Anda di halaman 1dari 13

MEKANISME HORMONAL YANG TERJADI PADA PENGATURAN

HOMEOSTATIS DALAM KEADAAN PUASA

PENDAHULUAN

Banyak para ahli berpendapat bahwa puasa dapat bermanfaat bagi


kesehatan. Puasa secara umum dilakukan oleh pemeluk agama besar di dunia
seperti Islam, Kristen, Hindu dll. Secara efek psikologi puasa memberi manfaat
meningkatkan spiritual keagamaan bagi yang menjalankan. Sebagian komunitas
melakukan puasa sabagai alternatif pengobatan bagi yang percaya bahwa puasa
dapat meningkatkan kesehatan tubuh. Makalah ini akan memberi argumen dari
segi fisiologi tubuh ketika melakukan puasa.
Pengertian puasa disini adalah antara 12 sampai 24 jam. Puasa adalah
ketika tidak ada bahan makanan yang masuk kedalam tubuh sehingga cadangan
karbohidrat dalam tubuh mulai digunakan sebagai sumber energi. Puasa yang
terus menurus dalam waktu yang lama akan menggunakan cadangan
karbohidrat menjadi energi, dan tubuh mulai mencari sumber energi lain.
Sebagian protein tubuh diubah menjadi energi pada otot.
Manfaat puasa dapat membuat tubuh menjadi lebih aktif dalam mencerna
makanan. Untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh harus mencari sumber
energi yang ada, fungsi ini disebut dengan autolysis. Hati akan mengkonversi
lemak menjadi energi dengan hasil samping badan keton, suatu hasil metabolik
asam asetoasetat dan asam beta hidroksibutirat, dan akan didistribusikan ke
seluruh tubuh melalui darah. Ketika metabolisme lemak terjadi, asam lemak
bebas dilepaskan ke darah dan dapat digunakan oleh hati menjadi energi.
Menurunnya kadar gula darah akan meningkatkan konversi glikogen hati
menjadi glukosa darah, kecepatan metabolisme basal (basal metabolic
rate) diturunkan sehingga banyak energi dapat digunakan tubuh. Growth hormon
juga ditingkatkan pelepasannya dan meningkatkan efisiensi produksi hormon
lainnya. Penurunan kecepatan metabolisme lebih mengefisienkan produksi
protein, pembentukan sistem imun, dan peningkatan produksi hormon yang
berkontribusi pada keuntungan jangka panjang dari puasa.

METABOLISME BAHAN BAKAR TUBUH

A. Metabolisme

1
Metabolisme mengacu pada semua reaksi kimia yang berlangsung di
dalam sel tubuh. Reaksi-reaksi yang melibatkan degradasi, sintesis, dan
transformasi ketiga kategori molekul organik kaya energi, yaitu protein,
karbohidrat dan lemak dikenal sebagai metabolisme intermediat atau
metabolisme bahan bakar.
Selama proses pencernaan, molekul-molekul nutrien besar
(makromolekul) diuraikan menjadi subunit-subunit yang lebih kecil dan dapat
diserap sebagai berikut : protein diuraikan menjadi asam amino, karbohidrat
kompleks menjadi monosakarida (terutama glukosa), dan trigliserida (lemak
makanan) menjadi monogliserida dan asam lemak bebas. Unit-unit yang dapat
diserap ini dipindahkan dari lumen saluran pencernaan ke dalam darah, baik
secara langsung atau melalui limfe.
Molekul-molekul organik ini secara konstan dipertukarkan antara darah
dan sel-sel tubuh. Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan molekul-molekul organik
di dalam sel dikategorikan menjadi dua proses
metabolik : anabolisme dan katabolisme.

Anabolisme mengacu pada pembentukan atau sintesis makromolekul


organik besar dari subunit-subunit molekul organik kecil. Reaksi anabolik secara
umum memerlukan masukan energi dalam bentuk ATP. Reaksi-reaksi tersebut
menghasilkan :

1. Pembentukan bahan yang diperlukan oleh sel, misalnya protein struktural


sel atau produk sekretorik.

2. Simpanan, misalnya glikogen (bentuk simpanan dari glukosa) atau


simpanan lemak, dari kelebihan zat gizi yang masuk dan tidak segera
diperlukan untuk menghasilkan energi atau sebagai bahan pembangun
sel.

