3 1222 PDF
3 1222 PDF
3.1 Anamnesis
Anamnesis adalah kemampuan ingatan dan atau sejarah masa lalu mengenai
2002). Tujuan anamnesis ini dapat membantu dokter gigi untuk memberikan
penilaian terhadap kondisi pasien. Tujuh kriteria anamnesis yang harus dipenuhi,
1. Lokasi
2. Kualitas
4. Waktu
akan menentukan prognosis dan perawatan yang cepat dan tepat dalam
berupa pertanyaan mengenai riwayat dental maupun riwayat medis jika kondisi
19
20
Kapan terjadinya injuri? Waktu interval antara injuri dan perawatan secara
mengenai tipe injuri. Perbedaan antara riwayat dan temuan klinis akan
3. Adakah kehilangan gigi/fragmen? Jika gigi atau bagian fraktur tidak dapat
4. Adakah concussion, nyeri kepala, muntah atau amnesia? Kerusakan otak harus
ditangani dan dilakukan rujukan ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut.
tes sensibilitas pulpa dan kapasitas perawatan pulpa dan atau periodontal.
sikap pasien atau orang tua akan memengaruhi pilihan perawatan juga.
2. Gangguan perdarahan
21
Jika terdapat kelainan sistemik pada pasien segera hubungi dokter anak untuk
perawatan dental.
untuk menggali informasi dari pasien. Proses anamnesis pada pasien anak
pada anak sulit untuk diwawacara mengenai anamnesis ini, maka perlu adanya
kerja sama orang tua untuk memberikan informasi berkaitan dengan keluhan
pasien. Pemeriksaan dilakukan dengan cara tersendiri pada anak yang tidak
melalui situs Universitas Sumatera Utara, cara yang biasa dilakukan untuk
1. Anak diletakkan di pangkuan ibunya dengan posisi kaki ke arah ibu dan kepala
anak ke arah dokter gigi seperti terlihat pada gambar 3.1. Dokter gigi
perawatan.
2. Anak diselimuti, tangan dilipat dan diletakkan di atas dada, anak tidak dapat
pemeriksaan oleh dokter gigi dengan melihat temuan klinis pada pasien.
terjadi. Informasi penting harus dikumpulkan untuk setiap pasien termasuk: tanda-
23
tanda vital, review dari semua bagian kepala, sistem dan pemeriksaan leher. Hal
ini penting untuk mengurangi cedera kepala, kerusakan mata, cedera tulang
belakang, dan leher. Sebuah evaluasi dari ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya
dapat menetapkan adanya cedera kepala. Hal penting yang harus diperhatikan
ketika terjadi cedera yang cukup berat adalah tanda-tanda syok, seperti muka yang
pucat, suhu badan dingin, nadi yang tidak beraturan, dan hipotensi (Welbury,
2005).
Temuan klinis pada ektra oral harus dicatat untuk melengkapi penegakkan
ekstra oral seperti bengkak, memar, dan laserasi dapat mengindikasikan adanya
fraktur pada tulang dan gigi. Tulang fasial pun harus dipalpasi untuk mengetahui
kondisi sendi temporomandibular, jika ada bengkak, kliking, atau krepitasi (Holan
and McTigue, 2005). Kondisi pergerakan mandibula atau deviasi mandibula harus
Pemeriksaan intra oral dievaluasi kondisi dalam rongga mulut, baik jaringan
keras maupun jaringan lunaknya. Benda asing yang terdapat di rongga mulut
seperti gumpalan darah, kotoran yang masih menempel, fragmen gigi, dan tanah
harus dibersihkan dengan menggunakan H2O2 3%, larutan salin, dan air hangat
(Ravel, 2003). Pemeriksaan kondisi jaringan lunak sangat penting dan harus
adalah bibir, mukosa oral, free dan attached gingiva, dan frenulum. Bagian
tersebut dievaluasi jika ada laserasi atau hematoma yang disebabkan trauma.
