Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

JUST IN TIME

SEMINAR AKUNTANSI MANAJEMEN

Disusun Oleh :
Kelompok 3
I Made Arya Suputra A1C014054
Ni Made Ayu Trishna Hendrawati A1C014087
Ni Putu Setia Devi Astini A1C014089

S1 AKUNTANSI REGULER PAGI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITA MATARAM
2017
PEMBAHASAN

Definisi Just In Time

Bozarth & Handfield mengatakan bahwa Just In Time (JIT) didefinisikan sebagai
sebuah filosofi manufaktur yang berbasis pada perencanaan penghapusan dari semua limbah
dan perbaikan terus-menerus pada kegiatan produksi. Dalam arti luas, itu berlaku untuk
semua bentuk manufaktur dan banyak industri layanan juga.
Menurut Hansen & Mowen (2001:591), Just In Time (JIT) merupakan suatu
pendekatan manufaktur yang mempertahankan bahwa produk-produk harus ditarik dari
seluruh sistem dengan adanya permintaan, dan bukannya mendorong seluruh sistem dengan
skedul yang tetap untuk mengantisipasi permintaan.
Just In Time (JIT) merupakan sistem produksi yang komprehensif dan sistem
manajemen persediaan dimana bahan baku dibeli dan diproduksi sebanyak yang dibutuhkan
serta digunakan pada saat yang tepat dalam setiap proses produksi (Blocher, dkk., 2002:113;
dalam Kuzatmono, 2008).
Just In Time (JIT) dapat berarti banyak hal yang berbeda-beda bagi masyarakat, baik
masyarakat bisnis maupun masyarakat umum. Beberapa pihak menganggap Just In Time
(JIT) adalah suatu pendekatan; bagi pihak lain JIT adalah suatu metodologi, atau suatu
filosofi, atau suatu konsep atau suatu strategi (Schniederjans, 1993:4; dalam Soewarno,
2005).
Menurut (Agustina, dkk., 2007) secara garis besar Just In Time (JIT) ada dua macam,
yaitu Just In Time Purchasing dan Just In Time Production. Menurut Gaspersz (2001:37;
dalam Kuszatmono, 2008), Just In Time Purchasing adalah sistem pembelian barang dengan
jumlah dan waktu yang tepat sehingga barang tersebut dapat segera diterima untuk memenuhi
permintaan atau untuk digunakan. Sedangkan Just In Time Production adalah sistem produksi
yang prinsipnya hanya memproduksi jenis-jenis barang yang diminta sejumlah yang
diperlukan dan pada saat dibutuhkan oleh konsumen.
Menurut Gaspersz (2004:37) konsep dasar sistem produksi tepat waktu (Just In Time-
JIT) adalah memproduksi output yang diperlukan pada waktu yang dibutuhkan dalam jumlah
sesuai kebutuhan pelanggan, pada setiap tahap proses dalam sistem produksi dengan cara
yang paling ekonomis dan paling efisien.
Just in Time adalah sebuah filosofi pemecahan masalah secara berkelanjutan
dan memaksa yang mendukung produksi yang ramping (lean). Produksi yang ramping (lean
Production) memasok pelanggan persis sesuai dengan keinginan pelanggan ketika pelanggan
menginginkannya, tanpa pemborosan, melalui perbaikan berkelanjutan (Heizer and Render,
2004,258). Sasaran utama just in time adalah meningkatkan produktivitas system produksi
atau operasi dengan cara menghilangkan semua macam kegiatan yang tidak menambah nilai
(pemborosan) bagi suatu produk. Sasaran just in time menitikberatkan pada continuos
improvement untuk mencapai biaya produksi yang rendah, tingkat produktivitas yang lebih
tinggi, kualitas dan realibitas produk yang lebih baik, memperbaiki waktu penyerahan produk
akhir dan memperbaiki hubungan kerja antara pelanggan dengan pemasok (Ariani,2003).
Definisi Just In Time didefinisikan sebagai sistem manajemen pabrikasi dan persediaan
komprehensif di mana bahan baku dan berbagai suku cadang dibeli dan diproduksi pada saat
diproduksi dan pada saat (just in time) akan digunakan dalam setiap tahap proses
produksi/pabrikasi. (Simamora, 2002:105).
Menurut Krismiaji (2011:8), ide-ide yang mendukung Just In Time adalah
sebagai berikut: (a). Sederhana adalah lebih baik. (b). Penekanan pada kualitas dan perbaikan
yang berkesinambungan. (c). Mempertahankan persediaan yang menjadi sumber pemborosan
dan pekerjaan jelek yang tersembunyi. (d). Setiap aktivitas atau fungsi yang tidak menambah
nilai harus dihilangkan. (e). Barang diproduksi apabila dibutuhkan. (f). Pekerja harus
berketrampilan banyak dan berpartisipasi dalam memperbaiki efisiensi dan kualitas produk.
Sasaran utama just in time adalah meningkatkan produktivitas sistem produksi atau
operasi dengan cara menghilangkan semua macam kegiatan yang tidak menambah nilai
(pemborosan) bagi suatu produk. Sasaran just in time menitikberatkan pada continuos
improvement untuk mencapai biaya produksi yang rendah, tingkat produktivitas yang lebih
tinggi, kualitas dan realibitas produk yang lebih baik, memperbaiki waktu penyerahan produk
akhir dan memperbaiki hubungan kerja antara pelanggan dengan pemasok. Tjahjadi
(2001:227) mendefinisikan JIT sebagai the successful completion of a product or service at
each stage of production activity from vendor to customer just in time for its use and at
minimum cost. JIT can also be generally defined as a strategy or guiding philosophy
whose goal it is to seek manufacturing excellence.
Selanjutnya Tjahjadi (2001:227) menyatakan bahwa JIT memiliki 8 prinsip dasar,
yaitu: (a). Seek a produce-to order production schedule. (b). Seek unitary production. (c).
Seek eliminate waste. (d). Seek continous product flow improvement. (e). Seek product quality
perfection. (f). Respect people. (g). Seek to eliminate contingencies. (h). Maintain long
term emphasis. Berdasarkan berbagai pengertian tersebut dapat diketahui bahwa eliminasi
pemborosan merupakan jantung dari JIT. Dengan mengeliminasi pemborosan, maka
perusahaan akan menghasilkan produk yang lebih baik dengan biaya yang lebih rendah.
Berdasarkan uraian diatas maka indikator JIT yang dimunculkan adalah biaya produksi yang
rendah, tingkat produktivitas yang lebih tinggi, hubungan antara pelanggan dengan pemasok.

