Wrap Up Skenario 3 Blok Neuro Sakit Kepala Mneahun
Wrap Up Skenario 3 Blok Neuro Sakit Kepala Mneahun
1
SASARAN BELAJAR
1. Memahami dan Menjelaskan tentang Penghantaran fisiologis nyeri
1.1 Jaras spesifik nyeri
1.2 Mekanisme penghantaran nyeri
2
1. Memahami dan Menjelaskan tentang tentang Penghantaran fisiologis nyeri
3
Traktus neospinotalamisu bergfungsi utnuk menyalurkan nyeri
secara cepat. Terutama terdiri atas serabut A-Delta yang
tyerutama dilalui oleh rasa nyeri mekanik dan nyeri suhu akut.
Serabut perifer jalur ini berakhir pada lamina I kornu dorsalis.
Dan dari sini akan merangsang neuron orde dua dari tractus
neospinotalamicus. Neuron ini akan mengirimkan sinyal ke
serabut panjang yang terletak di dekat sisi lain medulla spinalis
dalam komisura anterior dan selanjutnya berbelok naik ke otak
dalam kolumna anterolateralis.
Hanya sebagian kecil saja serabut neopinotalamikus berakhir di
daerah retikularis batang otak, sisaya melewati batang otak dan
langsung berakir di kompleks ventrobasal thalami.
Nyeri cepat dapat dilokalisasi dengan mudah di dalam tubuh
Neurotransmiter A delta umumnya adalah glutamat
Traktus paleospinotalamikus
Jalur ini befungsi untuk menjalarkan nyeri lambat-kronik ,
sebagian serabutnya adalah tipe C, sebagian kecil A-delta.
Dalam jaras ini, serabut-serabut perifer berakhri pada lamina II
dan II kornu dorsalis yang secara bersama-sama disebut
substansi gelatinosa, serabut C terletak lebih lateral dari A-
delta. Setelah itu akan berlanjut ke lamina V dan neuron-
neuronnya merangsang akson-akson panjang (yang juga
menjadi penghantar nyeri cepat) yang mula-mula melewati
komisura anterior ke sisi berlawanan dari medulla spinalis
,kemudian naik ke otak melalui jaras anterolateral
Neotransmiter nya adalah glutamat dan Substansi P, substansi P
bersifat lebih lambat dari Glutamat yang memungkinkan
glutamat untuk sampai terlebih dahulu. Yang menjelaskan
suatu fenomena rasa sakit ganda
Jaras paleospinotalamikus berakhir kebanyakan di
o Mucleus retikularis medula, pons dan mesensefalon
o Area tektal mesensefalon sampai kolukulus usperior
dan inferior
o Daerah periakuaduktus substansia grisea yang
mengelilingi aquaductus sylvii
Kemampuan lokalisasi rasa nyeri pada jalur lambat sangatlah
buruk dan kebanyakan hanya dapat dilokalisasi di bagian tubuh
yang luas
Formasio retikularis berfungsi untuk menimbulkan persepsio
nyeri yang disadari
1.2 Mekanisme penghantaran nyeri
Rasa nyeri merupakan suatu mekanisme perlindungan, yang dicetuskan oleh suatu
kerusakan jaringan , yang akan memnyebabkan individu untuk bereaksi memindahkan
stimulus nyeri.
4
Rasa nyari dapat dibagi atas
2.1 Definisi
Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala
yang berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit. Neurology and neurosurgery
illustrated Kenneth).
2.2 Etiologi
Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan:
(1) vascular
(2) jaringan saraf,
(3) gigi geligi,
5
(4) orbita,
(5) hidung dan
(6) sinus paranasal,
(7) jaringan lunak di kepala, kulit, jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala.
Selain kelainan yang telah disebutkan diatas, sakit kepala dapat disebabkan oleh stress dan
perubahan lokasi (cuaca, tekanan, dll.).
2.3 Klasifikasi
Tension Type Headache (TTH)
Definisi nyeri kepala tipe tegang menurut kriteria Internatinal Headache Society
(IHS) adalah episode yang berulang dari nyeri kepala yang berlangsung bermenit
menit sampai berhari-hari. Nyerinya khas, menekan atau ketat dalam kualitas, ringan
atau sedang intensitasnya, umumnya bilateral lokasinya dan tidak memberat dengan
aktivitas fisik rutin, nausea biasanya tidak ada, tetapi fotofobi bisa ditemukan.(1)
Istilah lain yang pernah digunakan untuk menyingkatkan gambaran klinis dari
tension headache adalah psychomyogenic headache, stress headache, ordinary
headache, idiopathic headache, dan psychogenic headache(2)
.