Katabolisme mengacu pada penguraian atau degradasi molekul organik


besar kaya energi di dalam sel. Katabolisme memcakup dua tingkat penguraian :

1. Hidrolisis makromolekul organik sel yang besar menjadi subunit-subunit


yang lebih kecil, serupa dengan proses pencernaan, kecuali bahwa reaksi
berlangsung didalam sel dan bukan di dalam lumen saluran pencernaan
( sebagai contoh, pengeluaran glukosa akibat katabolisme simpanan
glikogen)

2
2. Oksidasi subunit-subunit kecil, misalnya glukosa untuk menghasilkan
energi untuk membentuk ATP.

Komponen-komponen struktural sel merupakan simpanan energi,


walaupun merupakan sumber energi yang mahal, karena mengandung protein-
protein kaya energi yang dapat dikanibalisasi jika diperlukan untuk menghasilkan
energi.
Selain mampu mensintesis ulang molekul-molekul organik yang
mengalami katabolisasi kembali ke jenis molekul yang sama, banyak sel di dalam
tubuh, terutama sel hati, memiliki kemampuan mengubah sebagian besar
molekul organik kecil menjadi jenis lain. Sebagai contoh adalah transformasi
asam amino menjadi glukosa atau asam lemak. Dengan adanya pertukaran satu
zat menjadi zat lain (interkonversi), nutrisi yang adekuat dapat diperoleh dari
berbagai jenis molekul yang terdapat di dalam bermacam-macam makanan.
Namun terdapat keterbatasan, misalnya asam amino esensial dan vitamin tidak
dapat dibentuk di dalam tubuh dengan mengubah jenis molekul organik lain.
Nasib akhir sebagian besar karbohidrat dan lemak yang dimakan adalah
untuk menghasilkan energi. Asam-asam amino sebagian besar digunakan untuk
membentuk protein, tetapi dapat digunakan untuk menghasilkan energi setelah
diubah menjadi karbohidrat atau lemak. Dengan demikian ketiga kategori zat gizi
dalam makan dapat digunakan sebagai bahan bakar, dan kelebihan zat gizi
dapat disimpan sebagai cadangan bahan bakar.

Keadaan Metabolik Fungsional


Terdapat dua keadaan matabolik fungsional yang berkaitan dengan daur
makan dan puasa, yang disebut dengan istialah keadaan
absorptif dan keadaan pasca absorptif. Setelah makan, nutrien yang masuk
diserap dan masuk ke dalam darah selama keadaan absorptif atau feed
state (keadaan kenyang). Selama waktu ini glukosa berjumlah banyak dan
berfungsi sebagai sumber energi utama. Selama keadaan absorptif hanya
sedikit lemak dan asam amino yang diserap yang digunakan sebagai energi
karena sebagian besar sel cenderung menggunakan glukosa apabila zat ini
tersedia. Nutrien tambahan yang tidak segera digunakan untuk energi atau
perbaikan struktural disimpan sebagai glikogen atau trigliserda.
Makanan sehari-hari diserap secara tuntas dalam waktu sekitar empat
jam. Dengan demikian pada pola makan biasa tiga kali sehari, tidak ada zat gizi
yang diserap pada waktu antara pagi dan siang hari (sebelum makan siang),
sore hari dan sepanjang malam. Waktu-waktu ini merupakan keadaan
pasca absorptif atau keadaan puasa. Selama waktu ini, simpanan energi

3
endogen dimobilisasi untuk menghasilkan energi, sementara glukoneogenesis
dan penghematan glukosa dilakukan untuk mempertahankan kadar glukosa
darah pada tingkat yang adekuat untuk nutrisi otak. Sintesis protein dan lemak
dibatasi. Bahkan simpanan molekul-molekul organik ini dikatabolisasi, masing-
masing untuk membentuk glukosa dan menghasilkan energi. Sintesis
karbohidrat terjadi melalui glukoneogenesis, tetapi penggunaan glukosa sebagai
energi sangat dikurangi.
Konsentrasi nutrien dalam darah tidak berfluktuasi mencolok antara
keadaan absorptif dan pasca absorptif. Selama keadaan absorptif, nutrien
berlimpah yang diserap dengan cepat disingkirkan dari darah dan disimpan.
Selama keadaan pasca absorptif (puasa) simpanan-simpanan tersebut
dikatabolisasi untuk mempertahankan konsentrasi dalam darah tetap pada
tingkat yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi jaringan.

