Mekanisme Hormonal Yang Terjadi Pada Pengaturan Homeostatis Dalam Keadaan Puasa
Mekanisme Hormonal Yang Terjadi Pada Pengaturan Homeostatis Dalam Keadaan Puasa
PENDAHULUAN
A. Metabolisme
1
Metabolisme mengacu pada semua reaksi kimia yang berlangsung di
dalam sel tubuh. Reaksi-reaksi yang melibatkan degradasi, sintesis, dan
transformasi ketiga kategori molekul organik kaya energi, yaitu protein,
karbohidrat dan lemak dikenal sebagai metabolisme intermediat atau
metabolisme bahan bakar.
Selama proses pencernaan, molekul-molekul nutrien besar
(makromolekul) diuraikan menjadi subunit-subunit yang lebih kecil dan dapat
diserap sebagai berikut : protein diuraikan menjadi asam amino, karbohidrat
kompleks menjadi monosakarida (terutama glukosa), dan trigliserida (lemak
makanan) menjadi monogliserida dan asam lemak bebas. Unit-unit yang dapat
diserap ini dipindahkan dari lumen saluran pencernaan ke dalam darah, baik
secara langsung atau melalui limfe.
Molekul-molekul organik ini secara konstan dipertukarkan antara darah
dan sel-sel tubuh. Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan molekul-molekul organik
di dalam sel dikategorikan menjadi dua proses
metabolik : anabolisme dan katabolisme.
2
2. Oksidasi subunit-subunit kecil, misalnya glukosa untuk menghasilkan
energi untuk membentuk ATP.
3
endogen dimobilisasi untuk menghasilkan energi, sementara glukoneogenesis
dan penghematan glukosa dilakukan untuk mempertahankan kadar glukosa
darah pada tingkat yang adekuat untuk nutrisi otak. Sintesis protein dan lemak
dibatasi. Bahkan simpanan molekul-molekul organik ini dikatabolisasi, masing-
masing untuk membentuk glukosa dan menghasilkan energi. Sintesis
karbohidrat terjadi melalui glukoneogenesis, tetapi penggunaan glukosa sebagai
energi sangat dikurangi.
Konsentrasi nutrien dalam darah tidak berfluktuasi mencolok antara
keadaan absorptif dan pasca absorptif. Selama keadaan absorptif, nutrien
berlimpah yang diserap dengan cepat disingkirkan dari darah dan disimpan.
Selama keadaan pasca absorptif (puasa) simpanan-simpanan tersebut
dikatabolisasi untuk mempertahankan konsentrasi dalam darah tetap pada
tingkat yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi jaringan.
B. Hormon Glukagon
Suatu hormon peptida yang disekresikan sel-sel alfa pulau langerhans
pankreas. Glukagon mempengaruhi banyak proses metabolik yang juga
dipengaruhi oleh insulin, tetapi umumnya efek glukagon berlawanan dengan efek
insulin. Glukagon bekerja terutama di hati, tempat hormon ini menimbulkan
berbagai efek pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.
1. Efek pada Karbohidrat
Efek keseluruhan glukagon pada metabolisme karbohidrat timbul akibat
peningkatan pembentukan dan pengeluaran glukosa oleh hati sehingga terjadi
peningkatan kadar glukosa darah. Glukagon menimbulkan efek hiperglikemik
4
dengan menurunkan sintesis glikogen, meningkatkan glikogenolisis, dan
merangsang glukoneogenesis.
Faktor utama yang mengatur sekresi glukagon adalah efek langsung konsentrasi glukosa
darah pada pankreas endokrin. Dalam hal ini sel -pankreas meningkatkan sekresi
glukagon sebagai respon terhadap penurunan glukosa darah. Efek hiperglikemik hormon ini
cenderung memulihkan konsentrasi glukosa darah ke normal. Sebaliknya, peningkatan
konsentrasi glukosa darah, seperti yang terjadi setelah makan, menghambat sekresi
glukagon, yang juga cenderung memulihkan kadar glukosa darah ke normal. Dengan
demikian terdapat hubungan umpan balik negatif langsung antara konsentrasi glukosa darah
dan kecepatan sekresi sel pankreas, tetapi hubungan tersebut berlawanan arah dengan
efek glukosa darah pada sel pankreas. Dengan kata lain, peningkatan kadar glukosa
darah menghambat sekresi glukagon dan merangsang sekresi insulin, sedangkan penurunan
kadar glukosa darah menyebabkan peningkatan sekresi glukagon dan penurunan sekresi
insulin.
