Anda di halaman 1dari 5

INDIKASI TERAPI SINAR PADA BAYI

MENYUSUI YANG KUNING

Kuning dalam istilah dunia kedokteran disebut dengan jaundice atau ikterus. Istilah
jaundice (berasal dari bahasa Perancis jaune, yang berarti kuning) atau ikterus (berasal
dari bahasa Yunani icteros) menunjukkan pewarnaan kuning pada kulit, sklera atau
membran mukosa sebagai akibat penumpukan bilirubin yang berlebihan pada jaringan.
Kuning sering ditemukan pada sekitar 60% bayi baru lahir yang sehat dengan usia
gestasi > 35 minggu.

Kadar bilirubin serum total (BST) > 5 mg/dL (86 mol/L) disebut dengan
hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia umumnya normal, hanya 10% yang berpotensi
menjadi patologis (ensefalopati bilirubin). Hiperbilirubinemia yang mengarah ke kondisi
patologis antara lain : (1) timbul pada saat lahir atau pada hari pertama kehidupan, (2)
kenaikan kadar bilirubin berlangsung cepat (> 5 mg/dL per hari), (3) bayi prematur, (4)
kuning menetap pada usia 2 minggu atau lebih, dan (5) peningkatan bilirubin direk > 2
mg/d atau > 20 % dari BST.

Ketakutan yang berlebihan dalam menghadapi hiperbilirubinemia dapat menimbulkan


hal-hal yang tidak diharapkan, seperti meningkatnya kecemasan ibu, menurunnya
aktivitas menyusui, terapi yang tidak perlu, dan biaya yang berlebihan. Oleh karena itu,
tata laksana hiperbilirubinemia harus sesuai dan efektif.

Metabolisme bilirubin pada neonatus

Sel darah merah pada neonatus berumur sekitar 70-90 hari, lebih pendek dari pada sel
darah merah orang dewasa, yaitu 120 hari. Secara normal pemecahan sel darah merah
akan menghasilkan heme dan globin. Heme akan dioksidasi oleh enzim heme
oksigenase menjadi bentuk biliverdin (pigmen hijau). Biliverdin bersifat larut dalam air.
Biliverdin akan mengalami proses degradasi menjadi bentuk bilirubin. Satu gram
hemoglobin dapat memproduksi 34 mg bilirubin. Produk akhir dari metabolisme ini
adalah bilirubin indirek yang tidak larut dalam air dan akan diikat oleh albumin dalam
sirkulasi darah yang akan mengangkutnya ke hati . Bilirubin indirek diambil dan
dimetabolisme di hati menjadi bilirubin direk. Bilirubin direk akan diekskresikan ke dalam
sistem bilier oleh transporter spesifik. Setelah diekskresikan oleh hati akan disimpan di
kantong empedu berupa empedu. Proses minum akan merangsang pengeluaran
empedu ke dalam duodenum. Bilirubin direk tidak diserap oleh epitel usus tetapi akan
dipecah menjadi sterkobilin dan urobilinogen yang akan dikeluarkan melalui tinja dan
urin. Sebagian kecil bilirubin direk akan didekonjugasi oleh -glukoronidase yang ada
pada epitel usus menjadi bilirubin indirek. Bilirubin indirek akan diabsorpsi kembali oleh
darah dan diangkut kembali ke hati terikat oleh albumin ke hati, yang dikenal dengan
sirkulasi enterohepatik.

Bayi baru lahir dapat mengalami hiperbilirubinemia pada minggu pertama kehidupannya
berkaitan dengan: (1) meningkatnya produksi bilirubin (hemolisis) (2), kurangnya
albumin sebagai alat pengangkut (3) penurunan uptake oleh hati, (4) penurunan
konjugasi bilirubin oleh hati, (5) penurunan ekskresi bilirubin, dan (6) peningkatan
sirkulasi enterohepatik.

Hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan pemberian ASI

Keberhasilan proses menyusui ditentukan oleh faktor ibu dan bayi. Hambatan pada
proses menyusui dapat terjadi karena produksi ASI yang tidak cukup, atau ibu kurang
sering memberikan kesempatan pada bayinya untuk menyusu. Pada beberapa bayi
dapat terjadi gangguan menghisap. Hal ini mengakibatkan proses pengosongan ASI
menjadi tidak efektif. ASI yang tertinggal di dalam payudara ibu akan menimbulkan
umpan balik negatif sehingga produksi ASI menurun. Gangguan menyusui pada ibu
dapat terjadi preglandular (defisiensi serum prolaktin, retensi plasenta), glandular
(jaringan kelenjar mammae yang kurang baik, riwayat keluarga, post mamoplasti
reduksi), dan yang paling sering gangguan postglandular (pengosongan ASI yang tidak
efektif).

Hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan pemberian ASI dapat berupa


breastfeeding jaundice (BFJ) danbreastmilk jaundice (BMJ). Perbedaannya dapat dilihat
pada Tabel 1. Bayi yang mendapat ASI eksklusif dapat mengalami hiperbilirubinemia
yang dikenal dengan BFJ. Penyebab BFJ adalah kekurangan asupan ASI. Biasanya
timbul pada hari ke-2 atau ke-3 pada waktu ASI belum banyak. Breastfeeding
jaundice tidak memerlukan pengobatan dan tidak perlu diberikan air putih atau air gula.
Bayi sehat cukup bulan mempunyai cadangan cairan dan energi yang dapat
mempertahankan metabolismenya selama 72 jam. Pemberian ASI yang cukup dapat
mengatasi BFJ. Ibu harus memberikan kesempatan lebih pada bayinya untuk menyusu.
Kolostrum akan cepat keluar dengan hisapan bayi yang terus menerus. ASI akan lebih
cepat keluar dengan inisiasi menyusu dini dan rawat gabung.

Breastmilk jaundice mempunyai karakteristik kadar bilirubin indirek yang masih


meningkat setelah 4-7 hari pertama. Kondisi ini berlangsung lebih lama daripada
hiperbilirubinemia fisiologis dan dapat berlangsung 3-12 minggu tanpa ditemukan
penyebab hiperbilirubinemia lainnya. Penyebab BMJ berhubungan dengan pemberian
ASI dari seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul pada setiap bayi yang
disusukannya. Semua bergantung pada kemampuan bayi tersebut dalam
mengkonjugasi bilirubin indirek (bayi prematur akan lebih berat ikterusnya). Penyebab
BMJ belum jelas, beberapa faktor diduga telah berperan sebagai penyebab terjadinya
BMJ. Breastmilk jaundise diperkirakan timbul akibat terhambatnya uridine
diphosphoglucoronic acid glucoronyl transferase (UDPGA) oleh hasil metabolisme
progesteron yaitu pregnane-3-alpha 20 beta-diol yang ada dalam ASI ibu-ibu tertentu.
Pendapat lain menyatakan hambatan terhadap fungsi glukoronid transferase di hati oleh
peningkatan konsentrasi asam lemak bebas yang tidak di esterifikasi dapat juga
menimbulkan BMJ. Faktor terakhir yang diduga sebagai penyebab BMJ adalah
peningkatan sirkulasi enterohepatik. Kondisi ini terjadi akibat (1) peningkatan aktifitas
beta-glukoronidase dalam ASI dan juga pada usus bayi yang mendapat ASI, (2)
terlambatnya pembentukan flora usus pada bayi yang mendapat ASI serta (3) defek
aktivitas uridine diphosphateglucoronyl transferase (UGT1A1) pada bayi yang homozigot
atau heterozigot untuk varian sindrom Gilbert.

Pedoman terapi sinar pada breastfeeding jaundice dan breastmilk jaundice

The American Academy of Pediatrics (AAP) telah membuat parameter praktis untuk tata
laksana hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan yang sehat dan pedoman terapi sinar
pada bayi usia gestasi 35 minggu. Pedoman tersebut juga berlaku pada bayi cukup
bulan yang sehat dengan BFJ dan BMJ. AAP tidak menganjurkan penghentian ASI dan
telah merekomendasikan pemberian ASI terus menerus (minimal 8-10 kali dalam 24
jam). Penggantian ASI dengan pemberian air putih, air gula atau susu formula tidak
akan menurunkan kadar bilirubin pada BFJ maupun BMJ yang terjadi pada bayi cukup
bulan sehat.

Gartner dan Auerbach mempunyai pendapat lain mengenai pemberian ASI pada bayi
dengan BMJ. Pada sebagian kasus BMJ, dilakukan penghentian ASI sementara.
Penghentian ASI akan memberi kesempatan hati mengkonjungasi bilirubin indirek yang
berlebihan. Apabila kadar bilirubin tidak turun maka penghentian ASI dilanjutkan sampai
18-24 jam dan dilakukan pengukuran kadar bilirubin setiap 6 jam. Apabila kadar bilirubin
tetap meningkat setelah penghentian ASI selama 24 jam, maka jelas penyebabnya
bukan karena ASI, ASI boleh diberikan kembali sambil mencari penyebab
hiperbilirubinemia yang lain. Jadi penghentian ASI untuk sementara adalah untuk
menegakkan diagnosis.