Hormon yang Mengatur Metabolisme Bahan Bakar Dalam Keadaan Puasa


A. Hormon Insulin
Insulin adalah suatu peptida hormon yang disekresikan dari sel-sel beta
pankreas pada pulau langerhans. Insulin memiliki efek penting pada metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein. Hormon ini menurunkan kadar glukosa, asam
lemak, dan asam amino dalam darah serta mendorong penyimpanan nutrien-
nutrien tersebut. Hormon insulin meningkatkan uptake glukosa oleh sel-sel
tubuh untuk menghasilkan energi. Insulin meningkatkan sintesis molekul
penyimpan energi (anabolisme), seperti : sinteisis glikogen, sintesis trigliserida,
dan sintesis protein. Insulin menjalankan efeknya yang beragam dengan
mengubah transportasi nutrien spesifik dari darah ke dalam sel atau dengan
mengubah aktivitas enzim-enzim yang terlibat dalam jalur metabolik tertentu.

B. Hormon Glukagon
Suatu hormon peptida yang disekresikan sel-sel alfa pulau langerhans
pankreas. Glukagon mempengaruhi banyak proses metabolik yang juga
dipengaruhi oleh insulin, tetapi umumnya efek glukagon berlawanan dengan efek
insulin. Glukagon bekerja terutama di hati, tempat hormon ini menimbulkan
berbagai efek pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.
1. Efek pada Karbohidrat
Efek keseluruhan glukagon pada metabolisme karbohidrat timbul akibat
peningkatan pembentukan dan pengeluaran glukosa oleh hati sehingga terjadi
peningkatan kadar glukosa darah. Glukagon menimbulkan efek hiperglikemik

4
dengan menurunkan sintesis glikogen, meningkatkan glikogenolisis, dan
merangsang glukoneogenesis.

2. Efek pada Lemak


Glukagon juga melawan efek insulin berkenaan dengan metabolisme
lemak dengan mendorong penguraian lemak dan menghambat sintesis
trigliserida. Glukagon meningkatkan pembentukan keton (ketogenesis) di hati
dengan mendorong perubahan asam lemak menjadi badan keton. Dengan
demikian, dibawah pengaruh glukagon kadar asam lemak dan badan keton
dalam darah meningkat.

3. Efek pada Protein


Glukagon menghambat sintesis protein dan meningkatkan penguraian
protein di hati. Stimulasi glukoneogenesis juga memperkuat efek katabolik
glukagon pada metabolisme protein di hati. Walaupun meningkatkan
katabolisme protein di hati, glukagon tidak memiliki efek bermakna pada kadar
asam amino darah karena hormon ini tidak mempengaruhi protein otot, simpanan
protein yang utama di tubuh.
Dengan mempertimbangkan efek katabolik glukagon pada simpanan energi
tubuh, dapat dengan tepat memperkirakan bahwa sekresi glukagon meningkat
selama keadaan pasca-absorptif (puasa) dan menurun selama keadaan
absorptif, berkebalikan dengan sekresi insulin. Insulin sering disebut sebagai
hormon pesta dan glukagon sebagai hormon puasa.

Faktor utama yang mengatur sekresi glukagon adalah efek langsung konsentrasi glukosa
darah pada pankreas endokrin. Dalam hal ini sel -pankreas meningkatkan sekresi
glukagon sebagai respon terhadap penurunan glukosa darah. Efek hiperglikemik hormon ini
cenderung memulihkan konsentrasi glukosa darah ke normal. Sebaliknya, peningkatan
konsentrasi glukosa darah, seperti yang terjadi setelah makan, menghambat sekresi
glukagon, yang juga cenderung memulihkan kadar glukosa darah ke normal. Dengan
demikian terdapat hubungan umpan balik negatif langsung antara konsentrasi glukosa darah
dan kecepatan sekresi sel pankreas, tetapi hubungan tersebut berlawanan arah dengan
efek glukosa darah pada sel pankreas. Dengan kata lain, peningkatan kadar glukosa
darah menghambat sekresi glukagon dan merangsang sekresi insulin, sedangkan penurunan
kadar glukosa darah menyebabkan peningkatan sekresi glukagon dan penurunan sekresi
insulin.