5
Demikian juga penurunan konsentrasi asam lemak darah secara langsung
merangsang pengeluaran glukagon dan menghambat pengeluaran insulin oleh
pankreas, keduanya merupakan mekanisme kontrol umpan balik negatif untuk
memulihkan kadar asam lemak darah ke normal.
C. HormonEpinefrin
Epinefrin merupakan katekolamin dihasilkan oleh medula adrenal,
merupakan neuron pascaganglion yang mengalami modifikasi. Tidak
seperti neuron simpatis pascaganglion biasa, neuron-neuron yang ada di medula
adrenal tidak memiliki serat-serat akson yang berakhir di organ efektor. Badan
sel ganglion di dalam medula adrenal mengeluarkan zat perantara mereka
langsung ke dalam darah setelah mendapat rangsangan dari serat praganglion.
Dalam hal ini zat perantara tersebut dapat digolongkan sebagai hormon, bukan
neurotransmiter. Seperti serat simpatis, medula adrenal memang mengeluarkan
norepinefrin, tetapi zat yang paling banyak disekresi adalah epinefrin. Baik
epinefrin maupun norepinefrin berasal dari kelas katekolamin, yang berasal dari
asam amino tirosin, bedanya norepinefrin memiliki gugus metil.
Epinefrin dan norepinefrin menimbulkan efek serupa di banyak jaringan,
epinefrin biasanya memperkuat aktivitas simpatis. Akan tetapi terdapat
perbedaan-perbedaan respons yang penting yang dapat dijelaskan berdasarkan
perbedaan pengaktifan berbagai reseptor. Sebagai contoh epinefrin melalui
pengaktifan eksklusif resptor 2, menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah
yang memperdarahi otot rangka dan jantung. Efek ini adalah diluar efek
vasokonstriktor umum yang diperantarai oleh stimulasi reseptor . Epinefrin juga
mampu menimbulkan efek-efek khusus, misalnya seperti efek metabolik, karena
hormon ini dapat mencapai bagian-bagian yang tidak mendapat persarafan
simpatis.
Epinefrin hanya berfungsi atas perintah sistem saraf simpatis, yang
bertanggung jawab menstimulasi sekresinya dari medula adrenal. Sekresi
epinefrin selalu menyertai lepas muatan simpatis umum, sehinga aktivitas
simpatis secara tidak langsung mengontrol efek yang ditimbulkan oleh epinefrin.
6
sumber daya tubuh untuk menunjang aktivitas fisik puncak dalam menghadapi
bahaya yang mengancam.
Secara umum, epinefrin merangsang mobilisasi simpanan karbohidrat dan
lemak, sehingga tersedia energi yang dapat segera digunakan oleh otot.
Secara spesifik, epinefrin meningkatkan kadar glukosa darah melalui
beberapa mekanisme yang berlainan. Pertama, hormon ini merangsang
glukoneogenesis dan glikogenolisis di hati, yang terakhir mengacu pada
penguraian simpanan glikogen menjadi glukosa yang kemudian dibebaskan ke
dalam darah. Epinefrin juga merangsang glikogenolisis di otot rangka. Namun
karena adanya perbedaan dalam kandungan emzim antara hati dan otot,
glikogen otot tidak dapat diubah langsung menjadi glukosa. Bahkan pemecahan
glikogen di otot akan menghasilkan asam laktat. Asam laktat ini dikeluarkan dari
darah oleh hati dan diubah menjadi glukosa, sehingga efek epinefrin pada otot
rangka secara tidak langsung turut berperan meningkatkan kadar glukosa darah.
