Slide 2 :
Slide 3
Pembuatan Simplisia
1. Pengumpulan bahan
- Bagian tumbuhan yang dikehendaki adalah daun muda, dipetik satu persatu secara
manual.
- Bahan tumbuhan (sampel) yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun pecut
kuda yang diperoleh dari Desa Lintidu, Kecamatan Paleleh, Kabupaten Buol,
Provinsi Sulawesi Tengah sebanyak 1 kg.
2. Sortasi Basah
Dilakukan sortasi basah dengan cara membersihkan daun pecut kuda dari benda-benda
asing dari luar (tanah, batu dan sebagainya), dan memisahkan bagian tanaman yang tidak
dikehendaki.
-
3. Pencucian
Pencucian dilakukan dengan cara daun pecut kuda dicuci dengan air bersih yang
mengalir,misalnya air sumur atau air PAM.
4. Perajangan
Daun pecut kuda dirajang kecil-kecil dengan alat mesin perajang khusus. Hal ini
untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan.
5. Pengeringan
Pengeringan pada daun pecut kuda dilakukan secara alamiah yaitu dengan cara
diangin-anginkan di udara terbuka yang terlindung dari sinar matahari langsung
selama satu malam. Hal ini untuk mendapatkan simplisia yang awet, tidak rusak dan
dapat digunakan dalam jangka relatif lama.
6. Sortasi Kering
Daun pecut kuda yang sudah diangin-anginkan di udara terbuka kemudian dilakukan
pemisahan dari benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak
diinginkan dan pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering.
Serbuk simplisia daun pecut disimpan pada kemasan terbuat dari kaca, tertutup rapat,
terlindung dari sinar matahari dan diberi silica gel (agar tahan lama) sehingga serbuk
simplisia daun pecut tidak mudah rusak dan berubah mutunya.
Slide 5
Ekstraksi
Sampel (serbuk daun pecut kuda) sebanyak 190 gr dimaserasi dengan pelarut metanol
selama 3 x 24 jam. Setiap 1 x 24 jam hasil maserasi disaring dan ditampung dalam
wadah inert yang tertutup rapat pada suhu kamar. Kemudian ekstrak kembali
dimaserasi dengan metanol yang baru. Filtrat hasil maserasi yang diperoleh disatukan
kemudian di evaporasi menggunakan pompa vakum pada suhu30-40 0C. Diperoleh
ekstrak kental sebanyak 20,17 gr yang berwarna hijau kehitaman.
Slide 6
- Berdasarkan hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak kental metanol daun
pecut mengandung senyawa-senyawa flavonoid. Hal ini disebabkan karena terjadinya
perubahan warna menjadi merah.
Slide 7
eluen n-heksan : etil asetat (9:1), (8:2), (7:3), (6:4), (5:5), (4:6), (3:7), (2:8),
dan (1:9).
- Hasil dari KLT secara bergradien dipilih eluen yang mempunyai jumlah spot/
noda terbanyak dan jarak pemisahan antar noda terpisah secara teratur, eluen
tersebut dapat digunakan untuk pemisahan kromatografi kolom.
2. Kromatografi Kolom
a. Fasa diam
- Fasa diam berupa silika gel sebanyak 24 gr diaktifkan terlebih dahulu agar
pada proses elusi lempengan silika gel dapat menyerap dan berikatan
dengan sampel.
- Pengaktifan silika gel dilakukan dalam oven pada suhu 1100C selama 30
menit kemudian dilarutkan dengan n-heksan hingga terbentuk seperti
bubur (slurry).
b. Fase gerak
Fase gerak yang digunakan yaitu variasi eluen bergradien secara berturut-turut
perbandingan n-heksan:etil asetat (9:1), (8:2), (7:3), (6:4), (5:5), (4:6), (3:7),
(2:8), dan (1:9) kemudian dilanjutkan dengan menggunakan fase gerak
bergradien kembali secara berturut turut dengan eluen etil asetat: metanol
(9:1), (8:2), (7:3), (6:4), (5:5), (4:6), (3:7), (2:8), (1:9).
Slide 8
- Berdasarkan hasil KLT, Fraksi yang memiliki harga Rf yang sama digabung
(disatukan) dan didapatkan beberapa fraksi seperti pada Tabel 1 dibawah ini.
- Berdasarkan hasil KLT pada Gambar 1, dipilih fraksi F2 dimana terdapat kristal jarum
berwarna hijau yang masih kotor. Untuk memurnikan kristal tersebut direklistalisasi
menggunakan pelarut n-heksan hingga diperoleh kristal jarum berwarna kekuningan.