Hemoragi pada submukosa bibir atas biasanya disebabkan oleh fraktur dari tulang
labial. Mobilitas dan lengkung gigi pun harus dievaluasi untuk mengetahui
Berikut adalah pemeriksaan intra oral yang harus dilakukan dokter gigi pada
1. Kegoyangan gigi
3. Warna gigi
akibat trauma dengan tepat dan benar. Pemeriksaan radiografi dapat menunjukkan
kondisi yang tidak dapat terlihat secara klinis. Pada usia anak pemeriksaan ini
25
agak sulit dilakukan karena ketakutan atau kurang kooperatifnya anak tersebut,
sehingga diperlukan bantuan dari orang tua saat proses pengambilan foto rontgen
(Andreasen, 2007).
Terdapat macam-macam teknik foto rontgen yang biasa dilakukan oleh dokter
gigi untuk melengkapi informasi dalam upaya penegakkan diagnosis pada kasus
gigi.
Tidak semua teknik foto rontgen bisa dilakukan pada anak terutama saat
mereka dalam kondisi trauma karena rendahnya tingkat kooperatif pasien, macam
teknik foto rontgen yang dapat dilakukan pada pasien anak, yaitu (Cameron and
Widmer, 2008):
26
2. Foto panoramik
3. True lateral maxilla untuk kasus intrusi pada gigi sulung anterior
pada kemampuan anak untuk melakukan prosedur pengambilan foto tersebut dan
radiografi pada anak agar kondisi fraktur yang ingin diperiksa dapat diidentifikasi
1. Sudut horisontal 90
3. Ektra-oral arah lateral yang berguna untuk mengetahui hubungan apeks dengan
gigi yang berpindah dan posisi benih gigi dalam keterlibatannya jika ada
Pemeriksaan radiografi pada anak selain yang telah disebutkan di atas, dokter
gigi pada umumnya lebih sering memilih teknik foto rontgen periapikal karena
dengan panoramik atau oklusal. Kesulitan pada saat pengambilan foto dapat
(Fonseca, 2005):
27
depannya. Prinsip perawatan fraktur dentoalveolar pada anak ini adalah mencegah
prognosis yang buruk dan mengurangi rasa sakit akibat fraktur. Semakin cepat
2005).
Perawatan darurat fraktur dentoalveolar pada anak adalah tindakan yang sangat
penting dan sebaiknya dilakukan segera oleh orang tua pasien, namun banyak
28
kegawatdaruratan jika terjadi trauma sehingga ketika datang ke dokter gigi, pasien
dalam kondisi yang cukup buruk. Langkah perawatan darurat ini pun berpengaruh
menit
dan gingiva seperti semula. Tindakan ini dapat dilakukan ketika kondisi umum
pasien sudah baik. Faktor yang harus dipertimbangkan pada perawatan definitif
Trauma yang terjadi pada anak memiliki risiko terhadap gigi penggantinya,
maka dari itu ada perbedaan antara pilihan perawatan fraktur dentoalveolar yang
terjadi pada gigi sulung dan gigi permanen pada pasien anak. Jarak yang sangat
dekat antara akar gigi sulung dengan benih gigi permanen dapat mengakibatkan
suatu komplikasi. Malformasi gigi, gigi impakasi, dan gangguan erupsi pada
perkembangan gigi permanen adalah beberapa konsekuensi yang dapat terjadi jika
terjadi keparahan trauma pada gigi sulung atau tulang alveolarnya, maka dari itu
agar komplikasi terhadap benih gigi permanen dapat dihindari (Flores, et.al.,
(Welbury, 2005; Finn, 2003; Cameron and Widmer, 2008). Pilihan ini
menyebabkan cedera luksasi daripada fraktur jaringan keras gigi karena struktur
anak yang akan diuraikan di bawah ini membahas mengenai trauma yang
adalah:
30
Trauma yang mengenai jaringan keras gigi dan membutuhkan tindakan reposisi
serta replantasi pada pasien anak adalah fraktur akar. Fragmen mahkota terlihat