Konsep dan Prinsip Just In Time


Dalam konsep Just In Time, Simamora, (2002:107) menyatakan terdapat empat aspek
fundamental dalam konsep Just In Time, yaitu:
(1). Menghilangkan segala aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah bagi seluruh produk
atau jasa. Dalam hal ini mencakup seluruh aktifitas atau sumber daya yang menjadi
sasaran untuk pengurangan atau penghilangan.
(2). Komitmen tinggi terhadap mutu melakukan secara benar segala sesuatunya dari awal
adalah esensial manakala tidak ada waktu untuk mengerjakan ulang. Perusahaan perlu
memiliki komitmen untuk mencapai dan mempertahankan tingkat mutu yang tinggi
dalam semua aspek aktivitas-aktivitas perusahaan.
(3). Upaya perbaikan yang berkelanjutan dalam efisiensi aktivitas perusahaan. Perusahaan
perlu mencanangkan komitmen terhadap perbaikan berkesinambungan (continuous
improvement) pada semua aktivitas perusahaan dan kegunaan data yang dihasilkan bagi
manajemennya. Perbaikan yang berkesinambungan adalah pengupayaan terus- menerus
nilai yang kian besar yang diberikan kepada pelanggan.
(4). Penekanan pada penyederhanaan dan peningkatan visibilitas aktivitas nilai tambah, hal
ini membantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang tidak menambah nilai.

Selain konsep diatas, terdapat beberapa konsep lain dalam pendekatan Just In Time,
yakni : (www.tazakigroup.com)
1. Konsep 3 M (Muda, Mura, dan Muri)
Konsep ini dibentuk untuk mengurangi banyaknya proses kerja, meningkatkan mutu,
mempersingkat waktu dan mencapai efisiensi.
a. Muda () diartikan sebagai pengurangan pemborosan atau kesia-siaan.
b. Mura () diartikan sebagai pengurangan perbedaan.
c. Muri () diartikan sebagai pengurangan ketegangan.
2. Gerakan 5 S (seiri, seiton, seiso, seiketsu dan shitsuke)
Konsep 5 S pada dasarnya merupakan proses perubahan sikap dengan menerapkan
penataan, kebersihan, dan kedisiplinan di tempat kerja. Konsep 5 S merupakan budaya
tentang bagaimana seseorang memperlakukan tempat kerjanya secara benar. Bila
tempat kerja tertata rapi, bersih, tertib maka kemudahan bekerja perorangan dapat
diciptakan. Dengan kemudahan bekerja ini, empat bidang sasaran pokok industri yang
meliputi:
a. Efisiensi Kerja
b. Produktifitas Kerja
c. Kualitas Kerja
d. Keselamatan Kerja dapat lebih mudah dipenuhi.
3. Konsep PDCA (Plan, Do, Check, Action)
Langkah pertama dari kaizen adalah menerapkan siklus PDCA (plan, do, check
action) sebagian sarana yang menjamin terlaksananya kesinambungan dari kaizen. Hal
ini berguna dalam mewujudkan kebijakan untuk memelihara dan memperbaiki atau
meningkatkan standar. Siklus ini merupakan konsep yang terpenting dari proses
kaizen (Imai, 2005: 4).
Rencana (plan) berkaitan dengan penetapan target untuk perbaikan, karena kaizen
adalah cara hidup, maka harus selalu ada perbaikan untuk semua bidang, dan
perumusan rencana guna mencapai target tersebut. Periksa (check) merujuk pada
penetapan apakah penerapan tersebut berada pada jalur yang sesuai rencana dan
memantau kemajuan perbaikan yang direncanakan. Tindak (action) berkaitan dengan
standarisasi prosedur baru guna menghindari terjadinya kembali masalah yang sama
atau menetapkan sasaran baru bagi perbaikan berikutnya (Imai, 2005: 5).
4. Konsep 5 W + 1 H
Salah satu pola piker untuk menjalankan roda PDCA dalam kegiatan JIT adalah
dengan teknik bertanya dengan pertanyaan dasar 5 W + 1 H (what, who, why, where,
when dan how).