Karena glukagon meningkatkan glukosa darah dan insulin menurunkan


glukosa darah, perubahan sekresi hormon-hormon pankreas sebagai respon
terhadap penyimpangan glukosa ini bekerja sama secara homeostatis untuk
memulihkan kadar glukosa darah ke normal.

5
Demikian juga penurunan konsentrasi asam lemak darah secara langsung
merangsang pengeluaran glukagon dan menghambat pengeluaran insulin oleh
pankreas, keduanya merupakan mekanisme kontrol umpan balik negatif untuk
memulihkan kadar asam lemak darah ke normal.

C. HormonEpinefrin
Epinefrin merupakan katekolamin dihasilkan oleh medula adrenal,
merupakan neuron pascaganglion yang mengalami modifikasi. Tidak
seperti neuron simpatis pascaganglion biasa, neuron-neuron yang ada di medula
adrenal tidak memiliki serat-serat akson yang berakhir di organ efektor. Badan
sel ganglion di dalam medula adrenal mengeluarkan zat perantara mereka
langsung ke dalam darah setelah mendapat rangsangan dari serat praganglion.
Dalam hal ini zat perantara tersebut dapat digolongkan sebagai hormon, bukan
neurotransmiter. Seperti serat simpatis, medula adrenal memang mengeluarkan
norepinefrin, tetapi zat yang paling banyak disekresi adalah epinefrin. Baik
epinefrin maupun norepinefrin berasal dari kelas katekolamin, yang berasal dari
asam amino tirosin, bedanya norepinefrin memiliki gugus metil.
Epinefrin dan norepinefrin menimbulkan efek serupa di banyak jaringan,
epinefrin biasanya memperkuat aktivitas simpatis. Akan tetapi terdapat
perbedaan-perbedaan respons yang penting yang dapat dijelaskan berdasarkan
perbedaan pengaktifan berbagai reseptor. Sebagai contoh epinefrin melalui
pengaktifan eksklusif resptor 2, menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah
yang memperdarahi otot rangka dan jantung. Efek ini adalah diluar efek
vasokonstriktor umum yang diperantarai oleh stimulasi reseptor . Epinefrin juga
mampu menimbulkan efek-efek khusus, misalnya seperti efek metabolik, karena
hormon ini dapat mencapai bagian-bagian yang tidak mendapat persarafan
simpatis.
Epinefrin hanya berfungsi atas perintah sistem saraf simpatis, yang
bertanggung jawab menstimulasi sekresinya dari medula adrenal. Sekresi
epinefrin selalu menyertai lepas muatan simpatis umum, sehinga aktivitas
simpatis secara tidak langsung mengontrol efek yang ditimbulkan oleh epinefrin.

Epinefrin memperkuat sistem saraf simpatis dan juga memiliki efek


metabolik
Hormon-hormon adrenomedula tidak esensial untuk hidup, tetapi pada
dasarnya hampir semua organ dipengaruhi zat golongan katekolamin ini. Secara
kolektif sistem saraf simpatis dan epinefrin adrenomedula memobilisasi berbagai

