Anda di halaman 1dari 35

BUKU AJAR

PROTISTA MIRIP HEWAN

Disusun Oleh:

Sofia Ery Rahayu, S.Pd., M.Si

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

Nopember 2013

1
BAB I

PROTISTA MIRIP HEWAN

SUBKINGDOM: PROTOZOA

Hasil pengamatan terhadap fosil yang telah ditemukan, menunjukkan bahwa


sebenarnya semua organisme semua filum Protista dan filum hewan yang hidup
saat ini sudah ada selama periode Cambrian sekitar 550 juta tahun lalu. Akan
tetapi bukti-bukti fosil dari jalur evolusi tersebut tidak lengkap. Hipoesis asal
mula terebentuknya Protista. Para ahli setuju bahwa Protista kemungkinan berasal
dari lebih dari satu kelompok anggota Archea. Gambar 1.1 menunjukkan pohon
evolusi yang memperlihatkan kedudukan Protista.

Gambar 1.1 Pohon Evolusi yang Memperlihatkan Kedudukan Protista dan


Kelompok Hewan

2
PROTOZOA
Protozoa berasal dari bahasa Yunani, proto: pertama dan zoa: hewan.
Protozoa memperlihatkan organisme yang terdiri satu sel (uniseluler), namun
tidak menunjukkan bahwa Protozoa merupakan organisme sederhana. Bahkan
protozoa lebih komplek daripada sel dari organisme tingkat tinggi. Pada beberapa
filum dari protozoa, sekelompok sel membentuk koloni dimana hubungan dari
setiap individu sel tidak tergantung satu dengan lainnya untuk sebagian besar
fungsi kehidupan. Namun pada beberapa protozoa yang berbentuk koloni
hubungan antara sel penyusunnya dapat menjadi lebih komplek dengan beberapa
individu menjadi terspesialisasi sehingga sulit membedakan antara koloni dengan
organisme multiseluler.

Homeostasis Protozoa
Organella yang dimiliki protozoa sama dengan organella yang dimiliki sel
eukariotik lainnya (Gambar 1). Beberapa organella protozoa menunjukkan
spesialisasi untuk kehidupan uniseluler. Beberapa organella yang dimiliki
protozoa akan diuraikan berikut ini. Gambar 1.2 menyajikan bentuk dasar sel
protozoa.
1. Pelikel, merupakan mikrotubulus yang tersusun secara teratur di bawah
membran plasma. Pelikel dimiliki beberapa anggota protozoa. Adanya
pelikel menyebabkan bentuk protozoa menjadi kaku tetapi juga fleksibel.
2. Sitoplasma. Sitoplasma pada protozoa dibedakan menjadi dua daerah yaitu
ektoplasma yang terletak di bawah pelikel dan sitoplasma yang terletak
lebih dalam disebut endoplasma. Ektoplasma relatif lebih jernih dan
kental, sedangkan endoplasma bersifat granuler dan lebih cair. Prubahan
sitoplasma dari endoplasma ke ektoplasma dan sebaliknya sangat berguna
untuk pergerakan dari beberapa anggota protozoa.
3. Vakuola kontraktil. Organel ini berfungsi untuk membuang kelebihan air
di dalam tubuh protozoa. Pada beberapa anggota protozoa vakuola
kontraktil dibentuk dari penggabungan vakuola yang berukuran lebih
kecil, sementara pada anggota lainnya vakuola kontraktil merupakan
organella yang bersifat tetap berupa tabung pengumpul dalam susunan

3
radial di dalam sitoplasma. Protozoa yang hidup di air laut memiliki
kosentrasi larutan yang sama kosentrasinya dengan lingkungannya.
Sedangkan protozoa yang hidup di air tawar harus mengatur air dan
kosentrasi larutan di dalam sitoplasmanya. Hal ini karena air dari
lingkungan cenderung masuk melalui proses osmosis karena kosentrasi
larutan di dalam sel lebih tinggi dibandingkan di lingkungan.
4. Cytopharing. Beberapa protozoa memasukkan makanan pada daerah
tertentu yang analogi dengan mulut. Daerah tersebut dikenal dengan
sebutan cytopharing. Sedangkan protozoa yang tidak memiliki cytopharing
menyerap makanan yang berupa larutan melalui proses transport aktif atau
memasukkan makanan yang bukan berupa larutan melalui proses
endositosis.
5. Vakuola makanan. Fungsi vakuola makanan untuk mencerna makanan
dan mengedarkannya. Vakuola makanan terbentuk saat endositosis. Proses
mencerna makanan dibantu enzim pencernaan. Vakuola makanan akan
bergabung dengan lisosom yang mengandung enzim pencernaan
selanjutnya akan bergerak berkeliling di dalam sitoplasma untuk
mengedarkan hasil proses pencernaan makanan.
6. Vakuola engesti (vakuola pembuangan). Vakuola makanan setelah
melakukan proses pengedaran hasil pencernaannya secara lengkap
selanjutnya disebut sebagai vakuola engesti.
7. Cytopige. Daerah tertentu pada membran plasma atau pelikel untuk
melepaskan sisa pencernaan melalui proses eksositosis.

4
Gambar 1.2. Organella Di dalam Tubuh Protozoa

Reproduksi Protozoa
Reproduksi secara aseksual dan seksual terjadi pada Protozoa. Reproduksi
secara aseksual yang umum terjadi yaitu pembelahan biner. Pada proses tersebut,
mitosis menghasilkan dua inti yang masing-asing akan diberikan ke setiap
individu ketika sitoplasma terbagi menjadi dua. Selama proses pembelahan sel
(sitokinesis) beberapa organella juga menggandakan diri yang akan diberikan sel
individu baru hasil proses pembelahan. Proses sitokinesis dapat terjadi
longitudinal atau tranversal (Gambar 1.3) .

5
Gambar 1.3. Pembelahan Binary Transversal dan Longitudinal pada
Beberapa Protozoa

Bentuk lain dari reproduksi secara aseksual adalah pembentukan tunas.