Insidensi fraktur akar terjadi sekitar 6% dari semua trauma dental, 7,7% pada gigi
permanen, dan 3,8% pada gigi sulung (Fonseca, 2005). Penanganan fraktur akar
gigi sulung dengan fraktur akar gigi permanen berbeda, jika pada gigi sulung
fisiologis (Welbury, 2005), berbeda pada gigi permanen. Penanganan pada gigi
permanen dapat dilihat dari lokasi frakturnya, jika fraktur berada di sepertiga
pemasangan alat stabilisasi selama 4 minggu oleh alat stabilisasi semi-rigid atau
alat stabilisasi fungsional (Welbury, 2005). Tindakan lain yang harus dilakukan
adalah evaluasi kondisi pulpa selama 1 tahun, jika terdapat nekrosis maka perlu
Trauma yang mengenai jaringan periodontal pada anak adalah kasus trauma
yang paling sering terjadi. Trauma ini biasa disebut dengan cedera luksasi dan
perawatan untuk kasus luksasi pada gigi sulung adalah menjaga ligamen
periodontal dan pulpa dari infeksi bakteri. Pencegahan terhadap rusaknya benih
gigi permanen adalah hasil yang paling utama dan harus selalu dipertimbangkan,
maka dari itu pilihan perawatan yang sering dipilih pada gigi sulung adalah
ekstraksi (Dummet, 2000), namun tidak semua tindakan berupa ekstraksi. Rincian
1) Concussion
inflamasi dan dokter gigi dapat memberikan medikasi berupa analgetik jika
yang dilakukan hanya evaluasi kondisi pulpa selama 1 tahun untuk memastikan
tidak adanya komplikasi berupa jejas pada pulpa (Flores, et. al., 2007). Diet lunak
pun dapat direkomendasikan oleh dokter gigi pada kasus ini untung mengurangi
2) Subluksasi
dilihat pada gambar 3.3(1). Informasi yang diberikan oleh foto rontgen tidak ada
kondisi yang abnormal pada ligamen periodontal, terlihat pada gambar 3.3(2)
(Flores, et.al., 2007). Perawatan yang dapat dilakukan ada beberapa pilihan, di
antaranya adalah:
(2) Pemakaian alat stabilisasi wire-orthodonti dengan acid-etch resin selama 7-10
2007 mengatakan bahwa pilihan perawatan dapat juga dengan alat stabilisasi
(3) Diet lunak selama 1 minggu (Cameron and Widmer, 2008; Welbury, 2005).
3) Intrusi
Intrusi gigi sulung ditemukan oleh Soporowski dan rekan sebagai korelasi
paling erat terjadinya gangguan hipoplastik terhadap benih gigi permanen sekitar
17,4% jika dibandingkan dengan kasus luksasi lateral (7,1%) dan avulsi (5,7%)
diperkusi, perdarahan pada gingiva, dan kadang bibir atas bengkak karena edema
dan hemoragi (Holan and McTigue, 2005). Ada dua keadaan pada kasus intrusi,
yaitu perpindahan gigi ke arah aksial tulang labial dan perpindahan gigi yang
mendorong benih gigi permanen (Flores, et.al., 2007). Gigi intrusi yang
dampak buruk terhadap benih gigi permanen (Flores, et.al., 2007; Cameron and
kembali selama 2-3 minggu dan dievaluasi selama 6 bulan (Holan and McTigue,
spontan selama 3 minggu, bila tidak ada perubahan maka dapat dilakukan
tindakan penarikan dengan alat orthodonti. Intrusi pada gigi permanen dengan
akar lengkap dilakukan dengan tindakan orthodonti atau bedah sesegera mungkin.
Kondisi pulpa harus menjadi perhatian ketika dilakukan penanganan tersebut agar
dapat dievaluasi jika terjadi nekrosis pulpa (Flores, et.al., 2007). Tindakan ini
2008). Prognosis gigi permanen dengan akar lengkap yang mengalami intrusi
tidak baik karena adanya kemungkinan terjadi nekrosis pulpa dengan persentase
96%, resorpsi akar dan menurunnya tulang alveolar, jika terjadi kerusakan pada
hidroksida di kanal akarnya (Holan and McTigue, 2005; Cameron and Widmer,
2008).