6
sumber daya tubuh untuk menunjang aktivitas fisik puncak dalam menghadapi
bahaya yang mengancam.
Secara umum, epinefrin merangsang mobilisasi simpanan karbohidrat dan
lemak, sehingga tersedia energi yang dapat segera digunakan oleh otot.
Secara spesifik, epinefrin meningkatkan kadar glukosa darah melalui
beberapa mekanisme yang berlainan. Pertama, hormon ini merangsang
glukoneogenesis dan glikogenolisis di hati, yang terakhir mengacu pada
penguraian simpanan glikogen menjadi glukosa yang kemudian dibebaskan ke
dalam darah. Epinefrin juga merangsang glikogenolisis di otot rangka. Namun
karena adanya perbedaan dalam kandungan emzim antara hati dan otot,
glikogen otot tidak dapat diubah langsung menjadi glukosa. Bahkan pemecahan
glikogen di otot akan menghasilkan asam laktat. Asam laktat ini dikeluarkan dari
darah oleh hati dan diubah menjadi glukosa, sehingga efek epinefrin pada otot
rangka secara tidak langsung turut berperan meningkatkan kadar glukosa darah.
Epinefrin dan sistem simpatis juga memiliki efek hiperglikemik dengan
menghambat sekresi insulin, dan dengan merangsang sekresi glukagon. Selain
meningkatkan kadar gula darah, epinefrin juga meningkatkan kadar asam lemak
darah dengan mendorong lipolisis.
Efek metabolik epinefrin sesuai untuk situasi fight-or-flight. Kadar glukosa
dan asam lemak yang meningkat merupakan tambahan bahan bakar untuk
menjalankan berbagai aktivitas otot yang dibutuhkan pada keadaan tersebut dan
juga memastikan bahwa otak mendapat cukup makanan selama krisis saat
individu yang bersangkutan tidak mengkonsumsi nutrien baru (puasa). Otot
dapat menggunakan asam lemak sebagai sumber energi, tetapi otak tidak.
Karena efeknya yang luas, epinefrin juga meningkatkan laju metabolisme
keseluruhan. Di bawah pengaruh epenefrin banyak jaringan melakukan
metabolisme dengan tingkat yang lebih tinggi. Sebagai contoh, kerja jantung dan
otot pernafasan meningkat, dan kecepatan metabolisme hati juga meningkat.
Dengan demikian epinefrin serta hormon tiroid dapat meningkatkan laju
metabolisme.
Sekresi katekolamin oleh medula adrenal seluruhnya dikontrol oleh
masukan simpatis ke kelenjar. Apabila diaktifkan, sistem simpatis akan memicu
pengeluaran katekolamin adrenomedula, yang membanjiri sirkirkulasi dengan
epinefrin dengan konsentrasi sampai tiga ratus kali lipat di atas normal. Faktor-
faktor utama yang merangsang pengeluaran hormon adrenomedula adalah
berbagai kondisi stres, misalnya trauma fisik atau psikologis, perdarahan,
penyakit, olah raga, hipoksia (O 2 arteri rendah), pejanan dingin, dan hipoglikemia
(glukosa darah rendah) atau dalam keadaan puasa.

7
D. Hormon Kortisol
Hormon kortisol dihasilkan oleh korteks adrenal. Kortisol merupakan
glukokortikoid utama yang berperan penting dalam metabolisme karbohidrat
serta metabolisme protein dan lemak. Kortisol memperlihatkan efek permisif
yang bermakna pada aktivitas hormon lain, dan membantu kita mengatasi stres.
Efek keseluruhan dari pengaruh metabolisme kortisol adalah meningkatkan
konsentrasi glukosa darah dengan mengorbankan simpanan protein dan lemak.
Secara spesifik, kortisol melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut :
a. Hormon ini merangsang glukoneogenesis hati, yang mengacu pada
perubahan sumber-sumber nonkarbohidrat (yaitu asam amino) menjadi
karbohidrat di hati. Di antara waktu makan dan sewaktu puasa, saat
tidak ada nutrien baru yang diserap masuk ke darah untuk digunakan
dan disimpan, glikogen di hati cenderung habis karena terurai menjadi
glukosa untuk dibebaskan ke darah. Glukoneogenesis adalah faktor
penting untuk mengganti simpanan glikogen hati dan mempertahankan
kadar glukosa darah yang normal diantara waktu makan atau sewaktu
puasa. Penggantian ini penting karena otak hanya dapat
menggunakan glukosa sebagai bahan bakar metaboliknya, namun
jaringan saraf sama sekali tidak dapat menyimpan glikogen. Dengan
demikian konsentrasi glukosa dalam darah harus dipertahankan pada
kadar yang sesuai agar otak yang tergantung glukosa mendapat nutrisi
yang adekuat.

b. Hormon ini menghambat penyerapan dan penggunaan glukosa oleh


banyak jaringan, kecuali otak, sehingga glukosa dapat digunakan oleh
otak yang mutlak memerlukannya sebagai bahan bakar metabolik.

c. Hormon ini merangsang penguraian protein di banyak jaringan,


terutama otot. Dengan menguraikan sebagian protein otot menjadi
asam-asam amino konstituennya, kortisol meningkatkan konsentrasi
asam amino darah. Asam-asam amino yang dimobilisasi ini siap
digunakan untuk glukoneogenesis atau dipakai di tempat lain yang
memerlukannya, misalnya untuk memperbaiki jaringan yang rusak atau
sintesis struktur sel yang baru.

d. Hormon ini meningkatkan lipolisis, penguraian simpanan lemak di


jaringan adiposa, sehingga terjadi pembebasan asam-asam lemak ke

8
dalam darah. Asam-asam lemak yang dimobilisasi ini dapat digunakan
sebagai bahan bakar metabolik alternatif bagi jaringan yang dapat
memanfaatkan sumber energi ini sebagai pengganti glukosa, sehingga
glukosa dapat dihemat untuk otak.

