Anda di halaman 1dari 16

Scabies

Angelin Rittho Papayungan

Alamat Korespondensi: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Terusan Arjuna no. 6

Jakarta 11510

Email : angelinrittho@yahoo.com

Pendahuluan

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan
hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin
kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitive, bervariasi
pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh.1

Secara garis besar kulit tersusun atas tiga lapisan utama yaitu lapisan epidermal atau
kutikel, lapisan dermis dan lapisan subkutis (hypodermis). Tidak ada batasan tegas yang
memisahkan dermis dan subkutis. Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum,
stratum lusidum, stratum granulosum, dan stratum basale. Lapisan dermis adalah
lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis yang secara garis
besar dibagi menjai pars papilare dan pars retikulare. Sedangkan lapisan subkutis adalah
kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak didalamnya.1,2

Kulit merupakan jalinan jaringan tidak berujung pembuluh darah, saraf, dan kelenjar
semua memiliki potensi untuk terserang penyakit (Anderson). Penyebab penyakit kulit
sangat beragam dan salah satu contoh penyakit kulit ialah scabies. Scabies adalah
penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitasi terhadap Sarcoptes scabiei.1
Anamnesis

Identitas : Anak berusia 9 tahun

Keluhan utama : Merasa sangat gatal terutama pada sela-sela jari tangan
sejak 1 minggu lalu

Riwayat penyakit sekarang : Gejala terutama terjadi pada malam hari

Riwayat penyakit dahulu :-

Riwayat pribadi :-

Riwayat keluarga :-

Riwayat sosial : Tinggal di asrama

Anamnesis yang akurat sangat vital dalam menegakkan diagnosis yang tepat
pada kondisi-kondisi yang mengenai kulit. Keluhan utama tersering diantaranya adalah
ruam, gatal, bengkak, ulkus, perubahan warna kulit, dan pengamatan tak sengaja saat
pasien datang dengan keluhan utama kondisi medis lain.

1. Kapan pertama kali pasien memperhatikan adanya gatal? Adakah pemicu (obat,
makanan, sinar matahari dan allergen potensial)?
2. Apakah ada perubahan warna yang terjadi (misalnya pigmentasi meningkat,
ikterus, pucat)? Sudah berapa lama?
3. Adakah gejala penyerta yang menunjukkan adanya kondisi medis sistemik?
(penurunan berat badan, atralgia dan lain-lain)
Riwayat Penyakit dahulu

1. Pernahkah pasien mengalami gangguan kulit, ruam dan lain-lain?


2. Adakah riwayat kecenderungan atopi (asma, rhinitis)?
3. Apakah pasien memiliki masalah dengan kulit di masa kecil?
4. Adakah riwayat kondisi medis lain yang signifikan ? (khususnya yang mungkin
memiliki manifestasi pada kulit, misalnya SLE, miositis, atau transplantasi
ginjal)
Obat-obatan

Riwayat pemakaian obat yang lengkap penting bagi semua jenis pengobatan,
baik obat resep ataupun alternative yang dimakan atau topical.

1. Pernahkah pasien menggunakan obat untuk penyakit kulit?


2. Pernahkah atau sedang pasien menggunakan imunosupresan?

Alergi

1. Apakah pasien memilki alergi obat? Jika ya, seperti apa reaksi alergi yang
timbul?
2. Apakah pasien mengetahui kemunkinan allergen yang lain?
3. Pernahkan pasien menjalani patch test atau pemeriksaan respon IgE

Riwayat Keluarga

1. Adakah riwayat penyakit kulit atau atopi dalam keluarga?


2. Adakah orang lain di keluarga yang mengalami kelainan serupa?

Riwayat Sosial

1.
Bagaimana riwayat pekerjaan pasien, apakah terpapar sinar matahari, allergen
potensial atau parasit kulit?
2.
Apakah menggunakan produk pembersih baru, hewan peliharaan baru, dan lain-
lain? Apakah pasien baru-baru ini berpergian ke luar negeri ? Adakah pajanan
pada penyakit infeksi (misalnya cacar air).3