Pada proses tersebut terjadi melalui pembelahan mitosis dan sel anak berukuran
lebih kecil dari sel induknya. Selain melalui pembentukan tunas dikenal juga
pembelahan berulang kali (multiple fission) atau schizogony. Pada proses
pembelahan tersebut terjadi saat sebuah sel protozoa membelah menghasilkan
banyak sel anak. Proses schizogoni melalui pembelahan mitosis dimana inti sel
membelah menjadi banyak selanjutnya dikuti dengan pembagian sitoplasma untuk
setiap inti sel anak.
Reproduksi secara seksual memerlukan gamet atau sel kelamin dan
selanjutnya gamet akan bergabung membentuk zigot. Pada sebagian besar
protozoa, individu yang matang secara seksual adalah haploid. Gamet akan
dihasilkan melalui pembelahan mitosis dan meiosis mengikuti tahapan
penggabungan gamet. Protozoa bersilia adalah perkecualian untuk pola tersebut.

6
TAKSONOMI PROTOZOA
Para protozoologist yaitu orang yang khusus mempelajari protozoa sepakat
bahwa Protozoa adalah kategori subkingdom yang terdiri atas 7 filum. Ketujuh
filum tersebut meliputi Sarcomastigophora, Labyrinthomorpha, Apicomplexa,
Microspora, Acetospora, Myxozoa, dan Cilophora. Dasar pembagian subkingdom
ke dalam beberapa filum yaitu tipe inti sel, tipe reproduksi, mekanisme
pergerakan. Jumlah spesies dari Protozoa lebih dari 38.000 spesies.
Klasifikasi Protozoa akan diuraikan berikut ini.
Kingdom Protista meliputi eukariotik bersel tunggal
Subkingdom Protozoa meliputi protista mirip hewan
1. Filum Sarcomastigophora, terdiri Protozoa yang memiliki flagella, kaki
semu (pseudopodia) atau memiliki keduanya yang digunakan untuk bergerak
dan makan, berinti sel satu. Anggota filum ini sekitar 18.000 spesies.
Subfilum Mastigophora. Memiliki satu atau lebih flagela untuk pergerakan,
bersifat autotrofik, heterotrofik, atau saprozoik.
Kelas Phytomastogophora. Biasanya memiliki klorofil, utamanya
bersifat autotrofik, namun beberapa heterotrofik. Contohnya: Euglena,
Volvox, Chlamydomonas
Kelas Zoomastigophora. Tidak memiliki klorofil, bersifat heterotrofik
atau saprozoik. Contohnya: Trypanosoma, Trichonympha, Trichomonas,
Giardia, Leishmania.
Subfilum Sarcodina. Memiliki pseudopodia untuk bergerak dan
mendapatkan makanan, tidak bercangkang atau ada yang memiliki cangkang
(shell atau test). Sebagian besar hidup bebas.
Superkelas Rhizopoda. Memiliki pseudopodia bertipe lobopodia,
filopodia, reticulopodia. Contohnya: Amoeba, Entamoeba, Arcella,
Diflugia, foraminifera. Anggota sekitar 4000 spesies.
Superkelas Actinopodia. Bersifat plangtonik berbentuk spherikal,
memiliki axopodia yang tersusun atas mikrotubulus. Termasuk radiolaria
yang hidup di laut dengan cangkang yang tersusun atas silikon dan
heiozoans (Actinophrys) yang hidup di air tawar. Anggotanya sekitar 3000
spesies.

7
Subfilum Opalina. Tubuhnya berbentuk silindris, tertutup oleh silia.
Contohnya: Opalina.
2. Filum Labyrinthomorpha. Fase tropik sebagai hubunga ektoplasma dengan
bentuk spindel atau sperikal, sel tidak bersifat amoeboid, bersifat saprozoik
atau parasit pada alga atau rumput laut, umumnya hidup di laut atau di air
payau. Contohnya: Labyrinthula.
3. Filum Apicomplexa. Bersifat parasit dengan ujung apikal tubuhnya
digunakan untuk masuk ke sel induk, tidak memilki silia atau flagel, kecuali
pada tahap tertentu dari tahapan reproduksi. Contohnya: gregarina
(Monocystis), coccidia (Eimeria, Isospora, Sarcocystis, Toxoplasma), dan
Plasmodium. Anggota filum ini sekitar 5500 spesies.
4. Filum Microspora. Spora yang tergolong uniseluer, bersifat parasit
intraseluler pada hampir semua hewan. Contoh: mikrospora (Nosema), sekitar
850 spesies.
5. Filum Acetospora. Spora yang tergolong multiseluler, semua bersifat parasit
pada hewan invertebrata. Contohnya: Paramyxa, Haplosporidium.
6. Filum Myxozoa. Spora yang tergolong multiseluler dan semua bersifat
parasitik. Contohnya: Myxosoma. Anggota filum ini sekitar 1250 spesies.
7. Filum Ciliophora. Protozoa yang memiliki silia sederhana atau kompleks
pada semua tahap kehidupannya. Bersifat heterotrop dengan sitostoma yang
berkembang baik dan memiliki organella untuk makan. Inti sel, setidaknya
memiliki satu makronukleus dan satu mikronukleus. Anggota filum ini sekitar
9000 spesies. Contohnya: Paramaecium, Stentor, Euplotes, Vorticella,
Balantidium.