Ada banyak kebijakan, peraturan dan prosedur manajemen persediaan yang


merupakan bagian dari JIT. Menurut Schniederjans (Dalam Sulistyowati, 2006:16) terdapat
enam prinsip dasar yang sering digunakan dalam manajemen persediaan yang bisa
dikarakteristikan sebagai prinsip-prinsip manajemen persediaan JIT. Prinsip-prinsip tersebut
meliputi :
a. Mengurangi ukuran lot dan meningkatkan frekuensi pemesanan
Dalam operasi JIT ukuran lot yang ideal adalah satu. Dengan mengurangi ukuran lot
disamping meningkatkan frekuensi pemesanan juga untuk menyeimbangkan
kebutuhan permintaan, mengurangi pemborosan dan meningkatkan produktifitas.
b. Mengurangi persediaan pendukung (Buffer Inventory)
Dalam operasi JIT dengan ukuran lot ideal satu dan tanpa buffer stock, kesalahan atau
kerusakan akan ditemukan dalam tahap perakitan berikutnya. Semakin cepat masalah
ditemukan semakin cepat pula masalah tersebut bisa dipecahkan dan mempercepat
saluran atau alur persediaan selanjutnya.
c. Mengurangi biaya pembelian
Meningkatkan frekuensi pemesanan bisa meningkatkan biaya tetap pemesanan.
Ukuran lot yang lebih kecil akan mengurangi kemungkinan mendapatkan diskon
pembelian dan meningkatkan biaya produk. Dan lagi, keseluruhan JIT dalam
menggunakan material persediaan biasanya memerlukan pengemasan khusus yang
juga meningkatkan biaya pembelian.
d. Meningkatkan penanganan material
Item-item persediaan operasi JIT dari pemasok harus dibagi kedalam unit atau ukuran
lot yang dibutuhkan dalam operasi. Ketidak seimbangan antara jumlah bahan baku
yang datang ke pabrik dengan kebutuhan pabrik akan menimbulkan pemborosan yang
tidak diinginkan. Selain itu ketidakseimbangan antara pengiriman ke pelanggan
dengan permintaan yang diinginkan pelanggan juga akan menghasilkan permintaan
yang tidak diinginkan. Tujuan ideal dalam sebuah sistem JIT adalah dengan
menempatkan feeder (pembantu) dan user proses dari material yang dilanjutkan
kepihak lain.
e. Mencapai persediaan nol
Persediaan dimanapun selalu membuang waktu, usaha dan uang. Idle inventory yang
ada dalam departemen atau ditoko harus dihilangkan. Persediaan dalam pengangkutan
juga merupakan sebuah pemborosan. Hal ini menyisakan satu alternatif, yaitu harus
ada persediaan nol dalam operasi JIT. mungkin hal ini terdengar seperti prinsip yang
mustahil, tetapi jelas bahwa hal tersebut adalah tujuan yang harus dicapai jika kita
terus ingin mergurangi biaya persediaan. Persediaan harus dikurangi atau dihilangkan
jika memungkinkan untuk mengurangi pemborosan yang tidak diinginkan dalam
sebuah operasi.
f. Mencari pemasok yang bisa dipercaya
Kunci untuk membuat JIT bekerja adalah mempunyai persedian just in time. Jika
waktu pengiriman dari pemasok tidak dapat dipercaya, sistem JIT akan menjadi kacau
dengan keterlambatan yang merugikan. Dalam operasi JIT, pemasok yang lebih
sedikit diharapkan akan dapat menjalankan pekerjaan dengan baik. Walaupun kontrak
jangka panjang dan proporsi bisnis yang lebih besar dari perusahaan membantu dalam
mengontrol perilaku pemasok, hal tersebut tidak selalu menjamin pengiriman tepat
waktu. Beberapa pemasok bisa lebih dekat pada pelanggan berdasarkan geografis
untuk menjamin kepercayaannya.