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi

Melihat kelainan pada kulit, khususnya di daerah predileksi serta memperhatikan


saat pasien menggaruk, apakah ia menggaruk di daerah predileksi.4
Tipe warna kulit :4

Skin phototype 1 : tipe kulit yang berwarna putih sekali/ pale type dan
tidak bisa menjadi kegelapan / tanning walau terpapar matahari, dan
mudah sekali terbakar sinar matahari.
Skin phototype 2 : tipe kulit yang berwarna putih /white sulit berwarna
kegelapan jika terpapar sinar matahari, dan tetap muda terbakar sinar
matahari

Skin phototype 3 : tipe kulit yang berwarna putih dan mudah gelap jika
terbakar matahari.

Skin phototype 4 : tipe kulit yang berwarna cokelat muda, sangat mudah
jadi gelap / tanning

Skin phototype 5 : tipe kulit yang berwarna cokelat tua, mudah tanning.

Skin phototype 6 : tipe kulit berwarna hitam legam.

Kelembaban kulit : kering, normal, lembab, berminyak

Suhu kulit : hipotermi, normotermi, hipertermi

Tekstur kulit : kasar, normal, lembut

Lesi kulit : primer ( timbul spontan : makula,papul,rash,eritema) dan sekunder


(lanjutan dariprimer : ekskoriasi, likenifikasi).4

Dari pemeriksaan fisik didapatkan kelainan berupa:5


1. Terowongan berupa garis hitam, lurus, berkelok, atau terputus-putus, berbentuk
benang.

2. Papula, urtika, ekskoriasi dalam perubahan eksematous ialah lesi-lesi sekunder


yang disebabkan sensitisasi terhadap parasit, serta ditemukan eksantem.

3. Terlihat infeksi bakteri sekunder dengan impetiginasi dan furunkulosis.

Lokasi biasanya pada tempat dengan stratum korneum yang tipis seperti: sela-sela jari
tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan,
areola mammae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perut bagian
bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan kaki bahkan diseluruh
permukaan kulit, sedangkan pada remaja dan dewasa dapat timbul pada kulit kepala dan
wajah.

Sifat-sifat lesi kulit berupa papula dan vesikel milier sampai lentrikuler disertai
ekskoriasi. Bila terjadi infeksi sekunder tampak pustul lentrikuler. Lesi yang khas
adalah terowongan (kanalikulus) milier, tampak berasal dari salah satu papula atau
vesikel, panjang kira-kira 1 cm, berwarna putih abu-abu. Ujung kanalikuli adalah
tempat persembunyian dan bertelur Sarcoptes scabiei.5

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya tungau pada pemeriksaan mikroskopis


yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:5,6

Kerokan kulit.

Minyak mineral diteteskan di atas papul atau terowongan baru yang masih utuh,
kemudian dikerok dengan menggunakan scalpel steril untuk mengangkat atap
papul atau terowongan, lalu diletakkan di atas gelas objek, di tutup dengan gelas
penutup, dan diperiksa di bawah mikroskop. Hasil positif apabila tampak
tungau, telur, larva, nimfa, atau skibala. Pemeriksaan harus dilakukan dengan
hati-hati pada bayi dan anak-anak atau pasien yang tidak kooperatif.
Mengambil tungau dengan jarum.

Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap, lalu


digerakkan secara tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat
diangkat keluar.
Epidermal shave biopsi.

Mencari terowongan atau papul yang dicurigai pada sela jari antara ibu jari dan
jari telunjuk, lalu dengan hati-hati diiris pada puncak lesi dengan scalpel no.16
yang dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat
superficial sehingga tidak terjadi perdarahan dan tidak memerlukan anestesi.
Spesimen kemudian diletakkan pada gelas objek, lalu ditetesi minyak mineral
dan periksa di bawah mikroskop.
Tes tinta Burrow.

Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus dengan
alkohol. Jejak terowongan akan tampak sebagai garis yang karakteristik
berbelok-belok karena adanya tinta yang masuk. Tes ini mudah sehingga dapat
dikerjakan pada bayi/anak dan pasien nonkooperatif.
Kuretasi terowongan.

Kuretasi superficial sepanjang sumbu terowongan atau pada puncak papul, lalu
kerokan diperiksa dibawah mikroskop setelah ditetesi minyak mineral. Cara ini
dilakukan pada bayi, anak-anak dan pasien nonkooperatif.

Cara untuk menemukan tungau :6

Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung dapat terlihat papul atau
vesikel. Congkel dengan jarum dan letakkan di atas kaca objek, lalu tutup
dengan kaca penutup dan lihat dengan mikroskop cahaya.

Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung diatas selembar kertas putih
dan dilihat dengan kaca pembesar.

Dengan membuat biopsy irisan. Caranya: jepit lesi dengan 2 jari kemudian buat
irisan tipis dengan pisau dan periksa dengan mikroskop cahaya.

Dengan biopsy eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan HE.

Working Diagnosis

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya.1 Sarcoptes scabiei adalah tungau yang
termasuk family sarcoptidae, ordo acari kelas arachnida. Badannya berbentuk oval dan
gepeng, yang betina berukuran 300x350 mikron; sedangkan yang jantan berukuran
150x200 mikron. Stadium dewasa memiliki 4 pasang kaki, 2 pasang merupakan
pasangan kaki depan dan 2 pasang lainnya kaki belakang. Setelah melakukan kopulasi
S.scabiei jantan mati, tetapi kadang-kadang juga dapat hidup beberapa hari. Tungau
betina membentuk terowongan di stratum corneum. Setelah kopulasi, dua hari kemudian
tungau betina bertelur 2-3 butir/hari dalam terowongan. Telur menetas menjadi larva
dalam waktu 3-5 hari dan larva menjadi nimfa dalam waktu 3-4 hari, nimfa berubah
menjadi dewasa setelah 3-5 hari.7

Differential Diagnosis

Dermatitis Kontak Alergik


Bila dibandingkan dengan Dermatitis kontal iritan, jumplah penderita DKA
lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka
(hipersensitif). Diramalkan bahwa jumlah DKA maupun DKI makin bertambah
seiring dengan bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia
yang dipakai oleh masyarakat sangat sedikit, sehingga berapa angka yang
mendekati kebenaran belum didapat.

Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya
rendah (<1000 dalton), merupakan allergen yang belum diproses, disebut hapten,
bersifat lipofitik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga
mencapai sel epidermis di bawahnya (sel hidup). Berbagai faktor berpengaruh
dalam timbulnya DKA, misalnya, potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area,
luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban
lingkungan dan pH.

Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan


dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa
yang berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula.
Vesikel. DKA akut di tempat tertentu, misalnya kelopak mata, penis vesikel.
Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papulm likenifikasi, dan
mungkin fisur, batasnya tidak jelas. DKA dapat meluas ke tempat lain, misalnya
dengan cara autosensitisasi. Skalp, telapak tangan dan kaki relative resisten
terhadap DKA.1

Pediculosis Korporis (Insect bite)


Penyakit kulit ini disebabkan oleh pediculus humanus var. corporis. Pediculus
humanus var. corporis tinggal melekat pada lipatan-lipatan pakaian dan sewaktu-
waktu menghisap darah pada kulit. Pada saat menghisap darah, tuma
mengeluarkan air liur yang menyebabkan rasa gatal pada kulit. Akibat gigitan,
timbul papula-papula dan karena garukan akan tampak bekas-bekas garukan.
Pada pasien umumnya hanya ditemukan kelainan berupa bekas-bekas garukan
pada badan, karena gatal baru berkurang dengan garukan yang lebih intensif.
Kadang-kadang timbul infeksi sekunder dengan pembesaran kelenjar getah
bening regional.
Oleh karena itu penyakit ini terutama menyerang pada orang dengan kebersihan
yang kurang, dan disebabkan karena jarang mandi atau jarang mengganti dan
mencuci pakaian. Penyebaran penyakit ini bersifat kosmopolit, lebih sering pada
daerah beriklim dingin karena orang memakai baju yang tebal serta jarang
dicuci.1