TTH dibagi 2 macam:
1. Episodik , jika serangan yang terjadi kurang dari 1 hari perbulan (12 hari dalam 1
tahun).
a. Nyeri kepala tipe tegang episodik disertai oleh gangguan otot perikranial.
b. Nyeri kepala tipe tegang episodik tidak disertai oleh gangguan otot perikranial
Ciri-ciri TTH episodik:
Paling tidak terjadi 10 kali nyeri kepala yang memenuhi criteria berikut;
dimana nyeri kepala terjadi kurang dari 15 kali per bulan
Nyeri kepala berdurasi sekitar 30 menit 7 hari
Paling tidak dua dari karakteristik nyeri berikut terpenuhi:
o kualitas nyeri menekan (nonpulsatil)
o intensitas ringan atau sedang
o lokasi bilateral
o Tidak diperberat dengan aktivitas fisik rutin
Tidak ada mual atau muntah
Tidak terjadi Fotofobia dan fonofobia atau hanya ada satu di antaranya
tidak ada dugaan nyeri kepala tipe sekunder
2. Kronik, jika serangan minimal 15 hari perbulan selama paling sedikit 3 bulan
(180 hari dalam 1 tahun).
a. Short-duration, jika Serangan terjadi kurang dari 4 jam.
b. Long-duration, jika Serangan berlangsung lebih dari 4 jam.
Cirri-ciri TTH kronik:
Frekuensi rata-rata nyeri kepala lebih dari 15 hari per bulan selama lebih
dari 6 bulan dan memenuhi criteria berikut
6
Paling tidak 2 dari karakteristik nyeri berikut terpenuhi
o kualitas nyeri menekan (nonpulsatil)
o intensitas ringan atau sedang
o lokasi bilateral
o Tidak diperberat dengan aktivitas fisik rutin
Tidak ada mual atau muntah
Tidak terjadi Fotofobia dan fonofobia atau hanya ada satu di antaranya
tidak ada dugaan nyeri kepala tipe sekunder
Migren
Migren adalah nyeri kepala dengan serangan nyeri yang berlansung 4 72 jam.
Nyeri biasanya unilateral, sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai
berat dan diperhebat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual muntah, fotofobia dan
fonofobia. Migren dapat diklasifikasikan menjadi migren dengan aura, tanpa aura,
dan migren kronik (transformed).
1. Migren dengan aura adalah migren dengan satu atau lebih aura reversibel yang
mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa disfungsi batang otak,
paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur angsur lebih dari 4 menit,
aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, dan sakit kepala mengikuti aura dalam
interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit.
2. Migren tanpa aura adalah migren tanpa disertai aura klasik, biasanya bilateral dan
terkena pada periorbital.
3. Migren kronik adalah migren episodik yang tampilan klinisnya dapat berubah
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun dan berkembang menjadi sindrom nyeri
kepala kronik dengan nyeri setiap hari.
Nyeri Kepala Cluster
Nyeri kepala cluster merupakan sindroma nyeri kepala yang lebih sering terjadi
pada pria dibanding wanita. Nyeri kepala cluster ini pada umumnya terjadi pada usia
yang lebih tua dibanding dengan migraine. Nyeri pada sindrom ini terjadi hemikranial
pada daerah yang lebih kecil dibanding migraine, sering kali pada daerah orbital,
sehingga dikatakan sebagai klaster. Jika serangan terjadi, nyeri ini dirasakan sangat
berat, nyeri tidak berdenyut konstan selama beberapa menit hingga 2 jam. Namun
pada penelitian yang dilakukan oleh Donnet, kebanyakan pasien mengalami serangan
dengan durasi 30 hingga 60 menit.
1. Nyeri kepala klaster episodik
Periode nyeri (klaster) terjadi sepanjang 7 hari sampai 1 tahun, klaster
dipisahkan oleh interval bebas nyeri yang berlangsung selama paling tidak 2
minggu. Umumnya, satu klaster berlangsung selama 2 minggu sampai 3 bulan.
2. Nyeri kepala klaster kronik
Terjadi lebih dari satu tahun tanpa remisi, atau remisi bertahan kurang dari 2
minggu. Nyeri kepala klaster kronik dibagi lagi menjadi nyeri kepala klaster
kronik sejak awitan dan nyeri kepala klaster kronik yang berkembang dari
episodik
Nyeri kepala klaster kronik sulit ditangani dan resisten terhadap agen
profilaksis standar. Sebagai etiologi terjadinya nyeri kepala klaster, dipikirkan
adanya predisposisi genetic pada keluarga. Namun tidak ditemukan adanya pola
pewarisan tertentu.