Efek kortisol yang menyebabkan perubahan dari simpanan protein dan lemak
menjadi penambahan simpanan karbohidrat dan peningkatan ketersediaan
glukosa darah akan membantu melindungi otak dari malnutrisi selama periode
puasa. Di samping itu asam-asam amino yang dibebaskan oleh penguraian
protein akan dapat digunakan untuk memperbaiki jaringan yang rusak apabila
terjadi cedera fisik. Dengan demikian terjadi peningkatan ketersediaan
glukosa, asam amino, dan asam lemak untuk digunakan apabila diperlukan.

Pengaturan Sekresi Kortisol


Sekresi kortisol oleh korteks adrenal diatur oleh simtem umpan balik
negatif lengkung panjang yang melibatkan hipotalamus dan hipofisis anterior.
Hormon adrenokortikotropik (ACTH) dari hipofisis anterior merangsang korteks
adrenal untuk mengeluarkan kortisol. ACTH berasal dari sebuah molekul
prekursor besar yaitu proopiomelanokortin yang diproduksi di dalam retikulum
endoplasma sel penghasil ACTH hipofisis anterior. Sebelum disekresikan
prekursor besar ini dipotong menjadi ACTH dan beberapa peptida lain yang
secara biologis aktif, yaitu melanocyte stimulating hormone (MSH) dan -
endorfin.
ACTH merangsang pertumbuhan dan sekresi kedua lapisan dalam
korteks adrenal. Apabila tidak terdsedia ACTH dalam jumlah adekuat , lapisan-
lapisan ini akan menciut secara bermakna, dan sekresi kortisol akan secara
drastis berkurang.
Sel penghasil ACTH hanya memsekresi atas perintah corticotropin-
releasing-hormone (CRH) dari hipotalamus. Kontrol umpan balik dilaksanakan
oleh efek penghambat kortisol pada sekresi CRH dan ACTH, masing-masing
oleh hipotalamus dan hipofisis anterior. Sistem umpan balik negatif kortisol
berfungsi untuk mempertahankan agar sekresi kortisol relatif konstan yang
diselingi oleh letupanp-letupan sekresi tingkat sedang dan dipisahkan oleh
periode hening, yakni sekresi minimal atau tidak ada. Jumlah kortisol yang
disekresikan pada setiap letupan tidak banyak berbeda, tetapi jumlah total
kortisol yang dikeluarkan selama periode waktu tertentu dapat diubah dengan
mengubah frekuensi letupan-letupan sekretorik.

E. Hormon Pertumbuhan (Growth Hormone / GH)

9
Hormon pertumbuhan (GH) dihasilkan oleh hipofisis anterior. Semua
hormon hipofisis anterior tidak disekresikan dengan kecepatan konstan. Dua
faktor terpenting yang mengatur sekresi hormon hipofisa anterior adalah (1)
hormon hipotalamus dan (2) umpan balik oleh hormon organ sasaran.
GH diatur oleh dua hormon hipofisiotropik yaitu : growth hormone-
releazing hormone (GHRH) merangsang sekresi hormon pertumbuhan (GH)
sementara growth hormone-inhibiting hormone (GHIH) yang juga dikenal
sebagai somatostatin, menghambat sekresi GH.
Sekresi hormon pertumbuhan (GH) yang terus tinggi diluar masa
pertumbuhan mengisyaratkan bahwa hormone ini memiliki pengaruh penting
selain pengaruhnya pada pertumbuhan. Efeknya mendorong pertumbuhan
sudah banyak diketahui. Efek metaboliknya yang tidak berkaitan dengan
pertumbuhan juga diketahui, tetapi peran fisiologis hormon ini belum jelas benar.
Hormon pertumbuhan (GH) meningkatkan kadar asam lemak di dalam
darah dengan meningkatkan penguraian simpanan lemak trigliserida di jaringan
adiposa, dan meningkatkan kadar glukosa darah dengan mengurangi
penyerapan glukosa oleh otot. Otot menggunakan asam lemak dan tidak
menggunakan glukosa sebagai bahan bakar metaboliknya. Dengan demikian
efek metabolik keseluruhan hormon pertumbuhan (GH) adalah untuk
memobilisasi simpanan lemak sebagai sumber energi utama, sementara
penyimpanan glukosa untuk jaringan yang bergantung pada glukosa, misalnya
otak. Otak hanya dapat menggunakan glukosa sebagai bahan bakar
metaboliknya namun jaringan saraf tidak dapat menyimpan glikogen (bentuk
simpanan glukosa). Pola metabolik ini dapat digunakan untuk mempaertahankan
tubuh selama periode puasa jangka panjang atau situasi lain saat kebutuhan
energi tubuh melebihi simpanan glukosa yang tersedia.