Prurigo
Prurigo adalah erupsi papular kronik dan rekurens. Diklasifikasikan menjadi : 1
a. Prurigo simplex
Prurigo tampak dalam berbagai tingkat perkembangan, ditemukan pada usia
pertengahan. Predileksinya adalah ekstensor ekstremitas. muka dan bagian kepala
yang berambut dapat terkena sendiri atau bersama-sama dengan tempat lainnya.
Lesi muncul berkelompok sehingga pada saat bersamaan ditemukan papul, vesikel
dan jaringan parut.
b. Dermatitis pruriginosa
Prurigo terdapat bersama-sama dengan urtika, infeksi piogenik tanda-tanda bekas
garukan, likenifikasi, dan eksematisasi. Termasuk golongan ini antara lain prurigo
kronik multiformis Lutz, dan prurigo hebra.
Prurigo hebra adalah reaksi kulit yang bersifat kronik residif dengan eflorensi
beraneka ragam.

Kandidiasis
Penyakit ini terdapat diseluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-
laki maupun perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai
saprofit. Gambaran klinisnya bermacam-macam sehingga tidak diketahui data-
data penyebarannya yang tepat.
Yang tersering sebagai penyebab ialah Candida albicans yang dapat diisolasi
dari kulit, mulut, selaput mukosa vagina, dan feses orang normal. Sebagai
penyebab endokarditis kadidiosis ialah C. parapsilosis dan penyebab kansisiosis
sepetikemia adalah C. tropicalis.

Berdasarkan tempat yang terkena, candidiasis dibagi menjadi Kandidiasis


selaput lender, Kandidiasis kutis dan kandidiasis sistemik. Diagnosis banding
yang mirip dengan scabies adalah kandidiasis kutis dan masih dibagi lagi
menjadi:
Kandidiasis intertriginosa
Lesi didaerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat payudara,
antara jari tangan atau kaki, glans penis, dan umbilikus, berupa bercak
yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan eritematosa. Lesi tersebut
dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan pustule-pustul kecil
atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah yang erosive, denga
pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer.
Kandidiasis perianal
Lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofit tipe basah. Penyakit ini
menimbulkan pruritus ani.
Kandidiasis kutis generalisata

Lesi tedapat pada glabrous skin, biasanya juga di lipat payudara, intergluteal,
dan umbilikus. Sering disertai glositis, stomatitis, dan paranikia. Lesi berupa
ekzematois, dengan vesikel-vesikel dan pustule-pustul. Penyakit ini sering
terdapat pada bayi, mungkin karena ibunya menderita kandidiosis vagina atau
mungkin karena gangguan imunologik.1

Prurigo Hebra
Penyakit ini adalah penyakit kulit kronik dimulai sejak masa bayi atau anak.
Kelainan kulit terdiri dari atas papul-papul berbentuk kubah sangat gatal, lebih
mudah diraba daripada dilihat, terutama di daerah ekstramitas bagian ekstensor.
Penyebab yang pasti dari penyakit ini masih belum diketahui. Umumnya ada
saudara yang juga menderita penyakit ini, karena itu ada yang menganggap
sebagai penyakit herediter. Namun, sebagian ahli berpendapat bahwa kulit
penderita peka terhadap gigitan serangga. Mungkin toksin yang ada dalam ludah
serangga menyebabkan alergi. Kelainan yang khas adalah adanya papul-papul
yang tidak berwarna. Garukan secara terus menerus menimbilkan erosi,
eksoriasi, krusta, hiperpigmentasi, dan likenifikasi dan biasanya menyerang anak
diatas satu tahun. Tempat predileksinya adalah ekstremitas bagian ekstensor,
dapat meluas ke bokong dan perut, muka juga dapat terkena.1