7
2.4 Patofisiologi
Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu nyeri
kepala adalah sebagai berikut(Lance,2000) : (1) peregangan atau pergeseran pembuluh
darah; intrakranium atau ekstrakranium, (2) traksi pembuluh darah, (3) kontraksi otot
kepala dan leher ( kerja berlebihan otot), (3) peregangan periosteum (nyeri lokal), (4)
degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus servikalis (misalnya,
arteritis vertebra servikalis), defisiensi enkefalin (peptida otak mirip- opiat, bahan aktif
pada endorfin).
Fase I : Prodromal
Sebanyak 50% pasien mengalami fase
prodromal ini yang berkembang pelan-pelan
selama 24 jam sebelum serangan. Gejala:
kepala terasa ringan , tidak enak, iritabel,
memburuk bila makan makanan tertentu
seperti makanan manis, mengunyah terlalu
kuat, sulit/malas berbicara.
Fase II : Aura
Gangguan penglihatan yang paling sering
8
dikeluhkan pasien. Khas pasien melihat seperti
melihat kilatan lampu blits (photopsia) atau
melihat garis zig zag disekitar mata dan hilangnya
sebagian penglihatan pada satu atau kedua mata
(scintillating scotoma).
Gejala sensoris yang timbul berupa rasa kesemutan
atau tusukan jarum pada lengan, dysphasia.
Fase ini berlangsung antara 5 60 menit. Sebanyak
80% serangan migraine tidak disertai aura.
Fase III : Headache
Nyeri kepala yang timbul terasa berdenyut dan
berat. Biasanya hanya pada salah satu sisi kepal
tetapi dapat juga pada kedua sisi. Sering disertai
mual muntah tidak tahan cahaya (photofobia) atau
suara (phonofobia). Nyeri kepala sering memburuk
saat bergerak dan pasien lebih senang istrahat
ditempat yang gelap dan ini sering berakhir antara
2 72 jam.
Fase IV : Postdromal
Saat ini nyeri kepala mulai mereda dan akan
berakhir dalam waktu 24 jam, pada fase ini
pasien akan merasakan lelah, nyeri pada
ototnya kadang kadang euphoria. Setelah
nyeri kepala hilang
9
mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit. Migren tanpa
aura sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup yang memenuhi kriteria
berikut :
(a) berlangsung 4 - 72 jam, (b) paling sedikit memenuhi dua dari :
(1) unilateral , (2) sensasi berdenyut, (3) intensitas sedang berat, (4) diperburuk oleh
aktifitas, (3) bisa terjadi mual muntah, fotofobia dan fonofobia.
PF dan PP
Pemeriksaan Penunjang Migren Pemeriksaan untuk menyingkirkan penyakit lain (
jika ada indikasi) adalah pencitraan ( CT scan dan MRI) dan punksi lumbal.
Sakit Kepala Cluster
Anamnesis
Diagnosis nyeri kepala klaster menggunakan kriteria oleh IHS adalah sebagai
berikut : (IHS,2005)
a. Paling sedikit 5 kali serangan dengan kriteria seperti di bawah
b. Berat atau sangat berat unilateral orbital, supraorbital, dan atau nyeri temporal
selama 15 180 menit bila tidak di tatalaksana.
c. Sakit kepala disertai satu dari kriteria dibawah ini :
1. Injeksi konjungtiva ipsilateral dan atau lakriimasi
2. Kongesti nasal ipsilateral dan atau rhinorrhea
3. Edema ipsilateral kelopak mata
4. berkeringat pada bagian depan dan wajah ipsilateral
5. Ipsilateral miosis dan atau ptosis
6. Sensasi agitasi
d. Serangan mempunyai frekuensi dari 1 kali setiap hari berbeda hingga 8 kali pada
hari yang sama
e. Tidak berhubungan dengan kelainan yang lain
DIAGNOSIS BANDING
10
Fonofobia + - -
Mata merem/merah - - +++
Hidung keluar air - - +++
Leher kaku - ++ -
Kelumpuhan badan + - -
11
o Terapi perilaku
Konseling
Terapi perilaku
Terapi manajemen stress
Latihan relaksasi
Biofeedback.
o Intervensi medis
Blokade saraf occipital
Ice packs
Panas
Farmakologis
o Terapi farmakologis yang ada adalah NSAID berupa
Acetaminophen
Aspirin
Ibuprofen
Naproxen
Ketoprofen
Ketorolac
Obat-obat ini tidak boleh dikonsumsi melebihi 9 hari karena akan
menyebabkan timbulnya komplikasi berupa progresi ke tipe kronik.
o Kegagalan terapi dengan Over the counter medicine menandakan perlunya
obat preskripsi
o Dapat juga ditambahakan butalbital dan codeine pada regimen NSAID
o Terapi profilaksis dapat diberikan pada pasien yang bertipe kronik dengan
serangan lebih dari dua kali dalam satu minggu dengan durasi selama 3-4 jam.
o Tricyclic Anti Depressant dapat diberikan pada pasien untuk mencegah
terjadinya suatu depresi.