4) Ekstrusi
periodontal di daerah apikal (Flores, et.al., 2007). Tindakan ekstraksi pada gigi
sulung dipilih ketika perpindahan gigi lebih dari 2-3 mm untuk mencegah potensi
infeksi periradikular yang persisten yang dapat menyebabkan efek terhadap gigi
Flores, et.al., 2007). Perpindahan kurang dari 3mm pada ekstrusi gigi sulung dan
menggunakan alat stabilisasi dengan komposit resin, wire, atau alat orthodonti
(Cameron and Widmer, 2008) dengan evaluasi keadaan pulpa (Flores, et.al.,
dapat diberikan untuk menjaga kebersihan oral (Cameron and Widmer, 2008).
dan penyembuhan pada gigi immature. Nekrosis pulpa dapat terjadi 15-85% dari
semua kasus dan ini terjadi terutama pada gigi dengan apeks tertutup (Cameron
5) Luksasi Lateral
labial dan palatal yang ditunjukkan oleh gambar 3.4. Kondisi open bite pada
dengan reposisi spontan, namun jika tidak ada kondisi open bite dapat dilakukan
preparasi di incisal edge atau penambahan komposit di bagian gigi posterior untuk
membuat open bite artifisial (Andreasen, 2007). Alat stabilisasi dilakukan setelah
reposisi selama 4 minggu dengan disertai evaluasi kondisi pulpa (Flores, et.al.,
2007).
Kasus luksasi lateral pada gigi permanen diberikan tindakan berupa reposisi
dengan manipulasi digital secara perlahan, jika terdapat jaringan sekitar gigi
Medikasi berupa antibiotik diberikan dengan dosis 250 mg 3 kali sehari selama 5
hari (kurang dari 10 tahun 125 mg). Kebersihan mulut harus dijaga dan dokter
gigi dapat memberikan klorheksidin 0,2% 2 kali sehari selama alat stabilisasi
terpasang di mulut. Diet lunak dianjurkan selama perawatan ini (Welbury, 2005;
6) Avulsi
Pendapat banyak ahli mengatakan bahwa jika terjadi avulsi pada gigi sulung
terhadap benih gigi permanen berupa infeksi kronis dan perubahan distrofi pada
benih gigi permanen (Dummet, 2000). Replantasi pada gigi sulung dapat
mungkin dan menstabilisasi gigi tersebut sesuai dengan lokasi anatominya. Hal ini
tindakan yang kontraindikasi ketika masih dalam tahap perkembangan dental pada
gigi permanen bergantung pada formasi perkembangan akar dan lamanya gigi
berada di luar (extraoral dry time). Gigi dapat disimpan dalam sebuah media jika
lebih dari 5 menit berada di luar soket. Risiko ankylosis dapat terjadi apabila
Dentistry, 2010).
keberhasilan replantasi dalam jangka waktu yang lama. Media penyimpanan yang
tersedia harus dapat mempertahankan atau meningkatkan vitalitas sel ketika gigi
di luar soket alveolar. Perendaman gigi yang baik dapat mengurangi risiko
ankylosis dan membantu debridemen sel nekrotik, benda asing, dan bakteri.
Media penyimpanan ini tersedia dalam berbagai jenis, berikut adalah media
penyimpanan yang bisa digunakan orang tua ketika gigi mengalami avulsi (Holan
Hanks Balanced Salt Solution (HBSS) atau yang biasa disebut Save a Tooth
seimbang. Media ini memiliki osmolalitas yang ideal untuk membangun kembali
metabolisme sel yang telah kehilangan nutrisi dari darah akibat terputusnya sel.
keberhasilan rata-rata 90% dan jika gigi direndam selama 30 menit sebelum
(2) Susu
osmolalitas yang sesuai, pH netral, kandungan nutrisi yang baik dan bebas dari
bahan toksik. Susu dapat langsung dipakai dan lebih efektif dibandingkan dengan
penting yang dimiliki susu antara lain, asam amino, karbohidrat, dan vitamin.
