Anda di halaman 1dari 4

MANGSI COFFEE

Pada Kamis/24 Maret 2016 lalu, kelas KWU


atau Kewirausahaan mengadakan kuliah lapangan yang
bertempat di salah satu warung kopi yang lagi trend
dikalangan anak muda sekarang ini, lebih tepatnya yaitu
di MANGSI COFFEE. Warung kopi ini beralamat di
Jalan Merdeka X, Sumerta Kelod, Denpasar Selatan,
Denpasar, Bali.
Warung kopi ini merupakan hasil buah karya seorang pemuda Bali kelahiran
Denpasar yang berani tampil beda. Saya berhasil menjumpai sosok generasi muda Bali yang
sangat maju dalam pola pikir dan jauh dari pemikiran anak muda sekarang. Beliau
merupakan generasi asli Bali yang sangat mencintai budaya leluhur, adat istiadat Bali dan
kecintaannya kepada kopi menumbuhkan semangat
berbisnis yang sangat jarang dimiliki pemuda sebayanya.
Berprofesi sebagai seorang dokter yang juga seniman
muda ini menjadi motivator juga inspirator teman-teman
yang nongkrong di warung kopinya. Beliau adalah
dr.Made Windu Segara Senet, S.Ked.
Beliau akrab dipanggil dengan nama Windu. Kak
Windu Menempuh pendidikan yang panjang sebagai
seorang dokter hingga lulus dan resmi menjadi dokter
namun sekarang malah menghabiskan sebagian besar energinya untuk mempopulerkan
Minuman Kopi di kalangan anak muda Bali. Pada saat itu kak Windu menceritakan sedikit
perjalanannya sebelum menjadi seorang wirausaha, kak Windu merupakan salah satu
alumnus Fakultas Kedokteran di Universitas Udayana. Kak Windu yang lulus sebagai
seorang dokter umum sempat bekerja di salah satu rumah sakit yaitu di Rumah Sakit Umum
Tabanan. Namun, belum lama kak Windu bekerja beliau merasa penghasilan yang di dapat itu
kecil. Nah, sebenarnya mangsi itu sendiri sudah dirintis dalam bentuk industri rumah tangga
sejak tahun 2004 yang secara khusus memproduksi kopi bubuk dalam kemasan. Dan inilah
salah satu pendukung kak Windu untuk mengembangkan industri itu menjadi warung kopi
kekinian.
Dalam mengembangkan konsep warung kopinya ini kak Windu sangat banyak
menemui kendala, salah satunya yaitu tidak direstui oleh kedua orang tuanya. Alasannya

1
yaitu yang pertama karena orang tua kak Windu ini udah ngerasa nyaman dengan industri ini,
dan yang kedua karena latar belakang pendidikannya sebagai dokter sangat disayangkan
sekali jika pekerjaannya hanya sebagai dagang kopi. Tapi itu bukan masalah bagi kak Windu.
Dengan tanpa restu awalnya, kak Windu mulai mengelilingi warung kopi sekitar Denpasar
buat observasi sembari mencari-cari lokasi selama kurang lebih sebulan. Dari sini pun
kepedean dan motivasinya mulai muncul, ternyata kopi
buatan Mangsi tidak kalah saing dengan berbagai merk
kopi import.
Melihat anak muda zaman sekarang yang sudah
mulai bergaya kebarat-baratan. Khususnya ngopi, orang
Indonesia zaman sekarang lebih cenderung menyukai
produk kopi dari luar. Seperti Starbuck dan merk luar
lainnya. Banyak orang tidak sadar, karena orang luar
untuk menutupi kebutuhan kopinya, mereka mencari
kopi-kopi asli Indonesia. Lalu mereka kirim ke Eropa,
Amerika , diproses di tangan mereka. Dikirim lagi ke Indonesia dan kita minum olahan
mereka dengan harga selangit.
Dari sinilah Kak Windu lebih termotivasi lagi sebagai orang Bali ingin mengajak
banyak anak muda untuk mencintai produk dan hasil tanah Bali dengan olahan orang Bali
sendiri, dan yang menjual juga orang Bali. Banyak orang tua yang mencari amannya saja buat
anaknya. Lebih baik jadi pegawai atau profesional dan jarang ada orang tua yang
mengarahkan anaknya untuk mau berwira usaha atau berdagang sendiri. Akibatnya nadi
perekonomian Bali lebih didominasi oleh para
pendatang. Sempat juga orang tua dr. Windu
mengatakan, Untuk apa buka warung, bukannya
lebih baik buka praktek dokter ?. Namun tekad baja
dan keinginan keras kak Windu tak terbendung.
Mulailah kak Windu mempelajari bagaimana olahan
kopi dibuat dengan otodidak. Dari memetik,
pemilihan biji kopi, roasting, grinding, packaging, hingga ke strategi pemasaran, semuanya
dimulai dari nol. Tanpa pengalaman bisnis. Yang ada hanyalah keinginan agar orang Bali mau
menghargai kopinya sendiri, menghargai hasil petani Bali, membeli produk Bali dan menjaga
keajegan Bali.

2
Dengan niat keras itulah, akhirnya kak Windu berhenti dari pekerjaannya sebagai
dokter dan berhasil mewujudkan keinginannya membuka warung kopi. Desain interior
warung dibuat dari koran bekas, juga ada hasil karya lukisan dan grafiti karya kak Windu.
Peran Windu sejak awal dalam usaha ini adalah sebagai designer produk yang juga kebetulan
dia mampu di bidang seni rupa dan design sebagai seorang pelukis. Supaya warung kopinya
didatangi anak muda, kak Windu membranding warung kopinya ini dengan gaya pemasaran
modern,
dengan
positioning
yang jelas.
Kak Windu
mendesain
konsep
Mangsi Coffeenya dengan suasana khas anak muda. Menyiapkan panggung untuk
penampilan band dan aktivitas berkesenian lain. Serta mensponsori berbagai kegiatan terkait
aktivitas anak muda.
Ini merupakan sebagian dari coffee hasil produksi oleh MANGSI COFFEE.

Manfaat yang saya peroleh dari kuliah lapangan di Mangsi Coffee yaitu saya jadi
lebih banyak tahu pengalaman-pengalaman seorang wirausaha yang
sudah sukses seperti kak Windu. Dan semakin banyak saya melihat
bahwa pekerjaan yang didasari dengan hobi sehingga mencapai
kesuksesan itu membawa rasa bangga tersendiri.
Saya menjadi sangat termotivasi untuk menjadi seorang
wirausaha, alasannya karena mendengar pengalaman kak windu dan
wirausaha lain yang datang ke Mangsi Coffee waktu itu. Selama kita
belum mencoba kita tidak akan pernah tau apa yang akan bisa kita
capai. Jadi berani mencoba, berani melangkah, berani bergerak cepat,

3
dan tidak pernah takut gagal serta saya tidak mau ketinggalan seperti Si Nokia yang sempat
diceritakan oleh kak Windu karena kesempatan tidak pernah datang dua kali.
Motivasi terbesar saya untuk menjadi wirausaha yaitu ingin meningkatkan taraf hidup
keluarga saya yang hampir seluruhnya sebagai pekerja. Alasan saya karena Saya ingin
menjadi pemilik dari pekerjaan saya sendiri, memiliki sumber penghasilan yang lebih besar,
dan juga ide maupun hobi yang bisa mendatangkan penghasilan. Jika hanya menjadi pekerja
mungkin penghasilan yang saya dapat hanya standar seorang karyawan. Maka dari itu saya
sangat termotivasi untuk menjadi seorang wirausaha.

Anda mungkin juga menyukai