Perlu diingat bahwa dengan adanya resiko substance abuse, maka terapi hanya digunakan untuk
membantu pasien-pasien yang mengalami kesulitan dengan hanya menggunakan behavioural
therapy, bukan sebagai suatu lini pertama
2.8 Komplikasi
Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang disebabkan oleh
penggunaan obat - obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dllyang berlebihan.
Tension type headache episodik dapat berkembang menjadi tipe kronik, dan depresi
akibat gejalanya dapat terjadi sebagai suatu komplikasi pada pasien. Komplikasi Migren
adalah rebound headache, nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan
analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.
2.9 Pencegahan
12
Terapi Perilaku merupakan pencegahan yang baik pada pasien, mengingat ini adalah
suatu kelainan psikogenik, diharapkan,d engan adanya suatu terapi psikologis, pasien
dapat mengenali jika sakit kepalanya mulai timbul dan mulai melakukan perubahan-
perubahan sikap agar sakit kepalanya mereda.
2.10 Prognosis
Kelainan tipe episodik jauh lebih mudah ditangani daripada tipe kronik
3.1 Definisi
- Suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik di mana tidak ditemukan
penjelasan medis yang adekuat.
- Gejala dan keluhan somatik menyebabkan penderitaan emosional/gangguan pada
kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan.
- Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan
buatan.
3.2 Klasifikasi nyeri somatoform
Ada 5 gangguan somatoform yang spesifik yaitu :
1. Gangguan konversi
Merupakan bentuk perubahan yang mengakibatkan adanya perubahan fungsi fisik yang tidak
dapat dilacak secara medis. Gangguan ini muncul dalam konflik atau pengalaman traumatik yang
memberikan keyakinan akan adanya penyebab psikologis.
2. Hipokondriasis
Terpaku pada keyakinan bahwa dirinya menderita penyakit yang serius. Ketakukan akan adanya
penyakit terus ada meskipun secara medis telah diyakinkan. Sensasi atau rasa nyeri fisik
biasanya sering diasosiasikan dengan gejala penyakit kronis tertentu.
3. Gangguan somatisasi
Keluhan fisik yang muncul berulang mengenai simptom fisik yang tidak ada dasar organis yang
jelas. Gangguan ini menyebabkan seseorang untuk melakukan kunjungan medis berkali-kali atau
menyebabkan hendaya yang signifikan dalam fungsi.
4. Gangguan dismorfik tubuh
13
Terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau berlebih-lebihan. Menganggap orang tidak
memperhatikannya karena kerusakan tubuh yang dimilikinya (dipersepsikannya). Gangguan ini
akan membawa seseorang pada perilaku komplusif seperti berulang-ulang berdandan, dll.
5. Gangguan nyeri
Gejala utamanya adalah adanya nyeri pada satu atau lebih tempat yang tidak sepenuhnya
disebabkan oleh kondisi medis atau neurologis nonpsikiatris, disertai oleh penderitaan emosional
dan gangguan fungsional dan gangguan memiliki hubungan sebab yang masuk akal dengan
factor psikologis.
Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi,
1. gangguan somatisasi
2. gangguan somatoform tak terperinci
3. gangguan hipokondriasis
4. disfungsi otonomik somatoform
5. gangguan nyeri somatoform menetap
6. gangguan somatoform lainnya
7. gangguan somayoform YTT
3.3 Etiologi
Gangguan Somatisasi : Substitusi instiktual yang direpresi, pengajaran parental, kondisi rumah
tidak stabil, penyiksaan fisik, penurunan metabolisme lobus frontalis dan hemisfer nondominan,
genetika, regulasi abnormal sitokin.
Gangguan Konversi : Represi konflik intrapsikis bawah sadar dan konversi kecemasan ke dalam
suatu gejala psikis, hipometabolisme hemisfer dominan, hipermetabolisme hemisfer
nondominan, gangguan komunikasi hemisferik.
Hipokondriasis : Misinterpretasi gejala-gejala tubuh, model belajar sosial, varian gangguan
depresif dan kecemasan, harapan agresif dan permusuhan terhadap orang lain.
Gangguan Dismorfik Tubuh : Melibatkan metabolisme serotonin, pengaruh kultural dan sosial.
Gangguan Nyeri : Ekspresi simbolik intrapsikis melalui tubuh (aleksitimia), perilaku sakit,
manipulasi untuk mendapat keuntungan hubungan interpersonal, melibatkan serotonin, defisiensi
endorfin.Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang mempunyai
tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam transmisi gangguan ini.
Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan metabolism (hipometabolisme) suatu zat
tertentu di lobus frontalis dan hemisfer non dominan
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut (Nevid dkk, 2005) :
14
a. Faktor-faktor Biologis Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis
(biasanya pada gangguan somatisasi).
b. Faktor Lingkungan Sosial Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung,
seperti peran sakit yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.
c. Faktor Perilaku. Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:
Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari situasi yang tidak
nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan sekunder).
Adanya perhatian untuk menampilkan peran sakit
Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan dismorfik
tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang diasosiasikan dengan keterpakuan
pada kekhawatiran akan kesehatan atau kerusakan fisik yang dipersepsikan.
d. Faktor Emosi dan Kognitif Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan
kognitif, penyebab ganda yang terlibat adalah sebagai berikut:
Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simtom fisik sebagai tanda dari adanya
penyakit serius (hipokondriasis).
Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impulsimpuls yang
tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simtom fisik (gangguan konversi).
Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan suatu
strategi self-handicaping (hipokondriasis).
3.5 Manifestasi
Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang
berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya
negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya
(Kapita Selekta, 2001). Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau
menelan, atau ada yang menekan di dalam tenggorokan. Masalah-masalah seperti ini dapat
merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang
dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simtom muncul dalam bentuk
yang lebih tidak biasa, seperti kelumpuhan pada tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan
kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi di mana seseorang
berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti
abnormalitas fisik yang dapat ditemukan (Nevid, dkk, 2005).
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik),
terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima
bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih
lanjut (PPDGJ III, 1993). Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan bahwa
mereka menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat
ditemukan.
15
Gambaran keluhan gejala somatoform :
Neuropsikiatri:
kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik ;
saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya
Kardiopulmonal:
jantung saya terasa berdebar debar. Saya kira saya akan mati
Gastrointestinal:
saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum ada dokter yang dapat
menyembuhkannya
Genitourinaria:
saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan pemeriksaan namun tidak
di temukan apa-apa
Musculoskeletal
saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan sepanjang waktu
Sensoris:
pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan
kacamata tidak akan membantu
Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan konversi, hipokondriasis,
gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi.
Gangguan somatisasi
1. Adanya beberapa keluhan fisik (multiple symptom) yang berulang, dimana ketika
diperiksa secara fisik/medis, tidak ditemukan adanya kelainan tetapi ia tetap kontinyu
memeriksakan diri. Gangguan tidak muncul karena penggunaan obat. Keluhan yang
umumnya, misalnya sakit kepala, sakit perut, sakit dada, mestruasi tidak teratur, dll
2. Pasien menunjukkan keluhan dengan cara histrionik, berlebihan, seakan tersiksa/merana.
3. Berulang memeriksa diri ke dokter, kadang menggunakan berbagai obat, dirawat di RS
bahkan dilakukan operasi.
4. Sering ditemukan masalah perilaku atau hubungan personal seperti kesulitan dalam
pernikahan.
Gangguan konversi
1. Kondisi dimana panca indera atau otot-otot tidak berfungsi walaupun secara fisiologis,
pada sistem saraf atau organ-organ tubuh tersebut tidak terdapat gangguan/kelainan.
2. Secara fisiologis, orang normal dapat mengalami sebagian atau kelumpuhan total pada
tangan, lengan, atau gangguan koordinasi, kulit rasanya gatal atau seperti ditusuk-tusuk,
16
ketidak pekaan terhadap nyeri atau hilangnya kemampuan untuk merasakan sensasi
(anastesi), kelumpuhan, kebutaan, tidak dapat mendengar, tidak dapat membau, suara
hanya berbisik, dll.
3. Biasanya muncul tiba-tiba dalam keadaan stres, adanya usaha individu untuk
menghindari beberapa aktivitas atau tanggungjawab.
4. Konsep Freud : energi dari insting yang di repres berbalik menyerang dan menghambat
fungsi saluran sensorimotor.
5. Kecemasan dan konflik psikologik diyakini diubah dalam bentuk simptom fisik.
Hipokondriasis
1. Meyakini/ketakutan atau pikiran yang berlebihan dan menetap bahwa dirinya memiliki
suatu penyakit fisik yang serius
2. Adanya reaksi fisik yang berlebihan terhadap sensasi fisik/tubuh (salah interpretasi
terhadap gejala fisik yang dialaminya), misalnya otot kaku, pusing/sakit kepala, berdebar-
debar, kelelahan.
3. Melakukan banyak tes lab, menggunakan banyak obat, memeriksakan diri ke banyak
dokter atau RS
4. Keyakinan ini terus berlanjut, tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dokter,
walaupun hasil pemeriksaan medis tidak menunjukkan adanya penyakit dan sudah
diyakinkan.