Kekurangan dari media susu ini adalah nonaktifnya enzim yang berpotensi
membahayakan ligamen periodontal apabila disimpan lebih dari 2 jam. Susu dapat
(Chandha, 2006).
vitalitas sel ligamen periodontal pada permukaan akar gigi selama 2 jam
menjadi rusak. Media penyimpanan salin hanya efektif kurang dari 2 jam, setelah
itu ligamen periodontal akan hancur karena kebutuhan glukosa untuk metabolisme
tidak terpenuhi sehingga tidak cukup aman untuk media penyimpanan dalam
Kultur media yang digunakan adalah kultur 199, mengandung 700 unit
lainnya adalah Kultur Eagle yang mengandung sejumlah asam amino, vitamin,
dan bikarbonat yang bertindak sebagai buffer. Kultur Eagle membuat bagian vital
(5) Saliva
dibandingkan dengan air dan salin. Kekurangan saliva adalah osmolalitas rendah
yang avulsi di dalam mulut (saliva) dengan menahan gigi pada vestibulum bukal
ataupun di bawah lidah, namun tindakan ini mempunyai risiko tertelan. Hal yang
dapat dilakukan adalah mengumpulkan saliva ke dalam wadah kecil dan gigi
(6) Air
Prinsip keberhasilan dari replantasi adalah mencegah kekeringan dari gigi yang
lepas. Air merupakan media yang dapat menjaga kelembapan gigi selama berada
di luar soket sampai 15 menit jika tidak ada pilihan lain. Air tidak menjaga
vitalitas gigi dan dapat memberikan dampak buruk bagi kelangsungan ligamen
periodontal karena air merupakan larutan hipotonik yang dapat menyebabkan sel
kerusakan pada sel-sel akar karena tingkat metabolit dan pH yang rendah (Sigalas,
penyimpanan adalah kondisi dan durasi waktu pasca trauma yang harus
diperhatikan oleh orang tua. Andreasen menyatakan bahwa ada beberapa kondisi
yang harus diperhatikan dalam melakukan replantasi gigi yang mengalami avulsi,
yang berjejal
4. Berapa lama gigi tersebut berada di luar soket alveolar berpengaruh terhadap
indikasi replantasi yang baik. Gigi yang berada di luar soket gusi kurang dari
30 menit merupakan indikasi replantasi yang baik, sedangkan jika lebih dari 2
jam kemungkinan besar akan terjadi komplikasi yaitu resorpsi dari akar gigi
dan gigi akan menjadi non vital, kecuali sebelum direplantasi gigi tersebut
dua macam, yaitu avulsi dengan apeks tertutup dan avulsi dengan apeks terbuka.
Penanganan terhadap kedua jenis kondisi apeks ini dibedakan lagi sesuai dengan
42
keadaan gigi pasca trauma, berikut adalah cara penanganan pada gigi avulsi
(1) Bersihkan area dengan semprotan air, salin, atau klorheksidin. Jangan
profilaksis tetanus.
(3) Inisiasi perawatan kanal akar selama 7-10 hari setelah replantasi dan
(4) Intruksi pada pasien: diet lunak selama 2 minggu dan menggunakan
2) Gigi direndam dalam media penyimpanan (HBSS, susu, salin, atau saliva).
dengan salin dan simpan gigi dalam salin. Bersihkan koagulum dari
(2) Periksa soket alveolar, jika terdapat fraktur pada dindingnya lakukan
(3) Replantasi gigi perlahan dengan tekanan digital. Jahit jika ada laserasi.
(4) Tempatkan gigi pada posisi normal baik secara klinis maupun
profilaksis tetanus.
(6) Inisiasi perawatan kanal akar selama 7-10 hari setelah replantasi dan
(7) Intruksi pada pasien: diet lunak selama 2 minggu dan menggunakan
akan mengalami nekrosis dan sulit sembuh. Tujuan pada replantasi yang
memfiksasi gigi yang akan direplantasi. Hasil yang biasa terjadi adalah
ankylosis dan resorpsi akar. Ankylosis yang terjadi pada anak usia di bawah 15
ridge, ini juga dilakukan jika infraposisi mahkota gigi lebih dari 1mm.
(2) Perawatan kanal akar dapat dilakukan 7-10 hari setelah replantasi
(3) Hilangkan koagulum dari soket dengan salin. Periksa soket alveolar, jika
sesuai.
(5) Replantasi gigi tersebut secara perlahan dengan tekanan digital. Jahit jika
ada laserasi. Pastikan posisi sudah kembali normal secara klinis dan
radiografi.
(6) Stabilisasi gigi tersebut dengan alat stabilisasi fleksibel selama 4 minggu
(8) Intruksi pada pasien: diet lunak selama 2 minggu dan menggunakan sikat
(1) Bersihkan area dengan semprotan air, salin, atau klorheksidin. Jangan
dosis disesuaikan dengan usia dan berat badan. Berikan pula profilaksis
tetanus.