Epinefrin dan sistem simpatis juga memiliki efek hiperglikemik dengan
menghambat sekresi insulin, dan dengan merangsang sekresi glukagon. Selain
meningkatkan kadar gula darah, epinefrin juga meningkatkan kadar asam lemak
darah dengan mendorong lipolisis.
Efek metabolik epinefrin sesuai untuk situasi fight-or-flight. Kadar glukosa
dan asam lemak yang meningkat merupakan tambahan bahan bakar untuk
menjalankan berbagai aktivitas otot yang dibutuhkan pada keadaan tersebut dan
juga memastikan bahwa otak mendapat cukup makanan selama krisis saat
individu yang bersangkutan tidak mengkonsumsi nutrien baru (puasa). Otot
dapat menggunakan asam lemak sebagai sumber energi, tetapi otak tidak.
Karena efeknya yang luas, epinefrin juga meningkatkan laju metabolisme
keseluruhan. Di bawah pengaruh epenefrin banyak jaringan melakukan
metabolisme dengan tingkat yang lebih tinggi. Sebagai contoh, kerja jantung dan
otot pernafasan meningkat, dan kecepatan metabolisme hati juga meningkat.
Dengan demikian epinefrin serta hormon tiroid dapat meningkatkan laju
metabolisme.
Sekresi katekolamin oleh medula adrenal seluruhnya dikontrol oleh
masukan simpatis ke kelenjar. Apabila diaktifkan, sistem simpatis akan memicu
pengeluaran katekolamin adrenomedula, yang membanjiri sirkirkulasi dengan
epinefrin dengan konsentrasi sampai tiga ratus kali lipat di atas normal. Faktor-
faktor utama yang merangsang pengeluaran hormon adrenomedula adalah
berbagai kondisi stres, misalnya trauma fisik atau psikologis, perdarahan,
penyakit, olah raga, hipoksia (O 2 arteri rendah), pejanan dingin, dan hipoglikemia
(glukosa darah rendah) atau dalam keadaan puasa.
7
D. Hormon Kortisol
Hormon kortisol dihasilkan oleh korteks adrenal. Kortisol merupakan
glukokortikoid utama yang berperan penting dalam metabolisme karbohidrat
serta metabolisme protein dan lemak. Kortisol memperlihatkan efek permisif
yang bermakna pada aktivitas hormon lain, dan membantu kita mengatasi stres.
Efek keseluruhan dari pengaruh metabolisme kortisol adalah meningkatkan
konsentrasi glukosa darah dengan mengorbankan simpanan protein dan lemak.
Secara spesifik, kortisol melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut :
a. Hormon ini merangsang glukoneogenesis hati, yang mengacu pada
perubahan sumber-sumber nonkarbohidrat (yaitu asam amino) menjadi
karbohidrat di hati. Di antara waktu makan dan sewaktu puasa, saat
tidak ada nutrien baru yang diserap masuk ke darah untuk digunakan
dan disimpan, glikogen di hati cenderung habis karena terurai menjadi
glukosa untuk dibebaskan ke darah. Glukoneogenesis adalah faktor
penting untuk mengganti simpanan glikogen hati dan mempertahankan
kadar glukosa darah yang normal diantara waktu makan atau sewaktu
puasa. Penggantian ini penting karena otak hanya dapat
menggunakan glukosa sebagai bahan bakar metaboliknya, namun
jaringan saraf sama sekali tidak dapat menyimpan glikogen. Dengan
demikian konsentrasi glukosa dalam darah harus dipertahankan pada
kadar yang sesuai agar otak yang tergantung glukosa mendapat nutrisi
yang adekuat.
8
dalam darah. Asam-asam lemak yang dimobilisasi ini dapat digunakan
sebagai bahan bakar metabolik alternatif bagi jaringan yang dapat
memanfaatkan sumber energi ini sebagai pengganti glukosa, sehingga
glukosa dapat dihemat untuk otak.