Tujuan dan Manfaat Just In Time


Menurut Modarress dan Ansari (1990), tujuan dari penerapan Just-In-time adalah
untuk meningkatkan kualitas produk dan produktivitas dengan mengeliminasi pemborosan.
Pemborosan ini dapat diartikan sebagai peralatan, bahan baku, dan pekerja. Arnaldo
Hernandez (1993), menambahkan bahwa: Reducing inventories, however, is not the primary
goal of Just-In-time. The primary goal is to increase the productivity of a manufacturing
system by eliminating all kinds of activity that add no value to a product.
Menurut Blocher, Chen & Lin (2002), tujuan dari penerapan Just-In-Time adalah
untuk membeli bahan baku tepat waktu untuk digunakan dalam proses produksi, dan untuk
memproduksi dan mengantarkan barang tepat waktu untuk dijual. Ini dapat dicapai dengan
mengurangi pemborosan, mengurangi persediaan, membangun hubungan yang baik dengan
pemasok, meningkatkan keikutsertaan pekerja, dan membuat program yang berfokus pada
konsumen.
Menurut Hansen dan Mowen (2001:412) tujuan Just In Time memiliki dua
tujuan strategis yaitu: untuk meningkatkan keuntungan dan memperbaiki daya saing
perusahaan. Kedua tujuan ini dicapai dengan mengontrol biaya-biaya (memungkinkan
terbentuknya harga yang berdaya saing lebih baik dan meningkatkan keuntungan),
memperbaiki kerja pengiriman, dan juga kualitas. Tujuan Just In Time adalah menghasilkan
sebuah produk hanya ketika dibutuhkan dan hanya dalam kuantitas yang diminta oleh para
pelanggan. (Simamora, 2002:108). Menurut Krismiaji, (2011:125) tujuan utama Just In Time
adalah untuk menghasilkan produk hanya jika diperlukan dan hanya menghasilkan
kuantitas produk sebanyak yang diminta pelanggan. Sedangkan menurut Kuncoro
(2005:293) berpendapat bahwa Just In Time memiliki beberapa peranan penting diantaranya:
(1). Meningkatkan laba. (2). Meningkatkan posisi persaingan perusahaan yang dicapai
melalui: (a). Pengendalian biaya. (b). Peningkatan kualitas. (c). Perbaikan kinerja kualitas.
Manfaat utama sistem Just In Time adalah akan mengubah daya telusur biaya,
meningkatkan akurasi penentuan kos produk, menurunkan kebutuhan alokasi biaya tak
langsung, mengubah perilaku dan kepentingan relatif biaya tenaga kerja langsung, dan
mempengaruhi sistem penentuan kos pesanan dan kos proses. Tunggal (1998:71) terdapat 2
manfaat yang dapat ditemukan dari Just In Time antara lain:
(1). Manfaat tangibles, yaitu:
(a). Turn over pembelian bahan baku/suku cadang bertambah.
(b). Ketepatan pengiriman meningkat.
(c). Lead time pengiriman berkurang.
(d). Pekerjaan ekspedisi berkurang.
(e). Waktu implementasi perubahan-perubahan oleh pemasok berkurang.
(2). Manfaat intangibles, yaitu:
(a). Memperbaiki kualitas produk.
(b). Berhasil mendorong pemasok memenuhi kualitas yang diperlukan.
(c). Memperbaiki produktivitas.
(d). Jadwal produksi yang lebih baik.
(e). Mengurangi keperluan untuk menginspeksi barang-barang yang masuk.
(f). Meningkatkan efisiensi.
(g). Memperbaiki posisi kompetitif.
(h). Memperbaiki desain produk.
(i). Memperbaiki moralitas dalam produksi.
(j). Lebih banyak kontak personal dengan pemasok.
(k). Mengurangi pekerjaan klerikal.
Tujuan utama JIT adalah menghilangkan pemborosan melalui pebaikan terus menerus
(Continuous Improvement) pada dasarnya sistem produksi JIT mempunyai enam tujuan dasar
sebagai berikut (Gaspersz, 2004:38).
a. Mengintegrasikan dan mengoptimumkan setiap langkah dalam proses manufacturing
b. Menghasilkan produk yang berkualitas sesuai keinginan pelanggan
c. Menurunkan ongkos manufacturing secara terus menerus
d. Menghasilkan produk hanya berdasarkan keinginan pelanggan
e. Mengembangkan fleksibilitas manufacturing
f. Mempertahankan komitmen tinggi untuk bekerjasama dengan pemasok dan pelanggan
Untuk mencapai tujuan JIT tersebut diperlukan asumsi sebagai berikut
(Yamit,2003:196):
a. Ukuran lot kecil
b. Konsisten kualitas tinggi
c. Pekerja dapat diandalkan
d. Persediaan menjadi minimum
e. Mesin dapat diandalkan
f. Rencana produksi stabil

Perbedaan Pendekatan Just In Time dan Pendekatan Tradisional


Perbandingan antara pemanufakturan Just In Time dengan pemanufakturan
Tradisional menurut Supriyono (2002:68) adalah sebagai berikut:
Tabel
1
Perbedaan Metode Just In Time dan
Tradisional

Faktor Pembeda Just In Time


Tradisional

1. Karakteristik Pull-through Push-through


2. Kuantitas persediaan system
Sedikit system
Banyak
3. Struktur manufaktur Sel manufaktur Struktur
4. Kualifikasi tenaga kerja Multidisiplin departemen
Spesialis
5. Kebijakan kualitas Pengendalian mutu Toleransi produk
cacat
6. Fasilitas jasa Tersebar Terpusat
Sumber : Supriyono, (2002: 255)

