Askep Hemoragik Post Partum
Askep Hemoragik Post Partum
I. PENGERTIAN
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan
post partum :
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.
II. ETIOLOGI
Pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita mengalami penurunan
kemungkinan komplikasi pascapersalinan terutama perdarahan lebih besar.
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari perdarahan pascapersalinan yang
dapat mengakibatkan kematian maternal.
Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai kejadian perdarahan lebih
tinggi.
Pada paritas yang rendah (paritas satu) ketidak siapan ibu dalam menghadapi persalinan
yang pertama adalah faktor penyebab ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani
komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas.
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilai hemoglobin dibawah
nilai normal. Perdarahan pascapersalinan mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500 ml
atau lebih, jika hal ini terus dibiarkan tanpa adanya penanganan yang tepat dan akurat
mengakibatkan turunnya kadar hemoglobin dibawah nilai normal.
IV. PATOFISIOLOGI
1. Atonia uteri
Atonia uteri merupakan penyebab utama terjadinya perdarahan pascapersalinan.
Pada atonia uteri, uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan,
mengakibatkan perdarahan setelah janin dan plasenta lahir tidak tertutup dengan baik dan
pasien kehilangan banyak darah dan syok
a. Robekan serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, serviks seorang multipara berbeda dari
yang belum pernah melahirkan pervaginam.
Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah
uterus.
b. Perlukaan vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai.
Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat
ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar.
Kolpaporeksis
Kolpaporeksis adalah robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina.
Pada persalinan yang disproporsi sefalopelvik, regangan segmen bawah uterus dengan
serviks uteri tidak terjepit antara kepala janin dengan tulang panggul sehingga tarikan ke atas
langsung ditampung oleh vagina, tarikan melampaui kekuatan jaringan yang menyebabkan
robekan vagina pada batas bagian teratas dengan bagian yang lebih bawah
Fistula
Fistula akibat pembedahan vaginal jarang ditemui karena tindakan vaginal yang sulit untuk
melahirkan anak banyak diganti dengan seksio sesarea.
Fistula dapat terjadi mendadak karena perlukaan pada vagina yang menembus kandung
kemih atau rectum. Fistula dapat berupa fistula vesikovaginalis atau rektovaginalis.
c. Robekan perineum
Robekan perineum terjadi hampir pada semua persalinan pertama.
Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala
janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati
pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito
bregmatika
3. Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah belum lahirnya plasenta jam setelah anak lahir. Tidak semua
retensio plasenta menyebabkan terjadinya perdarahan. Apabila terjadi perdarahan, maka
plasenta dilepaskan secara manual lebih dulu.
4. Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta)
Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal maka uterus tidak
dapat berkontraksi secara efektif dan menimbulkan perdarahan.
Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta.
5. Inversio uterus
Uterus dikatakan mengalami inversi jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan
plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan.
V. MANIFESTASI KLINIK
Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (>
500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat
terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
a. Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
Atonia Uteri:
- Gejala yang selalu ada:
Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan
postpartum primer)
- Gejala yang kadang-kadang timbul:
Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual
dan lain-lain)
Robekan jalan lahir
- Gejala yang selalu ada:
perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik,
plasenta baik.
- Gejala yang kadang-kadang timbul:
pucat, lemah, menggigil.
Retensio plasenta
- Gejala yang selalu ada:
plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik
- Gejala yang kadang-kadang timbul:
tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
- Gejala yang selalu ada :
plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan
segera
- Gejala yang kadang-kadang timbul:
Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang
Inversio uterus
- Gejala yang selalu ada:
uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir),
perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
- Gejala yang kadang-kadang timbul:
Syok neurogenik dan pucat
VI. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan umum:
Penatalaksanaan khusus
Atonia uteri
Kenali dan tegakan kerja atonia uteri
Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan pengurutan uterus
Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir
Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :
- Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan
saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan
berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau
dibawa ke fasilitas kesehata rujukan.
- Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding
abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam
miometrium.
- Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri,
pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah
umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis,
penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi, denyut arteri femoralis.
Ruptur uteri
Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan siapkan laparatomi
Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan kesehatan dasar
harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan
Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan, lakukan
operasi uterus
Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkwatirkan lakukan
histerektomi
Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen
Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.
Sisa plasenta
Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah dilahirkan
Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan,
bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan
dilatasi dan kuret.
Hb 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama 10 hari.
1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain
lain
b. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan dahulu
riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia, riwayat pre
eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi
plasenta, retensi sisa plasenta.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500ml),
Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah,
ekstremitas dingin, dan mual.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita hipertensi, penyakit jantung,
dan pre eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan penyakit menular.
4. Riwayat obstetri:
Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya , keluhan waktu
haid, HPHT
Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia mulai hamil
Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu
- Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus, retensi plasenta
- Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat bersalin,
apakah ada kesulitan dalam persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir,
panjang waktu lahir
- Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada pendarahan, ASI cukup atau tidak dan
kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi
Riwayat Kehamilan sekarang
a. Hamil muda, keluhan selama hamil muda
b. Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan, suhu, nadi,
pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain
5. Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa kali, perawatan serta
pengobatannya yang didapat
6. Pola aktifitas sehari-hari
Makan dan minum, meliputi :
Komposisi makanan, frekuensi, baik sebelum dirawat maupun selama dirawat. Adapun
makan dan minum pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup kalori, makanan yang
mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah buahan.