- Fraksi 2 digabungkan selanjutnya di KLT kembali dengan eluen yang berbeda yaitu
n-heksan : etil asetat (8:2), n-heksan : aseton (9:1) dan etil asetat : metanol (9:1). Pola
noda dari hasil KLT tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini
- Bercak noda yang dihasilkan adalah noda tunggal yang diduga sebagai isolat murni
seperti terlihat pada Gambar 2. Adapun nilai Rf yang diperoleh dari bercak noda isolat
yaitu eluen (a) n-heksan : etil asetat (8:2), (b) n-heksan : aseton (9:1) dan (c) etil asetat :
metanol (9:1) masing-masing adalah (a) 0,20, (b) 0,325, dan (c) 0,560.
- Analisis kemurnian terhadap isolat dilakukan dengan cara KLT dua dimensi dengan
menggunakan silika gel GF254 dengan variasi perbandingan fasa gerak n-heksan : etil
asetat (8:2) sebagai E1 dengan n-heksan : aseton (9:1) sebagai E 2 .
Slide 9
Identifikasi Senyawa
a. Spektrofotometer UV-Vis
Hasil spektrum UV-Vis pada isolat murni dapat dilihat pada Gambar 4.
- Berdasarkan Gambar 4 di atas dapat dilihat bahwa pada isolat murni dalam pelarut
metanol memberikan serapan pada panjang gelombang pita I pada panjang gelombang
348 nm dan pita II mempunyai panjang gelombang 219 nm.
- Isolat diduga adalah senyawa flavonoid yaitu ditandai dengan munculnya dua pita yang
berdasarkan literatur mendekati serapan maksimum dari senyawa flavanoid, dimana
spektrum senyawa flavanoid golongan flavon memberikan serapan panjang gelombang
maksimum utama 330-350 nm (Markham, 1988).
- Adanya serapan kuat pada daerah UV diakibatkan adanya kromoform C=C dari gugus
aromatik yang terkonjugasi sehingga kromoform (zat pembawa warna) tersebut
menyebabkan transisi n*. Transisi ini menyerap cahaya pada panjang gelombang
200-400 nm (Chreswell, dkk, 2005).
b. Spektrofometer Inframerah
- Spektrofotometer inframerah dalam penelitian digunakan untuk mengidentifikasi
gugus-gugus fungsi yang terkandung dalam isolat. Spektrum inframerah dari isolat
murni ditunjukan pada Gambar 5 di bawah ini.
Dari gambar 5 di atas data spektrum inframerah terlihat bahwa pola spektrum senyawa
yang diperoleh menunjukkan adanya beberapa gugus fungsi.
- Berdasarkan data interprestasi yang peroleh menunjukkan bahwa gugus-gugus fungsi
yang ditentukan dari hasil panjang gelombang IR merupakan gugus-gugus fungsi yang
terdapat ada senyawa flavonoid. Dengan daerah spektra yang terbaca berkisar antara
3000-500 cm-1 dan termasuk dalam IR tengah. Sehingga isolat murni yang didapatkan
pada hasil penelitian dapat diduga merupakan senyawa metabolit sekunder jenis
flavonoid, yang ditandai dengan adanya gugus fungsi OH, CH, C=O, C=C aromatik,
tekuk O -H, C-O alkohol dan C-H aromatik.
Slide 10
Kesimpulan
1. Senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam daun pecut kuda dapat diisolasi
dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol.
2. Hasil uji fitokimia terhadap isolat menunjukkan bahwa daun pecut kuda positif
mengandung senyawa flavonoid.
3. Hasil analisis kemurnian terhadap isolat dengan KLT dua dimensi dengan eluen n-heksan
: etil asetat (8:2) sebagai E1 dan n-heksan : aseton (9:1) masing-masing yaitu 0,3 dan
0,25.
4. Identifikasi senyawa isolat hasil kromatografi kolom gravitasi menggunakan:
a. Spektroskopi UV-Vis menunjukkan bahwa isolat adalah senyawa flavonoid yang
ditandai dengan munculnya dua pita pada serapan panjang gelombang pita 1 pada
348 nm dan pita 2 219 nm;
b. Spektroskopi Inframerah menujukkan adanya gugus fungsi O-H, C-H alifatik, C=O,
C=C aromatik, tekuk O-H, C-O alkohol dan C-H aromatik.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian bahwa isolat daun pecut kuda menunjukkan positif terhadap
senyawa flavanoid, maka disarankan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
menentukan struktur dari isolat menggunakan metode GC-MS dan NMR.