Persamaannya dengan AAP yaitu bayi dengan BFJ tetap mendapatkan ASI selama
dalam proses terapi. Tata laksana yang dilakukan pada BFJ meliputi (1) pemantauan
jumlah ASI yang diberikan apakah sudah mencukupi atau belum, (2) pemberian ASI
sejak lahir dan secara teratur minimal 8 kali sehari, (3) pemberian air putih, air gula dan
formula pengganti tidak diperlukan, (4) pemantauan kenaikan berat badan serta
frekuensi BAB dan BAK, (5) jika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, perlu melakukan
penambahan volume cairan dan stimulasi produksi ASI dengan melakukan pemerasan
payudara, (6) jika kadar bilirubin mencapai kadar 20 mg/dL, perlu melakukan terapi sinar
jika terapi lain tidak berhasil, dan (7) pemeriksaan komponen ASI dilakukan jika
hiperbilirubinemia menetap lebih dari 6 hari, kadar bilirubin meningkat melebihi 20
mg/dL, atau riwayat terjadi BFJ pada anak sebelumnya.

Yang dimaksud dengan fototerapi intensif adalah radiasi dalam spektrum biru-hijau
(panjang gelombang antara 430-490 nm), setidaknya 30 W/cm2 per nm (diukur pada
kulit bayi secara langsung di bawah pertengahan unit fototerapi) dan diarahkan ke
permukaan kulit bayi seluas-luasnya. Pengukuran harus dilakukan dengan radiometer
spesifik dari manufaktur unit fototerapi
tersebut.

Selanjutnya pertanyaan yang sering timbul adalah kapan terapi sinar harus dihentikan.
Sampai saat ini belum ada standar pasti untuk menghentikan terapi sinar, akan tetapi
terapi sinar dapat dihentikan bila kadar BST sudah berada di bawah nilai cut off point
dari setiap kategori. Untuk bayi yang dirawat di rumah sakit pertama kali setelah lahir
(umumnya dengan kadar BST > 18 mg/dL (308 mol/L) maka terapi sinar dapat
dihentikan bila BST turun sampai di bawah 13 - 14 mg/dL (239 mol/L). Untuk bayi
dengan penyakit hemolitik atau dengan keadaan lain yang diterapi sinar di usia dini dan
dipulangkan sebelum bayi berusia 3-4 hari, direkomendasikan untuk pemeriksaan ulang
bilirubin 24 jam setelah dipulangkan. Bayi yang dirawat di rumah sakit untuk kedua kali
dengan hiperbilirubinemia dan kemudian dipulangkan, jarang terjadi kekambuhan yang
signifikan sehingga pemeriksaan ulang bilirubin dilakukan berdasarkan indikasi klinis.

Sebagian besar unit neonatal di Indonesia masih memberikan terapi sinar pada setiap
bayi baru lahir cukup bulan dengan BST 12 mg/dL atau bayi prematur dengan BST
10 mg/dL tanpa melihat usia. Diharapkan agar penggunaan terapi sinar atau
transfusi tukar disesuaikan dengan anjuran AAP. Gartner dan Auerbach
merekomendasikan jika kadar bilirubin > 20 mg/dL pada bayi cukup bulan, maka penting
untuk menurunkan kadar bilirubin secepatnya. Terapi sinar harus segera dilakukan
bersamaan dengan pemeriksaan laboratorium darah untuk penegakan diagnosis BFJ
dan BMJ. Pada beberapa kasus, pemberian cairan intra vena dapat dipertimbangkan
misalnya ada dehidrasi atau sepsis. Terapi sinar dapat dilakukan bila ada riwayat pada
saudara sebelumnya mengalami BMJ. Batas kadar bilirubin untuk melakukan terapi
sinar biasanya lebih rendah pada kasus tersebut (< 12 mg/dL). Pemantauan lanjut saat
bayi sudah di rumah juga penting dilakukan. Pemantauan dapat berlangsung selama
kurang lebih 14 hari. Pemantauan dilakukan terutama jika kadar bilirubin mencapai > 12
mg/dL.
Kesimpulan

Hiperbilirubinemia dapat terjadi pada bayi cukup bulan sehat yang menyusui.
Hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan pemberian ASI dapat berupa
breastfeeding jaundice (BFJ) dan breastmilk jaundice (BMJ). Penyebab BFJ adalah
kekurangan asupan ASI, biasanya timbul pada hari ke-2 atau ke-3 pada waktu ASI
belum banyak. Penyebab BMJ belum begitu jelas. The American Academy of
Pediatrics (AAP) tidak menganjurkan penghentian ASI dan merekomendasikan
pemberian ASI terus menerus (minimal 8-10 kali dalam 24 jam). Sedangkan Gartner dan
Auerbach merekomendasikan dilakukan penghentian ASI sementara pada sebagian
kasus BMJ dan tetap mendapat ASI selama dalam proses terapi BFJ.

Sumber : Buku Indonesia Menyusui

Penulis : Rinawati Rohsiswatmo

http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/indikasi-terapi-sinar-pada-bayi-menyusui-
yang-kuning

Anda mungkin juga menyukai