Efek kortisol yang menyebabkan perubahan dari simpanan protein dan lemak
menjadi penambahan simpanan karbohidrat dan peningkatan ketersediaan
glukosa darah akan membantu melindungi otak dari malnutrisi selama periode
puasa. Di samping itu asam-asam amino yang dibebaskan oleh penguraian
protein akan dapat digunakan untuk memperbaiki jaringan yang rusak apabila
terjadi cedera fisik. Dengan demikian terjadi peningkatan ketersediaan
glukosa, asam amino, dan asam lemak untuk digunakan apabila diperlukan.
9
Hormon pertumbuhan (GH) dihasilkan oleh hipofisis anterior. Semua
hormon hipofisis anterior tidak disekresikan dengan kecepatan konstan. Dua
faktor terpenting yang mengatur sekresi hormon hipofisa anterior adalah (1)
hormon hipotalamus dan (2) umpan balik oleh hormon organ sasaran.
GH diatur oleh dua hormon hipofisiotropik yaitu : growth hormone-
releazing hormone (GHRH) merangsang sekresi hormon pertumbuhan (GH)
sementara growth hormone-inhibiting hormone (GHIH) yang juga dikenal
sebagai somatostatin, menghambat sekresi GH.
Sekresi hormon pertumbuhan (GH) yang terus tinggi diluar masa
pertumbuhan mengisyaratkan bahwa hormone ini memiliki pengaruh penting
selain pengaruhnya pada pertumbuhan. Efeknya mendorong pertumbuhan
sudah banyak diketahui. Efek metaboliknya yang tidak berkaitan dengan
pertumbuhan juga diketahui, tetapi peran fisiologis hormon ini belum jelas benar.
Hormon pertumbuhan (GH) meningkatkan kadar asam lemak di dalam
darah dengan meningkatkan penguraian simpanan lemak trigliserida di jaringan
adiposa, dan meningkatkan kadar glukosa darah dengan mengurangi
penyerapan glukosa oleh otot. Otot menggunakan asam lemak dan tidak
menggunakan glukosa sebagai bahan bakar metaboliknya. Dengan demikian
efek metabolik keseluruhan hormon pertumbuhan (GH) adalah untuk
memobilisasi simpanan lemak sebagai sumber energi utama, sementara
penyimpanan glukosa untuk jaringan yang bergantung pada glukosa, misalnya
otak. Otak hanya dapat menggunakan glukosa sebagai bahan bakar
metaboliknya namun jaringan saraf tidak dapat menyimpan glikogen (bentuk
simpanan glukosa). Pola metabolik ini dapat digunakan untuk mempaertahankan
tubuh selama periode puasa jangka panjang atau situasi lain saat kebutuhan
energi tubuh melebihi simpanan glukosa yang tersedia.
F. Hormon Tiroid
Hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang terdiri dari dua lobus
jaringan endokrin yang menyatu dibagian tengah oleh bagian sempit kelenjar,
sehingga kelenjar ini tampak seperti kupu-kupu. Sel-sel sekretorik utama tiroid
tersusun menjadi gelembung gelembung berongga, yang masing-masing
membentuk unit fungsional yang disebut folikel berbentuk cincin dengan lumen
bagian dalam dipenuhi koloid, yaitu suatu bahan yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan ekstrasel untuk hormon toroid.
Konstituen utama koloid adalah molekul besar dan kompleks yang
disebut tiroblobulin. Di dalamnya berisi hormon-hormon tiroid dalam berbagai
tahapan pembentukannya. Sel-sel folikel menghasilkan dua hormon yang
10
mengandung iodium, yang berasal dari asam amino tirosin
yaitu : tetraiodotironin (T4 atau tiroksin) dan triiodotironin (T3). Kedua
hormon ini secara kolektif disebut hormon tiroid yang merupakan regolator
penting bagi laju metabolisme basal keseluruhan.
Sintesis Tiroid
Bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid adalah tirosin dan iodium, yang
keduanya harus diserap dari darah oleh sel-sel folikel. Tirosin adalah asam
amino yang dissintesis dalam jumlah memadai oleh tubuh, sedangkan iodium
harus diperoleh dari makanan.