1. FILUM SARCOMASTIGOPHORA
Anggota filum Sarcomastigophora sekitar 18.000 spesies. Kata
Sarcomastigophora berasal dari bahasa Yunani (yaitu sarko: daging + mastigo:
cambuk + phoros: membawa. Karakteristik anggota dari filum Sarcomastigophora
yaitu:

8
1. Bersel satu (uniseluler) atau membentuk kolobi.
2. Bergerak dengan menggunakan flagrl, psudopodia (kaki semu) atau
keduanya.
3. Bersifat autotrofik (membuat makanannya sendiri), saprozoik (hidup pada
bahan organik yang membusuk), atau heterotrofik (memperoleh energi
dari senyawa organik).
4. Memiliki satu macam Inti sel.
5. Biasanya berlangsung reproduksi secara seksual.

a. SUBFILUM MASTIGOPHORA
Anggota dari subfilum Mastigophora menggunakan flagella untuk bergerak.
Gerakan flagella menghasilkan dua dimensi, pergerakan seperti bulu cambuk atau
pergerakan berbentuk helik yang digunakan untuk manarik dan mendorong
protozoa di dalam mediaum cair.
1) KELAS PHYTOMASTIGOPHOREA
Kata Phytomastigopohora berasal dari bahasa Yunani (Phyto: tumbuhan).
Karakteristik protozoa yang tergolong dalam kelas ini memiliki klorofil dan
memiliki satu atau dua flagella. Anggota kelas ini menghasilkan sebagian besar
makanan dalam jaring-jaring makanan di habitat air laut. Oksigen yang terlarut di
dalam air laut berasal dari hasil fotosintesis anggota kelas Phytomastigophorea.
Anggota Phytomastigophorea laut termasuk dinoflagellata (Gambar 3).
Kerja utama flagella pertama tersebut menyebabkan hewan berputar dalam sumbu
tubuhnya. Sedangkan akibat gerak flagella kedua hewan bergerak ke depan.
Selain klorofil, beberapa dinoflagella memiliki pigmen Xantofil sehingga
memberikan warna coklat keemasan. Pada suatu saat ketika dinoflgella jumlahnya
sangat banyak, air akan berwarna coklat keemasan. Beberapa genus seperti
Gymnodinium menghasilkan racun. Sekumpulan dari genus tersebut dikenal
dengan sebuatan red tides dan menyebabkan kematian pada ikan di sepanjang
benua. Manusia yang memakan hewan molluska atau ikan yang tercemari oleh
Gymnodinium dapat meninggal. Bible melaporkan bahwa wabah pertama
Moses terjadi di masyarakat Mesir ketika air laut berwarna merah dan kotor

9
sehingga menyebabkan banyak ikan mati. Indikator Laut merah mungkin
penamaan akibat racun yang dihasilkan saat dinoflagel melimpah.

Gambar 1.4. Dinoflagellata

EUGLENA
Euglena merupakan anggota phytomastigophoea yang hidup di aiar tawar
(Gambar 1.5). Setiap kloroplas memiliki pirenoid yang digunakan untuk
mensintesis dan menyimpan polisakarida. Jika hewan tersebut dikultur pada
kondisi gelap maka akan makan dengan cara menyerap dan kehilangan warna
hijaunya. Beberapa euglonoid (contohnya: Peranema) kehilangan kloroplas dan
menjadi heterotrofik.
Euglena memiliki stigma yang terletak merupakan pigmen yang merupakan
fotoreseptor dan terletak di dasar flagella. Fotoreseptor tersebut digunakan untuk
mendeteksi cahaya karena cahaya digunakan dalam proses fotosintesis. Akibatnya
Euglena bersifat fototaksis positif.
Euglena bersifat haploid dan reproduksi aseksual dilakukan dengan
pembelahan biner longitudinal untuk menghasilkan sel anakan. Sedangkan
reproduksi seksual tidak diketahui.

10
Gambar 1.5. Euglena

VOLVOX
Volvox merupakan flagellata berkoloni yang terdiri atas sekitar 50.000 sel
yang bergabung membentuk bntukan bulat dalam materi gelatin (Gambar 1.6).
Setiap individu penyusun Volvox memiliki dua flagel yang menyebabkan koloni
akan bergerak menggelinding di dalam air.

Gambar 1.6. A. Volvox dengan koloni anak, B. Dinding sel Volvox

11
Sebagian besar sel penyusun Volvox tidak tersepesialisasi, namun ketika
melakukan reproduksi secara sexsual tergantung pada sel khusus. Reproduksi
aseksual berlangsung ketika musim semi dan panas ketika sel-sel tertentu menjadi
lebih pucat pada koloni induk dan membentuk koloni anak. Ktika koloni induk
mati dan hancur, selanjutnya terlepaslah koloni anak yang telah terbentu
sebelumnya.
Reproduksi secara seksual pada Volvox berlangsung saat musim gugur
(Gambar 1.7). Beberapa spesies adalah diocious (berjenis kelamin terpisah),
sedang spesies lainnya bersifat monocious (kedua jenis kelamin terdapat dalam
kooni yang sama). Pada musim gugur, sel-sel tertentu mengalami diferensiasi
menjadi makrogamet dan mikrogamet. Makrogamet berukuran besar berisi
cadangan makanan dan tidak bergerak. Mikrogamet sebagai sebuah kelompok
sel-sel berflagel yang akan meninggalkan koloni induk, berenang menuju koloni
yang mengandung makrogamet. Mikrogamet selanjutnya pecah dan terjadilah
singami antara makrogamet dengan mikrogamet. Zigot yang terbentuk
membentuk dinding yang kuat untuk melindungi dirinya saat musim dingin. Zigot
akan dilepas ketika koloni induk mati. Karena koloni induk tersusun atas sel-sel
yang haploid, maka zigot harus melakukan pembelahan meiosis untuk
mengurangi jumlah kromosom dari kondisi diploid (fase zigot) menjadi haploid.
Salah satu hasil dari pembelahan meiosis selanjutnya melakukan pembelahan
secara mitosis untuk membentuk koloni yang terdiri dari beberapa sel. Sedangkan
hasil lainnya dari proses meiosis tersebut mengalami degenerasi. Koloni tersebut
selanjutnya akan keluar dari fase zigot yang memiliki pelindung saat musim semi.