5. Keyakinan ini menyebabkan adanya distress atau hambatan dalam fungsi sosial,
pekerjaan atau aspek penting lainnya.
Gangguan nyeri
1. Gangguan dimana individu mengeluhkan adanya rasa nyeri yang sangat dan
berkepanjangan, namun tidak dapat dijelaskan secara medis (bahkan setelah pemeriksaan
yang intensif)
2. Rasa nyeri ini bersifat subyektif, tidak dapat dijelaskan, bersifat kronis, muncul di satu
atau beberapa bagian tubuh.
3. Rasa nyeri ini menyebabkan stress atau hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan dan
aspek penting lainnya.
4. Faktor-faktor psikologis sering memainkan peranan penting dalam memunculkan,
memperburuk rasa nyeri.
17
a) Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak
dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung
sedikitnya 2 tahun
b) Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.
c) Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang
berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya.
Atau :
A. Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode
beberapa tahun
B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan,
4 gejala (G) nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang
berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak,
dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau
selama miksi)
2 G gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya
mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau
intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
-1 G seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi
erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah
sepanjang kehamilan).
-1 G pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau deficit yang mengarahkan pada kondisi
neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis,
sulit menelan, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan,
ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain pingsan).
C. Salah satu (1)atau (2):
Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan
sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat
(misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
18
Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang
ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik, atau temuan laboratorium.
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau pura-
pura).
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatisasi Menurut DSM-IV
A. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama
periode beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan gangguan
bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan fungsi penting lainnya.
B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada
sembarangan waktu selama perjalanan gangguan :
1. Empat gejala nyeri : riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya empat
tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi,
anggota gerak, dada, rektum selama menstruasi, selama berhubungan seksual atau
selama miksi)
2. Dua gejala gastrointestinal : riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal
selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan,
diare atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
3. Satu gejala seksual : riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif
selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi,
mendtruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang
kehamilan)
4. Salah satu gejala pseudoneurologis : riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit
yangmengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala
konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau
kelemahan setempat, ssulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia, retensi
urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan,
ketulian, kejang, amnesia, hilangnya kesadaran selain pingsan)
C. Salah (1) atau (2) :
1. Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi umum medis yang dikenal atau efek
langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat atau alkohol)
2. Jika terdapat kondisi umum medis, keluhan fisik atau gangguan sosial atau
pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkiraannya dan
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan
atau pura-pura)
A. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau sensorik
yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain
B. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena awal
atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stressor lain
19
C. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (pura-pura)
D. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan sepenuhnya
oleh kondisi umum medis atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai perilaku atau
pengalaman yang diterima secara kultural
E. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain atau memerlukan pemeriksaan
medis.
F. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi semata-
mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan dengan lebih
baik oleh gangguan mental lain.
Sebutkan jika : dengan tilikan buruk : jika untuk sebagian besar waktu selama episode
berakhir, orang tidak menyadari bahwa kekhawatirannya tentang menderita penyakit
serius adalah berlebihan atau tidak beralasan.
20
A. Nyerii pada satu tempat atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran klinis dan
cukup parah untuk memerlukan perhatian khusus
B. Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain
C. Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan,
eksaserbasi atau bertahannya nyeri
D. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat
E. Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau gangguan
psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.
Gangguan nyeri berhubungan baik dengan faktor psikologis maupun kondisi medis
umum
Sebutkan jika :
Akut : durasi kurang dari 6 bulan
Kronik : durasi 6 bulan atau lebih
A. Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan
gastrointestinal, atau saluran kemih)
B. Salah satu (1) atau (2) :
1. Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh
kondisi umum medis yang diketahui atau oleh efek langsung dan suatu zat
(misalnya efek cedera, medikasi, obat atau alkohol)
2. Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau
gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang
diperkiraan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan
laboratorium.
C. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain
D. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan
E. Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya
gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan,
gangguan tidur atau gangguan psikotik)
F. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat
21
DIAGNOSIS MENURUT PPDGJ :
Gangguan Somatoform
Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang-ulang
disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya
negatif dan sudah dijelaskan dokternya bahwa tidak ditemukan keluhan yang menjadi
dasar keluhannya. Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas
kemungkinan kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam
kehidupan yang dialaminya bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala anxietas dan
depresi.
