KASUS 1
Pasien memakai shabu sejak tahun 2001, awalnya coba-coba karena diberi
teman, biasanya memakai shabu bersama dua atau tiga orang temannya,
dengan dosis sekali pakai paket 200 ribu. Lima tahun terakhir pasien memakai
shabu setiap hari, dengan dosis minimal 0,5 gram / hari, pasien memakai shabu
sendiri, tidak bersama teman-teman yang lain. Memakai shabu dengan
menggunakan bong. Penggunaan shabu secara disuntikkan disangkal. Pasien
memakai shabu untuk meningkatkan rasa percaya dirinya, dan juga supaya
dapat berhubungan seksual lebih lama. Jika tidak memakai shabu, pasien
merasa gelisah, mudah marah, dan kasar kepada orang lain. Pemakaian terakhir
menurut pasien adalah 8 bulan yang lalu sebelum masuk penjara, namun hasil
tes urin saat dibawa ke klinik IPWL positif Methamphetamine.
Selain shabu, pasien juga memakai Inex sejak tahun 2010 namun jarang,
hanya ketika pasien pergi ke diskotek, biasanya pasien memakai Inex butir.
Sebulan terakhir pasien hanya dua kali memakai Inex. Pasien lebih suka
memakai shabu. Pasien juga pernah mencoba memakai heroin satu kali,
memakai dengan cara di drag, tidak dengan menggunakan jarum suntik. Karena
merasa tidak cocok, penggunaan heroin dihentikan.
Support dari ibu masih baik, meskipun menurut pasien, dia sering
mengecewakan ibunya. Bapak dan ibunya telah bercerai, dan masing-masing
telah menikah lagi. Pasien anak pertama dari 4 bersaudara, mempunyai satu
adik dari bapak yang sama, dan dua adik dari bapak berbeda. Pasien tinggal
dengan mereka. Konflik dengan anggota keluarga disangkal, begitu juga dengan
orang lain atau saudara lain.
KASUS 2
Ny Nina Sri Kusuma, dibawa oleh penyidik BNN Provinsi ke Klinik IPWL 4
hari setelah terkena razia apartemen. Pasien berusia 34 tahun, dan telah
bercerai dengan suaminya. Pasien hanya sekolah sampai SLTP dan setelah itu
bekerja serabutan, tidak sekolah untuk membantu orang tuanya. Saat ini Pasien
bekerja pada malam hari sebagai pemandu karaoke, dan hanya libur pada hari
Minggu.
Pasien belum pernah dirawat karena sebab apapun, saat ini pasien merasa
cukup sehat, hanya merasa disekitar jempol kakinya agak bengkak dan nyeri.
Pasien mengaku pernah dites HIV di tempat kerjanya, namun tidak tahu hasilnya.
Tes Hepatitis B dan C belum pernah. Pada pemeriksaan fisik dalam batas normal
kecuali disekitar ibu jari kaki kiri tampak bengkang dan nyeri.
Pasien pernah merasa putus asa, sedih yang mendalam ketika akan
bercerai dari suaminya, pernah terlintas ingin bunuh diri namun tidak dilakukan
karena ingat anak-anaknya. Pasien merasa masih bisa mengontrol perilaku dan
amarahnya, tidak merasa susah mengingat.
LATIHAN KASUS ASESMEN
KASUS 3
Pasien mengenal narkoba sejak SMA kelas 2, saat itu pasien merasa sedih
dan cemas, terkait kondisi di rumah yang tidak kondusif, orang tua pasien
berkonflik, sering terjadi pertengkaran, sebelum akhirnya bercerai. Oleh karena
itu pasien lebih sering berkumpul dan menginap di rumah teman-temannya. Saat
sedang bercerita mengenai masalahnya, pasien diberi tahu agar minum riclona,
agar beban pikiran pasien berkurang, akhirnya pasien menjadi sering minum
riclona, namun tidak banyak, hanya satu tablet setiap hari. Minum riclona
berhenti setelah kedua orang tuanya bercerai. Lalu pasien tinggal bersama
ibunya.
Pasien mengenal shabu dan Inex setahun terakhir dari pacarnya yang
dikenal di tempat diskotik. Biasanya pasien pakai bersama pacar, lebih sering
seminggu sekali, atau pada saat off tidak ada jadwal terbang. Biasanya pacar
beli paket shabu 400ribu, lalu dipakai berdua. Setelah itu pasien melakukan
hubungan seksual bersama pacar. Inex paling banyak pakai dua butir. Ganja
disangkal, heroin disangkal, narkoba lain disangkal.
menikah lagi dan mempunyai satu anak. Menurut pasien ayah tirinya baik dan
sayang kepada pasien. Sementara terhadap ayah kandung pasien merasa benci
hingga sekarang, meskipun dalam hati kecil pasien ingin bisa berkomunikasi
dengan ayah kandungnya. Teman-teman satu apartemen juga sering memakai
shabu dan Inex.
Pasien belum pernah bermasalah dengan hukum, baru kali ini pasien
tersandung masalah, dan menjadi pikiran pasien, pasien khawatir pekerjaannya
hilang akibat kasus ini. Pasien tidak merasa sering marah-marah atau tidak
dapat mengontrol perilakunya, dan merasa tidak ada kesulitan dalam berpikir.
Pasien tidak pernah mengalami ada halusinasi baik suara maupun melihat
sesuatu.
Pasien menyangkal ada konflik dengan orang lain saat ini. Meski kadang
bertengkar dengan ibu, namun setelah itu bisa berbaikan, tidak berkepanjangan.
Konflik yang terjadi justru dengan ayah kandung, pasien merasa ayahnya yang
menyebabkan perceraian terjadi, hingga pasien masih merasa benci hingga
sekarang.