12
Gambar 1.7. Reproduksi Aseksual dan Seksual Volvox

2) KELAS ZOOMASTIGOPHOREA
Karakteristik protozoa yang merupakan anggota Zoomastigophorea adalah
tidak memiliki klorofil dan bersifat heterotrofik. Beberapa anggota dari kelas
tersebut bersifat parasit pada manusia.
TRYPANOSOMA
Salah satu anggota dari kelas Zoomastigophorea adalah Trypanosoma
brucei. Spesies tersebut dibedakan menjadi 3 sub-spesies yaitu T.b. brucei, T.b.
gambiense, dan T.b. rhodosiense, yang semuanya itu juga dikenal dengan sebutan
Trypanosoma brucei komplek. Sub-spesies yang pertama tersebut parasit pada
mamalia namun tidak termasuk manusia di Afrika, sedangkan dua subspesies
lainnya menyebabkan penyakit tidur pada manusia. Lalat tsetse (Glossina spp.)
sebagai inang perantara dan vektor dari ketiga subspesies Trypanosoma brucei.
Ketika lalat tsetse menggigit manusia atau hewan mamalia yang terinfeksi, maka
ikut terhisap parasit tersebut. Di dalam tubuh nyamuk, parasit akan membelah di
dalam lambung lalat. Pada tahap ini berlangsung selama 10 hari, selanjutnya
melakukan migrasi ke kelenjar ludah. Di dalam tubuh lalat, pertumbuhan
trypanosoma berlangsung selama 15 sampai 35 hari melalui sejumlah perubahan
bentuk. Ketika lalat yang sudah terinfeksi tersebut menggigit hewan vertebrata
lainnya, maka parasit yang terdapat di dalam kelenjar ludah akan keluar menuju

13
inang akhir yang baru. Parasit tersebut di dalam tubuh inang akhir yang baru akan
melakukan reproduksi aseksual dan juga melalui sejumlah perubahan bentuk.
Hewan parasit akan tinggal di berbagai organ tubuh inang seperti darah, cairan
limfe, limpa, sistem saraf pusat, dan cairan serebrospinal (Gambar 1.8).
Ketika Tryoanosoma masuk ke sistem saraf pusat, akan menyebabkan
penderita mengalami kelesuan, gangguan mental, dan hilangnya koordinasi.
Kematian dapat terjadi apabila terjadi gabungan beberapa gejala-gejala
sebelumnya seperti gangguan jantung, malnutrisi, dan kondisi-kondisi lainnya
yang menyebabkan kondisi pasien menjadi melemah. Jika penyakit tersebut
terdeteksi lebih awal, maka penyakit tidur dapat disembuhkan. Namun jika infeksi
sudah berlanjut sampai menyerang sistem saraf pusat, maka kesembuhannya tidak
sama dengan pasien yang sudah terdeteksi lebih awal.

Gambar 1.8. Siklus Hidup Trypanosoma brucei. A. Saat lalat tsetse menghisap
darah manusia, B. Struktur Tubuh T. brucei

Ketika Tryoanosoma masuk ke sistem saraf pusat, akan menyebabkan


penderita mengalami kelesuan, gangguan mental, dan hilangnya koordinasi.
Kematian dapat terjadi apabila terjadi gabungan beberapa gejala-gejala

14
sebelumnya seperti gangguan jantung, malnutrisi, dan kondisi-kondisi lainnya
yang menyebabkan kondisi pasien menjadi melemah. Jika penyakit tersebut
terdeteksi lebih awal, maka penyakit tidur dapat disembuhkan. Namun jika infeksi
sudah berlanjut sampai menyerang sistem saraf pusat, maka kesembuhannya tidak
sama dengan pasien yang sudah terdeteksi lebih awal.

b). SUBFILUM SARCODINA


(Pergerakan psedopodia dan amoeboid)
Subfilum Sarcodina, anggotanya adalah amoebae (tunggal, amoeba). Pada
saat amoeba bergerak dan makan, maka akan membentuk perpanjangan membran
sel yang disebut pseudopodia (tunggal, psudopodium). Terbentuknya psudopodia
berlangsung sementara waktu saja. Pseudopodia memliki berbagai bentuk yaitu:
1). Lobopodia (tunggal, lobopodium) merupakan perluasan sel yang melebar
mengandung ektoplasma dan endoplasma dan digunakan untuk bergerak dan
menelan makanan (Gambr 1.9 a).
2). Filopodia (tunggal, filopodium), hanya mengandung ektoplasma dan
menyediakan dua arah aliran untuk mengirimkan makanan tampak sebagai ban
berjalan ( Gambar 8b)
3). Reticulopodia (tunggal, recticulopodium), bentukny sama seperti filopodia,
namun membentuk cabang-cabang dan saling berhubungan (Gambar 1.9c).
4) Axopodia ( tunggal, axopodium ) berbentuk tipis, bersifat filamen, dan
ditunjang oleh mikrotubulus dari sumbu utama tubuh. Sitoplasma yang menutup
sumbu tubuh bersifat melekat dan dapat bergerak. Makanan ditangkap oleh
axopodia, selanjutnya dikirim ke sitoplasma pusat dari amoeba (Gambar 1.9d)

15
Gambar 1.9. Berbagai Tipe Pesudopodia

SUPERKELAS RHIZOPODA
KELAS LOBOSEA
Sebagian besar amoeba tergolong dalam superkelas Rhizopoda, kelas
Lobosea, dan genus Amoeba (Gambar 1.10). Amoeba tersebut tidak memiliki
cangkang atau test dan ditemukan pada lingkunganair yang dangkal dari danau air
tawar, danau, dan perairan yang memiliki aliran lambat. Hewan tersebut memakan
protista lain dan bakteri. Makanan ditelan dengan cara fagositosis melalui proses
perubahan sitoplasma seperti pergerakan amoeboid (Gambar 1.11). Pada proses
fagositosis, makanan akan dimasukkan ke dalam vakuola makanan (Gambar
1.12). Pembelahan binary akan terjadi saat amoeba mencapai batas ukuran. Tidak
ada reproduksi secara seksual.