Eliminasi, meliputi:
Pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi. Adanya perubahan pola miksi dan defeksi.
BAB harus ada 3-4 hari post partum sedangkan miksi hendaklah secepatnya dilakukan sendiri
(Rustam Mukthar, 1995 )
Istirahat atau tidur meliputi :
Gangguan pola tidur karena perubahan peran dan melaporkan kelelahan yang berlebihan.
Personal hygiene meliputi :
Pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi, keramas, baik sebelum dan selama dirawat serta
perawatan mengganti balutan atau duk.
2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Rencana tindakan :
1. Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya tetap terlentangR/
Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan memungkinkan darah keotak
dan organ lain. Monitor tanda vital
R/ Perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin hebat
2. Monitor intake dan output setiap 5-10 menit
R/ Perubahan output merupakan tanda adanya gangguan fungsi ginjal
3. Evaluasi kandung kencing
R/ Kandung kencing yang penuh menghalangi kontraksi uterus
4. Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakan diatas simpisis.
R/ Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu pelepasan placenta, satu
tangan diatas simpisis mencegah terjadinya inversio uteri
5. Batasi pemeriksaan vagina dan rektum
R/ Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum meningkatkan terjadinya perdarahan
yang lebih hebat, bila terjadi laserasi pada serviks / perineum atau terdapat hematom
Bila tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah, kecil dan cepat, pasien merasa
mengantuk, perdarahan semakin hebat, segera kolaborasi.
6. Berikan infus atau cairan intravena
R/ Cairan intravena dapat meningkatkan volume intravaskular
7. Berikan uterotonika ( bila perdarahan karena atonia uteri )
R/ Uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan
8. Berikan antibiotik
R/ Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena perdarahan
9. Berikan transfusi whole blood ( bila perlu )
R/ Whole blood membantu menormalkan volume cairan tubuh.
Rencana keperawatan :
1. Monitor tanda vital tiap 5-10 menit
R/ Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada tanda vital
2. Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit
R/ Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di jaingan perifer berkurang
sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu kulit yang dingin
3. Kaji ada / tidak adanya produksi ASI
R/ Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana diperlukan dalam produksi ASI
4. Tindakan kolaborasi :
i. Monitor kadar gas darah dan PH ( perubahan kadar gas darah dan PH
merupakan tanda hipoksia jaringan )
ii. Berikan terapi oksigen ( Oksigen diperlukan untuk memaksimalkan
transportasi sirkulasi jaringan ).
Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan perasaan cemas
berkurang atau hilang.
Rencana tindakan :
1. Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
R/ Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya
2. Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )
R/ Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis
3. Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung
R/ Memberikan dukungan emosi
4. Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan
R/ Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak diketahui
5. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
R/ Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas
6. Kaji mekanisme koping yang digunakan klien
R/ Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping yang tepat.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi ( lokea tidak berbau dan TV dalam batas normal )
Rencana tindakan :
1. Catat perubahan tanda vital
R/ Perubahan tanda vital ( suhu ) merupakan indikasi terjadinya infeksi
2. Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus yang lembek, dan nyeri
panggul
R/ Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia, shock yang tidak
terdeteksi
3. Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea
R/ Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea yang berkepanjangan
4. Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi saluran nafas, mastitis dan
saluran kencing
R/ Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan
5. Berikan perawatan perineal,dan pertahankan agar pembalut
jangan sampai terlalu basah
R/ pembalut yang terlalu basah menyebabkan kulit iritasi dan
dapat menjadi media untuk pertumbuhan bakteri,peningkatan
resiko infeksi.
6. Tindakan kolaborasi
Berikan zat besi ( Anemi memperberat keadaan )
Beri antibiotika ( Pemberian antibiotika yang tepat diperlukan untuk keadaan infeksi ).
Rencana tindakan :
1. Anjurkan pasien untuk banyak minum
R/ Peningkatan intake cairan dapat meningkatkan volume intravascular sehingga dapat
meningkatkan volume intravascular yang dapat meningkatkan perfusi jaringan.
2. Observasitanda-tandavital tiap 4 jam R/ Perubahan tanda-tanda vital dapat merupakan
indikator terjadinya dehidrasi secara dini.
3. Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi. R/ Dehidrasi merupakan terjadinya shock bila
dehidrasi tidak ditangani secara baik.
4. Observasi intake cairan dan output R/ Intake cairan yang adekuat dapat menyeimbangi
pengeluaran cairan yang berlebihan.
5. Kolaborasi dalam :
- Pemberian cairan infus / transfusi
R/ Cairan intravena dapat meningkatkan volume intravaskular yang dapat meningkatkan
perfusi jaringan sehingga dapat mencegah terjadinya shock
- Pemberian koagulantia dan uterotonika R/ Koagulan membantu dalam proses pembekuan
darah dan uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan.
5. EVALUASI
DAFTAR PUSTAKA :
Brunner & Suddart,s (1996), Textbook of Medical Surgical Nursing 2, JB. Lippincot
Company, Pholadelpia.
Lowdermilk. Perry. Bobak (1995), Maternity Nuring , Fifth Edition, Mosby Year Book,
Philadelpia.
RSUD Dr. Soetomo (2001), Perawatan Kegawat daruratan Pada Ibu Hamil, FK. UNAIR,
Surabaya
Subowo (1993), Imunologi Klinik, Angkasa, Bandung.