Epidemiologi

Skabies telah menyebar ke seluruh dunia, terutama pada daerah beriklim tropis dan
subtropis. Penyakit ini dapat mempengaruhi semua jenis ras di dunia, meskipun
demikian gambaran akurat insidensinya sulit ditentukan dengan pasti oleh karena
berbagai laporan yang ada hanya berdasarkan catatan kunjungan pasien rawat jalan di
rumah sakit.
Di beberapa negara berkembang, penyakit ini dapat menjadi endemik secara kronik
pada beberapa kelompok. Prevalensi skabies 6% - 27% populasi umum, sedangkan di
Indonesia pada tahun 2002 sebesar 4,60-12,95% dan menduduki urutan ketiga dari 12
penyakit tersering. menurut survey di sepanjang sungai Ucayali, Peru tahun 1983
menemukan bahwa di beberapa desa semua anak penduduk asli telah mengidap skabies.
Penelitian lain di India tahun 1985 menemukan bahwa prevalensi skabies pada anak-
anak di banyak desa sebesar 100%. Hasil survey di Kuna tahun 1986 menemukan 61%
dari 756 penderita skabies berusia 1-10 tahun dan 84% pada bayi kurang 1 tahun. Di
daerah Malawi, suatu penelitian memperlihatkan bahwa insidens tertinggi terdapat pada
usia 0-9 tahun.5
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemic scabies. Banyak faktor yang
menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: social ekonomi yang rendah,
hygiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis,
dan perkembangan dermografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.
H.S. (Penyakit akibat Hubungan Seksual).1

Etiologi
Sarcoptes scabiei termasuk filum arthropoda, kelas arachnida, ordo ackarima, super
famili sarcoptes. Pada manusia disebut sarcoptes scabiei var. Hominis. Selain itu
terdapat S. Scabiei yang lain, misalnya pada kambing dan babi.

Secara morfoligik merupakan tungai kecil, berbentuk oval punggungnya cembung dan
bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata.
Ukurannya yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan
yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa
mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang
kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan
kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.

Siklus hidup tungai ini sebagai berikut setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi diatas
kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masi dapat hidup dalam terowongan yang
digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam
stratum korneum dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil melekatkan
telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang
dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas biasanya dalam waktu 3-5
hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam
terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang
mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan empat pasang kaki.seluruh siklus
hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari.

kondisi kebersihan yang kurang terjaga, sanitasi yang buruk, kurang gizi, dan kondisi
ruangan terlalu lembab dan kurang mendapat sinar matahari secara langsung. Penyakit
kulit scabies menular dengan cepat pada suatu komunitas yang tinggal bersama
sehingga dalam pengobatannya harus dilakukan secara serentak dan menyeluruh pada
semua orang dan lingkungan pada komunitas yang terserang scabies, karena apabila
dilakukan pengobatan secara individual maka akan mudah tertular kembali penyakit
scabies.6,8-9

Patogenesis
Lesi primer scabies berupa terowongan yang berisi tungau, telur dan hasil metabolisme.
Pada saat menggali terowongan tungau mengeluarkan secret yang dapat melisiskan
stratum korneum. Secret dan ekskret menyebabkan sensitisasi sehingga menimbulkan
pruritus dan lesi sekunder. Lesi sekunder berupa papul, vesikel, pustule, dan kadang
bula. Dapat juga terjadi lesi tersier berupa ekskoriasi, eksematisasi dan pioderma.
Tungau hanya terdapat pada lesi primer.

