan penyembuhan. Terapi sistemik dimulai dengan
kortikosteroid dosis tinggi, kemudian dilakukan penurunan secara bertahap seiring
dengan kemajuan perbaikan lesi. Kortikosteroid prednisone dan metilprednislone
dapat diberikan dengan dikombinasikan dengan antibiotic seperti minocycline dan
jenis lain, hal ini terbukti lebih efektif untuk mempercepat perbaikan lesi.
Prognosis bergantung pada jenis pioderma gangrenosum, usia dan jenis
kelamin pasien, adanya penyakit sistemik lain, dosis dan lamanya terapi. PG
ulseratif biasanya sering kambuh dengan motalitas dan morbiditas yang
signifikan. Pasien dengan usia lebih dari 65 tahun dan perempuan biasanya
memiliki prognosis yang lebih buruk.

KESIMPULAN
Telah dilaporkan satu kasus Pioderma gangrenosum lesi ulseratif pada
seorang wanita berusia 39 tahun, berdasarkan anamnesa didapatkan luka di kedua
kaki yang semakin hari semakin melebar dan tidak kunjung sembuh sejak 2 bulan
SMRS. Diawali lesi seperti bisul dan berkembang secara cepat selama 2 bulan
hingga lesi mencapai ukuran > 10 cm dan terasa semakin nyeri. Dari pemeriksaan
kedua ekstremitas inferior tampak ulkus dengan diameter > 10 cm, multiple,
tampak erosi dengan dasar jaringan purulent disertai nekrotik, tampak tepi eritem
dan kebiruan. Pada pemeriksaan histopatologis didapatkan jaringan kulit dengan
epidermis akantosis, sebagian ulserasi, spongiosis. Dermis granulasi, nekrosis,
perdarahan, disebuk lekosit padat, limfosit. Tidak didapatkan tanda keganasan.

9
Kekurangan pada kasus ini seharusnya dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
melacak kemungkinan adanya penyakit sistemik lain sering yang menyertai pada
pioderma gangrenosum.

10

Anda mungkin juga menyukai