Hansen dan Mowen (2000:392) juga memberikan poin-poin perbandingan


antara metode Just In Time dan Tradisional. Berikut poin-poin yang dikemukakan
Hansen dan Mowen:
No. JIT Tradisional
1. Sistem tarik Sistem tekan
2. Persediaan dalam jumlah kecil Persediaan dalam jumlah besar
3. Basis pemasok kecil Basis pemasok besar
4. Kontrak pemasok jangka Kontrak pemasok jangka
panjang pendek
5. Struktur selular Struktur departemen
6. Tenaga kerja keahlian ganda Tenaga kerja terspesialisasi
7. Jasa terdesentralisasi Jasa terpusat
8. Keterlibatan karyawan tinggi Keterlibatan karyawan rendah
9. Gaya manajemen pemfasilitasi Gaya manajemen pengawasan
10. Manajemen mutu terpadu Tingkat mutu yang dapat
diterima
11. Pasar pembeli Pasar penjual
12. Fokus rantai-nilai Fokus nilai tambah
Karakteristik sistem tradisional adalah melakukan aktivitas pembuatan produk
berdasarkan ramalan penjualan (sales forecasting) yang diperkirakan akan terjadi pada
periode mendatang. Dengan dasar ini, maka bagian produksi akan memiliki jadwal produksi
yang sudah pasti. Jika barang yang diproduksi belum dapat didistribusikan ke pasar, maka
barang tersebut akan disimpan di gudang. Dalam hal ini bagian pemasaran bertanggung
jawab untuk segera memasarkan produk yang telah menumpuk di gudang jumlah banyak.
Dengan demikian, sistem tradisional ini mendorong (push) aktivitas penjualan dan
pemasaran. Sistem Just In Time memiliki karakteristik yang berkebalikan. Dalam sistem ini,
perusahaan baru akan melakukan aktivitas produksi hanya jika ada permintaan
pasar/pelanggan yang sudah pasti. Jadi aktivitas produksi dalam sistem ini ditarik (pull) oleh
permintaan pasar.
Kuantitas Persediaan merupakan salah satu pengaruh sistem Just In Time bagi
perusahaan adalah mengurangi kuantitas persediaan secara signifikan. Dalam jumlah yang
minimal, persediaan tetap dimiliki oleh perusahaan, terutama persediaan produk jadi yang
menunggu proses pengiriman kepada pelanggan atau ke distributor. Jadi kuantitas persediaan
dalam sistem Just In Time tetap ada namun jumlahnya sangat sedikit
(insignificant). Sistem manufaktur tradisional disebut juga push-throught system. Dalam
sistem ini, perusahaan melakukan proses produksi tanpa memperhatikan struktur dan kondisi
permintaan pada saat itu. Oleh karena itu, sistem ini sangat mungkin menghasilkan produk
dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan permintaannya, sehingga menciptakan
persediaan dalam jumlah yang banyak (significant).
Struktur manufaktur dalam sistem manufaktur tradisional, mesin-mesin produksi yang
sejenis disatukan dalam sebuah departemen. Dengan demikian, jika perusahaan membuat 2
jenis (produk A dan produk B) produk melalui 3 jenis mesin (mesin 1, mesin 2, dan mesin 3),
maka tahap pertama kedua produk tersebut akan masuk proses di proses departemen 1, tahap
kedua sama-sama masuk proses di departemen 2, tahap ketiga sama- sama masuk di
departemen 3. Dalam hal ini, kedua produk menggunakan seluruh fasilitas di departemen
produksi 1 sampai 3 secara bersama-sama. Implikasinya adalah, pada akhirnya proses
perusahaan harus mengalokasikan biaya tidak langsung atau biaya pemakaian fasilitas
bersama tersebut (penggunaan mesin A, mesin B, mesin C).
Just In Time menggunakan struktur sel manufaktur (manufacturing cell). Dengan
struktur ini mesin yang diperlukan untuk membuat sebuah produk, dikelompokkan ke
dalam sebuah sel manufaktur. Jika perusahaan menghasilkan 2 jenis produk, maka
perusahaan tersebut akan menghasilkan 2 sel, sel A khusus untuk membuat produk A, dan sel
B khusus untuk membuat produk B. Dengan menggunakan contoh di atas, maka pada sel A
akan terdapat 3 buah mesin, yaitu mesin nomor 1, mesin nomor 2, mesin nomor 3.
Sedangkan sel B juga akan berisi 3 buah mesin yang khusus digunakan untuk membuat
produk B. Sel-sel ini pada dasarnya merupakan pabrik mini, oleh karena itu dengan
menggunakan konsep sel seolah-olah ada pabrik dalam pabrik.
Kualifikasi Tenaga Kerja, dalam sistem konvensional, tenaga kerja biasanya
berspesialisasi dalam satu bidang keahlian tertentu. Para karyawan dilatih untuk
melaksanakan sebuah pekerjaan khusus, misalnya mengoperasikan sebuah mesin. Dari
waktu ke waktu tugas yang dibebankan kepada mereka relatif tidak berubah. Dengan
demikian, mereka menjadi tenaga kerja spesialis. Dalam sistem Just In Time, yang
menggunakan struktur manufaktur sel, karyawan produksi dituntut untuk mampu
mengoperasikan seluruh mesin yang ada dalam sebuah sel. Hal ini dilakukan dalam rangka
meningkatkan efisiensi dan menekan biaya. Dengan demikian karyawan tersebut tidak lagi
menjadi spesialisasi mesin tertentu, namun menjadi seorang yang memiliki kualifikasi
multidiciplinary.
Kebijakan Kualitas, dalam sistem Just In Time, perusahaan memproduksi barang
dalam jumlah terbatas, yaitu sebanyak yang diminta oleh pasar/pelanggan dan tidak memiliki
kelebihan produksi sama sekali. Oleh karena itu, dalam sistem ini persoalan kualitas
merupakan hal yang sangat penting. Kualitas barang yang dihasilkan harus sempurna, dan
tidak ada toleransi sama sekali terhadap produk cacat. Kalau sampai ada produk cacat dan
sampai ke tangan konsumen, maka hal ini akan merusak reputasi perusahaan, apalagi jika
perusahaan tersebut berada dalam industri yang bersaing ketat. Untuk mewujudkan hal ini,
perusahaan harus memiliki komitmen tinggi terhadap kualitas dan menerapkan konsep
pengendalian mutu terpadu (total quality control). Tanpa TQC sistem Just In Time tidak akan
berjalan dengan baik. Kondisi tersebut tentunya sangat berbeda dengan kondisi yang ada pada
sistem tradisional. Dalam sistem tradisional ada sebuah doktrin yang disebut acceptable
quality level (AQL). Doktrin tersebut memperbolehkan adanya produk cacat dalam sebuah
proses produksi, asalkan jumlahnya tidak melebihi angka persentase yang telah diterapkan
sebelumnya. Hal tersebut dimungkinkan karena dalam sistem tradisional jumlah produk yang
dihasilkan banyak, sehingga jika ada produk cacat, perusahaan masih memiliki kesempatan
untuk menyortirnya agar tidak ikut terbawa sampai ke tangan konsumen.
Fasilitas Jasa merupakan sebagai implikasi dari digunakannya struktur manufaktur sel,
maka sebagian besar aktivitas untuk membuat produk tertentu tidak lagi menggunakan
fasilitas bersama. Dengan demikian, departemen jasa yang semula dipusatkan dan melayani
kebutuhan dalam rangka menghasilkan berbagai jenis produk, sekarang mengalami
perubahan yaitu tersebar di berbagai sel manufaktur. Hal ini harus dilakukan, karena sistem
Just In Time menghendaki akses ke fasilitas jasa secara mudah dan cepat. Sebagai contoh,
Just In Time menghendaki bahwa pasokan bahan baku dilakukan secara tepat. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut jelas penanganan bahan baku tidak dapat lagi dipusatkan,
namun disebar di beberapa titik pelayanan yang dekat dengan setiap sel manufaktur.