F. Hormon Tiroid
Hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang terdiri dari dua lobus
jaringan endokrin yang menyatu dibagian tengah oleh bagian sempit kelenjar,
sehingga kelenjar ini tampak seperti kupu-kupu. Sel-sel sekretorik utama tiroid
tersusun menjadi gelembung gelembung berongga, yang masing-masing
membentuk unit fungsional yang disebut folikel berbentuk cincin dengan lumen
bagian dalam dipenuhi koloid, yaitu suatu bahan yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan ekstrasel untuk hormon toroid.
Konstituen utama koloid adalah molekul besar dan kompleks yang
disebut tiroblobulin. Di dalamnya berisi hormon-hormon tiroid dalam berbagai
tahapan pembentukannya. Sel-sel folikel menghasilkan dua hormon yang

10
mengandung iodium, yang berasal dari asam amino tirosin
yaitu : tetraiodotironin (T4 atau tiroksin) dan triiodotironin (T3). Kedua
hormon ini secara kolektif disebut hormon tiroid yang merupakan regolator
penting bagi laju metabolisme basal keseluruhan.
Sintesis Tiroid
Bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid adalah tirosin dan iodium, yang
keduanya harus diserap dari darah oleh sel-sel folikel. Tirosin adalah asam
amino yang dissintesis dalam jumlah memadai oleh tubuh, sedangkan iodium
harus diperoleh dari makanan.
Pembentukan, penyimpanan dan sekresi hormon tiroid terdiri dari langkah-
langkah berikut :

1. Tiroglobulin dihasilkan oleh kompleks golgi / retikulum endoplasma sel


folikel tiroid. Tirosin menyatu kedalam molekul tiroglobulin sewaktu
molekul besar ini diproduksi. Tiroglobulin yang mengandung tirosin
dikeluarkan dari sel folikel kedalam koloid melalui eksositosis.

2. Tiroid menangkap iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam


koloid melalui pompa iodium yang sangat aktif atau protein pembawa yang
sangat kuat dan memerlukan energi yang terletak dimembran luar sel
folikel.

3. Di dalam koloid, iodium dengan cepat melekat kesebuah tirosin di dalam


molekul tiroglobulin. Perlekatan sebuah iodium ke tirosin
menghasilkan monoiodotirosin (MIT). Perlekatan dua iodium
menghasilkan diiodotirosin (DIT).

4. Terjadi proses penggabungan antara molekul-molekul tirosin beriodium


untuk membentuk hormon tiroid. Penggabungan dua DIT
menghasilkan tetraiodotironin (T4 atau tiroksin). Penggabungan satu
MIT dengan satu DIT menghasilkan triiodotironin atau T3. Penggabungan
tik terjadi antara dua molekul MIT.

Hormon tiroid tetap disimpan dalam bentuk ini di koloid sampai mereka dipecah
dan disekresikan.