Tidak adanya saling pengertian antara dokter dan pasien mengenai kemungkinan
penyebab keluhan-keluhannya yang menimbulkan frustasi dan kekecewaan pada kedua
belah pihak
Gangguan Somatisasi
Pedoman diagnostik
Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut :
Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat
dijelaskan atas dasar kelainan fisik yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun
Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada
kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhannya
Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga yang berkaitan dengan
sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya
b. Gangguan Hipokondrik
Pedoman diagnostik
Untuk diagnostik pasti, kedua hal ini harus ada :
Keyakinan yang menetap adanya sekurang0kurangnya satu penyakit fisik yang serius
yang dilandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak
menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap
kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisik
Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak
ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhannya.
22
Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut :
Adanya gejala-gejala bangkitan otonomik seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka
panas/flushing, yang menetap dan mengganggu
Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (gejala tidak khas)
Preokupasi dengan dan penderitaan (distress) mengenai kemungkinan adanya gangguan
yang serius (sering tidak begitu khas) dari sistem atau organ tertentu, yang tidak
terpengaruh oleh hasil pemeriksaan berulang, maupun penjelasan dari dokter
Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari sistem atau
organ yang dimaksud.
23
Penyembuhan dengan berbicara yang menjadi dasar psikoanalisis dilandasi oleh asumsi
bahwa suatu represif masif telah memaksa energi psikis diubah menjadi anestesia atau
kelumpuhan yang membingungkan. Namun demikian, psikoanalisis tradisional dengan
terapi jangka panjang dan psikoterapi yang berorientasi psikoanalisis tidak menunjukkan
hasil yang bermanfaat bagi gangguan konversi, kecuali mungkin mengurangi
kekhawatiran pasien atas penyakitnya. Penanganan psikodinamika jangka pendek dapat
menjadi efektif untuk menghilangkan simtom-simtom gangguan somatoform (Junkert-
Tress, 2001).
Pasien somatoform sering menderita kecemasan dan depresi. Dengan menangani
kecemasan dan depresi sering kali mengurangi kekhawatiran somatoform.
Pada kasus komorbiditas antara ganguan obsesif kompulsif dan gangguan somatoform
tertentu, seperti hipokondriasis dan gangguan dismorfik tubuh memiliki penanganan
pilihan untuk ganguan kompulsif-pemaparan dan pencegahan respons-dapat menjadi
efektif untuk gangguan somatoform tersebut.
Terapis perlu memperhitungkan untuk memastikan pasien tidak kehilangan muka ketika
gangguan tersebut tidak lagi dialaminya. Terapis harus mempertimbangkan kemungkinan
pasien merasa dipermalukan ketika kondisinya menjadi lebih baik melalui penanganan
yang tidak berkaitan dengan masalah medis (fisik).
Terapi untuk gangguan somatisasi
Pemaparan atau terapi kognitif dapat digunakan untuk mengatasi ketakutan,
berkurangnya rasa takut dapat membantu mengurangi berbagai keluhan somatik.
Terapi keluarga, membantu pasien dan keluarga mengubah jaringan hubungan
yang bertujuan untuk membantu usahanya menjadi lebih mandiri.
Training asersi dan keterampilan sosial, bermanfaat untuk membantunya
manguasai atau menguasai kembali, berbagai cara untuk berhubungan dengan
orang lain dan mengatasi berbagai tantangan tanpa harus mengatakan Saya
seorang yang malang, lemah, dan sakit.
Dokter tidak menghindari validitas keluhan-keluhan fisik, namun meminimalkan
penggunaan berbagai tes diagnostik dan pemberian obat, mempertahankan kontak
dengan pasien. Teknik-teknik seperti training relaksasi dan berbagai bentuk terapi
kognitif juga terbukti bermanfaat. Biofeedback, yang mencangkup pengendalian
atas proses-proses fisiologis telah terbukti efektif dalam mengurangi berbagai
pikiran yang merusak pada para pasien yang menderita gangguan somatoform-
bahkan lebih efektif dibanding teknik relaksasi.
Terapi utuk hipokondriasis
Pendekatan kognitif behavioral. Penelitian menunjukkan bahwa para pasien
hipokondrial menunjukkan penyimpanan kognitif dengan menganggap masalah
kesehatan yang muncul sebagai suatu ancaman. Terapi kognitif-behavioral dapat
ditujukan untuk merestrukturisasi pemikiran pesimistik semacam itu.
Penanganan dapat mencangkup beberapa strategi seperti mengarahkan perhatian
selektif pasien ke simtom-simtom fisik dan tidak mendorong pasien mencari
kepastian medis bahwa ia tidak sakit.
Terapi untuk rasa nyeri
24
Nyeri mengandung dua komponen, yaitu nyeri psikogenik dan nyeri yang benar-
benar disebabkan factor medis, seperti cedera jaringan otot. Penanganan yang
efektif cenderung terdiri dari hal-hal berikut:
o Melakukan validasi bahwa rasa nyeri memang nyata, dan tidak hanya
dalam pikiran pasien.
o Pelatihan relaksasi
o Menghadiahi pasien karena berperilaku yang tidak sejalan dengan rasa
nyeri (menahan rasa nyeri).