Tungau hidup di dalam terowongan di tempat predileksi, yaitu jari tangan, pergelangan
tangan bagian ventral, siku bagian luar, lipatanketiak depan, umbilikus, gluteus,
ekstremitas, genitalia, eksterna pada laki-laki dan areola mammae pada perempuan.
Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki. Pada tempat predileksi
dapat ditemukan terowongan berwarna putih abu-abu dengan panjang yang bervariasi,
rata-rata 1mm, berbentuk lurus atau berkelok-kelok. Terowongan ditemukan bila belum
terdapat infeksi sekunder. Diujung terowongan dapat ditemukan vesikel atau papul
kecil. Terowongan umumnya ditemukan pada penderita kulit putih dan sangat jarang
ditemukan pada penderita di Indonesia karena umumnya penderita datang dengan
stadium lanjut sehingga sudah terjadi infeksi sekunder.9

Patofisiologi

Pada hakikatnya, kulit manusia adalah daya pertahanan alami terhadap lingkungan.
Sebagai parasit, scabies menyerang kulit pada stratum korneum. Respons alergi yang
biasanya terjadi adalah terhadap tungau sendiri, terhadap kotoran yang dikeluarkan serta
tungau yang mati. Lesi primer scabies berupa terowongan yang berisi tungau, telur, dan
hasil metabolisme. Pada saat menggali terowongan tungau mengeluarkan sekret yang
dapat melisiskan stratum korneum. Sekret dan ekskret menyebabkan sensitisasi
sehingga menimbulkan pruritus dan lesi sekunder berupa papul, vesikel, pustul, dan
kadang bula. Dapat juga terjadi lesi tersier berupa eksoriasi, eksematisasi, dan
pioderma. Tungau hanya terdapat pada lesi primer.

Penularan dapat secara langsung maupun tidak langsung. Baik melalui kontak kulit,
melalui pakaian, tempat tidur, handuk, dan lain-lain. Penularan akan mudah terjadi pada
populasi yang padat, kebersihan yang buruk juga dapat mempermudah penularan.
Scabies cenderung menyerang bagian kulit yang tipis atau lembut, seperti sela jari
tangan, pergelangan tangan, ketiak, sekitar pusat, paha bagian dalam, genitalia pria, dan
bokong. Penularan biasanya oleh sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau
kadang-kadang oleh bentuk larva.1,8

Gejala Klinik

Manifestasi klinis ditandai dengan 4 tanda cardinal :1,6

a. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam harus yang disebabkan karena
aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
b. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. begitu pula dalam
sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang
berdekatan akan diserang tungau tersebut. Dikenal dengan hiposesnsitisasi, yang
seluruh anggota keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi tungau,
tetapi tidak mengalami gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier)
c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna
putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata
oanjangnya 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika
timbul infeksi sekunder maka kulitnya menjadi polimorf (pustule, ekskoriasi,
dan lain-lain). Tempat predileksi biasanya tempat dengan startum korneym yang
tipis yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tanagan bagian volar, siku bagian
luar, lipat ketiak bagian depan, areola mamae (pada wanita), umbilicus, bokong,
genitalia eksterna (pria) dan perut bagian bawah.
d. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostic. Dapat ditemukan
satu atau lebih stadium hidup tungau ini.

Diagnosis dapat dibuat jika memenuhi 2 dari 4 kriteria tersebut.

Penatalaksanaan

Syarat obat yang ideal ialah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak menimbulkan
iritasi dan tidak toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian,
mudah diperoleh dan harganya murah.1,6 Cara pengobatannya juga harus dilakukan oleh
seluruh keluarga termasuk hiposensitisasi.1
Terapi Farmakologi