Efek Pada Metabolisme Tubuh

11
Hormon tiroid meningkatkan laju metabolik basal tubuh keseluruhan.
Hormon ini adalah regulator terpenting bagi tingkat konsumsi O 2 dan
pengeluaran energi tubuh pada keadaan istirahat.
Yang berkaitan erat dengan efek metabolik keseluruha dari hormon tiroid
adalah efek kalorigenik (penghasil panas). Peningkatan laju metabolisme
menyebabkan peningkatan produksi panas.
Hormon tiroid memodulasi kecepatan banyak reaksi spesifik yang terlibat
dalam metabolisme bahan bakar. Efek hormon tiroid pada bahan bakar
metabolik bersifat multifaset, yaitu hormon ini tidak saja dapat mempengaruhiu
sintesis dan penguraian karbohidrat, lemak, dan protein, tetapi banyak sedikitnya
jumlah hormon juga dapat menginduksi efek yang bertentangan. Sebagai contoh
perubahan glukosa menjadi glikogen dipermudah oleh keberadaan hormon tiroid
dalam jumlah kecil. Tetapi kebalikannya penguraian glikogen menjadi glukosa
tewrjadi apabila terdapat hormon tiroid dalam jumlah besar. Sehingga dalam
keadaan puasa dibutuhkan hormon tiroid dengan jumlah besar.
Demikian juga sejumlah tertentu hormon tiroid diperlukan untuk sintesis
protein yang deperlukan untuk pertumbuhan tubuh, namun hormon tiroid dalam
dosis tinggi menyebabkan penguraian protein. Dalam dosis tinggi hormon tiroid
juga meningkatkan penguraian lemak sehingga terjadi penurunan simpanan
lemak.
Hormon tiroid meningkatkan ketanggapan sel sasaran terhadap
katekolamin (epinefrin dan norepinefrin). Dengan meningkatkan proliferasi
reseptor spesifik katekolamin, sehingga mempunyai efek simpatomimetik.

Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid


Hormon tiroid diatur oleh sumbu hipotalamus hipofisis tiroid. Thyroid-
stimulating hormone (TSH) adalah hormon tropik tiroid dari hipofisis anterior
merupakan regulator fisiologis terpenting bagi sekresi hormon tiroid. Hampir
semua langkah pembentukan dan pengeluaran hormon tiroid dirangsang oleh
TSH. TSH juga bertanggung jawab untuk mempertahankan integritas struktural
kelewnjar tiroid.
Hormon tiroid dengan mekanisme umpan balik negatif mematikan sekresi
TSH, sementara thyrotropin-releasing hormone (TRH) dari hipotalamus secara
tropik menghidupkan sekresi TSH oleh hipofisis anterior.

DAFTAR PUSTAKA

Buhner, S.H., 2007, The health benefit of water fasting


http://gaianstudies.org/articles4.htm, download 27 September 2007

12
Farooq, N., Yusufi, A.N.K., Mahmood, R., 2004, The effect of fasting on enzymes of
carbohydrates metabolism and brush border in rat intestine, Nutrition
Research, (Vol 24) (No 6) pp 407-416,
http://www.cababstractsplus.org/google/abstract.asp?AcNo=20043129 166,
download 27 September 2007.
Guyton, A.C. dan Hall, 2006, J.E. Textbook of Medical Physiology, 11th ed.,Elsevier
Saunders, Philadelphia.
Klein, S., dan Wolfe, R.R., 1992, Carbohydrate restriction regulates theadaptive
respon to fasting, Am J Physiol., May;26631-6,
http:/www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/entrez?cmd=Retrieve&db=PubMed&li
st_uids=1590373, download 27 September 2007.
Maeda, N., Funanishi, T., Nagasawa, A., et.al., 2004, Adaptation to fasting by
glycerol transport through aquaporin 7 in adipose tissue, Proc Natl
Acad Sci USA, Dec 21;101(51):178801-6. Epub 2004 Dec 10,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/enterz?cmd=Retrieve&db=PubMed&l
ist_uids=15591341, download 27 September 2007.
Ortiz, R.M., Noren D.P., Ortiz C.L., Talamantes, F., 2003, GH ang ghrelin
increase with fasting in a naturally adapted species, the northern elephant
seal (Mirounga anguistirostris), J Endocrinol, Sep;178(3):533-9,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/entrez?cmd=Retrieve&db=pubmed&
dopt=AbstractPlus, download 27 September 2007.
Sherwood, L., 2007, Human Physiology, 6th ed., Thomson Broke/Cole. Waugh, A.
dan Grant, A., 2003, Ross and Wilson Anatomy and Physiology in Health
and Illness. Churchil Livingstone, London.

13

Anda mungkin juga menyukai