Karakteristik Just-In-time
Heizer & Render (2001) mengemukakan karakteristik Just-In-Time dengan Tabel 1 di
bawah ini.
Tabel 1 Karakteristik Just-In-Time
Supplier Reduced number of vendors; Supportive supplier relationship;
Quality deliveries on time
Layout Work-cell layout with testing at each step of the process; Group
technology; Movable, changeable, flexible machinery; High level
inventory; Delivery
directly to work areas.
Inventory Small lot sizes; Low setup times; Specialized bins for holding set
number of parts
Scheduling Zero deviation from schedules; Level schedules; Suppliers
informed of schedules; Kanban techniques
Preventive Maintenance Scheduled; Daily routine; Operator involvement
Quality Production Statistical process control; Quality suppliers; Quality within the firm
Employee Empowerment Empowered and cross-trained employess; Training support; Few
job classifications to ensure flexibility of employees.
Commitment Support of management; employees, and suppliers
Sumber: Heizer & Render (2001)

Dalam buku Introduction to Management Accounting karangan Horngren & Stratton


(2002) ditambahkan bahwa aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah dapat dihilangkan
atau dikurangi dengan cara berfokus pada kualitas, memperbaiki layout, dan pekerja multi-
skilled. Selain itu, Hansen & Mowen (2006), menambahkan bahwa kualitas juga merupakan
tujuan utama dari perusahaan yang menerapkan Just-In-Time.
Schonberger dalam Gaspersz (1998) menyatakan bahwa terdapat beberapa
karakteristik dan manfaat dari pembelian JIT (JIT Purchasing), yaitu:
a. Kuantitas
Karakteristik just in time kuantitas terdiri dari tingkat kuantitas stabil sesuai yang
diinginkan, penyerahan dalam ukuran lot kecil dengan frekuensi lebih sering, kontrak
jangka panjang, misalnya mengunakan sistem blanket purchase orders (BPO), lebih
sedikit menggunakan kertas, kuantitas penyerahan dapat bervariasi tetapi tetap untuk
bentuk kontrak keseluruhan, pemasok didorong untuk melakukan pengepakan dalam
kuantitas yang tepat, dan pemasok didorong untuk mengurangi ukuran lot produksi
mereka.
b. Kualitas
Karakteristik just in time kualitas terdiri dari spesifikasi minimum, pemasok membantu
untuk memenuhi kebutuhan kualitas, membina hubungan yang erat antara pembeli dan
pemasok melalui tim kerja sama pengendalian kualitas (gugus kendali mutu), dan
pemasok didorong untuk menggunakan pengendalian proses daripada mengandalkan
inspeksi.
c. Pemasok
Karakteristik just in time pemasok terdiri dari membina hubungan dengan lebih sedikit
pemasok (pemasok tunggal) dalam lokasi geografis yang dekat, aktif menggunakan
analisis nilai (value analysis) untuk memperoleh pemasok yang diinginkan serta bertahan
pada harga yang kompetitif, melakukan pengelompokan pemasok, menjalin hubungan
bisnis berulang dengan pemasok yang sama, dan pemasok didorong untuk
mengembangkan just in time dalam aktivitas pembelian ke pemasok mereka.
d. Pengiriman
Karakteristik just in time pengiriman terdiri dari pengiriman terjadwal dengan
menggunakan mode transportasi yang telah dikontrak dalam jangka panjang.
e. Ongkos
Karakteristik just in time ongkos terdiri dari ongkos penyimpanan inventori menjadi
rendah, penurunan ongkos material karena manfaat dari pengalaman belajar jangka
panjang dalam menggunakan pemasok yang terbatas dan ongkos scrap menjadi
berkurang, karena kecacatan telah dapat dideteksi sejak awal.
f. Kualitas
Karakteristik just in time kualitas terdiri dari deteksi kecacatan lebih cepat, karena
frekuensi penyerahan material lebih sering, tindakan korektif pada kecacatan lebih cepat,
karena set-up dari pemasok lebih sering dengan ukuran lot produksi lebih kecil,
kebutuhan untuk inspeksi lebih sedikit, karena pemasok didorong menggunakan
pengendalian proses dan kualitas dari material yang dibeli lebih tinggi, karena pemasok
bertanggung-jawab untuk memenuhi kebutuhan kualitas.
g. Desain
Karakteristik just in time desain terdiri dari respons terhadap perubahan rekayasa
(engineering changes) lebih cepat dan menimbulkan inovasi dalam desain, karena
pemasok memiliki kebebasan tanpa terikat pada spesifikasi desain yang ketat dari
pembeli.
h. Efisiensi administratif
Karakteristik just in time efisiensi administratif terdiri dari kebutuhan untuk kontrak
lebih sedikit, meminimumkan penggunaan kertas, lebih sedikit pembatalan yang
dilakukan, ongkos-ongkos administrasi menjadi berkurang, perhitungan untuk material
yang diterima menjadi lebih mudah, karena pemasok menggunakan kontainer standar
berukuran tertentu dan identifikasi pesanan yang diterima lebih mudah dan tepat, karena
pemasok menggunakan kontainer yang memiliki tanda (label) jelas.
i. Produktivitas
Karakteristik just in time produktivitas terdiri dari pekerjaan ulang (rework) berkurang,
karena menggunakan material berkualitas tinggi, inspeksi material menjadi berkurang
dan mengurangi keterlambatan produksi, karena penyerahan material tepat waktu dengan
kualitas yang baik dan meningkatkan efisiensi pembelian, pengendalian produksi,
pengendalian inventori, dan pekerjaan supervisi, karena pemasok ikut bertanggungjawab
menyerahkan material berkualitas tinggi pada waktu yang tepat.