45
(3) Tujuan replantasi gigi immature pada anak adalah untuk memfasilitasi
(4) Intruksi pada pasien: diet lunak selama 2 minggu dan menggunakan
2) Gigi direndam dalam media penyimpanan (HBSS, susu, salin, atau saliva).
(2) Periksa soket alveolar, jika terdapat fraktur pada dindingnya lakukan
(3) Replantasi gigi perlahan dengan tekanan digital. Jahit jika ada laserasi.
(4) Tempatkan gigi pada posisi normal baik secara klinis maupun
dosis disesuaikan dengan usia dan berat badan. Berikan pula profilaksis
tetanus.
(6) Tujuan replantasi gigi immatur pada anak adalah untuk memfasilitasi
(7) Intruksi pada pasien: diet lunak selama 2 minggu dan menggunakan
mengalami nekrosis dan sulit sembuh. Tujuan pada replantasi yang lambat pada
gigi immatur adalah memelihara kontur alveolar ridge. Hasil yang biasa terjadi
adalah ankylosis dan resorpsi akar. Perawatan lanjutan penting dilakukan pada
gigi immatur sebagai tindak lanjut dari kasus ankylosis dan efek ankylosis pada
perkembangan alveolar ridge. Hal yang dapat dilakukan adalah dekoronasi untuk
(2) Perawatan kanal akar dapat dilakukan 7-10 hari setelah replantasi
(3) Hilangkan koagulum dari soket dengan salin. Periksa soket alveolar, jika
terdapat fraktur dinding soket lakukan reposisi dengan instrumen yang sesuai.
(5) Replantasi gigi tersebut secara perlahan dengan tekanan digital. Jahit jika ada
laserasi. Pastikan posisi sudah kembali normal secara klinis dan radiografi.
(6) Stabilisasi gigi tersebut dengan alat stabilisasi fleksibel selama 4 minggu
(8) Intruksi pada pasien: diet lunak selama 2 minggu dan menggunakan sikat gigi
Penanganan avulsi pada gigi dengan apeks yang masih terbuka disarankan
mengevaluasi kondisi pulpa. Gambar 3.7 menunjukkan tahap replantasi pada gigi
Trauma yang mengenai tulang alveolar biasanya disertai juga dengan lateral
luksasi atau intrusi (Fonseca, 2005) dan juga gangguan pada oklusi (Flores, et.al.,
2007). Manipulasi digital dan reposisi gigi yang mengalami perubahan posisi
dapat dilakukan untuk mengurangi fraktur tulang alveolar dengan anestesi (Hupp,
48
Fraktur pada dinding soket sering berhubungan dengan dislokasi gigi dengan
kegoyangan pada tulang di bagian bukal dan kontusio mukosa. Reduksi pada
fraktur ini dapat dilakukan dengan manipulasi digital di area apikal dan aspek
lingual pada mahkota, jika ada laserasi dilakukan penjahitan. Langkah reposisi ini
melibatkan beberapa gigi dan trauma lain berupa luksasi. Stabilisasi dipasang
selama 4 minggu untuk penyembuhan tulang, kecuali pada anak, durasi fiksasi
dapat lebih cepat karena proses penyembuhan tulang berjalan relatif lebih cepat.
Terapi tambahan pada pasien anak adalah diet lunak selama 2 minggu (Fonseca,
2005).
Fraktur prosesus alveolaris bisanya terisolasi dan erat kaitannya dengan trauma
dental dan trauma wajah dengan tingkatan laserasi pada mukosa dan gingiva yang
satu atau lebih gigi. Trauma ini sering terjadi di regio anterior dan premolar pada
Penanganan yang baik pada kasus ini adalah reduksi dan reposisi dengan
teknik tertutup atau terbuka diikuti dengan stabilisasi yang kuat untuk mendukung
elevator periosteal. Teknik ini dilakukan ketika terdapat segmen fraktur yang sulit
direposisi pada teknik tertutup. Penanganan tambahan lainnya pada kasus ini
adalah pemberian obat anti tetanus, antibiotik berupa penisilin atau klindamisin,