16
Gambar 1.10 Struktur Tubuh Amoeba

Gambar 1.11. Mekanisme Pergerakan Kaki Semu

Gambar 1.12. Proses Amoeba Memperoleh Makanan

Anggota lain dari superkelas Rhizopoda memiliki cangkang atau test. Test
merupakan struktur pelindung tubuh yang disekresi oleh sitoplasma. Kandungan
dari cangkang tersebut ada yang berupa kalkareus (tersusun dari kalsium
karbonat), proteinaseus (terbuat dari protein), siliseus (tersusun dari silika (SiO 2),
atau kitineus (tersusun atas khitin suatu polisakarida). Cangkang yang lain

17
tersusun atas pasir atau bahan lain yang diperekat menjadi suatu bahan yang
disekresikan. Pada protozoa bercangkang, biasanya dijumpai satu atau lebih
lubang pada permukaan cangkang. Lubang tersebut tempat penjuluran kaki semua
protozoa.
Arcella merupakan amoeba bercangkang yang ditemukan di air tawar.
Hewan tersebut berwarna coklat dan cangkangnya bersifat proteineus. Bentuk
cangkang Arcella pada salah satu sisi memipih dan sisi lainnya menggembung.
Kaki semu akan keluar dari lubang pada sisi yang memipih. Difflugia (Gambar
1.13) merupakan amoeba bercangkang yang ditemukan di air tawar. Cangkang
bebentuk vas dan tersusun atas partikel-partikel yang dilekatkan dalam suatu
matrik.

Gambar 1.13. Diflugia

Semua amoeba yang hidup bebas adalah pemakan partikel dan untuk
menagkap makanan tersebut digunakan kaki semu, serta sebagian kecilbersifat
patogen. Contohnya Entamoeba hystolitica yang merupakan penyebab disentri
pada manusia. Amoeba hidup di lipatan dinding usus, memakan zat tepung dan
sekresi mukosa. Akibat adanya amoeba tersebut maka di saluran usus terbentuk
borok dan peradangan. Disentri yang disebabkan oleh ameba dicirikan adanya
darah dan lendir pada feses. Penyakit disentri amoeba adalah masalah dunia
terutama di lingkungan yang jumlah masyarakat padat dengan kondisi lingkungan
yang kumuh. Amoeba akan ditularkan ke manusia lainnya melalui makanan atau
air yang terkontaminasi kista amoeba. Setelah kista berada di dalam tubuh
manusia, selanjutnya kista pecah dan keluarlah amoeba yang akan menuju ke
dinding usus.

18
c) SUBFILUM ACTINOPODA
(meliputi Foraminifera, Heliozoa, dan Radiolaria)
Foraminifera (umumnya disebut foram) merupakan amoeba laut.
Foraminifera memiliki reticulopodia dan mensekresi cangkang yang tersusun atas
kalsium karbonat. Saat Foreminifera tumbuh, akan mensekresikan ruangan baru
yang berukuran besar dan akan tetap melekat pada ruangan yang lama ( Gambar
1.14). Cangkang membesar mengikuti pola simetris yang merupakan hasil
rangkaian lurus atau berbentuk spiral seperti cangkang siput.

Gambar 1.14. A. Foraminifera yang masih hidup, B,C, Cangkang


Foraminifera

Cangkang dari foraminifera melimpah dalam fosil sejak periode Cambrian.


Cangkang hewan tersebut penyusun terbesar dari sedimen laut dan terkumpul
pada dasar laut dalam bentuk batu kapur dan endapan kapur. Karang putih di
Dover Inggris adalah contoh endapan kapur dari cangkang foreminifera. Para
geologist saat melakukan ekplorasi sumber minyak menggunakan fosil
foraminifera untuk mengidentifikasi lapisan geologi.
Heliozoa (Gambar 1.15) adalah amoeba akuatik yang selain bersifat
plantonik atau hidup menempel dengan menggunakan tangkai pada beberapa

19
substrat. Heliozoa ada yang tidak bercangkang dan ada yang memiliki cangkang
yang terdapat lubang-lubang untuk axopodia.
Radiolaria (Gambar 1.16) adalah amoeba yang bersifat plantonik pada air
tawar dan air laut. Ukuran tubuh relatif besar, beberapa bentuk koloni memiliki
diameter sampai beberapa sentimeter. Hewan ini memiliki cangkang (biasanya
tersusun atas silika). Ketika radiolaria mati, cangkangnya tertimbun pada dasar
laut.

Gambar 1.15. Heliozoa

Gambar 1.16. Berbagai Cangkang Radiolaria

20
2. FILUM LABYRINTHOMORPHA
Filum Labyrinthomorpha meruapakan filum yanga sangat kecil, terdiri atas
protozoa berbentuk gelendong (Gambar 1.17), tidak bersifat amoeboid, tersusun
sel vegetatif. Pada beberapa genus, sel-sel amoeboid bergerak dengan cara
meluncur pada jalur yang tersusun atas lendir. Sebagian besar anggotanya
habitatnya laut, dan bersifat parasit pada alga atau rumput laut, contohnya:
Labyrinthula.

Gambar 1.17. Labyrinthula

3. FILUM APICOMPLEXA
Semua anggota dari filum Apicomplexa bersifat parasitik. Karakteristik
filum ini adalah sebagai berikut.
a. Ujung apikal tubuh digunakan untuk penetrasi sel inang.
b. Inti sel memiliki satu tipe
c. Tidak memiliki silia atau flagella, kecuali pada tahap tertentu pada
reproduksi.
d. Siklus hidup meliputi fase aseksual (schizogoni, sporogony) dan fase seksual
(gametogoni).