Hansen & Mowen (2005:479) menyatakan ada beberapa karakteristik dasar Just In
Time (JIT):
a) Tata letak pabrik
Just In Time (JIT) mengganti tata letak pabrik tradisional ini dengan suatu pola sel
manufaktur. Sel manufaktur terdiri dari mesin-mesin yang dikelompokkan dalam kumpulan,
biasanya dalam bentuk setengah lingkaran. Mesin-mesin diatur sehingga mereka dapat
digunakan untuk melakukan berbagai operasi secara berurutan. Tiap sel dipersiapkan untuk
menghasilkan produk atau kumpulan produk tertentu. Produk dipindah dari satu mesin ke
yang lainnya dari awal hingga selesai. Para pekerja ditugaskan pada sel-sel dan dilatih untuk
mengoperasikan semua mesin dalam sel.
b) Pengelompokkan dan pemberdayaan karyawan
Pelatihan pekerja sel untuk melakukan tugas-tugas ganda juga memiliki pengaruh pada
relokasi dukungan pelayanan pada sel. Sebagai tambahan dari pekerjaan produksi langsung,
para pekerja sel dapat melakukan tugas persiapan, memindahkan barang setengah jadi dari
bagian ke bagian lain dalam sel, melakukan perawatan pencegahan dan perbaikan kecil,
melakukan inspeksi kualitas, dan melakukan tugas pembersihan. Kemampuan multitugas ini
secara langsung berhubungan pada pendekatan tarikan melalui produksi.
c) Total quality control
Just In Time (JIT) perlu memberikan tekanan yang lebih kuat pada pengelolaan kualitas. Total
quality control pada intinya adalah suatu pengerjaan tanpa henti untuk suatu kualitas
sempurna, usaha untuk mendapatkan suatu desain produk dan proses manufaktur tanpa cacat.
d) Ketelusuran biaya overhead
Suatu sistem pembiayaan menggunakan tiga metode untuk membebankan biaya pada
produk individual: penelusuran langsung, penelusuran penggerak, dan alokasi. Dari ketiga
metode, penelusuran langsung adalah yang paling akurat dan, sehingga, lebih disukai
daripada dua metode lainnya.
e) Pengaruh persediaan
Just In Time (JIT) umumnya menurunkan persediaan hingga tingkat yang sangat rendah.
Pencapaian terhadap tingkat yang tidak signifikan dari persediaan adalah vital bagi
kesuksesan Just In Time. Just In Time (JIT) menolak untuk menggunakan persediaan
sebagai solusi dari masalah-masalah ini. Bahkan, persediaan tidak hanya dipandang
sebagai pemborosan namun sebagai sesuatu yang langsung berhubungan dengan
kemampuan perusahaan untuk bersaing.

Menurut Masao, Sadao dan Roger dalam Adoption of Jus In Time Manufacturing, JIT
menekankan kemampuan pekerja dengan berbagai tugas. Sebagai contoh, produksi JIT sering
memanfaatkan sel pekerjaan yang membutuhkan multiskill pekerja. pemeliharaan preventif
peralatan dengan produksi Staf juga membutuhkan pekerja untuk menjadi akrab dengan
kedua produksi dan pemeliharaan tugas.

Teamwork dan kelompok pemecahan masalah merupakan bagian yang tidak


terpisahkan dalam pemanufakturan JIT. Tujuannya adalah untuk mencapai pengambilan
keputusan terdesentralisasi. Antara lain, desentralisasi diyakini berguna untuk berurusan
dengan jenis ketidakpastian tertentu

Salah satu aspek inovatif pemanufakturan JIT adalah pola arus informasi yang terkait:
aliran horizontal daripada tipe vertikal (hirarkis) sistem perencanaan kebutuhan material
tradisional. Salah satu implikasi dari aliran horizontal ini proses serta informasi yang
berkualitas dikumpulkan pada sumber, di mana tindakan langsung pemecahan masalah dapat
diambil . Grafik breakdown, yang menampilkan informasi frekuensi kerusakan mesin, sering
merupakan bagian dari pengaturan semacam ini.