Pembentukan, penyimpanan dan sekresi hormon tiroid terdiri dari langkah-
langkah berikut :
Hormon tiroid tetap disimpan dalam bentuk ini di koloid sampai mereka dipecah
dan disekresikan.
11
Hormon tiroid meningkatkan laju metabolik basal tubuh keseluruhan.
Hormon ini adalah regulator terpenting bagi tingkat konsumsi O 2 dan
pengeluaran energi tubuh pada keadaan istirahat.
Yang berkaitan erat dengan efek metabolik keseluruha dari hormon tiroid
adalah efek kalorigenik (penghasil panas). Peningkatan laju metabolisme
menyebabkan peningkatan produksi panas.
Hormon tiroid memodulasi kecepatan banyak reaksi spesifik yang terlibat
dalam metabolisme bahan bakar. Efek hormon tiroid pada bahan bakar
metabolik bersifat multifaset, yaitu hormon ini tidak saja dapat mempengaruhiu
sintesis dan penguraian karbohidrat, lemak, dan protein, tetapi banyak sedikitnya
jumlah hormon juga dapat menginduksi efek yang bertentangan. Sebagai contoh
perubahan glukosa menjadi glikogen dipermudah oleh keberadaan hormon tiroid
dalam jumlah kecil. Tetapi kebalikannya penguraian glikogen menjadi glukosa
tewrjadi apabila terdapat hormon tiroid dalam jumlah besar. Sehingga dalam
keadaan puasa dibutuhkan hormon tiroid dengan jumlah besar.
Demikian juga sejumlah tertentu hormon tiroid diperlukan untuk sintesis
protein yang deperlukan untuk pertumbuhan tubuh, namun hormon tiroid dalam
dosis tinggi menyebabkan penguraian protein. Dalam dosis tinggi hormon tiroid
juga meningkatkan penguraian lemak sehingga terjadi penurunan simpanan
lemak.
Hormon tiroid meningkatkan ketanggapan sel sasaran terhadap
katekolamin (epinefrin dan norepinefrin). Dengan meningkatkan proliferasi
reseptor spesifik katekolamin, sehingga mempunyai efek simpatomimetik.
DAFTAR PUSTAKA
12
Farooq, N., Yusufi, A.N.K., Mahmood, R., 2004, The effect of fasting on enzymes of
carbohydrates metabolism and brush border in rat intestine, Nutrition
Research, (Vol 24) (No 6) pp 407-416,
http://www.cababstractsplus.org/google/abstract.asp?AcNo=20043129 166,
download 27 September 2007.
Guyton, A.C. dan Hall, 2006, J.E. Textbook of Medical Physiology, 11th ed.,Elsevier
Saunders, Philadelphia.
Klein, S., dan Wolfe, R.R., 1992, Carbohydrate restriction regulates theadaptive
respon to fasting, Am J Physiol., May;26631-6,
http:/www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/entrez?cmd=Retrieve&db=PubMed&li
st_uids=1590373, download 27 September 2007.
Maeda, N., Funanishi, T., Nagasawa, A., et.al., 2004, Adaptation to fasting by
glycerol transport through aquaporin 7 in adipose tissue, Proc Natl
Acad Sci USA, Dec 21;101(51):178801-6. Epub 2004 Dec 10,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/enterz?cmd=Retrieve&db=PubMed&l
ist_uids=15591341, download 27 September 2007.
Ortiz, R.M., Noren D.P., Ortiz C.L., Talamantes, F., 2003, GH ang ghrelin
increase with fasting in a naturally adapted species, the northern elephant
seal (Mirounga anguistirostris), J Endocrinol, Sep;178(3):533-9,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/entrez?cmd=Retrieve&db=pubmed&
dopt=AbstractPlus, download 27 September 2007.
Sherwood, L., 2007, Human Physiology, 6th ed., Thomson Broke/Cole. Waugh, A.
dan Grant, A., 2003, Ross and Wilson Anatomy and Physiology in Health
and Illness. Churchil Livingstone, London.
13