21
a. KELAS SPOROZOEA
Nama kelas Sporozoea berasal dari sebagian besar anggota sporozoea
menghasilkan spora yang resisten atau ookista diikuti reproduksi seksual.
Beberapa anggota kelas ini termasuk Plasmodium dan coccidia menyebabkan
penyakit pada hewan dan manusia.
Hewan yang bersifat parasit, siklus hidup terdiri atas tiga fase. Schizogony
merupakan pembelahan berulang dari tahap aseksual dan berlangsung di dalam sel
induk untuk membentuk individu yang lebih banyak yang disebut merozoit.
Merozoit akan meninggalkan sel induk dan selanjutnya menginfeksi sel lainnya
(Schizogoni untuk menghasilkan merozoit dan juga disebut merogony).
Beberapa merozoit mengalami gametogony, yang memulai fase seksual
pada siklus hidupnya. Hewan parasit akan membentuk mikrogametosit dan
makrogametosit. Mikrogametosit mengalami pembelahan berulang menghasilkan
mikrogamet yang memiliki dua flagel (biflagel) yang berasal dari sel induk yang
terinfeksi. Sedangkan makrogametosit berkembang secara langsung menjadi
sebuah makrogamet. Mikrogamet membuahi makrogamet dan menghasilkan zigot
memiliki pelindung disebut ookista.
Zigot mengalami pembelahan meiosis dan selanjutnya sel-sel akan
membelah secara berulang melalui pembelahan mitosis. Proses ini disebut
sporogony yang menghasilkan beberapa sporozoit (Gambar 1.18) dalam ookista.
Sporozoit menginfeksi sel dari sel inang baru setelah menelan ookista atau
sporokista ditularkan melalui gigitan nyamuk.

Gambar 1.18. Struktur Sporozoit

22
Anggota sporozean yaitu Plasmodium merupakan penyebab penyakit
malaria. Pada tahun 1970 an, penyakit malaria muncul di semua bagian negara.
Lebih dari 100 telah menyerang manusia dan diperkirakan sebanyak 100 manusia
atau secara anual untuk kontak dengan penyakit.
Siklus hidud Plasmodium berlangsung di tubuh vertebrata dan nyamuk
(Gambar 1.19). Schizogoni terjadi pertama di dalam sel hati, selanjutnya di dalam
sel darah merah, dan gametogoni terjadi di dalam sel darah merah juga. Nyamuk
akan memperoleh gametocyt selama menghisap darah, dan sesudah itu gametocyt
berfusi. Zigot yang terbentuk akan menembus lambungnya dan berubah menjadi
bentuk okista. Bentuk sporogoni berupa sporozoit yang haploid dapat berpindah
ke hospes baru bersamaan ketika nyamuk menghisap darah hospes baru.
Gejala dari penyakit malaria berlangsung berulang kali disebut dengan
serangan hebat. Kondisi kedinginan dan panas berhubungan dengan proses
kematangan parasit, pemecahan sel darah merah, dan pelepasan racun hasil
metabolisme.
Empat spesies Plasmodium yang penting bagi manusia yaitu P. vivax
menyebabkan malaria dengan serangan hebat setiap 48 jam. Spesies ini berada di
daerah beriklim sedang dan hampir diberantas di berbagai daerah di dunia. P.
falciparum menyebabkan bentuk virulen dari malaria pad manusia. Serangan
hebat tidak konstan dibandingkan spesies lainnya. Spesies ini tersebar di seluruh
dunia, namun sekarang utamanya di daerah tropis dan subtropis. Spesies ini
merupakan penyebab kematian manusia terbesar, khususnya di Afrika. P.
malariae tersebar di seluruh dunia dan menyebabkan malaria dengan serangan
hebat terjadi setiap 72 jam. P. ovale sangat jarang ditemukan diantara keempat
spesies Plasmodium dan utamanya tersebar di daerah tropis.

23
Gambar 1.19. Siklus Hidup Plasmodium

Anggota kelas Sporozoea lainnya yang menyebabkan penyakit adalah


coccidiosis. Coccidiosis menyebabkan penyakit pada ternak unggas, domba,
ternak lembu dan kerbau, dan kelinci. Dua genus yaitu Isospora dan Eimeria
(Gambar 1.20) merupakan parasit pada ternak unggas.

Gambar 1.20. Eimeria

Anggota coccidia lainnya yaitu Cryptosporodium menjadi lebih dikenal


setelah AIDS setelah hewan tersebut menyebabkan diare kronis pada penderita
AIDS. Hewan tersebut diketahui tahan terhadap klorinasi dan sebagian besar
mematikan pada individu yang kekebalannya menurun.

24
Toxoplasma merupakan penyakit yang menyerang mammalia termasuk
manusia dan burung. Reproduksi seksual Toxoplasma berlangsung di tubuh
kucing. Infeksi terjadi saat ookista tertelan bersama makanan yang terkontaminasi
feses kucing atau ketika daging yang mengandung merozoit dalam bentuk kista
termakan karena masaknya kurang baik. Senbagian besar infeksi pada manusia
tidak menimbulkan gejala, dan jika sekali infeksi terjadi , maka akan diikuti
perkembangan imunitasnya. Namun, jika wanita terinfeksi saat mendekati waktu
hamil atau ketika sudah hamil, maka toksoplasma kongenital dapat berkembang di
dalam janin. Toksoplasma kongenital penyebab utama bayi lahir mati atau
keguguran. Langkah pencegahan terhadap infeksi Toxoplasma yaitu menjaga agar
kucing tidak berkeliaran pada kotak pasir tempat bermain anak-anak atau
menggunakan penutup kotak pasir anak-anak, dan kesadaran pasangan yang ingin
memiliki anak untuk memakan daging yang telah dimasak sampai matang.

4. FILUM MICROSPORA
Anggota filum Microspora umumnya disebut mikrosporodia. Tubuh
berukuran kecil dan bersifat parasit obligat intraseluler. Beberapa spesies anggota
filum ini parasit pada serangga yang menguntungkan. Nosema bombicus parasit
pada ulat sutera, menyebabkan penyakit pebrine ( Gambar 1.21), dan N. apis
menyebabkan disentri yang serius pada lebah madu. Hewan parasit tersebut
kemungkinan sebagai agen pengendali hayati untuk hama-hama serangga.