Kendala-Kendala yang Dihadapi dalam Penerapan Just-In-Time


Dilihat dari kemampuan Just-In-time mengatasi masalah-masalah dalam perusahaan,
maka sebaiknya perusahaan menerapkan Just-In-time agar masalah-masalah tersebut dapat
cepat teratasi.
Penerapan Just-In-Time dalam perusahaan tentu akan meningkatkan kemampuan dan
efisiensi dalam perusahaan. Namun, proses penerapan Just-In-Time dalam perusahaan tentu
akan menghadap kendala. Kendala yang muncul ini merupakan hal yang wajar, karena
penerapan sesuatu yang baru tidak mungkin berjalan dengan lancar.

Kendala waktu. Hal ini dikarenakan untuk menerapkan Just-In-Time secara


menyeluruh,
dibutuhkan proses yang panjang dan waktu yang tidak sebentar. Pada awal penerapan Just In
Time, tentu banyak kekurangan yang terjadi. Seiring dengan berjalannya waktu, baru
kekurangankekurangan tersebut dapat diperbaiki sehingga pada akhirnya penerapan Just-In-
Time dapat berjalan dengan baik; kendala pengaruh yang akan dirasakan oleh para pekerja
karena adanya perubahan alur kerja dengan minimnya persediaan. Dengan metode Just-In-
time
para pekerja akan dituntut untuk bekerja secara sempurna karena tidak adanya persediaan dan
kesalahan harus diperkecil seminimalmungkin; kendala munculnya resiko untuk kehilangan
penjualan. Resiko kehilangan penjualan ini muncul karena tidak adanya persediaan dalam
jumlah banyak. Dengan jumlah persediaan yang sedikit, maka jika terjadi kejadian yang tidak
dapat diprediksi, seperti lonjakan permintaan, tentu perusahaan tidak akan sanggup
memenuhi
semua permintaan tersebut karena terbatasnya persediaan yang mereka miliki.
Kendala penerapan Just-In-Time yang dilakukan oleh perusahaan tidak didukung oleh
pihak-pihak eksternal yang berkaitan dengan perusahaan, yaitu pemasok-pemasok, Jasa
pengiriman barang jadi, dan sebagainya. Penerapan Just-In-time yang dilakukan oleh
perusahaan
akan menjadi sia-sia tanpa dukungan pihak eksternal. Hal ini dikarenakan proses yang
berkaitan dengan pihak eksternal tersebut juga harus dilakukan secara cepat, berkualitas, dan
tanpa kesalahan. Sedangkan jika pihak eksternal tersebut tidak menerapkan prinsip Just-In-
Time, maka keinginan perusahaan agar proses tersebut berjalan dengan cepat. Berkualitas,
dan tanpa kesalahan tentu sulit terwujud. Kendala-kendala yang mungkin akan dihadapi oleh
perusahaan di atas, walaupun pada awalnya akan memberatkanperusahaan, namun akan dapat
diatasi secara perlahan-lahan seiring berjalannya waktu. Kendalakandala tersebut harus
dipandang sebagai proses penyempurnaan penerapan Just-In-Time, bukan sebagai masalah
yang memberatkan. Terlebih dengan keuntungan yang akan didapatkan oleh perusahaan
setelah menerapkan Just-In-Time.
DAFTAR PUSTAKA
Hansen dan Mowen. 2000. Manajemen Biaya: Akuntansi dan Pengendalian. Salemba Empat:
Jakarta.

Hou, Bo, Hing Kai, dan Xiaojun Wang. 2011. A Case Study of Just-in-Time System in the
Chinese Automotive Industry. World Congress on Engineering 2011 Vol. 1.

Nakamura, Masao, Sadao Sakakibara, dan Roger Schroeder. 1998. Adoption of Just-in-Time
Manufacturing Methods at U.S.- and Japanese-Owned Plants: Some Empirical
Evidence. IEEE Transaction On Engineering Management Vol 45 No.3.

Nuryanto, Aris. 2010. Analisis Perbandingan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kain
Micropolar Fleece Antara Pendekatan Model EOQ dengan Just In Time Inventiory
Control (JIT/EOQ) Pada CV Cahyo Nugroho Jati Sukoharjo. Universitas Sebelas Maret
Surakarta.

Paramita, Patricia Dhiana. 2012. Penerapan Kaizen Dalam Perusahaan. Universitas


Pandanaran Semarang.

Putra, Christyandhika dan Farida Idayati. 2014. Penerapan Metode Just In Time Untuk
Meningkatkan Efisiensi Biaya Persedian Bahan Baku. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi
Vol. 3 No. 1.

Rahayu. 2005. Pengaruh Aplikasi Strategi Just In Time Terhadap Efektivitas Dan Efisiensi
Biaya Produksi Pada PT. Santosa Jaya Abadi Sidoarjo. Jurnal Ekuitas Vol. 9 No. 4: 439-
463.

W, Heri Sukendar. 2011. Penerapan Just In Time dalam Sistem Pembelian Dan Sistem
Produksi. Binus Business Review Vol. 2 No. 1

Anda mungkin juga menyukai