Varian terapi psikodinamika jangka pendek, yang disebut terapi tubuh
psikodinamika, efektif untuk mengurangi rasa nyeri dan mempertahankannya
dalam jangka waktu lama.
Dosis rendah obat antidepresan, terutama imipramine, lebih tinggi manfaatnya
dibandingkan placebo untuk mengurangi rasa nyeri dan distress kronis. Obat-
obatan tersebut tidak menghilangkan depresi terkait.
a. Secara umum tampaknya perlu disarankan untuk mengalihkan focus dari hal-hal yang
tidak dapat dilakukan pasien karena penyakitnya dan bahkan mengajarkan pada pasien
bagaimana cara mengatasi stres, mendorong aktivitas yang lebih banyak, dan
meningkatkan kontrol diri, terlepas dari keterbatasan fisik atau rasa tidak nyaman yang
dialami pasien.
3.8 Komplikasi
3.9 Pencegahan
Pertama, mulai berolah raga dengan baik dan teratur serta menjaga pola makan dengan asupan
gizi yang seimbang. Hal ini berguna untuk menjaga metabolism tubuh. Sehingga menjadi prima.
Kedua, Apabila gangguan serangan cemas akan rasa sakit menyerang, katakan pada diri anda
stop, lalu lakukan relaksi dengan cara mengatur aliran nafas anda.
Ketiga, Lakukan lah medical check up 1 tahun 1 kali, secara rutin. Dengan harapan dapat
mengetahui kondisi fisikyang sebenarnya (membuat anda tenang), dan melakukan langkah
pencegahan jika ditemukan penyakit dalam diri.
Self talk Tubuh saya sehat, dan saya baik-baik saja. (katakan pada diri anda, setiap hari saat
anda bercermin setiap saat, dan katakan juga indahnya hari ini, saya bersyukur karena tuhan
masih mengijinkan saya menikmati setiap karuniaNya
25
3.10 Prognosis Nyeri Somatoform
Prognosis pada gangguan somatoform sangat bervariasi, tergantung umur pasien dan sifat
gangguannya (kronik atau episodik). Umumnya, gangguan somatoform prognosisnya baik,
dapatditangani secara sempurna. Sangat sedikit sekali yang mengalami eksarsebasi, dapat
bervariasidari mild-severe dan kronis. Pengobatan yang lebih awal dan menjadikan prognosis
menjadilebih baik. Secara independen tidak meningkatkan risiko kematian. Kematian lebih
disebabkankarena upaya bunuh diri. (Kaplan, 1999)
1. Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum:
21)
2. Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-
Nisa: 19 Al-Hujuraat: 10)
3. Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa: 19)
4. Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)
26
1. Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama.
(At-aubah: 24)
2. Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya. (At-
Taghabun: 14)
3. Hendaknya senantiasa berdoa kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan:
74)
4. Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah
(makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari
satu. (AI-Ghazali)
5. Jika istri berbuat Nusyuz, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara
berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak
menyakitkan. (An-Nisa: 34) Nusyuz adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal
ketaatan kepada Allah.
6. Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan
paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
7. Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-
Thalaq: 7)
8. Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
9. Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya
terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi, Umar bin
Khattab ra., Hasan Bashri)
10. Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Yala)
11. Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang,
tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa: 19)
12. Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak
memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri.
(Abu Dawud).
DAFTAR PUSTAKA
Kaplan, H.I., Sadock B.J. (1997). Sinopsis Psikiatri Jilid II Edisi ke-7. Jakarta. Binarupa
Aksara.
Mansjoer, A.A.,etc. (2004). Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta. Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. (2003). Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta.
Maslim, R. (2001). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III.
Jakarta.
Kowalak, Jennifer P., William Welsh. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
27
Uddin, Jurnalis. (2009). Anatomi Susunan Saraf Manusia. Jakarta. Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi.
Price.Sylvia A.,Wilson.Lorraine M, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit., Edisi 6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sherwood, Lauralee. (2004). Fisiologi Manusia dari sel ke sistem Edisi 2. Jakarta. EGC.
Gunawan , Sulistis Gan et all. (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta. FKUI.
Maramis, W.F. (1997). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi VI. Surabaya. Airlangga
University Press.
F. Bear, Barry W. Connors, Michael A. (2007). Paradiso Neuroscience Exploring the Brain
third edition. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins.
Yutzy SH. (2006). Somatization. In: Blumenfield M, Strain JJ, penyunting. Psychosomatic
Medicine. 1st ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins.
28