Gambar 1.21. Siklus Hidup Nosema bambicus

25
5. FILUM ACETOSPORA
Anggota filum Acetospora bersifat parasit obligat ekstraseluer, dengan ciri
spora yang kehilangan sumbat di kutub atau filamen kutubnya (Gambar 1.22) .
Contoh anggota filum ini yaitu Haplosporodium bersifat parasit dalam sel,
jaringan, dan rongga tubuh hewan molluska.

Gambar 1.22. Morfologi Haplosporodium

6. FILUM MYXOZOA
Filum Myxozoa umumnya disebut sebagai myxosporeans, semua anggota
bersifat parasit obligat ekstraseluler pada ikan air tawar dan ikan air laut. Parasit
tersebut memiliki spora dengan satu sampai enam filamen kutub yang berbentuk
gulungan (Gambar 1.23 dan 1.24). Myxosoma cerebralis menginfeksi sistem saraf
dan organ pendengar dari ikan air tawar dan salmon.

Gambar 1.23. Siklus Hidup Myxospora

26
Gambar 1.24. Siklus Hidup Myxospora

7. FILUM CILIOPHORA
Filum Ciliophora meliputi hewan ciliata yang tersebar di lingkungan air
tawar dan air laut. Sebagian kecil hewan cilliata bersifat simbiotik. Karakteristik
filum Ciliophora sebagai berikut.
a. Memiliki silia yang digunakan untuk bergerak dan memperoleh makanan
b. Relatif bentuknya tetap dan memiliki pelikel
c. Memiliki sitostom (mulut)
d. Inti sel terdiri atas dua macam yaitu makronukleus yang berukuran besar
dan mikronukleus yang berukuran kecil.

SILIA DAN STRUKTUR PELIKULAR LAINNYA


Silia secara umum sama dengan flagel, namun lebih pendek, lebih banyak
jumlahnya, dan tersebar secara luas di atas permukaan tubuh hewan ( Gambar
1.25). Pergerakan silia terkoordinasi sehingga gerakan bergelombang silia
melewati permukaan tubuh hewan. Beberapa silia dapat bergerak berlawanan arah
sehingga menyebabkan sel bergerak.

27
Gambar 1.25. Paramaecium

Basal body (kinetosom) terletak di dekat silia menghubungkan dengan


jaringan melalui benang-benang dan diperkirakan sebagai tempat akhir silia dan
memberikan bentuk tubuh organisme.
Beberapa anggota Cilliata memiliki silia yang terspesialisasi secara khusus.
Silia yang menutupi permukaan tubuh protozoa, selanjutnya bergabung
membentuk cirri yang digunakan untuk bergerak. Akibatnya akan kehilangan silia
pada daerah temapt terbentuknya cirri tersebut.
Trichokist merupakan struktur pelikular utama yang digunakan untuk
perlindungan diri. Bentuk trikokist seperti batang atau organella berbentuk oval
yang letaknya tegak lurus terhadap membran plasma. Pelikel dapat melepaskan
trikokist, namun tetap dihubungkan ke tubuh melalui benang yang lengket
(Gambar 1.26).

28
Gambar 1.26. A. Struktur Pelikel, B. Pelepasan Trikokist

NUTRISI
Beberapa Cilliata seperti Paramaecium memiliki celah mulut (oral groove)
yang terletak di salah satu sisi tubuhnya (Gambar 1.27). Celah mulut tersebut
dikelilingi silia. Peranan silia yang terletak pada celah mulut adalah mengarahkan
makanan menuju sitofarink, tempat terbentuknya vakuola makanan. Ketika

29
ukuran vakuola makanan mencapai ukuran tertentu maka akan melepaskan diri
dan beredar di dalam endoplasma.

Gambar 1.27. Sisi kiri menunjukkan Vakuola Kontraktil dari Paramaecium.


Gambar Kanan memperlihatkan Cytopharink, Vakuola
Makanan, dan Inti Sel

Makanan hewan Cilliata yang hidup bebas adalah protista lain atau hewan-
hewan kecil. Genus Didinium yang ukurannya kecil memakan Paramaecium yang
ukurannya lebih besar dari Didinium. Didinium akan membentuk lubang
sementara yang berukuran besar untuk memakan mangsanya (Gambar 1.28).
Suctoria merupakan Ciliata yang hidupnya menempel pada substratnya.
Hewan tersebut memiliki tentakel yang menghasilkan bahan pelumpuh
mangsanya, juga Ciliata lain dan amoeba. Tentakel tersebut akan mencerna
dinding tubuh mangsanya sehingga terbentuk lubang pada tubuh mangsanya.
Selanjutnya sitoplasma mangsanya akan disedot melalui saluran kecil dalam
tentakelnya. Mekanisme tersebut termasuk juga pembentukan mikrotubulus
tentakuler ( Gambar 1.29).

30
Gambar 1.28. Didinium sedang Memangsa Paramaecium

Gambar 1.29. Tokopyra spp. Sedang Memangsa Mangsanya

KONTROL GENETIK DAN REPRODUKSI


Cilliata memiliki dua macam inti sel yaitu makronukleus yang berukuran
besar dan mikronukleus yang berukuran kecil. Makronukleus berperanan untuk
mengatur aktivitas metabolisme, sedangkan mikronukleus sebagai sumber genetik
sel.
Hewan Cilliata melakukan reproduksi aseksual melalui pembelahan binary
transversal dan kadangkala melalui pembentukan tunas. Pembentukan tunas
berlangsung pada kelompok hewan suktoria dan hasil tunas tersebut akan

31
berenang bebas, selanjutnya akan menempel pada substrat dan berkembang
menjadi hewan dewasa.
Hewan Ciliata juga melakukan reproduksi seksual terjadi melalui proses
konjugasi (Gambar 1.30). Pasangan untuk melakukan konjugasi disebut konjugan.
Beberapa Cilliata memiliki sejumlah tipe perkawinan, tidak semua cocok satu
dengan lainnya. Proses konjugasi diawali dengan adanya kontak antar individu
secara acak dan selanjutnya disekresikan bahan pelekat untuk tempat melekatnya
pelikel kedua hewan tersebut. Kemudian membran plasma berfusi selama
beberapa jam.
Makronukleus tidak ikut terlibat dalam pertukaran materi genetik. Sebagai
gantinya makronukleus hilang selama atau sesudah proses pertukaran
mikronukleus, dan terbentuk kembali dari mikronukleus pada sel anak.