Jenis obat Topikal :1,6

Belerang endap (sulfur prepiratum) 4-20% dalam bentuk salep atau krim. Pada
bayi dan orang dewasa sulfur prepiratum 5 % dalam minyak sangat aman dan
efektif. Kekurangannya adalah mengotori pakaian, bau, dapat menimbulkan
iritasi dan pemakaian tidak boleh kurang dari tiga hari karena tidak efektif
terhadap stadium telur.
Emulsi benzyl-benzoat 20-25% efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap
malam selama tiga kali. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi dan
kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
Gama benzene heksa klorida (gameksan) 1% dalam bentuk krim atau losio,
termasuk obat pilihan karena efektif pada semua stadium, mudah digunakan dan
jarang member iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak dibawah 6 tahun dan
wanita hamil karena toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup 8
jam, jika gejala masih ada diulang 1 minggu kemudian.
Klortamiton 10% dalam krim atau lotio mempunyai dua efek sebagai antiskabies
dan antigatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut, uretra. Krim hanya efektif pada
50-60% pasien. Digunakan selama 2 malam berturut-turut dan dibersihkan
setelah 24 jam pemakian terakhir.
Krim Permetrin 5% merupakan obat yang paling efektif dan aman karena sangat
mematikan untuk parasit S. scabiei dan memiliki toksisitas rendah pada manusia.

Terapi non-farmakologi8

Merebus sprei dengan air panas untuk membunuh larva, telur, yang melekat
pada pakaian
Kasur sering dijemur
Menjaga kebersihan diri (personal hygiene), menghindari kontak dengan
penderita serta sering menghindari saling meminjam pakaian atau handuk.

Komplikasi
Bila scabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, dapat timbul
dermatitis akibat garukan. Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima, selulitis,
limfangitis, folikulitis, dan furunkel. Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang
diserang scabies dapat menimbulkan komplikasi pada ginjal, yaitu glomerulonefritis.
Dermatitis iritan dapat timbul karena penggunaan preparat antiskabies yang berlebihan,
baik pada terapi awal atau pemakaian yang terlalu sering. Salep sulfur dengan
konsentrasi 15% dapat menyebabkan dermatitis bila digunakan terus menerus selama
beberapa hari pada kulit yang tipis. Benzil benzoat juga dapat menyebabkan iritasi bila
digunakan 2 kali sehari selama beberapa hari, terutama disekitar genetalia pria. Gamma
benzena heksaklorida sudah diketahui menyebabkan dermatitis iritan bila digunakan
secara berlebihan.10

Prognosis

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat pengobatan
dan menghilangkan faktor predisposisi (antara lain hygiene), maka penyakit ini dapat
diberantas dan memberi prognosis yang baik.1,6

Preventif

Pencegahan skabies dapat dilakukan dengan berbagai cara:8

Mencuci bersih, bahkan sebagian ahli menganjurkan dengan cara direbus untuk
membunuh larva, telur, yang melekat pada pakaian, handuk, seprai maupun baju
penderita skabies, kemudian menjemurnya hingga kering.

Menghindari pemakaian baju, handuk, seprai secara bersama-sama.

Mengobati seluruh anggota keluarga, atau masyarakat yang terinfeksi untuk


memutuskan rantai penularan.

Kesimpulan
Daftar Pustaka

1. Djuana A, Kosasih A, Wiryadi BE, Natahusada EC, Sjamsoe E, Halim EE, dkk.
Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2009. h. 3-122
2. Anderson SP, McCarty LW. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta: EGC. 2006. h. 1415-6
3. Gleade J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Erlangga. 2007.
H.42-3
4. Bickley LS. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Edisi 8. Jakarta:
EGC; 2009.p. 58-61.
5. Paramita N. Tingkat pengetahuan santri terhadap scabies.
http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23581/.../Chapter%20II.
Di unduh 12 april 2012

6. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta


kedokteran. Edisi ke-3 jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. 2008. h. 110-2

7. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Parasitologi kedokteran. Edisi


ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008.h.297-9.
8. Natadisastra D, Agoes R. parasitologi kedokteran ditinjau dari organ tubuh yang
diserang. Jakarta: EGC. 2009. h. 291-4
9. Sutanso I, Ismid IS, Sjariffudin P, Sungkar S. parasitologi kedokteran. Edisi ke-
4. Jakarta: FKUI. h. 297-9
10. Harahap M. Ilmu penyakit kulit. Jakarta : Hipokrates. 2000

Anda mungkin juga menyukai