Gambar 1.30. Proses Konjugasi pada Paramaecium

SIMBIOSIS PADA CILIATA


Sebagian besar Cilliata hidup bebas, namun beberapa diantaranya bersifat
komensalistik, mutualistik, dan sebagian kecil bersifat parasitik (Gambar 26).
Spesies Balantidium coli adalah hewan Cilliata yang parasit di dalam usus besar
manusia, babi, dan hewan mammlia lainnya. Pada suatu waktu hewan tersebut
mekan dengan menggunakan silianya dan pada waktu lainnya akan menghasilkan

32
enzym proteolitik yang digunakan untuk mencerna sel epitelium inangnya yang
menyebabkan timbulnya borok. B. coli berpindah dari satu hospes ke hospes
lainnya dalam bentuk kista. Penyebarannya melalui makanan atau minumam yang
terkontaminasi kista B. coli . Hewan tersebut penyebarannya di seluruh dunia,
namun umumnya ditemukan di Filipina.

Gambar 1.31. Hewan Cilliata yang Bersifat Parasit

PERANAN PROTOZOA
Protozoa terdiri atas banyak anggota. Peranan anggota tersebut ada yang
sebagai penyebab penyakit khusunya yang memiliki sifat sebagai parasit. Penyakit
malaria yang tersebar luas di dunia dan dapat menimbulkan kematian disebabkan
oleh Plasmodium. Selain itu penyakit tidur disebabkan oleh Trypanosoma yang
memiliki alat gerak flagel. Penyakit disentri amoebiasis juga disebabkan oleh
Protozoa yaitu Entamoeba hystolitica. Parasit tersebut menyerang usus besar
manusia, babi, dan hewan mamalia lainnya.
Protozoa yang memiliki klorofil maka bersifat autotrof sehingga hasil proses
fotosintesisnya dapat digunakan sebagai sumber makanan, dan oksigen sebagai
hasil fotosintesis dimanfaatkan organisme lain untuk proses respirasi seluler.
Selain itu hewan tersebut dapat dikelompokkan sebagai fitoplankton yang
digunakan hewan lain sebagai sumber makanannya. Adapun hewan protozoa yang
tidak memiliki klorofil akan berfungsi sebagai zooplankton.
Endapan cangkang Radiolaria di dasar laut, dimanfaatkan ahli geologi saat
mencari sumber minyak bumi. Proses tersebut digunakan untuk mengetahui usia
lapisan bumi.

33
RINGKASAN
1. Kingdom Protista merupakan kelompok polyphyletic berasal dari Archea
sekitar 1,5 juta tahu lalu. Namun jalur evolusi menuju ke protista yang saat
ini belum diketahui dengan jelas.
2. Protozoa merupakan organisme bersel tunggal. Organella yang dimiliki
dikhususkan untuk kehidupan uniseluler yang mendukung kehidupan
protozoa.
3. Beberapa Protozoa hidup dalam hubungan simbiotik dengan organisme lain,
juga termasuk hubungan parasitik.
4. Anggota Filum Sarcomstigophora memiliki pseudopodia (kaki semu) dan
satu atau lebih flagella.
5. Anggota Kelas Phytomastigophorea melakukan fotosintesis contohnya genus
Euglena dan Volvox. Anggota dari kelas Zoomastigophorea bersifat
heterotrofik contohnya Trypanosoma penyebab penyakit tidur.
6. Amoeba menggunakan kaki semu untuk makan dan bergerak.
7. Anggota subfilum Sarcodina ada yang hidup di air tawar yaitu Arcella,
Amoeba, dan Difflugia. Ada juga yang bersibiosis yaitu genus Amoeba, dan
ada yang hidup di air laut yaitu Foraminifera dan Radiolaria.
8. Anggota filum Apicomplexa semua bersifat parasit, contohnya Plasmodium
dan Toxoplasma.
9. Filum Microspora terdiri atas protozoa yang memiliki ukuran kecil, bersifat
parasit intraseluler. Parasit ini dipindahkan dari satu inang ke inang lainnya
dalam betuk spora.
10. Filum Acetospora terdiri atas protozoa yang menghasilkan spora dengan
kehilangan kapsula polar.
11. Filum Myxozoa terdiri atas protozoa yang bersifat parasit, biasanya
ditemukan pada ikan. Jumlah filamen satu sampai enam merupakan
karakteristik sporanya.
12. Filum Ciliophora terdiri atas protozoa yang bersifat kompleks. Karakteristik
filum ini bahwa anggotanya memiliki silia, satu makronukleus, dan satu
mikronukleus. Anggota filum ini ada yang dapat melakukan reproduksi secara
seksual melalui konjugasi.

34
13. Ketepatan hubungan evolusioner pada protozoa sulit ditentukan. Laporan
fosil tersebar, dan belum bisa mendukung untuk menentukan hubungan
kekerabatannya. Akan tetapi hasil perbandingan sekuens RNA ribosom
menunjukkan bahwa setiap filum Protozoa kemungkinan memiliki asal mula
yang tersendiri.

LATIHAN
1. Jelaskan persamaan dan perbedaan Protozoa dengan sel hewan?
2. Jelaskan proses terbentuknya gerakan amoeboid!
3. Jelaskan proses konjugasi!
4. Jelaskan reproduksi seksual pada Volvox!
5. Jika kalian pergi ke suatu daerah yang terserang wabah disentri amoeba.
Langkah apa yang harus dilakukan untuk menghindari penyakit tersebut?
Apakah tindakan yang dilakukan tersebut sama jika pergi ke duatu daerah
yang memikiki masalah dengan penyakit malaria? Jelaskan.

35

Anda mungkin juga menyukai